"Bukankah Ayah sudah memberimu uang jajan selama seminggu? Kenapa kau meminta lagi, Nak?" "Sudah habis, Ayah! Cepatlah, berikan uangnya padaku!" Wendy menjulurkan tangannya terbuka ke hadapan sang ayah. Dia hanya membutuhkan uang, tak peduli meskipun keluarganya miskin dan hidup pas-pasan asalkan dirinya senang dan bisa berbelanja sesuka hati. Setelah menerima uang, Wendy berangkat ke kampus dengan menggunakan taksi. Dia tidak memiliki mobil karena ayahnya tidak mau memberikannya, padahal jika dia memiliki mobil pribadi, dia akan memamerkannya dengan sombong. "Hai! Aku sudah menunggumu sejak tadi!" celetuk Anna yang tengah bersandar di samping gerbang kampus. Seperti yang baru saja Anna katakan, dia berangkat ke kampus lebih awal dan sengaja menunggu Wendy di dekat gerbang. Alasannya sangat sederhana. Dia ingin mengerjai Wendy karena wanita itu telah beromong kosong di depan para mahasiswa dan membuatnya malu. 'Aku lupa berterima kasih pada Grace karena dia telah menampar W
Oke, Anna mengakui bahwa dirinya memang tidak paham dengan fashion. Meskipun dulu keluarganya kaya, Anna tidak pernah menghamburkan uang seenaknya seperti berbelanja dan jalan-jalan ke berbagai tempat bagus. Dia lebih suka berdiam diri di rumah atau bermain dengan Grace di kafe, kecuali setelah mengenal Edgar. "Sepertinya kau selalu memakai barang baru setiap hari. Apa keluargamu sangat kaya?" ucap Anna, mengalihkan pembicaraan. Anna penasaran dengan respon Wendy, bagaimana wanita itu akan menjelaskan pertanyaan Anna? Ya, meskipun Anna sudah mengetahui keadaan keluarga Wendy yang sebenarnya. Entah Anna salah lihat atau tidak, namun Wendy tampak tertegun sejenak sebelum menjawab pertanyaan Anna. 'Kenapa dia menanyakan itu? Tidak mungkin 'kan dia tahu keadaan keluargaku?' pikir Wendy. Namun, mengingat Anna adalah menantu dari keluarga Dominic, Wendy khawatir jika kebohongannya selama ini terbongkar. "T-tentu saja keluargaku sangat kaya! Kalau tidak, aku tidak mungkin bisa ment
"Ha! Jadi kau mengikutiku bukan hanya menuntut permintaan maaf, tapi juga karena penasaran dengan itu?" ucap Wendy dengan nada sarkastik. Memang apa salahnya jika Anna penasaran dengan itu? Sebab, selama ini tidak ada orang yang mengusik atau menyebarkan gosip buruk tentangnya karena Anna tidak pernah mencari masalah apa pun. Mendengus kesal, Wendy melipat kedua tangannya di depan dada seraya mendekati Anna yang tengah berdiri tak jauh darinya. Dia kemudian menunjuk Anna dengan jari telunjuknya dan menatapnya tajam. "Asal kau tahu! Kau sudah menghancurkan rencanaku dan merebut Profesor Edgar dariku! Itulah yang membuatku sangat membencimu, Anna!"Merebut? Wendy bahkan bukan siapa-siapa Edgar, mengapa dia mengklaim Edgar seolah-olah pria itu adalah miliknya? "Apa maksudmu? 'Suamiku' bahkan tidak mengenalmu secara pribadi. Baginya, kau hanya salah satu murid yang tidak ada artinya di kampus ini!" Anna sengaja menegaskan kata 'Suamiku' di depan Wendy agar wanita itu sadar akan posisi
