Pemandangan dari atas ketinggian memang terlihat sangat menyenangkan dan sekaligus ada juga rasa takut, ya takut akan ketinggiannya. Seperti halnya dengan menaiki wahana bianglala ini. Ada sebagian orang menyukainya dan ada juga sebagian orang tidak menyukai wahana tersebut, dan sebagian orang yang menyukainya itu termaksud dengan, Aisyah, Nurul, dan Kenaan. Maka berbeda halnya dengan dua pria tampan itu, sedari awal mereka hanya menampilkan ekspresi datar dan tampak seperti tidak minat sama sekali. Tapi mana tau jika di balik ekspresi datar mereka, ternyata sedang menahan diri untuk tidak teriak ya kan? mana tau loh, ya..Puas melihat pemandangan sekitarnya, kepala Aisyah menoleh ke arah samping. Tepatnya di tempat Arkan duduk, suaminya itu terlihat datar tanpa ada ekspresi lain. Hingga tidak lama, sepasang mata hazel itu menyadari akan tatapannya. Kemudian dia tersenyum dengan kepalanya mulai bersandar pada pundaknya. " Kamu suka sayang?" tanya Arkan dengan mengusap pipi chubby Ai
Sesampainya mereka di penthouse. Tak henti-hentinya pak Lanik, bu Yati, dan Mail berdecak kagum akan interior mewah penthouse yang selama ini, menjadi tempat tinggal menantu dan anaknya itu. Dari awal masuk saja mereka sudah langsung di sambut dengan ruang tamu yang begitu besar dan terlihat begitu mewah, di tambah dengan lampu-lampu yang bergantungan semakin menambah kesan kemewahan ruang tamu tersebut. " Kalau rumahnya seperti ini dari mana terlihat sederhananya? ruang tamu ini bahkan lebih besar dari pada rumah kami yang di kampung. Apa kau selama ini tinggal di rumah kami di kampung sumpek kan?" Arkan menanggapinya dengan tersenyum kecil, lalu dia berkata. " Alhamdulillah ini semuanya hanyalah rezeki yang Allah titipkan kepada saya. Rumah bapak dan mamak di kampung saya sangat suka, dan sama sekali saya gak merasa sumpek." sejenak Arkan melirik Aisyah dengan tersenyum. " Apalagi kalau ada anak bapak dan mamak ini, insyaallah saya akan selalu betah di mana pun tempat itu berada."
Acara makan malam pun berlangsung dengan khidmat dan santai, sesekali ada obrolan-obrolan ringan yang melengkapi makan malam keluarga itu. Usai makan malam, para pria langsung bergegas pamit untuk shalat isya di mesjid. Para perempuannya, yaitu bu Yati dan Aisyah langsung membersihkan meja makan dan mencuci piring. Setelah azan selesai berkumandang, bu Yati dan Aisyah bergegas shalat isya di kamar masing-masing.Tok! Tok!Suara ketukan pintu kamar terdengar begitu jelas di telinga Aisyah. Istri Arkan itu baru saja selesai melakukan shalat isya dan saat mendengar suara ketukan pintu. Bergegas dia menyelesaikan melipat mukena dan sajadah. Setelah itu, Aisyah langsung berjalan ke arah pintu. Tok! Tok! " Sebentar." seru Aisyah sedikit merasa kesal karena ketukan suara pintu terdengar kembali. Ceklek! Ketika pintu terbuka Aisyah sedikit terkejut karena di hadapannya bukan suaminya, melainkan mamaknya. Senyuman kecil dia tampilkan untuk mamaknya yang tengah menatapnya itu. " Ada apa ma
