Waktu silih berganti, perasaan baru kemarin mereka merasakan berkumpul bersama dengan penuh canda tawa. Namun, kini harus berpisah kembali seperti sediakala. Minggu sore ini di bandara Soekarno-Hatta, terlihat Arkan dan Aisyah sedang mengantarkan keluarganya. Beberapa wejangan di berikan kepada pasangan suami-istri itu, tak lupa ada aksi nangis menangis terjadi. " Jaga diri kalian baik-baik, terutama untuk Aisyah. Di jaga kesehatannya, makanannya, dan jangan banyak pikiran. Walaupun sedang hamil jangan malas bergerak, bukannya hamil gak boleh gerak dan kerja. Kerja boleh, tapi jangan yang berat-berat. Misalnya angkat rumah gitu. Nah, kalau itu jangan ya dek ya." " Kalau bisa pun kalian pindah di kamar bawah aja, kasian nanti nih anak bontot satu. Udah lagi hamil, naik turun tangga setiap hari, yang ada anaknya brojol duluan sebelum waktunya." Arkan hanya mengangguk mengerti, berbanding terbalik dengan Aisyah. Bibirnya maju beberapa senti seperti bebek yang hendak nyosor saja. Mel
" Sayang pengen." " Gak ada!" " Sayang please." " No!" " Satu kali saja. Ya, ya boleh ya sayang." " Sayaaaang please." Aisyah menghela napas melihat Arkan, mendengar rengekan suaminya sudah seperti mendengar anak kecil merengek meminta permen pada mamahnya.Salahnya dia juga sih, memakai pakaian tersebut, entah kenapa malam ini Aisyah tiba-tiba kepengen memakai pakaian kurang bahan itu. Apa itu termasuk ngidam juga? Arkan sendiri tidak merasa gentar atau pun putus asa membujuk sang pujaan hati, agar rencananya bisa terlaksanakan dengan lancar dan baik. Dengan perlahan Arkan merapatkan tubuhnya pada Aisyah, tangannya menarik pinggang sang istri supaya lebih dekat lagi dengannya. Lalu kepalanya bersandar di kedua gundukan gunung istrinya, sambil mencari-cari kenyamanan di sana. " Istrikuu, sayangku boleh ya. Janji deh cuman sekali saja. Aku lagi pengen banget sayang." tatapan sayu Arkan mendongak menatap Aisyah, jujur melihat istrinya memakai pakaian seperti itu. Sangat berha
" Hm, boleh deh." " Serius sayang?" Aisyah mengangguk sambil tersenyum pada Arkan. " Iyaa. Tapi..." Arkan yang sudah senang mendengar itu, langsung menyahut cepat. " Tapi apa sayang?" tanyanya yang terdengar tidak sabaran. " Tidur di luar!!" Setelah mengatakan itu, Aisyah langsung keluar dari mobil dengan keadaan kesal. Wajah cantiknya berubah jadi jutek dengan sorot mata tajam. Mendengar ucapan Aisyah, Arkan berpikir sesaat. " Sayang. Loh ke mana?" seketika Arkan tersadar jika istrinya sudah keluar dari mobil. Bergegas Arkan keluar dari mobil, dengan langkah lebar dia berusaha mengejar Aisyah. Beberapa tatapan dan pekikan terdengar, satu pun tidak ada di tanggapi olehnya. Di pikirannya hanya satu, istrinya. Apapun menyangkut tentang istrinya akan Arkan lakukan tanpa ada terkecuali. " Sayang tunggu." " Berhenti sebentar, sayang." Mendengar ucapan Arkan, seketika langkah kakinya berhenti. Aisyah menghela napas sebelum berbalik tubuhnya, kini dia bisa melihat suaminya sedang
Kantor Sampai di kantor Arkan langsung masuk ke dalam ruangan kerjanya. Secangkir kopi bersama tumpukan berkas di atas meja, setia menunggu kedatangannya. Lembar- lembaran kertas belum tersentuh, seolah memanggil- mangilnya untuk meminta segera di kerjakan. Sesekali Arkan menyesap kopinya, tak lupa memperbaiki letak kacamata yang sempat merosot ke bawah. Matanya menatap serius pada layar di depannya, begitu pula dengan tangannya. Bergerak lincah ke sana ke mari di atas papan ketik komputer itu. Hening dan tenang gambaran suasana di dalam ruangan kerja Arkan. Hanya terdengar suara ketikan keyboard komputer saja. Tok! Tok! " Masuk!" titah Arkan, matanya tetap fokus pada layar komputer. Tanpa tau jika seseorang sedang melangkah masuk. Setelah mendapatkan izin dari dalam, seorang wanita dengan membawa berkas di tangan kanannya. Melangkah masuk ke dalam ruangan, seketika tubuh wanita itu menegang di tempat. Tak berselang lama ekspresi wajahnya langsung berubah, senyum tipis ters