Anna sadar jika perkataannya barusan sangat kejam, namun hanya itu satu-satunya cara agar Wendy malu dan tahu diri! Anna paham bagaimana rasanya ketika dia tidak punya uang saat perusahaan ayahnya bangkrut, bahkan sampai terlilit hutang. Namun, dia tidak seperti Wendy yang suka berfoya-foya di atas kerja keras ayahnya. "Kau!" geram Wendy, "sebaiknya hentikan ucapanmu sebelum aku berbuat lebih jauh!" Tampaknya Wendy goyah dengan ucapan Anna. Wanita itu takut jika kebohongannya selama ini terbongkar bahkan di depan banyak orang. Susah payah dia membangunnya, dia tidak akan membiarkan Anna yang hendak merusak citranya dalam sekejap! "Bukankah ucapanku benar?" Anna tersenyum mengejek. "Teman-teman sekalian!" teriak Anna dengan lantang, dengan sengaja memancing emosi Wendy. Begitu teriakkan Anna terdengar oleh orang-orang kampus, mereka sontak menoleh hingga membuat Wendy panik karena rahasianya akan dibongkar di hadapan publik. Sebelum Anna berbicara lebih lanjut, dengan cepat We
"Anna!" teriak Grace seraya melambaikan tangan. "kau dari mana saja? Aku mencarimu dari tadi?!"Sebelum menjawab pertanyaan Grace, Anna melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. "Aku akan menceritakannya nanti. Ayo kita ke kelas!"Anna tidak menyangka jika dia terlalu lama bermain-main dengan Wendy hingga lupa kalau dia memiliki jadwal masuk pagi. Untungnya Grace datang untuk mencarinya! "Jadi ... apa yang kau lakukan pagi ini hingga aku tidak bisa menemukan keberadaanmu, Anna?"Memang pada dasarnya Grace adalah orang yang cerewet, baru saja sampai dan duduk di kelas, namun dia sudah bertanya lagi. Tadinya Anna tidak ingin menceritakan masalahnya dengan orang lain. Namun, karena Grace adalah teman baiknya jadi mungkin tidak masalah. "Jadi, begini ceritanya ...." Anna menceritakan semua kejadian, termasuk kejadian yang menimpa Andy. Dia menjelaskan secara rinci bagaimana dan mengapa itu bisa terjadi. Sementara itu, Grace hanya menanggapi cerita Anna dengan ekspresi wajahnya ya
"Aku tidak bisa lama-lama di sini. Aku ada jadwal mengajar pagi." Kevin berdiri setelah dia melihat jam tangannya. "Hn, pergilah."Kevin berbohong mengenai jadwal mengajar, sebenarnya dia mendapat jadwal mengajar siang. Namun, karena tidak ingin meneruskan pembicaraan yang sensitif baginya, dia lebih memilih menghindar secara baik-baik. Keluar dari ruangan Edgar, Kevin menghela napas panjang dan mengutuk dirinya sendiri. Seharusnya dia bisa melupakan perasaannya terhadap Anna. Sebab, Anna sudah menjadi milik Edgar! Kevin tidak ingin menjadi perusak hubungan orang karena perasaan yang dia miliki. 'Seperti ada seseorang!' pikir Kevin. Dalam sepersekian detik, dia melihat sesosok orang yang bersembuyi di balik semak-semak. "Keluar 'lah. Aku tahu kalau kau bersembunyi di semak-semak!" teriak Kevin dengan lantang. Dugaannya tepat. Seseorang keluar dari semak-semak. Orang itu memakai topi yang menutupi wajahnya, namun karena rambutnya panjang, Kevin berpikir bahwa orang itu adalah wani
Kevin tersenyum dan mengusir Edgar dengan tangannya. Jantungnya hampir berhenti karena kedatangan Edgar yang tiba-tiba. Syukurlah karena Edgar percaya dengan kebohongan yang Kevin buat. Setelah melihat punggung Edgar menjauh, Kevin sontak menghadap Venna. Tatapan tajam nan menusuk dia arahkan pada wanita yang sudah tua itu. "Aku harap kau tidak pernah muncul lagi di sekitarku dan Edgar!" ucap Kevin dengan tatapan tajamnya. Venna terdiam mendengar penuturan Kevin, namun bukan berarti dia setuju dengan pemuda itu. Tampaknya Kevin dan Edgar sangat membencinya. Bagaimana tidak? Venna adalah dalang dari trauma masa lalu mereka! Melihat Kevin menjauh, Venna kemudian menyeringai. "Menarik! Mereka tumbuh dengan sangat baik dan menjadi pemuda tampan!" Ya, awalnya tujuan Venna memang ingin meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Namun, melihat dua orang yang pernah menjadi korban pelecehan dirinya, hasrat yang sempat terkubur lama tiba-tiba bangkit kembali hingga membuat dia bersemanga
