Share

Pikiranku

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-17 14:12:37

Waktu telah menunjukkan pukul 00:13 malam, ketika putriku tertidur lelap di pembaringan sedangkan aku tak sedetik mampu memejamkan mata. 

 

Berjuta pikiran berkecamuk, beribu dugaan yang akan terjadi bergelayut dan kebanyakan dugaan tentang penderitaanku di hari esok semakin membuatku terbebani. Demi Tuhan, perkara memiliki madu bukan hal yang sepele. Sudah begitu banyak aku melihat contoh wanita-wanita yang kemudian tersiksa dan terabaikan karena tiba-tiba suaminya memiliki istri baru. Anak-anak mulai terlantar dan kehilangan kasih sayang karena sang ayah menduakan perasaannya.

 

Meski suami memiliki uang yang cukup tak akan sama lagi keadaannya ketika semuanya serba di bagi, waktu, kasih sayang, dan perhatian semuanya akan dibagi.

 

Kutatap putriku yang sedang pulas, air mataku menitik lagi. Betapa ia akan kehilangan banyak hal dari sang ayah. Aku bisa membayangkan jika wanita itu hamil, dan melahirkan anak laki-laki, Mas Ikbal pasti akan sangat bangga dan bahagia. Anak laki-laki itu akan menjadi satu-satunya pewaris resmi dan sah secara agama tentara anak perempuanku dia hanya mendapatkan sepersekian dari jumlah harta Mas Iqbal pun akan lebih memperhatikan status pendidikan dan pola pengasuhan anak lelakinya. Membayangkan hal itu saja membuatku depresi terlebih jika menyaksikan itu sebagai kenyataan.

 

Begitu bayi itu lahir,  Mas Ikbal akan sangat bahagia, 

Ia akan menimangnya, menghadiahi bayi itu jutaan ciuman dan pelukan sedangkan putriku hanya akan berdiri dan melihat semua itu dari kejauhan. Dipikirkan saja,  hal itu membuat hatiku sakit.

 

Tiap pagi wanita itu akan bangun dengan rambut yang basah dan wajah merona oleh rasa bahagia dan malu membayangkan kemesraannya di peraduan, dia akan menyiapkan sarapan dan menyuapi suamiku seperti pintanya tiap pagi padaku. Kemudian suamiku akan merangkul pinggangnya dan memeluknya menggodanya bahkan mengajaknya kembali untuk memadu cinta.

 

"Ya Allah, aku tak sanggup menyaksikan semua drama itu, namun aku harus tetap di sini jika aku adalah istrinya." Aku bersendika dalam kesunyian

 

Kutekan kembali dadaku yang kian dibuncahi rasa menyesakkan. aku tak percaya jika perihnya  diduakan sesakit ini, apa yang terjadi membuatku nyaris sekarat. Membayangkan saja sudah demikian membuatku menderita apalagi itu benar-benar terjadi. Aku putus asa.

 

Kembali aku bersimpuh ke hadapan Sang Pencipta, memohon pertolongan dan keadilannya, masih kucurahkan protesku bahwa aku tak suka dan tidak mau menerima wanita itu. Aku terus bertanya berkali-kali mengajukan keberatan kepada keputusan sang pencipta mengapa dia tega mengambil suamiku menghancurkan cinta dan impian yang aku bangun.

 

Kata orang kita tak bisa menolak ketetapan takdir. Namun suamiku, ia punya hak  untuk memilih ketika mengambil keputusan itu, tidakkah ia memikirkan bahwa aku akan sengsara? Dengan dia memutuskan menikah dan membawa wanita itu ke dalam rumah ini, semuanya akan dibagi mulai hari ini. Dan yang paling sulit dikendalikan lelah rasa iri dan cemburu itu bisa dihapuskan selama seorang wanita masih memiliki cinta.