Kesesakan di dadanya amat terasa begitu sakit, dan matanya menjadi semakin dingin apalagi saat Arkan melihat Aisyah dengan penuh tidak percayaan. Sejenak, Arkan memejamkan matanya untuk meredakan rasa sakitnya. Saat sepasang matanya terbuka kembali, seketika mata mereka saling bertemu hingga membuat tatapan mereka terkunci satu sama lain. Tatapan mereka menyorotkan seperti ingin mengatakan sesuatu yang tak bisa mereka utarakan lewat kata-kata. Beberapa menit berlalu, mereka hanya saling tatap tanpa ada mengeluarkan satu patah pun. Hingga tak lama terdengar suara helaan napas yang begitu berat. Dengan mata memerah dan bibir bergetar menahan tangis, Arkan mengeluarkan suaranya sambil menatap Aisyah dengan pandangan sendu. " K-kenapa? kenapa kamu sampai tega mengatakan kata itu!?" Seperti tak ada keinginan menjawab pertanyaan Arkan, dengan ekspresi datar seperti biasanya. Aisyah hanya menatap Arkan tanpa mengeluarkan suaranya. " K-kamu tau sayang.." sejenak Arkan menjeda ucapann
Mendengar kata darah, Aisyah sampai speechless dengan tatapan kosong. Ekspresi wajahnya tak lagi senang, tapi kini menjadi redup bagaikan langit mendung.Darah yang mengalir di balik celananya, semakin lama semakin terus mengalir tanpa henti. Tak pernah Aisyah melihat darah sebanyak itu, kecuali ketika haid nya tembus. Sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya? Malam semakin menanjak, hujan semakin deras di ikuti dengan angin kencang. Bahkan, sesekali akan terdengar suara petir yang memekik telinga. Hanya sedikit orang yang akan bertahan dengan guyuran air hujan pada malam hari, mungkin kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menedu atau pun tidur di dalam rumah. Maka berbanding terbalik dengan Aisyah, tak sedikit pun dia bergeming dari tempatnya. Pakaiannya basah kuyup, bibirnya pucat, tubuhnya sudah mulai menggigil, walaupun begitu. Seolah dia tetap tak merasakan kedinginan sama sekali. Tatapannya masing sama, dengan tatapan kosong Aisyah menatap Arkan. Tak jauh berbeda d
" Ingat pesan dokter tadi kan, sayang? nggak boleh apa, hm?" Aisyah hanya diam tanpa ada minat untuk menjawabnya. Gemas melihat diamnya Aisyah, tangannya menjawil pelan hidung kecil itu." Nggak boleh banyak pikiran, apalagi sampai memikirkan yang gak seharusnya kamu pikirkan. Sekarang kamu sudah gak sendirian lagi, ada anak kita di sini." tangan Arkan terulur mengusap lembut perut Aisyah. " Di rahim kamu." " Kamu harus banyak makan sehat, minum susu hamil, dan juga vitamin." " Apapun yang kamu mau, katakan padaku ya. Insyaallah aku akan berusaha memberikannya dan melakukan apapun untuk kamu." sambung Arkan dengan lembut menatap Aisyah." Apapun?" Arkan tanpa ragu mengangguk. " Ya, apapun." " Yaudah. Kalau gitu beliin bakso!" entah kenapa tengah malam begini, Aisyah jadi pingin makan bakso. Ah, semakin di pikir semakin membuatnya ngiler saja dengan namanya bakso itu! " Bakso? tengah malam begini sayang?" tanya Arkan yang mendapatkan anggukan dari Aisyah. " Kenapa? gak mau belii
Pagi yang cerah sama seperti secerah wajah Arkan saat ini, suami Aisyah itu tengah berjalan menuju ke arah kamar. Sambil tangannya membawa nampan berisi buah-buahan dan susu hamil. Setengah jam lalu mereka tiba di kediaman penthouse, mereka di sambut dengan raut wajah bahagia dan juga pelukan. Baik dari pihak keluarga istrinya maupun juga dari pihak keluarganya. Kedua keluarga itu, begitu kompak menyambut kepulangan anak dan menantu mereka. Dan tak lupa memberikan kata selamat pada pasangan suami-istri yang sebentar lagi akan menjadi orang tua itu.Ceklek! " Taruh dulu handphone nya sayang." perintah Arkan. Setelah menutup pintu dan menguncinya, dengan langkah ringan Arkan berjalan menuju ke arah Aisyah, yang sedang duduk di atas tempat tidur itu.Tanpa bantahan Aisyah mengangguk dan menaruh handphone nya di samping dia duduk, matanya melirik kecil ke arah nampan yang berada di tangan Arkan. Dia mengira suaminya itu membawa makanan yang pedas dan gurih, oh ternyata oh ternyata buah
