"Apakah Andy mengatakan alasan mengapa dia memukul temannya?" Anna masih belum puas dengan jawaban dari Sean, Kepala Sekolah. Dia belum mengetahui alasan Andy memukul temannya. "Andy tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Dia tidak ingin membicarakannya." "Bolehkah saya tahu siapa anak yang dipukul Andy dan di mana kelasnya?" Anna berniat untuk menanyakan langsung pada yang bersangkutan. Sebab, jawaban dari Kepala Sekolah tidak membuatnya puas. "Farrell, kelas 3-1." "Terima kasih. Kalau begitu ... kami permisi, Pak." Anna menarik tangan Edgar agar berdiri dan memaksanya untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut. Berjalan melewati setiap koridor, Anna melihat setiap papan kelas, mencari letak kelas 3-1. "Bukan ke arah sana, tapi ke arah sebaliknya!" Edgar menghentikan langkahnya karena dia lelah dibawa Anna berkeliling sekolah. Anna bergeming sejenak, lalu memutar balik arahnya seraya menarik kembali tangan Edgar. "Ayo!" ajak Anna, "seharusnya kau memberitahuku dari tadi, Say
Pukulan keras dilancarkan Edgar pada batang pohon besar hingga membuat daun berjatuhan. Dia marah! Dia tak bisa menyembunyikan rasa kesal dan marahnya seperti Anna! "Panggil anak itu sekarang, aku ingin berbicara dengannya!" Edgar sebisa mungkin menahan emosinya agar tidak lepas kendali. Sudah cukup baginya melampiaskan rasa kesalnya dengan memukul pohon. Ya, itu lebih baik daripada dia menghajar habis anak bernama Farrell tersebut dan menimbulkan masalah lain. "Tenangkan dirimu dulu dan jangan sampai kehilangan akal. Kita harus menyelesaikan masalah ini baik-baik, Ed!" Anna menangkupkan kedua tangannya di wajah Edgar. "Ikuti aku. Tarik napas dalam-dalam, lalu buang." Mengikuti perkataan Anna, Edgar merasa lebih baik setelah mengatur napasnya. Amarah dan rasa kesalnya memang belum sepenuhnya hilang, namun setidaknya sedikit mereda daripada sebelumnya. "I-itu Kak Anna ... apa aku harus memanggil Farrell sekarang?" ucap Mey, menyela percakapan Anna dan Edgar. "Iya, tolong panggi
"Wah! Ternyata anak bernama Andy itu sangat ringan tangan," ucap Anna. Sebenarnya Anna ingin merobek mulut Farrell, namun dia tahan sekuat tenaga agar tetap tenang dan melanjutkan sandiwaranya. "Dia memang anak seperti itu, bahkan Andy juga merebut pacarku entah dengan cara apa. Sikapnya tidak beda jauh dengan kakak perempuannya."Grep! Edgar mengepalkan kedua tangannya dan berniat menarik kerah seragam Farrell, namun Anna mencubit tangan Edgar agar menghentikan niatnya sebelum terjadi masalah yang lebih besar. Menghela napas, Edgar mengambil kartu namanya di dalam dompet dan menyerahkan kartu itu pada Farrell. 'Edgar Dominic? Jadi pria ini Edgar Dominic?!' pikir Farrell seraya berkeringat dingin. "Kami sudah mendengar semuanya dari mulutmu dan istriku juga sepertinya kelelahan, jadi kami akan pergi."'Istri? Jadi wanita di sebelahnya adalah Anna Florence? Kakak perempuan Andy?' pikir Farrel lagi. Hatinya bergetar setelah menyadari bahwa dia baru saja melakukan kesalahan fatal!