 

Ingin rasanya kukemasi semua pakaianku dan kabur sekarang juga ke rumah Bapak, tapi meninggalkan rumah tanpa ridho suami adalah dosa. Jika aku tetap nekat maka Mas Ikbal Tak akan tinggal diam, dia akan berkeras untuk menahanku tak kemana-mana dan jika aku pun berkeras kami akan bertengkar. Anakku akan shock melihat kami ribut di tengah malam sedangkan Soraya tertawa gembira dan  punya kesempatan untuk semakin mendekati mas Ikbal. Belum lagi respon tetangga yang selalu ingin tahu, suka mencampuri urusan orang lain dan menyebarkan gosip.

 

"Banyak sekali resikonya, ya Allah, Aku tak sanggup lagi." Aku meratap hingga sejadah yang aku gunakan untuk shalat tahajjud basah oleh genangan air mata ini. 

 

Kutatap wajahku di cermin, kubuka kerudung dan memperhatikan rambutku. Kuraba wajahku dan memperhatikan tiap lekuknya. Kelopak mata ini sembab, rautku pucat dengan  bibir mengering. Mungkin aku telah kehilangan pesona hingga Mas ikbal memilih untuk menikah lagi. 

 

Andai ia jujur dari awal mungkin rasa sakit ini tidak demikian menusuk mungkin aku bisa ikhlas, bersabar dan berlapang dada, mungkin aku bisa menyiapkan mental untuk mengantarnya menikah.

 

Mungkin saja ....

 

Kini, kecewa, marah, sedih, terluka, cemburu, menderita, semuanya mendera jadi satu dan seakan-akan mencekik diriku. Meski berupaya kutahan tetap saja kepiluan ini meraja dan membuatku kembali terisak-isak sedih. 

 

Sungguh suamiku,  ia telah membahagiakanku seolah menikmati surga, namun dalam sehari ia menghunjamku ke dasar neraka, ia memberiku penderitaan yang amat besar yang bahkan  aku sendiri tak sanggup memikulnya, aku membencinya, benci sekali, amat sangat.

 

Kulangkahkan kaki keluar kamar, menuju ke dapur dengan perlahan, kubuka lemari pendingin dan menuangkan segelas air, lalu kuteguk. Rasa lapar membuatku memeriksa meja makan dan kudapati makan malam masih terhidang utuh, tidak tersentuh.

 

"Apakah mereka semua tidak makan?" Aku bersenandika.

 

Kusendokkan sedikit nasi ke dalam piring lalu kuambil sepotong tempe goreng yang kusiapkan pagi tadi, masakan wanita itu tidak kusentuh, aku belum sudi untuk mengecap olahan tangannya. 

 

Dulu jika aku lapar Mas ikbal yang terbiasa lembur di malam hari akan membuatkan mie instan dengan senang hati, penuh cinta ia menyuapiku hingga makanan itu tandas. Kini, aku makan sendiri dengan nasi dan tempe dingin, suasana rumah juga mendadak beku dan seterang apapun lampu aku merasa semuanya suram dan gelap, air mataku meluncur lagi jatuh ke dalam piring nasi ini.

 

Dan ya, apa yang sedang dilakukan suamiku saat ini, apakah kamar tamu telah menjelma menjadi kamar pengantinnya, apakah kini ia sedang bergumul dalam gelora asmara. 

 

Allahu Akbar, hariku perih membayangkan Mas Ikbal berdoa pada pucuk ubun-ubunnya lalu mulai menyentuh kancing pakaian wanita itu dengan Bismillah. Lalu Kelebatan adegan adegan berikutnya menari di pelupuk mata dan membuatku gila.

 

Aku segera bangkit dari meja makan tanpa menyudahi makananku. Dengan langkah cepat aku menuju kamar tamu lalu ... baru saja akan kuketuk pintu tiba-tiba rasa ragu membuatku mundur.

 

"Tidak, aku tak boleh seperti ini, wanita itu adalah istrinya suamiku, artinya ia punya hak yang sama."