" Huekk.." Aisyah tertunduk lemas dengan tangannya menopang pada meja wastafel, akhir-akhir ini dia sering merasa mual dan hanya memuntahkan cairan bening saja. Setelah mencuci wajah dan tangannya, Aisyah mendongakkan kepalanya menatap ke arah kaca yang ada di depannya. Terlihat wajahnya pucat, bibir pecah-pecah, rambut acak-acakan, pakaian kusut, sungguh penampilannya sudah seperti orang yang tak terurus. Membuat Aisyah sedikit terkejut setelah sadar jika penampilannya, memang sekacau itu. Ceklek! Arkan masuk ke dalam kamar setelah itu menutup pintunya kembali, pandangannya mengedar ke seluruh ruangan kamar, keningnya mengernyit bingung dengan perasaan khawatir yang tak menemukan keberadaan Aisyah di dalam kamar. " Huekk.." Tiba-tiba dia mendengar suara yang berasal dari kamar mandi. Tanpa membuang waktu, segera Arkan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. " Huekk.." lagi-lagi Aisyah memuntahkan isi perutnya yang hanya keluar cairan bening itu, tiba-tiba tubuhnya kurang kese
Kantor Sampai di kantor Arkan langsung masuk ke dalam ruangan kerjanya. Secangkir kopi bersama tumpukan berkas di atas meja, setia menunggu kedatangannya. Lembar- lembaran kertas belum tersentuh, seolah memanggil- mangilnya untuk meminta segera di kerjakan. Sesekali Arkan menyesap kopinya, tak lupa memperbaiki letak kacamata yang sempat merosot ke bawah. Matanya menatap serius pada layar di depannya, begitu pula dengan tangannya. Bergerak lincah ke sana ke mari di atas papan ketik komputer itu. Hening dan tenang gambaran suasana di dalam ruangan kerja Arkan. Hanya terdengar suara ketikan keyboard komputer saja. Tok! Tok! " Masuk!" titah Arkan, matanya tetap fokus pada layar komputer. Tanpa tau jika seseorang sedang melangkah masuk. Setelah mendapatkan izin dari dalam, seorang wanita dengan membawa berkas di tangan kanannya. Melangkah masuk ke dalam ruangan, seketika tubuh wanita itu menegang di tempat. Tak berselang lama ekspresi wajahnya langsung berubah, senyum tipis ters
" Hm, boleh deh." " Serius sayang?" Aisyah mengangguk sambil tersenyum pada Arkan. " Iyaa. Tapi..." Arkan yang sudah senang mendengar itu, langsung menyahut cepat. " Tapi apa sayang?" tanyanya yang terdengar tidak sabaran. " Tidur di luar!!" Setelah mengatakan itu, Aisyah langsung keluar dari mobil dengan keadaan kesal. Wajah cantiknya berubah jadi jutek dengan sorot mata tajam. Mendengar ucapan Aisyah, Arkan berpikir sesaat. " Sayang. Loh ke mana?" seketika Arkan tersadar jika istrinya sudah keluar dari mobil. Bergegas Arkan keluar dari mobil, dengan langkah lebar dia berusaha mengejar Aisyah. Beberapa tatapan dan pekikan terdengar, satu pun tidak ada di tanggapi olehnya. Di pikirannya hanya satu, istrinya. Apapun menyangkut tentang istrinya akan Arkan lakukan tanpa ada terkecuali. " Sayang tunggu." " Berhenti sebentar, sayang." Mendengar ucapan Arkan, seketika langkah kakinya berhenti. Aisyah menghela napas sebelum berbalik tubuhnya, kini dia bisa melihat suaminya sedang
