Kevin tersenyum dan mengusir Edgar dengan tangannya. Jantungnya hampir berhenti karena kedatangan Edgar yang tiba-tiba. Syukurlah karena Edgar percaya dengan kebohongan yang Kevin buat. Setelah melihat punggung Edgar menjauh, Kevin sontak menghadap Venna. Tatapan tajam nan menusuk dia arahkan pada wanita yang sudah tua itu. "Aku harap kau tidak pernah muncul lagi di sekitarku dan Edgar!" ucap Kevin dengan tatapan tajamnya. Venna terdiam mendengar penuturan Kevin, namun bukan berarti dia setuju dengan pemuda itu. Tampaknya Kevin dan Edgar sangat membencinya. Bagaimana tidak? Venna adalah dalang dari trauma masa lalu mereka! Melihat Kevin menjauh, Venna kemudian menyeringai. "Menarik! Mereka tumbuh dengan sangat baik dan menjadi pemuda tampan!" Ya, awalnya tujuan Venna memang ingin meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Namun, melihat dua orang yang pernah menjadi korban pelecehan dirinya, hasrat yang sempat terkubur lama tiba-tiba bangkit kembali hingga membuat dia bersemanga
Keesokan harinya ...Edgar berdiri di samping Anna dengan wajah datar, kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana."Ini yang kau maksud dengan kencan yang berbeda?" Ucap Edgar dengan nada kesal. Di hadapannya sekarang berdiri sepasang manusia yang menyebalkan. Grace dan Kevin. Sepertinya Anna berhasil mengelabuinya dan membuat Edgar sama sekali tidak curiga. Berbeda? Edgar mengira jika Anna akan memberinya kejutan spesial hingga menyebutnya berbeda, namun ternyata ini adalah kencan ganda! Kencan ganda pun sudah membuat Edgar kesal, namun dia lebih kesal lagi ketika mengetahui bahwa Kevin ikut terlibat dalam rencana ini. Kevin menjadi pasangan kencan Grace, padahal dia berkata bahwa dia sudah memiliki orang yang disukai! Bukankah wanita yang disukai Kevin adalah wanita kemarin? "Maaf, Profesor. Sebenarnya saya yang memaksa Anna untuk pergi kencan ganda," celetuk Grace.Memang benar jika Grace yang mengajak Anna untuk kencan ganda, namun Grace sama sekali tidak memaksa! Anna p
"Ed!" Anna mencubit tangan Edgar pelan. Suaminya itu terlalu posesif dan over protektif. "Maaf, Grace. Aku akan naik bersama Edgar."Lagi pula, yang namanya kencan itu harus berpasangan dengan lawan jenis. Mana mungkin Anna berangkat dari rumah dengan Edgar, namun menghabiskan waktu kencannya dengan Grace? Itu sangat aneh. "Profesor Kevin, tolong jaga Grace baik-baik, ya! Selamat menikmati kencan kalian!"Setelah mengatakan itu, Anna sontak pergi dengan Edgar sambil berpegangan tangan. Dia sudah tidak sabar untuk menaiki bianglala yang merupakan wahana favoritnya sejak kecil. Hiruk pikuk orang berdesak-desakan untuk mengambil antrean. Ya, tidak sedikit orang yang ingin menaiki wahana bianglala. Mungkin karena bianglala adalah wahana yang menarik. Wahana bundar itu bisa memperlihatkan pemandangan alam yang indah saat sampai di titik puncaknya. Namun, bagi seseorang yang phobia ketinggian maka wahana bianglala bisa menjadi mimpi buruk! "Untuk dua orang," ucap Edgar seraya menyerahkan
