Kesesakan di dadanya amat terasa begitu sakit, dan matanya menjadi semakin dingin apalagi saat Arkan melihat Aisyah dengan penuh tidak percayaan. Sejenak, Arkan memejamkan matanya untuk meredakan rasa sakitnya. Saat sepasang matanya terbuka kembali, seketika mata mereka saling bertemu hingga membuat tatapan mereka terkunci satu sama lain. Tatapan mereka menyorotkan seperti ingin mengatakan sesuatu yang tak bisa mereka utarakan lewat kata-kata. Beberapa menit berlalu, mereka hanya saling tatap tanpa ada mengeluarkan satu patah pun. Hingga tak lama terdengar suara helaan napas yang begitu berat. Dengan mata memerah dan bibir bergetar menahan tangis, Arkan mengeluarkan suaranya sambil menatap Aisyah dengan pandangan sendu. " K-kenapa? kenapa kamu sampai tega mengatakan kata itu!?" Seperti tak ada keinginan menjawab pertanyaan Arkan, dengan ekspresi datar seperti biasanya. Aisyah hanya menatap Arkan tanpa mengeluarkan suaranya. " K-kamu tau sayang.." sejenak Arkan menjeda ucapann
Mendengar kata darah, Aisyah sampai speechless dengan tatapan kosong. Ekspresi wajahnya tak lagi senang, tapi kini menjadi redup bagaikan langit mendung.Darah yang mengalir di balik celananya, semakin lama semakin terus mengalir tanpa henti. Tak pernah Aisyah melihat darah sebanyak itu, kecuali ketika haid nya tembus. Sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya? Malam semakin menanjak, hujan semakin deras di ikuti dengan angin kencang. Bahkan, sesekali akan terdengar suara petir yang memekik telinga. Hanya sedikit orang yang akan bertahan dengan guyuran air hujan pada malam hari, mungkin kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menedu atau pun tidur di dalam rumah. Maka berbanding terbalik dengan Aisyah, tak sedikit pun dia bergeming dari tempatnya. Pakaiannya basah kuyup, bibirnya pucat, tubuhnya sudah mulai menggigil, walaupun begitu. Seolah dia tetap tak merasakan kedinginan sama sekali. Tatapannya masing sama, dengan tatapan kosong Aisyah menatap Arkan. Tak jauh berbeda d
" Ingat pesan dokter tadi kan, sayang? nggak boleh apa, hm?" Aisyah hanya diam tanpa ada minat untuk menjawabnya. Gemas melihat diamnya Aisyah, tangannya menjawil pelan hidung kecil itu." Nggak boleh banyak pikiran, apalagi sampai memikirkan yang gak seharusnya kamu pikirkan. Sekarang kamu sudah gak sendirian lagi, ada anak kita di sini." tangan Arkan terulur mengusap lembut perut Aisyah. " Di rahim kamu." " Kamu harus banyak makan sehat, minum susu hamil, dan juga vitamin." " Apapun yang kamu mau, katakan padaku ya. Insyaallah aku akan berusaha memberikannya dan melakukan apapun untuk kamu." sambung Arkan dengan lembut menatap Aisyah." Apapun?" Arkan tanpa ragu mengangguk. " Ya, apapun." " Yaudah. Kalau gitu beliin bakso!" entah kenapa tengah malam begini, Aisyah jadi pingin makan bakso. Ah, semakin di pikir semakin membuatnya ngiler saja dengan namanya bakso itu! " Bakso? tengah malam begini sayang?" tanya Arkan yang mendapatkan anggukan dari Aisyah. " Kenapa? gak mau belii
Pagi yang cerah sama seperti secerah wajah Arkan saat ini, suami Aisyah itu tengah berjalan menuju ke arah kamar. Sambil tangannya membawa nampan berisi buah-buahan dan susu hamil. Setengah jam lalu mereka tiba di kediaman penthouse, mereka di sambut dengan raut wajah bahagia dan juga pelukan. Baik dari pihak keluarga istrinya maupun juga dari pihak keluarganya. Kedua keluarga itu, begitu kompak menyambut kepulangan anak dan menantu mereka. Dan tak lupa memberikan kata selamat pada pasangan suami-istri yang sebentar lagi akan menjadi orang tua itu.Ceklek! " Taruh dulu handphone nya sayang." perintah Arkan. Setelah menutup pintu dan menguncinya, dengan langkah ringan Arkan berjalan menuju ke arah Aisyah, yang sedang duduk di atas tempat tidur itu.Tanpa bantahan Aisyah mengangguk dan menaruh handphone nya di samping dia duduk, matanya melirik kecil ke arah nampan yang berada di tangan Arkan. Dia mengira suaminya itu membawa makanan yang pedas dan gurih, oh ternyata oh ternyata buah