" Sayang pengen." " Gak ada!" " Sayang please." " No!" " Satu kali saja. Ya, ya boleh ya sayang." " Sayaaaang please." Aisyah menghela napas melihat Arkan, mendengar rengekan suaminya sudah seperti mendengar anak kecil merengek meminta permen pada mamahnya.Salahnya dia juga sih, memakai pakaian tersebut, entah kenapa malam ini Aisyah tiba-tiba kepengen memakai pakaian kurang bahan itu. Apa itu termasuk ngidam juga? Arkan sendiri tidak merasa gentar atau pun putus asa membujuk sang pujaan hati, agar rencananya bisa terlaksanakan dengan lancar dan baik. Dengan perlahan Arkan merapatkan tubuhnya pada Aisyah, tangannya menarik pinggang sang istri supaya lebih dekat lagi dengannya. Lalu kepalanya bersandar di kedua gundukan gunung istrinya, sambil mencari-cari kenyamanan di sana. " Istrikuu, sayangku boleh ya. Janji deh cuman sekali saja. Aku lagi pengen banget sayang." tatapan sayu Arkan mendongak menatap Aisyah, jujur melihat istrinya memakai pakaian seperti itu. Sangat berha
Waktu silih berganti, perasaan baru kemarin mereka merasakan berkumpul bersama dengan penuh canda tawa. Namun, kini harus berpisah kembali seperti sediakala. Minggu sore ini di bandara Soekarno-Hatta, terlihat Arkan dan Aisyah sedang mengantarkan keluarganya. Beberapa wejangan di berikan kepada pasangan suami-istri itu, tak lupa ada aksi nangis menangis terjadi. " Jaga diri kalian baik-baik, terutama untuk Aisyah. Di jaga kesehatannya, makanannya, dan jangan banyak pikiran. Walaupun sedang hamil jangan malas bergerak, bukannya hamil gak boleh gerak dan kerja. Kerja boleh, tapi jangan yang berat-berat. Misalnya angkat rumah gitu. Nah, kalau itu jangan ya dek ya." " Kalau bisa pun kalian pindah di kamar bawah aja, kasian nanti nih anak bontot satu. Udah lagi hamil, naik turun tangga setiap hari, yang ada anaknya brojol duluan sebelum waktunya." Arkan hanya mengangguk mengerti, berbanding terbalik dengan Aisyah. Bibirnya maju beberapa senti seperti bebek yang hendak nyosor saja. Mel
" Ok, fine! aku tau, aku salah. Tapi jangan seperti ini sayang, jangan diamin aku terus. Rasanya sakit. Sakit banget sayang." Arkan tidak berbohong jika diamnya Aisyah bisa se effect itu baginya, sebentar saja tidak mendengar suara istrinya. Mendadak dia kecarian dan merasa sepi seperti kehidupannya dulu. Ini salahnya, andai dia lebih bisa mengatur emosi dan cemburu. Pasti hal seperti ini tidak akan pernah terjadi.Tapi nasi sudah menjadi bubur, berandai-andai apapun itu jika sudah terjadi maka tak akan bisa di ubah kembali. Aisyah menoleh, menatap Arkan dengan pandangan sulit di artikan. Helaan napas sedari tadi terus terdengar. Punya suami pencemburu patut di syukuri, sebab suami pencemburu pasti paham akan ilmunya. Dan, Aisyah mensyukuri mempunyai suami pencemburu, tapi kadang-kadang dia merasa sedikit kesal. Seperti halnya hari ini! Kepala Arkan mendongak menatap manik mata Aisyah, bibirnya tersungging senyum. Dadanya berdebar kencang seolah dia baru saja lari marathon. " M
Di sini lah mereka berada, di sebuah taman yang indah dengan suasana sejuk dari pohonnya langsung. Terlihat Aisyah tampak begitu menikmati pemandangan taman tersebut, segala kepenatannya seketika hilang saat semilir angin menerpa wajahnya.Tanpa Aisyah sadari jika ada sepasang mata sedari tadi menatap ke arahnya, dengan langkah ringan seseorang tersebut berjalan mendekati Aisyah yang masih belum sadar akan kedatangannya.Semakin dekat seseorang tersebut semakin membuat jantungnya berdebar kencang, seketika dia refleks memegang dadanya.Huuftt.. helaan napas seseorang tersebut, terdengar sekali sedang gugup.Dia sudah sampai dan sekarang sedang berdiri tepat di depan perempuan itu. " Hai." sapa nya dengan menahan gugup.Sontak Aisyah terkejut mendengar suara seseorang yang begitu dekat dengannya, refleks dia memundurkan tubuhnya menjauh dari pria itu.Ya, seorang pria. Bahkan Aisyah tidak tau kapan pria itu datang dan tiba-tiba sudah berada di depannya, perasaannya mulai merasa gelisah