 

Perlahan kuseret langkah menuju ruang keluarga di mana kami dulu berkumpul untuk berbagi kehangatan dalam canda dan tawa. Kujatuhkan diriku di depan meja tivi, kupeluk lututku sendiri sambil membenamkan wajah agar tangis ini tidak terdengar kemana-mana. 

 

Kutatap photo yang tergantung indah di dinding, photo pernikahan kami, photo kami juga sekeluarga dengan senyum bahagia. Kini, dinding ini tak akan hanya dipenuhi photo pernikahanku, tapi photo pernikahan Soraya juga.

 

 

Aku sakit, sakit sekali. Bahkan jarum jam yang berdetak menunjukkan malam merangkak larut tak membuatku tergugah untuk bangkit menuju pembaringan dan membawa diri terlelap dalam mimpi.

 

 

 

Jangan lupa vote bintang lima ya.❤️❤️❤️

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rinawati Harsyah
ngakunya alim kok mau menyakiti sesama perempuan
goodnovel comment avatar
Ananda Dea
Cewek bodoh dan tolol cm ada di novel dan sinetron. Dizolimi diam doang tanpa ada rencana balas dendam
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
muakkk dehhh ama perempuan bodoh yg mau aja dizholimi kek gini, tolol !!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tiba-Tiba Dimadu   Wacana bohong

    Hari mulai terang dengan bayang mentari di ufuk timur, kicau burung bernyanyi riang di antara udara sejuk yang menyegarkan. Perlahan sinar membias dari balik kaca dan menembus kain tirai yang menutupi jendela.Dulu, jika adzan pagi berkumandang aku akan segera bangun menunaikan ibadah lalu menyiapkan sarapan keluarga kecilku. Setelah beres dari dapur aku akan kembali ke kamar membangunkan suami dengan menempelkan tangan dingin bekas memegang air di matanya, ia akan menggeliat dan terbangun, terkadang Mas Ikbal merangkul tubuhku hingga aku terbenam dalam pelukannya atau dia akan merayuku hingga kami memadu cinta seperti keinginannya. Itu indah sekali, dan sebagai seorang istri memang aku tak pernah menolak untuk membahagiakannya.Namun kini, kenyataan pahit di hadapanku, kuhela napas kasar lalu bangkit menuikan shalat dan beralih ke dapur menyiapkan sarapan. Seusai sarapan kubenahi rumah dan kugiling cucian di mesin cuci.Entah mengapa setelah shalat

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Tiba-Tiba Dimadu   Drama Kesal dimulai

    Kuseret dia dan kutunjukkan semua gambar-gambar kami dan betapa kini semua keceriaan kami kini pudar oleh kedatangannya."Kau lihat itu, kau lihat semua photo-photo kami berbahagia dan kini kau hadir di sela-sela kebahagiaan itu, kau berpikir tidak," kataku padanya.Raut wajahnya terlihat takut dan ia menatap Mas Ikbal dengan matanya mengembun, berharap jika suaminya akan menolongnya."Jannah, kumohon, ada apa denganmu? Ini masih pagi?" Sela Mas Ikbal."Yang Ada apa, adalah dengan kalian? Kenapa kalian harus mengumbar bulan madu kalian di rumah ini, masih banyak tempat lain kan? Di hotel, atau bahkan belikan saja dia rumah baru, kenapa harus di rumahku!" teriakku."Jannah! Ini rumah kita semua!""Oh ya, berarti kini tidak ada ruang lagi untuk diriku karena semuanya harus dibagi?! Betul begitu?" Aku menatapnya nanar dan kedua manusia di hadapanku ini terdiam.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Tiba-Tiba Dimadu   Kembali ke rumah ayah