" Huekk.." Aisyah tertunduk lemas dengan tangannya menopang pada meja wastafel, akhir-akhir ini dia sering merasa mual dan hanya memuntahkan cairan bening saja. Setelah mencuci wajah dan tangannya, Aisyah mendongakkan kepalanya menatap ke arah kaca yang ada di depannya. Terlihat wajahnya pucat, bibir pecah-pecah, rambut acak-acakan, pakaian kusut, sungguh penampilannya sudah seperti orang yang tak terurus. Membuat Aisyah sedikit terkejut setelah sadar jika penampilannya, memang sekacau itu. Ceklek! Arkan masuk ke dalam kamar setelah itu menutup pintunya kembali, pandangannya mengedar ke seluruh ruangan kamar, keningnya mengernyit bingung dengan perasaan khawatir yang tak menemukan keberadaan Aisyah di dalam kamar. " Huekk.." Tiba-tiba dia mendengar suara yang berasal dari kamar mandi. Tanpa membuang waktu, segera Arkan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. " Huekk.." lagi-lagi Aisyah memuntahkan isi perutnya yang hanya keluar cairan bening itu, tiba-tiba tubuhnya kurang kese
Selesai memencet bell penthouse Nurul memainkan handphonenya sembari menunggu pemiliknya membuka pintu, terlalu asik memainkan handphone dia sampai tak sadar jika pintu sudah terbuka sama pemiliknya. " EKHEM!!" suara deheman itu sontak membuat Nurul kaget sampai handphone yang berada di tangannya melayang, dan berakhir jatuh di lantai. Nurul segera mengambil handphonenya yang mati dengan keadaan layar separuh retak, sungguh sangat menyakiti hatinya. Padahal baru saja dia menganti anti gores. Melihat seorang pria yang dia kenali membuat Nurul sedikit terkejut, tak lama dia menormalkan kembali ekspresinya. " Ada perlu apa?" tanya Mail tanpa merasa bersalah pada teman adiknya itu. Sejenak Nurul menghela napas, supaya berbicara tak pakai emosi pada pelaku yang mengejutkannya tadi. " Aisyah. Mana?" Mail tak menjawab tapi membukakan pintunya lebih lebar lagi agar teman adiknya itu bisa masuk, setelah teman adiknya itu masuk. Langsung saja Mail menutup kembali pintunya, lalu pergi meni
Di sini lah mereka berada, di sebuah taman yang indah dengan suasana sejuk dari pohonnya langsung. Terlihat Aisyah tampak begitu menikmati pemandangan taman tersebut, segala kepenatannya seketika hilang saat semilir angin menerpa wajahnya.Tanpa Aisyah sadari jika ada sepasang mata sedari tadi menatap ke arahnya, dengan langkah ringan seseorang tersebut berjalan mendekati Aisyah yang masih belum sadar akan kedatangannya.Semakin dekat seseorang tersebut semakin membuat jantungnya berdebar kencang, seketika dia refleks memegang dadanya.Huuftt.. helaan napas seseorang tersebut, terdengar sekali sedang gugup.Dia sudah sampai dan sekarang sedang berdiri tepat di depan perempuan itu. " Hai." sapa nya dengan menahan gugup.Sontak Aisyah terkejut mendengar suara seseorang yang begitu dekat dengannya, refleks dia memundurkan tubuhnya menjauh dari pria itu.Ya, seorang pria. Bahkan Aisyah tidak tau kapan pria itu datang dan tiba-tiba sudah berada di depannya, perasaannya mulai merasa gelisah
" Ok, fine! aku tau, aku salah. Tapi jangan seperti ini sayang, jangan diamin aku terus. Rasanya sakit. Sakit banget sayang." Arkan tidak berbohong jika diamnya Aisyah bisa se effect itu baginya, sebentar saja tidak mendengar suara istrinya. Mendadak dia kecarian dan merasa sepi seperti kehidupannya dulu. Ini salahnya, andai dia lebih bisa mengatur emosi dan cemburu. Pasti hal seperti ini tidak akan pernah terjadi.Tapi nasi sudah menjadi bubur, berandai-andai apapun itu jika sudah terjadi maka tak akan bisa di ubah kembali. Aisyah menoleh, menatap Arkan dengan pandangan sulit di artikan. Helaan napas sedari tadi terus terdengar. Punya suami pencemburu patut di syukuri, sebab suami pencemburu pasti paham akan ilmunya. Dan, Aisyah mensyukuri mempunyai suami pencemburu, tapi kadang-kadang dia merasa sedikit kesal. Seperti halnya hari ini! Kepala Arkan mendongak menatap manik mata Aisyah, bibirnya tersungging senyum. Dadanya berdebar kencang seolah dia baru saja lari marathon. " M