"Lalu bagaimana dengan yang kemarin?" Lagi-lagi Edgar bertanya. Dia belum puas dengan jawaban Kevin. Pertanyaan Edgar membuat Anna dan Grace saling memandang dan memberi kode. Mereka penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan para pria. Namun, sepertinya Anna sedikit paham dengan maksud Edgar. Pasti Edgar sedang mempertanyakan soal wanita yang kemarin sempat dibicarakan olehnya. Anna mengangkat bahunya berpura-pura tidak tahu. Lagi pula, itu bukan urusannya dan tidak ada hubungannya dengan Anna. Terlihat Kevin tengah kesal karena mendapat pertanyaan dari Edgar. Sudut mata Kevin berkedut dan bibirnya sediki miring. Karena dari awal sudah berbohong, tampaknya Kevin harus meneruskan kebohongannya. "Yang kemarin?" Kevin menaikkan sebelah alisnya. "Dia hanya salah satu kenalanku, Ed. Kau pasti tahu kalau aku terkenal, bukan?"Kevin mengatakan yang sebenarnya, meskipun masih ada sedikit kebohongan. Jika memikirkan kejadian kemarin, Kevin tanpa sadar teringat dengan Venna. Apakah wanit
Agar Anna tidak lagi bertemu dengan staf yang menjadi hantu, Edgar menyuruh Anna u untuk menutup mata rapat-rapat, sedangkan dia menuntun Anna berjalan. Edgar melakukan itu karena dia merasa kasihan dengan para staf yang berkostum hantu. Mereka pasti kesakitan setelah dipukuli oleh tas Anna. "Ed, apa jalan ke luarnya masih jauh?"Ketakutannya sudah mencapai batas. Anna merasa kalau seluruh badannya merinding hingga membuat jantungnya berdebar sangat kencang. Rumah hantu memang sesuatu yang efektif untuk memacu adrenalin. Grep! Langkahnya tertahan, Anna bisa merasakan sebuah tangan yang memegang pergelangan kakinya. Anna sangat takut, padahal dia sudah menutup matanya rapat-rapat seperti yang Edgar perintahkan. "Ed, kakiku ... ada sesuatu di kakiku!" ucap Anna dengan bibir bergetar. Dia menarik pakaian Edgar agar membantunya terlepas dari tangan yang menahan kakinya.Melihat ekspresi ketakutan Anna, Edgar nyaris tertawa lepas karenanya. Bagaimana bisa Anna jadi terlihat menggemaska
"Um ... apa kalian lapar? Sebenarnya aku ingin mencoba menu yang paling terkenal di kafe itu." Grace menunjuk ke sebuah kafe yang didekorasi penuh dengan warna merah muda. Atap kafe itu memiliki bentuk yang unik karena dibuat menyerupai mahkota seorang putri kerajaan. "Ow! Sejujurnya aku sudah lama sekali ingin pergi ke sana. Ada rumor yang mengatakan kalau sepasang kekasih berciuman di balkon kafe itu, cinta mereka akan abadi. Bukankah kita harus mencobanya?" Konyol. Entah siapa yang menyebarkan rumor konyol dan tidak masuk akal itu, namun sepertinya Anna termakan dengan rumor konyol itu. Memangnya kafe itu memiliki sihir? Hingga bisa membuat cinta sepasang kekasih menjadi abadi? Tak ingin menghancurkan hati Anna yang tengah bahagia, Edgar sontak menyetujui ajakan Grace untuk makan di kafe tersebut. Kafe itu sangat ramai oleh para pasangan muda, sepertinya mereka datang karena mendengar rumor konyol itu. "Syukurlah karena masih ada meja yang kosong," ucap Anna. Duduk berpasa
"Lama tidak berjumpa ... Edgar Dominic." Mendengar namanya dipanggil, Edgar sontak menoleh pada wanita yang berdiri di samping pintu toilet pria. Namun, Edgar tidak bisa melihat wajah wanita itu karena terhalang oleh topi yang dia pakai. "Siapa? Apa kau mengenalku?" tanya Edgar yang kebingungan. Venna menyeringai kecil sebelum dia memperlihatkan wajahnya pada Edgar. Begitu topinya dibuka, Venna sontak menatap mata Edgar dengan wajah serius. Deg! Pupilnya membesar, seluruh tubuh Edgar terasa sangat panas dan sakit yang luar biasa. Jantungnya berdetak sangat kencang dan napasnya memburu. Edgar kembali mengingat perasaan menjijikkan yang dia terima saat dilecehkan oleh Venna. Bayang-bayang masa lalu yang sudah mulai terlupakan, akhirnya kembali muncul dalam sekejap mata. Wanita yang melecehkan secara seksual dan membuat Edgar trauma mendalam, kini tengah berdiri di hadapan Edgar dengan wajah seolah tak berdosa. Menjijikkan! Venna mendekati tubuh Edgar yang mematung dan mera