    Mas Ikbal terlihat keluar dari pintu utama dengan setelan kemeja warna biru dasi hitam dan celana yang pas di badan dan membentuk tubuh atletisnya.Ia lalu mendekat pada Raisa mencium keningnya dan berpamitan padaku yang sedang berada di gazebo depan menikmati kolam ikan dan suara gemericik air mancur bersama Raisa."Mas berangkat dulu," ucapnya.Aku tak menggapinya dengan tindakan atau ucapan, tetap sibuk bersikap dingin sambil memberi makan ikan seolah tidak mendengar apapun."Jannah demi diriku, kumohon untuk tidak bertengkar lagi."Kuangkat pandanganku lalu kutatap ia dengan seksama menelisik semua hak yang ingin kutebak dari ucapan dan roman wajahnya."Aku akan tetap di sini hingga kau pulang agar kau bisa memastikan bahwa aku tidak bertemu atau bicara pada istri barumu, Mas.""Astagfirullah Jannah, bukan itu maksudku, aku hanya ....""Sudahlah, Mas mau berangka

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-18
  • Tiba-Tiba Dimadu   Benci menjadi jadi

    Mas Ikbal terlihat keluar dari pintu utama dengan setelan kemeja warna biru dasi hitam dan celana yang pas di badan dan membentuk tubuh atletisnya.Ia lalu mendekat pada Raisa mencium keningnya dan berpamitan padaku yang sedang berada di gazebo depan menikmati kolam ikan dan suara gemericik air mancur bersama Raisa."Mas berangkat dulu," ucapnya.Aku tak menggapinya dengan tindakan atau ucapan, tetap sibuk bersikap dingin sambil memberi makan ikan seolah tidak mendengar apapun."Jannah demi diriku, kumohon untuk tidak bertengkar lagi."Kuangkat pandanganku lalu kutatap ia dengan seksama menelisik semua hak yang ingin kutebak dari ucapan dan roman wajahnya."Aku akan tetap di sini hingga kau pulang agar kau bisa memastikan bahwa aku tidak bertemu atau bicara pada istri barumu, Mas.""Astagfirullah Jannah, bukan itu maksudku, aku hanya ....""Sudahlah, Mas mau berangka

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-18
  • Tiba-Tiba Dimadu   Saingan makanan

    Makanan sudah siap dan mengepulkan aroma yang begitu menggugah selera, di meja makan semuanya sudah tertata rapi, ada masakanku dengan cita rasa oriental dan masakan Soraya.Kuminta Raisa untuk memanggil ayahnya untuk makan, aku telah menunggu di meja."Ayo makan, Yah," terdengar Raisa menggandeng tangan ayahnya dan Mas Ikbal mengikutinya dengan senyuman"Banyak sekali ini makanannya," ucap Mas Ikbal."Ya, 'kan, ada dua tukang masak di rumah ini," balasku sambil menyendokkan nasi ke piringnya."Soraya mana, kenapa enggak dipanggil."Gubrak!Kulepas alat makan di meja makan dengan kasar, Mas ikbal terkesiap kemudian menatapku lama."Ada apa?""Aku tak pernah tak menghargai dan menghormatimu, Mas. Namun kau ingin mengumpulkanku dengan wanita itu satu meja, yang benar aja, Mas? Bahkan jika pun wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-20
  • Tiba-Tiba Dimadu   Benda di kolong tempat tidur

    Bismillah.Jangan lupa tinggalkan votenya yang sayangku ❤️❤️❤️**Kurebahkan diri di pembaringan sunyi di mana dulu ada begitu banyak kehangatan cinta dan kasih sayang. Kupeluk diriku sendiri, meringkuk dalam dingin dan kesendirian, air mata ini meleleh lagi, mengingat betapa malangnya diri ini, aku sendiri di kamar ini an suamiku bersama istrinya di kamar tamu."Tuhan, sampai kapan ujian ini," gumamku sambil menyeka air mata.Kutarik selimut perlahan dan kubenamkan diriku di dalamnya, ada aroma suamiku yang tertinggal di bed cover ini sehingga kerinduan ini kian bertambah. Aku semakin terisak membayangkan suamiku memberi perlakuan romantis yang sama pada wanita lain, sungguh aku cemburu dan tidak terima.Tapi apa dayaku, Soraya istrinya, secara agama dia sah istrinya.Ada beragam pikiran yang saling bertentangan dalam otakku, beragam ide gila ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-23
  • Tiba-Tiba Dimadu   Marah

