"Ehem ... aku akan menjelaskan cara yang bisa digunakan untuk menyembuhkan kelainan Edgar," ucap Dokter Bryan setelah berdeham kecil. Anna menggenggam tangan Edgar lebih erat dan kembali fokus pada pembicaraan mereka bertiga. "Ada dua cara yang bisa digunakan, yaitu dengan pemberian obat atau hipnotis. Obat yang diberikan berupa obat yang menekan hormon testosteron dan ada efek samping jika digunakan dalam jangka panjang." Setiap obat memang selalu memiliki efek samping, namun untuk obat yang dimaksud Dokter Bryan, Anna penasaran dengan efek sampingnya terhadap Edgar. "Efek samping seperti apa yang Anda maksud?" ucap Anna memastikan. "Impoten." "Impoten?!" kaget Anna dan Edgar secara serempak. Tujuan mereka datang berkonsultasi adalah untuk menyembuhkan kelainan Edgar agar mereka bisa berhubungan intim tanpa khawatir saling menyakiti. Namun, jika Edgar sembuh dengan pemberian obat yang membuatnya impoten, maka itu akan menjadi masalah besar. Kelainan seksualnya sembuh, namu
Meskipun Edgar berhasil memanipulasi ingatannya sendiri, namun dia belum tahu hasilnya jika belum berhubungan intim dengan Anna. Dia berharap jika terapi hipnotis itu berhasil dan dirinya tidak lagi akan menyakiti wanita yang dicintainya saat berhubungan. Dokter Bryan tersenyum seraya menepuk bahu lebar Edgar. "Tidak ada usaha yang sia-sia, Ed." Glup! Anna meneguk ludahnya dengan susah payah, saat ini dia tengah bersama Edgar di kamar apartemen mereka. Ya, mereka berencana melakukan praktik untuk mengetahui hasil dari terapi hipnotis Edgar siang tadi. Beberapa hari lalu, sebelum kejadian Edgar mabuk yang berujung malam panas, Anna menggebu-gebu karena ingin melakukan hubungan suami-istri dengan Edgar dan melakukan segala cara demi keinginannya itu. Namun, ketika mereka hendak melakukannya untuk kedua kali, entah mengapa baik Anna maupun Edgar merasa gugup dan kikuk secara bersamaan. Seperti yang orang-orang katakan bahwa sesuatu yang direncanakan selalu tidak berhasil. Oleh se
Anna menghela napas panjang, dia duduk di bangku taman belakang kampus seraya melihat hiruk pikuk para mahasiswa. Wajahnya yang kecil terlihat sangat pucat di mana lingkaran hitam mengelilingi mata. "Akhir-akhir ini ... kau terlihat sangat lelah. Ada apa?" tanya Grace yang duduk di samping Anna. "Aku hanya kurang tidur dan kedua pahaku terasa sakit."Meskipun Anna tidak memberitahukan masalahnya secara rinci, namun Grace paham dengan pernyataan yang baru saja dilontarkan temannya. "Memangnya kalian melakukannya berapa kali dalam seminggu?""Setiap hari," lirih Anna. Dia tidak ingin jika seseorang mendengar pembicaraan pribadinya. Namun ... "Apa?! Se-setiap hari?!" teriak Grace hingga refleks berdiri. Tampaknya dia sangat terkejut dengan pengakuan Anna. "Ssssttt!" Anna menutup mulut Grace dengan tangannya. "Edgar meminta jatahnya setiap hari dan aku tidak bisa menolaknya. Ini sudah genap dua minggu kami melakukannya tanpa henti."Ya. Sejak mengetahui dirinya sudah sembuh dari kela
"Idemu terdengar gila, tapi aku akan mencobanya!" Grace menyetujui ide gila dan tak masuk akal yang Anna ucapkan. Padahal Anna hanya bercanda, namun tampaknya Grace menganggapnya serius. "Grace, kau tidak akan benar-benar melakukannya, bukan?" "Kenapa tidak?" Grace bangkit dari kursi taman dan berlari kecil menuju Kevin, dia tak memedulikan Anna yang terus memanggilnya. "Professor Kevin!" Grace mengatur napasnya yang sedikit terengah-engah agar menjadi normal. "Ada yang mau saya tanyakan tentang pelajaran kemarin." Bohong! Sebenarnya Grace mengatakan itu agar para mahasiswi yang berkumpul di sekitar Kevin pergi menjauh. Hanya itu satu-satunya alasan yang bisa dia gunakan saat ini. "Maaf semuanya, mungkin kita bisa melanjutkan obrolannya lain kali." Kevin menyuruh para mahasiswi yang mengerumuninya agar membubarkan diri. Setelah semuanya pergi dan hanya ada dirinya dengan Grace, Kevin sontak bertanya tanpa melakukan basa-basi. "Apa yang akan kau tanyakan, Grace?" "Tidak ad