Keesokan harinya ...Edgar berdiri di samping Anna dengan wajah datar, kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana."Ini yang kau maksud dengan kencan yang berbeda?" Ucap Edgar dengan nada kesal. Di hadapannya sekarang berdiri sepasang manusia yang menyebalkan. Grace dan Kevin. Sepertinya Anna berhasil mengelabuinya dan membuat Edgar sama sekali tidak curiga. Berbeda? Edgar mengira jika Anna akan memberinya kejutan spesial hingga menyebutnya berbeda, namun ternyata ini adalah kencan ganda! Kencan ganda pun sudah membuat Edgar kesal, namun dia lebih kesal lagi ketika mengetahui bahwa Kevin ikut terlibat dalam rencana ini. Kevin menjadi pasangan kencan Grace, padahal dia berkata bahwa dia sudah memiliki orang yang disukai! Bukankah wanita yang disukai Kevin adalah wanita kemarin? "Maaf, Profesor. Sebenarnya saya yang memaksa Anna untuk pergi kencan ganda," celetuk Grace.Memang benar jika Grace yang mengajak Anna untuk kencan ganda, namun Grace sama sekali tidak memaksa! Anna p
Setelah Grace mengaku pada Anna pada hari itu, Anna memutuskan kontak dengan Grace dan tidak ingin menemuinya lagi. Grace memang teman baiknya, namun Grace sudah mengkhianati Anna dan sudah menyebabkan Anna keguguran secara tidak langsung. Sekarang Anna tengah berlatih berjalan dengan bantuan Edgar. Sudah hampir dua minggu dia melakukannya dan dia sudah bisa berdiri sendiri serta berjalan tiga hingga lima langkah. "Sudah cukup untuk hari ini. Kau melakukannya dengan baik," ucap Edgar seraya mengelus kepala Anna. Satu hari setelah keguguran, Edgar memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus. Dia sudah bukan seorang dosen lagi. Sekarang dia memilih fokus dari jabatannya sebagai direktur dan merawat Anna sendiri di rumah. Ya, lagi pula, pekerjaannya sebagai direktur bisa dikerjakan di rumah dan tanpa harus pergi ke perusahaan. Edgar menggendong Anna dan mendudukannya kembali di kursi roda. "Aku ingin ke kamar," ucap Anna. "Baiklah, Istriku." Sejurus kemudian Edgar mendoron
Dua minggu telah berlalu ... Wendy yang menyebabkan Anna keguguran dihukum skors selama tiga bulan. Meskipun Edgar belum puas dengan hukuman itu, namun dia tidak bisa menambah hukumannya lagi karena tidak memiliki wewenang di kampus. Anna sudah keluar dari rumah sakit. Namun, dia belum berbicara sedikit pun bak orang yang bisu. Anna pun kehilangan cara berjalannya. Dokter mengatakan jika Anna mengalami hal itu karena terlalu syok dan stress berat. Setiap malam setelah Anna tidur, Edgar minum alkohol hingga mabuk di dapurnya sendirian. Dia menangis tatkala melihat Anna yang seperti boneka hidup. Tak mengatakan apa pun dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan suatu alat. Sekarang, Edgar sedang bersama Anna di taman. Dia membawa Anna jalan-jalan menggunakan kursi roda untuk menghirup udara segar. "Anna, bukankah bunganya sangat cantik? Jika aku memetiknya, apa kau mau menerimanya?" ucap Edgar. Anna bergeming. Dia diam saja karena memang tidak ingin mengatakan apa pun. Namun, dalam hat