Venna tertawa terbahak-bahak, tak habis pikir dengan ucapan Kevin yang bodoh. Memangnya kapan Venna menyetujui Kevin untuk berhenti mendekati Edgar? "Apa kau kira aku akan menuruti perintahmu?" Venna melangkah mendekati Kevin. "Ah! Jika kau tidak ingin aku menyakiti Edgar, bagaimana jika kau menggantikannya? Waktu itu aku belum sempat mencicipi tubuhmu."Tidak masalah siapa pun orangnya, Venna hanya menginginkan seorang pria untuk memenuhi hasratnya. Namun, akan lebih baik jika Venna mendapatkan Edgar yang sudah pernah dia sentuh. Apalagi Venna mendengar dari Kevin bahwa Edgar menjadi sama seperti dirinya yang sadisme, itu tentu akan menjadi kombinasi yang menarik. "Kau memang gila!" Kevin menepis tangan Venna yang hampir menyentuhnya. Daripada terus terlibat dengan Venna, Kevin akhirnya membawa Edgar pergi dari sana. Semua perkataan wanita itu hanya akan membuat Edgar dan dirinya stres. Tidak ada hal baik yang akan terjadi jika berada dekat dengan Venna, yang ada hanyalah membuka
Setelah Grace mengaku pada Anna pada hari itu, Anna memutuskan kontak dengan Grace dan tidak ingin menemuinya lagi. Grace memang teman baiknya, namun Grace sudah mengkhianati Anna dan sudah menyebabkan Anna keguguran secara tidak langsung. Sekarang Anna tengah berlatih berjalan dengan bantuan Edgar. Sudah hampir dua minggu dia melakukannya dan dia sudah bisa berdiri sendiri serta berjalan tiga hingga lima langkah. "Sudah cukup untuk hari ini. Kau melakukannya dengan baik," ucap Edgar seraya mengelus kepala Anna. Satu hari setelah keguguran, Edgar memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus. Dia sudah bukan seorang dosen lagi. Sekarang dia memilih fokus dari jabatannya sebagai direktur dan merawat Anna sendiri di rumah. Ya, lagi pula, pekerjaannya sebagai direktur bisa dikerjakan di rumah dan tanpa harus pergi ke perusahaan. Edgar menggendong Anna dan mendudukannya kembali di kursi roda. "Aku ingin ke kamar," ucap Anna. "Baiklah, Istriku." Sejurus kemudian Edgar mendoron
Dua minggu telah berlalu ... Wendy yang menyebabkan Anna keguguran dihukum skors selama tiga bulan. Meskipun Edgar belum puas dengan hukuman itu, namun dia tidak bisa menambah hukumannya lagi karena tidak memiliki wewenang di kampus. Anna sudah keluar dari rumah sakit. Namun, dia belum berbicara sedikit pun bak orang yang bisu. Anna pun kehilangan cara berjalannya. Dokter mengatakan jika Anna mengalami hal itu karena terlalu syok dan stress berat. Setiap malam setelah Anna tidur, Edgar minum alkohol hingga mabuk di dapurnya sendirian. Dia menangis tatkala melihat Anna yang seperti boneka hidup. Tak mengatakan apa pun dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan suatu alat. Sekarang, Edgar sedang bersama Anna di taman. Dia membawa Anna jalan-jalan menggunakan kursi roda untuk menghirup udara segar. "Anna, bukankah bunganya sangat cantik? Jika aku memetiknya, apa kau mau menerimanya?" ucap Edgar. Anna bergeming. Dia diam saja karena memang tidak ingin mengatakan apa pun. Namun, dalam hat