    Kutinggalkan mereka dan berlari ke dapur, saat sampai di sana, mataku kembali terbelalak melihat dapur kesayanganku yang sudah sangat berantakan dan kotor. Meja makan penuh piring kotor bekas mereka sarapan subuh tadi, sebagian makanan tumpah tanpa di tutup dan mengundang lalat.Lantai dapur ditumpahi susu dan lengket di kakiku, entah siapa yang menumpahkannya, mengapa ia tak berinisiatif mengelapnya, lalu pintu kulkas tidak ditutup rapat, kuraba piranti di dalamnya sudah tidak dingin, mungkin sejak semalam kulkas ini dibiarkan seperti ini sehingga makanan mulai layu dan berbau.Lemari-lemari dapur terbuka begitu saja dan tidak ditutup kembali ketika mengambil piring, sedang ceruk wastafel di penuhi panci kotor hitam penuh celomok, komporku seperti kompor yang dimuntahi dan dibiarkan begitu saja sampai kering bekas makanan makanan yang meluber ke permukaan stainlessnya."Astagfirullah, sabarkanlah aku dengan emosi yang semakin memuncak ...." Aku berg

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Tiba-Tiba Dimadu   Drama bingung

    Siang hari ...Siang ini suamiku memutuskan tidak masuk kantor, ia menjaga Raisa dan juga membantu Soraya membereskan sisa kekacauan rumah, sedangan aku jatuh tak berdaya di pembaringan kamarku.Beberapa kali kudengar suamiku meminta pengertian pada Soraya agar dia menurut dan disiplin pada peraturan rumah ini, Mas ikbal juga memintanya untuk selalu menjaga kebersihan agar aku tak lagi marah."Hmm ... apakah tentang kebersihan saja wanita itu harus di briefing? Subhanallah."Berkali kali aku hanya mampu mengelus dada kesal."Bunda ...." Suamiku mengintipkan kepalanya dari balik pintu dan tersenyum manis sekali."Apa?" Jawabku lirih."Aku bikinin kamu bubur kesukaanmu, ya," tawarnya."Gak usah Mas," tolakku.Ia menghampiri dan membelai wajahku dengan perlahan. "Lihatlah pipimu s

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-26

Bab terbaru

  • Tiba-Tiba Dimadu   kabar buruk apa?

    "Kabar buruk apa?"tanyaku heran."Aku sudah berusaha untuk mengalihkan pikiran dan semua kerinduanku tapi tetap saja, perasaan bersalah dan rasa ingin memperbaiki keadaan timbul di dalam hatiku," ucapnya sambil memandang mataku dengan penuh makna."Aku tak paham ....""Aku masih berharap kita bersama lagi. Demi anak anak, demi aku, demi harapan yang pernah kita bangun.""apa kau lupa tentang perlakuanmu dan apa saja yang sudah terjadi dalam hidup kita masing masing.""Ya, aku bersalah menikahi angel secara diam diam, aku mengulangi kesalahan suamimu yang fatal. tapi ...""Sudah, jangan dilanjutkan," cegahku. "aku tak mau mengenang apapun tentang masa lalu.""Aku hampir kehilangan dirimu dan semangat hidupku saat kau bersama dengan wira. Tapi, setelah bertemu dengannya dan mengetahui hal sebenarnya harapanku tumbuh kembali. Aku harap kita bisa ....""apa?""rujuk lagi," jawabnya sambil menatap mataku."Jadi itu kabar buruknya?""ya, bahwa aku sulit move on dan hidup tanpamu. Maukah