Selang beberapa waktu, ambulans datang dan membawa Anna ke rumah sakit terdekat. Edgar dan Kevin ikut menemani, tetapi tidak dengan Grace. Padahal Grace adalah teman baik Anna. Anna dilarikan ke ICU karena sedang dalam keadaan darurat. Sudah lama sejak dokter memeriksanya, namun belum ada tanda-tanda dokter yang akan keluar dari ruangan. Setelah menunggu beberapa menit kemudian, akhirnya sang dokter muncul dengan raut wajah yang kurang baik. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Edgar segera. "Istri Anda baik-baik saja, namun bayi dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan karena benturan yang cukup keras hingga menyebabkan pendarahan.""Maksud Dokter, istri saya keguguran?" Edgar memastikan perkataan sang dokter. "Benar. Saat saya memeriksanya pun, bayi dalam kandungannya sudah sangat lemah."Edgar kehilangan kata-kata, begitu juga dengan Kevin. Mereka syok mendengar berita buruk ini, namun Anna pasti lebih syok dan sedih mendengarnya. "Dok, saya ingin menemui istri saya,"
Di forum kampus, ada seseorang tanpa nama yang membongkar rahasia Wendy. Karena hal itu, Wendy menjadi ramai dibicarakan. Tatapan-tatapan intimidasi pun diberikan kepada Wendy setiap kali dia berjalan. Wendy, membuka forum kampus dan membaca postingan tersebut. Judulnya 'Kebohongan Besar Wendy'. Di sana tertulis, 'Wendy hanya orang miskin yang berpura-pura kaya di depan teman-temannya. Dia memakai barang mahal dari hasil meminta paksa kepada ayahnya yang hanya pekerja kantoran. Bahkan, ayahnya sudah dipecat karena perilaku kasarnya terhadap seseorang.'Setelah membaca semuanya, rahang Wendy mengeras dan tangannya mengepal. Dia tahu siapa pelaku yang menyebar rahasianya. Siapa lagi kalau bukan Anna! Dengan hati yang penuh amarah, Wendy sontak mencari keberadaan Anna. Dia tak menyangka jika Anna akan mengkhianatinya seperti itu. Padahal Anna berjanji akan menjaga rahasianya jika dia menuruti semua perintahnya. "Awas kau, ya! Jika aku hancur, kau pun harus hancur, Anna!" geram Wendy.
Keesokan harinya, Anna menunggu kedatangan Grace di gerbang kampus. Sudah hampir 15 menit dia menunggu, namun Grace belum menampakkan dirinya sama sekali. Ketika Anna sudah bosan menunggu dan hendak pergi, Grace tiba-tiba turun dari taksi langganannya dengan wajah yang tidak bersemangat. Meskipun begitu, Anna tetap menyapanya dengan riang dan berharap jika temannya itu kembali bersemangat. "Grace!" panggil Anna sembari melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Grace sempat melihat Anna dalam sepersekian detik, namun segera memalingkan wajah. 'Apa dia tidak melihatku, ya? Mungkin aku harus memanggilnya lagi!' pikir Anna kemudian. "Grace! Aku di sini!" panggil Anna lagi dengan suara tak kalah kencang. Nihil. Grace sama sekali tidak menjawab panggilan Anna seperti biasanya.Saat Grace berjalan melewati Anna, dia tiba-tiba berhenti sejenak dan berbisik, "Jangan ganggu aku. Biarkan aku sendirian hari ini."Setelah mengatakan itu, Grace pun melanjutkan jalannya tanpa menoleh sedikit pun ke
Di kamarnya, Anna tengah duduk di atas ranjang sembari menatap ponsel yang ada di depannya. Lebih dari 30 menit dia diam seperti itu. Dia ingin menelpon Grace, namun ragu hingga membuatnya berpikir lama. Grace bukan tipikal orang yang memikirkan pelajaran. Jika dia murung maka permasalahannya ada pada kencan yang dia lakukan dengan Kevin. Namun, apa permasalahannya? "Apa kau akan terus seperti itu?" seru Edgar tiba-tiba. Dia risih melihat istrinya yang diam seperti patung selama bermenit-menit. "Apa menurutmu aku harus menelponnya?" Betapa rumitnya seorang wanita. Para pria tidak pernah memikirkan permasalahan orang lain, jadi Edgar bingung harus menjawab apa. "Lakukanlah seperti yang ingin kau lakukan. Tapi menurutku, lebih baik jika kau membiarkan Grace sendiri. Lagi pula, dia pasti akan menelponmu jika ingin bercerita." "Kau benar. Lebih baik aku tidak menelponnya," lirih Anna. Namun, tampaknya pikirannya berubah dalam seketika. "Tapi, aku harus menelponnya!" Anna meraih