Selesai memencet bell penthouse Nurul memainkan handphonenya sembari menunggu pemiliknya membuka pintu, terlalu asik memainkan handphone dia sampai tak sadar jika pintu sudah terbuka sama pemiliknya. " EKHEM!!" suara deheman itu sontak membuat Nurul kaget sampai handphone yang berada di tangannya melayang, dan berakhir jatuh di lantai. Nurul segera mengambil handphonenya yang mati dengan keadaan layar separuh retak, sungguh sangat menyakiti hatinya. Padahal baru saja dia menganti anti gores. Melihat seorang pria yang dia kenali membuat Nurul sedikit terkejut, tak lama dia menormalkan kembali ekspresinya. " Ada perlu apa?" tanya Mail tanpa merasa bersalah pada teman adiknya itu. Sejenak Nurul menghela napas, supaya berbicara tak pakai emosi pada pelaku yang mengejutkannya tadi. " Aisyah. Mana?" Mail tak menjawab tapi membukakan pintunya lebih lebar lagi agar teman adiknya itu bisa masuk, setelah teman adiknya itu masuk. Langsung saja Mail menutup kembali pintunya, lalu pergi meni
" Huekk.." Aisyah tertunduk lemas dengan tangannya menopang pada meja wastafel, akhir-akhir ini dia sering merasa mual dan hanya memuntahkan cairan bening saja. Setelah mencuci wajah dan tangannya, Aisyah mendongakkan kepalanya menatap ke arah kaca yang ada di depannya. Terlihat wajahnya pucat, bibir pecah-pecah, rambut acak-acakan, pakaian kusut, sungguh penampilannya sudah seperti orang yang tak terurus. Membuat Aisyah sedikit terkejut setelah sadar jika penampilannya, memang sekacau itu. Ceklek! Arkan masuk ke dalam kamar setelah itu menutup pintunya kembali, pandangannya mengedar ke seluruh ruangan kamar, keningnya mengernyit bingung dengan perasaan khawatir yang tak menemukan keberadaan Aisyah di dalam kamar. " Huekk.." Tiba-tiba dia mendengar suara yang berasal dari kamar mandi. Tanpa membuang waktu, segera Arkan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. " Huekk.." lagi-lagi Aisyah memuntahkan isi perutnya yang hanya keluar cairan bening itu, tiba-tiba tubuhnya kurang kese
Pagi yang cerah sama seperti secerah wajah Arkan saat ini, suami Aisyah itu tengah berjalan menuju ke arah kamar. Sambil tangannya membawa nampan berisi buah-buahan dan susu hamil. Setengah jam lalu mereka tiba di kediaman penthouse, mereka di sambut dengan raut wajah bahagia dan juga pelukan. Baik dari pihak keluarga istrinya maupun juga dari pihak keluarganya. Kedua keluarga itu, begitu kompak menyambut kepulangan anak dan menantu mereka. Dan tak lupa memberikan kata selamat pada pasangan suami-istri yang sebentar lagi akan menjadi orang tua itu.Ceklek! " Taruh dulu handphone nya sayang." perintah Arkan. Setelah menutup pintu dan menguncinya, dengan langkah ringan Arkan berjalan menuju ke arah Aisyah, yang sedang duduk di atas tempat tidur itu.Tanpa bantahan Aisyah mengangguk dan menaruh handphone nya di samping dia duduk, matanya melirik kecil ke arah nampan yang berada di tangan Arkan. Dia mengira suaminya itu membawa makanan yang pedas dan gurih, oh ternyata oh ternyata buah