Seorang gadis baru saja turun dari motor temannya, keningnya mengerut melihat ada beberapa mobil terparkir rapi di pekarangan rumahnya. " Bau-bau ada yang di datangi tamu nih?" ujar seorang gadis bernama Widia. Gadis itu segera sadar dan menatap Widia. " Gak tau." jawabnya dengan gelengan kepala. " Tapi kan Aisyah.." Gadis yang di panggil Aisyah itu mengangkat sebelah alisnya, bertanda dia penasaran dengan kelanjutan ucapan temannya itu. " Tapi apa!?" sahut Aisyah terdengar sedikit kesal. " Kayaknya bukan keluarga kau deh itu. Coba ingat-ingat, emang keluarga kau ada yang punya mobil." " Bangke kau!" Aisyah menjitak kening Widia sedikit kuat. Walaupun faktanya seperti itu, baik dari keluarga bapaknya atau mamaknya tidak ada yang memiliki mobil. Mungkin mereka belum kepinginan untuk memiliki mobil atau pun karena gak ada uang. " Tapi betul kan aku." ujar Widia membela dirinya sendiri. Mengatakan seperti itu, karena dia tau siapa-siapa saja keluarga Aisyah, walaupun ti
" Bismillahirrahmanirrahim, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka Siti Aisyah binti Amat Jailani alal mahri 1 wahdat bintihawis wamajmueat min 'adawat alshalat hallaan." " Qalbiltu nikahaha watazwijaha bil mahril madzkur hallaan." Dengan sekali hentakan dan satu tarikan napas pria itu tersenyum dengan bernapas lega setelah selesai mengucapkan kalimat qobul di hadapan semua orang. " Bagaimana para saksi, sah?" tanya sang penghulu. Semua para tamu dan para saksi mengangguk kepala dengan kompak, dan menjawab dengan lantang. " SAH." " Alhamdulillah." Tidak lupa mereka memanjatkan doa kepada Allah SWT atas keberlangsungan pernikahan hari ini yang berjalan dengan lancar. Tempat berlangsung akad berada di mesjid Syuhada pada hari Jum'at tepat di jam 10.00 pagi, hari ini, jam ini, menit ini, dan detik ini, dia begitu bahagia karena sudah menjadi seorang suami. Pada bagian shaf perempuan terdapat seorang gadis tengah melamun dengan air mata yang sudah terjatuh membasahi pipinya tanpa dia
Jangan terlalu berharap dengan ekspektasi, jika tidak ingin sakit pada realitanya. Seperti halnya dengan pengantin baru ini, bukannya mendapatkan senyuman atau pun hanya sekedar mengobrol. Tiba-tiba malah mendapatkan kejutan yang tidak pernah terduga, yaitu sebuah tamparan. Yaps, sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulusnya, bahkan sekarang pipinya terasa sakit. Tapi entah kenapa dia tidak bisa marah saat mendapatkan tamparan itu." Sayang pipi saya sakit." ucap Arkan mengadu, sambil berusaha memegang tangan Aisyah. Mengabaikan rengekan pria di sampingnya Aisyah lebih memilih memainkan handphone, cara paling tepat bagi Aisyah adalah mengabaikan keberadaan pria di sampingnya. Arkan yang tidak suka di abaikan pun langsung mengambil handphone Aisyah, dan menyimpannya di saku celananya. Aisyah menghela napas berat dengan menatap Arkan, dia melihat pria itu sedang tersenyum di saat dia lagi kesal." Kembali kan handphone aku." pinta Aisyah dengan berbicara masih baik. Arkan menggel
Pak Lanik, pak Albert, Arkan, Sahyan, dan Mail. Ketika mereka sudah selesai shalat Jum'at berjamaah di mesjid. Langsung saja para pria yang berbeda umur itu pulang ke rumah untuk bertemu istri mereka dan makan siang bersama." Assalamualaikum." ucap mereka bersamaan dengan masuk ke dalam rumah." Wa'alaikumsalam." jawab bu Yati, bu Sarah, dan Lela secara bersamaan. Bu Yati, bu Sarah, dan Lela tersenyum dengan menyambut suami mereka masing-masing." Ya Allah, kenapa bisa pulak permandangan seperti ini, ketika Mail pulang?" gumam Mail yang terdengar oleh Arkan yang berada di sampingnya.Arkan melirik ke arah Mail. " Punya bini bang." ucap Arkan dengan menepuk pundak Mail.Mail menoleh ke arah Arkan. " Gak dulu lah, hadapi adik aku aja susah. Apalagi punya bini, kapan-kapan aja kalau ingat." celutuk Mail dengan masuk ke dalam kamarnya.Kening Arkan berkerut, tidak melihat istrinya berada di ruang tamu. " Mak, Aisyah kemana?" tanya Arkan kepada mamak mertuanya.Semua orang yang berada di