Bagi Edgar yang notabene lahir dari keluarga Dominic, uang bukanlah masalah, yang terpenting sekarang adalah dia mendapat informasi mengenai keluarga Farrell dan memberi pelajaran pada mereka karena telah berani mengusik istrinya tercinta. Tidak ada kata ampun dalam kamus Edgar. Jika dia sudah bertekad untuk membalas perbuatan mereka maka tidak akan ada yang bisa menghentikannya! "Sebaiknya aku mandi," gumam Edgar seraya melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi. Tubuhnya terasa sangat lengket karena seharian beraktifitas di luar. Berdiri di depan cermin, Edgar melihat wajahnya sendiri dalam diam. Entah apa yang di pikirkannya, namun dia tampak serius. Menyalakan shower, Edgar sontak memejamkan mata ketika air yang jatuh dari shower membasahi rambut dan tubuhnya. Bayang-bayang Anna muncul di saat dirinya tengah memejamkan mata. Dalam bayangannya, Anna sedang tersenyum cantik tanpa sehelai benang pun. Imajinasi liar kemudian mulai menghampiri kepala Edgar, membuat sesuatu mili
Malam tiba, ponsel Edgar berdering beberapa kali ketika dia tengah tidur. Dengan terpaksa dia bangkit dari ranjang dan mengambil ponsel yang ditaruh di meja nakas samping ranjang. "Hn?" Edgar mengangkat telepon tanpa melihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. "Aku sudah ada di depan apartemenmu untuk menyerahkan informasi yang kau minta," ucap seseorang di seberang telepon. Ketika mendengar penyataan itu, Edgar langsung tahu siapa yang tenaga menghubunginya malam-malam. Detektif swasta. "Tunggu di sana, aku akan segera ke luar!" Setelah mengatakan itu, Edgar mengakhiri panggilan telepon dan langsung melangkahkan kaki menuju pintu apartemennya. Sebelum benar-benar membuka pintu, Edgar terlebih dahulu melihat layar monitor yang menunjukkan keadaan di luar pintu. Setelah yakin bahwa yang berdiri di depan pintu apartemennya adalah detektif swasta yang dia kenal, Edgar sontak membuka pintu tersebut. "Berikan padaku!" Edgar membuka amplop coklat yang detektif swasta berik
Edgar terkekeh kecil. "Kau tidak melarangku?" "Untuk apa aku melarangmu? Lagi pula, mereka memang harus diberi pelajaran yang pantas karena telah menjelek-jelekanku dengan rumor yang tidak benar! Andy juga mendapat skors gara-gara itu!" Biasanya Anna akan memaafkan orang yang mencari masalah dengannya, namun kali ini tidak! Sebab, Andy yang telah membelanya jadi mendapat masalah di sekolah dan tidak bisa pergi belajar. Padahal, Andy sudah kelas tiga SMA dan tidak boleh sampai ketinggalan pelajaran. "Aku akan memecat ayahnya dari perusahaanku?" jelas Edgar. "Itu saja? Tapi, aku ingin Farrell meminta maaf secara resmi pada Andy." Merasa heran, Edgar mengangkat satu alisnya ke atas. "Kenapa Farrell harus meminta maaf pada Andy, bukan padamu?" "Karena Farrell sudah membuat Andy marah. Itu urusan mereka berdua, sedangkan aku akan mengurus Wendy." Seseorang yang sudah berkata jahat tidak boleh dibiarkan begitu saja. Sebab, mereka pasti akan melakukan hal sama di lain waktu. Oleh se
"Bukankah Ayah sudah memberimu uang jajan selama seminggu? Kenapa kau meminta lagi, Nak?" "Sudah habis, Ayah! Cepatlah, berikan uangnya padaku!" Wendy menjulurkan tangannya terbuka ke hadapan sang ayah. Dia hanya membutuhkan uang, tak peduli meskipun keluarganya miskin dan hidup pas-pasan asalkan dirinya senang dan bisa berbelanja sesuka hati. Setelah menerima uang, Wendy berangkat ke kampus dengan menggunakan taksi. Dia tidak memiliki mobil karena ayahnya tidak mau memberikannya, padahal jika dia memiliki mobil pribadi, dia akan memamerkannya dengan sombong. "Hai! Aku sudah menunggumu sejak tadi!" celetuk Anna yang tengah bersandar di samping gerbang kampus. Seperti yang baru saja Anna katakan, dia berangkat ke kampus lebih awal dan sengaja menunggu Wendy di dekat gerbang. Alasannya sangat sederhana. Dia ingin mengerjai Wendy karena wanita itu telah beromong kosong di depan para mahasiswa dan membuatnya malu. 'Aku lupa berterima kasih pada Grace karena dia telah menampar W
Oke, Anna mengakui bahwa dirinya memang tidak paham dengan fashion. Meskipun dulu keluarganya kaya, Anna tidak pernah menghamburkan uang seenaknya seperti berbelanja dan jalan-jalan ke berbagai tempat bagus. Dia lebih suka berdiam diri di rumah atau bermain dengan Grace di kafe, kecuali setelah mengenal Edgar. "Sepertinya kau selalu memakai barang baru setiap hari. Apa keluargamu sangat kaya?" ucap Anna, mengalihkan pembicaraan. Anna penasaran dengan respon Wendy, bagaimana wanita itu akan menjelaskan pertanyaan Anna? Ya, meskipun Anna sudah mengetahui keadaan keluarga Wendy yang sebenarnya. Entah Anna salah lihat atau tidak, namun Wendy tampak tertegun sejenak sebelum menjawab pertanyaan Anna. 'Kenapa dia menanyakan itu? Tidak mungkin 'kan dia tahu keadaan keluargaku?' pikir Wendy. Namun, mengingat Anna adalah menantu dari keluarga Dominic, Wendy khawatir jika kebohongannya selama ini terbongkar. "T-tentu saja keluargaku sangat kaya! Kalau tidak, aku tidak mungkin bisa ment