Grace berlari seraya melambaikan tangannya pada Kevin. Karena maksudnya sudah tersampaikan, dia hendak memberitahu Anna mengenai hal itu. "Aku berhasil!" ucap Grace setibanya di hadapan Anna. Selama beberapa detik, Anna tampak bingung dengan perkataan Grace, lalu dia tiba-tiba membelalakkan mata. "Maksudmu ... kau berhasil mengajaknya berkencan? Tapi, bagaimana bisa?!"Grace tersenyum mendengar respon Anna yang terlihat terkejut. Dia berpikir untuk tidak memberitahu Anna tentang bagaimana dia bisa mengajak Kevin berkencan. Lagi pula, kencan tersebut hanya sebuah percobaan dan ada kesepakatan di dalamnya. "I-itu terjadi begitu saja!" Grace berbicara sedikit terbata-bata. "Oh iya, kami akan berkencan sabtu ini. Apa kau mau ikut? Maksudku kita bisa kencan ganda. Aku dengan Profesor Kevin, sedangkan kau dengan Profesor Edgar!""Aku akan menanyakan pendapat Edgar mengenai hal ini."Sejujurnya Anna tidak keberatan dengan ajakan Grace, namun tetap saja dia harus menanyakan pendapat Edgar
Jika mendengar suara yang sejak tadi memprovokasinya, Anna yakin seratus persen bahwa orang yang menghinanya adalah satu orang! Dan itu adalah orang yang sama! Mengepalkan tangannya, Anna membalikkan badan dan mencari sosok wanita yang terus mengatainya. Wanita itu menyeringai seraya menatap remeh Anna, seolah-olah mengatakan 'Memangnya kau berani?' dengan tatapannya. Dengan napas memburu dan tangan mengepal, Anna berjalan menghampiri wanita itu untuk menuntaskan rasa marahnya. Plak! Tamparan keras mendarat di wajah wanita itu hingga meninggalkan bekas merah dan erangan darinya. "Dasar mulut sampah! Jaga ucapanmu itu! Berani-beraninya kau menghina teman baikku yang sangat aku sayangi! Sekali lagi aku mendengarmu mengatai temanku, akan kupastikan mulutmu robek hingga tak bisa berbicara lagi!" murka Grace.Tampaknya Anna kalah cepat dengan Grace. Tamparan yang tadinya ingin Anna layangkan pada wanita itu sudah diwakilkan oleh Grace yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Anna mengh
Memang benar apa yang dikatakan Edgar, mereka bahkan baru melakukan hubungan intim dua minggu yang lalu, tidak mungkin jika langsung mengandung. Namun, tentu saja pendapat orang lain berbeda! Sebab, yang mereka tahu adalah fakta bahwa Anna dan Edgar telah menikah lebih dari dua bulan! Menghela napas, Anna menyenderkan kepalanya di jendela mobil dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah benar!" Anna menoleh pada Edgar. "Ed, aku tadi melihat wanita tua yang waktu itu aku bicarakan padamu. Dia berdiri di jendela dengan tatapan aneh, tapi dia langsung lari ketika aku datang." Wanita tua? Ketika Anna menceritakan itu, Edgar mulai berpikir bahwa bayangan hitam yang sempat dia lihat mungkin saja adalah wanita tua itu. Namun, siapa sebenarnya wanita tua itu? Ckiiiit! Sreett! Larut dalam pikirannya, Edgar hingga tak fokus mengemudi dan nyaris menabrak seseorang yang lewat. Untungnya, dia sempat menginjak rem dan membanting stirnya ke arah lain. "Akh!" pekik Anna ketika badannya condong ke
Olivia tertegun ketika mendapat pertanyaan dari Anna mengenai Andy. Dia menggigit bibir bawahnya, ragu untuk menjawab. "Adikmu ...." "Aku di-skors karena memukul seseorang di sekolah," potong Andy yang tiba-tiba datang. "Apa? Kau di-skors karena memukul seseorang?!" Anna berbicara dengan meninggikan suaranya, dia tak habis pikir dengan jawaban menohok yang dikatakan sang adik. Bagaimana bisa adiknya di-skors karena melakukan kekerasan? Andy bukan tipe orang yang suka mencari masalah, namun dia berkata bahwa dirinya memukul seseorang di sekolah dan membuatnya di-skors?! Menggertakkan giginya, Anna menahan diri untuk tidak menarik kerah kemeja Andy dan memarahinya habis-habisan. "Kenapa kau memukulnya?! Tidak ada seorang pun di keluarga ini yang mengajarkanmu menjadi berandalan yang suka mencari masalah di sekolah! Kau hanya membuat Ayah dan Ibu malu! Kau tahu itu?!" Andy mendecih mendengar omelan Anna. "Kau!" geram Anna, "siapa yang kau pukul?! Lebih baik kau segera minta m