Edgar tampak gelisah saat sedang menyetir. Bukannya dia tidak ingin mencegah Anna pergi tadi, namun karena dia pun harus mendinginkan kepalanya dulu agar tidak meledak-ledak. Biasanya jika Anna marah, dia akan pergi ke rumah orang tuanya atau rumah Grace. Berhubung Grace masih belum pulang kuliah, jadi Anna pasti asa di rumah orang tuanya. Menekan bel, Edgar sontak masuk ke dalam rumah orang tua Anna setelah dibukakan pintu. "Anna ... apa dia ada di sini?" ucap Edgar sedikit gusar. Tidak sopan memang jika dia tiba-tiba menanyakan keberadaan istrinya hingga tidak menyapa kedua mertuanya terlebih dahulu. Ya, lagi pula, dia sedang panik sekarang. "Anna sudah pergi sejak 30 menit yang lalu. Apa Nak Edgar tidak berpapasan dengannya di jalan?" lirih Olivia. Shit! Tampaknya Edgar terlambat. Kalau sudah seperti ini, tentu saja dia harus pulang ke apartemennya lagi. Dia takut jika Anna mencari keberadaannya. Tanpa pamit, Edgar pun segera melesat dengan mobilnya menuju arah pulang. Dia m
"Loh? Tumben kamu ke sini, Nak," ucap Olivia saat melihat Anna sudah ada di depan rumah. Kepalanya menoleh ke belakang Anna seperti mencari sesuatu. Olivia sendiri sedang merawat kebun kecilnya yang ada di halaman depan, dia tak menyangka jika putrinya akan datang secara tiba-tiba. "Kamu datang sendiri? Ke mana suamimu?" sambung Olivia. Dia tidak melihat Edgar, melainkan seekor anj*ng yang dibawa Anna. Helaan napas pun keluar dari mulut Anna. Dia sedang tidak ingin membicarakan Edgar, emosinya masih belum reda. "Jangan membicarakan dia, Bu. Aku sedang emosional hari ini," ungkap Anna. Untuk seorang wanita yang pernah mengandung bayi, tentu saja Olivia paham dengan situasi Anna. Ibu hamil memang selalu emosional dan perasaannya sensitif. Ya, mungkin saja Anna sedang mengalami hal itu. Ah, Olivia merasa kasihan kepada Edgar karena menjadi korban emosional Anna. "Anna, ayo masuk ke dalam. Kebetulan Ibu masak banyak hari ini, mungkin karena Ibu punya firasat kalau kau akan datang k
Mendengar teriakan Anna yang mengeluarkan kata kasar, Edgar sontak terbangun dari tidurnya. Dia juga terkejut karena mobilnya tiba-tiba direm secara mendadak oleh Anna. "Ada apa? Aku baru saja mendengarmu mengumpat," tanya Edgar yang kebingungan. Anna menghela napas panjang. "Itu, ada anj*ing yang berhenti di tengah jalan saat aku menyetir. Untung saja tidak tertabrak."Meskipun Anna yakin kalau dia tidak menabrak seekor anj*ng, namun dia tetap jarus memastikannya dengan mata kepalanya sendiri. Anna keluar dari mobil dan berjalan ke arah depan. Dia melihat seekor anak anj*ng berbulu putih tengah duduk di depan mobilnya. "Sepertinya anj*ing ini lepas dari pemiliknya," ucap Anna setelah menggendong anak anj*ng tersebut dan melihat kalung yang terpasang di lehernya. "Apa kau mau membawanya pulang?" tanya Edgar yang baru turun dari mobil. "Hn, aku akan membawa pulang."Lagi pula, Anna merasa kasihan jika anak anj*ng itu ditinggal begitu saja di jalanan. Untuk sementara waktu, Anna a