Selang beberapa waktu, ambulans datang dan membawa Anna ke rumah sakit terdekat. Edgar dan Kevin ikut menemani, tetapi tidak dengan Grace. Padahal Grace adalah teman baik Anna. Anna dilarikan ke ICU karena sedang dalam keadaan darurat. Sudah lama sejak dokter memeriksanya, namun belum ada tanda-tanda dokter yang akan keluar dari ruangan. Setelah menunggu beberapa menit kemudian, akhirnya sang dokter muncul dengan raut wajah yang kurang baik. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Edgar segera. "Istri Anda baik-baik saja, namun bayi dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan karena benturan yang cukup keras hingga menyebabkan pendarahan.""Maksud Dokter, istri saya keguguran?" Edgar memastikan perkataan sang dokter. "Benar. Saat saya memeriksanya pun, bayi dalam kandungannya sudah sangat lemah."Edgar kehilangan kata-kata, begitu juga dengan Kevin. Mereka syok mendengar berita buruk ini, namun Anna pasti lebih syok dan sedih mendengarnya. "Dok, saya ingin menemui istri saya,"
Di forum kampus, ada seseorang tanpa nama yang membongkar rahasia Wendy. Karena hal itu, Wendy menjadi ramai dibicarakan. Tatapan-tatapan intimidasi pun diberikan kepada Wendy setiap kali dia berjalan. Wendy, membuka forum kampus dan membaca postingan tersebut. Judulnya 'Kebohongan Besar Wendy'. Di sana tertulis, 'Wendy hanya orang miskin yang berpura-pura kaya di depan teman-temannya. Dia memakai barang mahal dari hasil meminta paksa kepada ayahnya yang hanya pekerja kantoran. Bahkan, ayahnya sudah dipecat karena perilaku kasarnya terhadap seseorang.'Setelah membaca semuanya, rahang Wendy mengeras dan tangannya mengepal. Dia tahu siapa pelaku yang menyebar rahasianya. Siapa lagi kalau bukan Anna! Dengan hati yang penuh amarah, Wendy sontak mencari keberadaan Anna. Dia tak menyangka jika Anna akan mengkhianatinya seperti itu. Padahal Anna berjanji akan menjaga rahasianya jika dia menuruti semua perintahnya. "Awas kau, ya! Jika aku hancur, kau pun harus hancur, Anna!" geram Wendy.
Keesokan harinya, Anna menunggu kedatangan Grace di gerbang kampus. Sudah hampir 15 menit dia menunggu, namun Grace belum menampakkan dirinya sama sekali. Ketika Anna sudah bosan menunggu dan hendak pergi, Grace tiba-tiba turun dari taksi langganannya dengan wajah yang tidak bersemangat. Meskipun begitu, Anna tetap menyapanya dengan riang dan berharap jika temannya itu kembali bersemangat. "Grace!" panggil Anna sembari melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Grace sempat melihat Anna dalam sepersekian detik, namun segera memalingkan wajah. 'Apa dia tidak melihatku, ya? Mungkin aku harus memanggilnya lagi!' pikir Anna kemudian. "Grace! Aku di sini!" panggil Anna lagi dengan suara tak kalah kencang. Nihil. Grace sama sekali tidak menjawab panggilan Anna seperti biasanya.Saat Grace berjalan melewati Anna, dia tiba-tiba berhenti sejenak dan berbisik, "Jangan ganggu aku. Biarkan aku sendirian hari ini."Setelah mengatakan itu, Grace pun melanjutkan jalannya tanpa menoleh sedikit pun ke
Di kamarnya, Anna tengah duduk di atas ranjang sembari menatap ponsel yang ada di depannya. Lebih dari 30 menit dia diam seperti itu. Dia ingin menelpon Grace, namun ragu hingga membuatnya berpikir lama. Grace bukan tipikal orang yang memikirkan pelajaran. Jika dia murung maka permasalahannya ada pada kencan yang dia lakukan dengan Kevin. Namun, apa permasalahannya? "Apa kau akan terus seperti itu?" seru Edgar tiba-tiba. Dia risih melihat istrinya yang diam seperti patung selama bermenit-menit. "Apa menurutmu aku harus menelponnya?" Betapa rumitnya seorang wanita. Para pria tidak pernah memikirkan permasalahan orang lain, jadi Edgar bingung harus menjawab apa. "Lakukanlah seperti yang ingin kau lakukan. Tapi menurutku, lebih baik jika kau membiarkan Grace sendiri. Lagi pula, dia pasti akan menelponmu jika ingin bercerita." "Kau benar. Lebih baik aku tidak menelponnya," lirih Anna. Namun, tampaknya pikirannya berubah dalam seketika. "Tapi, aku harus menelponnya!" Anna meraih
Edgar tampak gelisah saat sedang menyetir. Bukannya dia tidak ingin mencegah Anna pergi tadi, namun karena dia pun harus mendinginkan kepalanya dulu agar tidak meledak-ledak. Biasanya jika Anna marah, dia akan pergi ke rumah orang tuanya atau rumah Grace. Berhubung Grace masih belum pulang kuliah, jadi Anna pasti asa di rumah orang tuanya. Menekan bel, Edgar sontak masuk ke dalam rumah orang tua Anna setelah dibukakan pintu. "Anna ... apa dia ada di sini?" ucap Edgar sedikit gusar. Tidak sopan memang jika dia tiba-tiba menanyakan keberadaan istrinya hingga tidak menyapa kedua mertuanya terlebih dahulu. Ya, lagi pula, dia sedang panik sekarang. "Anna sudah pergi sejak 30 menit yang lalu. Apa Nak Edgar tidak berpapasan dengannya di jalan?" lirih Olivia. Shit! Tampaknya Edgar terlambat. Kalau sudah seperti ini, tentu saja dia harus pulang ke apartemennya lagi. Dia takut jika Anna mencari keberadaannya. Tanpa pamit, Edgar pun segera melesat dengan mobilnya menuju arah pulang. Dia m
"Loh? Tumben kamu ke sini, Nak," ucap Olivia saat melihat Anna sudah ada di depan rumah. Kepalanya menoleh ke belakang Anna seperti mencari sesuatu. Olivia sendiri sedang merawat kebun kecilnya yang ada di halaman depan, dia tak menyangka jika putrinya akan datang secara tiba-tiba. "Kamu datang sendiri? Ke mana suamimu?" sambung Olivia. Dia tidak melihat Edgar, melainkan seekor anj*ng yang dibawa Anna. Helaan napas pun keluar dari mulut Anna. Dia sedang tidak ingin membicarakan Edgar, emosinya masih belum reda. "Jangan membicarakan dia, Bu. Aku sedang emosional hari ini," ungkap Anna. Untuk seorang wanita yang pernah mengandung bayi, tentu saja Olivia paham dengan situasi Anna. Ibu hamil memang selalu emosional dan perasaannya sensitif. Ya, mungkin saja Anna sedang mengalami hal itu. Ah, Olivia merasa kasihan kepada Edgar karena menjadi korban emosional Anna. "Anna, ayo masuk ke dalam. Kebetulan Ibu masak banyak hari ini, mungkin karena Ibu punya firasat kalau kau akan datang k
Mendengar teriakan Anna yang mengeluarkan kata kasar, Edgar sontak terbangun dari tidurnya. Dia juga terkejut karena mobilnya tiba-tiba direm secara mendadak oleh Anna. "Ada apa? Aku baru saja mendengarmu mengumpat," tanya Edgar yang kebingungan. Anna menghela napas panjang. "Itu, ada anj*ing yang berhenti di tengah jalan saat aku menyetir. Untung saja tidak tertabrak."Meskipun Anna yakin kalau dia tidak menabrak seekor anj*ng, namun dia tetap jarus memastikannya dengan mata kepalanya sendiri. Anna keluar dari mobil dan berjalan ke arah depan. Dia melihat seekor anak anj*ng berbulu putih tengah duduk di depan mobilnya. "Sepertinya anj*ing ini lepas dari pemiliknya," ucap Anna setelah menggendong anak anj*ng tersebut dan melihat kalung yang terpasang di lehernya. "Apa kau mau membawanya pulang?" tanya Edgar yang baru turun dari mobil. "Hn, aku akan membawa pulang."Lagi pula, Anna merasa kasihan jika anak anj*ng itu ditinggal begitu saja di jalanan. Untuk sementara waktu, Anna a