  • Tiba-Tiba Dimadu   menerima

    "Sebaiknya segera tentukan pilihanmu Nak, Ibu juga tidak ingin kamu terus-menerus sendiri seperti itu, karena penilaian orang lain tentang status janda sangat merugikan posisimu," ujar Ibu ketika aku menelponnya."Iya Bu, aku tahu tapi aku belum menentukan pilihanku, aku belum siap untuk naik ke jenjang berikutnya.""Ada dua pria yang begitu tulus dan menyayangimu, Nduk, kamu tinggal memilihnya," ujar Ibu."Bagaimanapun itu adalah pilihan yang sulit, Bu," gumamku pelan."Raisa menyukai salah satu dari pria itu?" tanya Ibu lagi."Raisa ingin aku kembali kepada Mas Raffiq.""Bagaimana dengan perasaanmu sendiri?""Entahlah... masih bingung," jawab ku sambil menghela nafas pelan."Lalu apa yang terjadi tentang Soraya?""Dia masih ditahan di rumahnya, Bu, polisi belum memiliki cukup bukti untuk bisa menjebloskan dia ke penjaara.""Jelas-jelas dia yang menyerang wira dengan air keras," ujar Ibu sedikit ingin marah."Tapi keluarga dan pengacaranya memiliki pengaruh besar, Bu. Mereka mati-m

  • Tiba-Tiba Dimadu   pergilah

    "Jangan dipikirkan apa yang dikatakan Mama dia memang seperti itu," bisik Wira kepadaku ketika Mamanya ke kamar mandi."Aku tak mempermasalahkannya," jawabku pelan sambil menyuapinya."Mbak ... aku berterimakasih atas semua perhatianmu, tapi sebaiknya Mbak tidak usah menjengukku lagi." Aku mencoba menelisik maksud dari ucapannya, mengapa dia harus mengatakan hal semacam itu."Apa yang kau katakan, aku tidak mengerti," ujarku."Aku sudah ikhlas melepaskan Mbak Jannah dengan Mas Rafiq." Sorot matanya yang sendu membuatku terenyuh."Jangan melantur seperti ini sebaiknya kamu istirahat saja." Aku membenahi selimut yang menutupi tubuhnya."Aku sungguh-sungguh, Mbak. Aku sadar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Aku tahu, meski kita berteman tidak serta merta membuat hal itu menjadi cinta untukmu aku menyadari semua itu dan aku menyesali sikap bodohku untuk memaksakan dirimu menikahiku, Mbak," ujarnya sambil tersenyum getir."Tidak masalah aku memahami perasaanmu, aku bisa memaklumi sem

  • Tiba-Tiba Dimadu   Wira dan dia

    Sejujurnya aku lelah dengan semua ini, dengan takdir berliku liku yang mewarnai hidupku. Andai bisa, aku ingin lari dan mengamankan diri ini dari dunia yang begitu kejam.Baru saja aku dan kedua anakku mengecap ketenangan, dan menikmati hidup kami, kini ujian menghantam silih berganti, membuatku sangat ingin menyerah dari semua ini, andai aku bisa, sejenak lepas dari semua kesulitan yang membelit ini. Sungguh, aku letih.Masih segar dalam ingatan, bagaimana ketika Wira merintih di ranjangnya, sementara keluarganya terus mendesakku agar mau menerima lamaran bankir kaya itu, tiba-tiba Mas Rafiq datang dan berteriak dengan tatapan melotot penuh amarah bahwa dia menolak semua cara mereka menekanku untuk menikahi anggota keluarga mereka."Apakah musibah ini akan kalian gunakan untuk menekan Jannah?""Hei, apa maksudmu! Anakku terluka gara-gara dia, tidak tahu apa yang akan terjadi kepada putraku kedepannya, apakah dia masih seperti semula atau malah cacat," ujar Jeng Zahrina sambil terdu

  • Tiba-Tiba Dimadu   kantor polisi

    Aku kembali ke rumah dengan tubuh dan pikiran yang sudah lelah kubuka pintu utama lalu menuju kursi tamu meletakkan tasku lalu membaringkan diri dengan lunglai di sana.Pikiranku melayang pada rentetan kejadian yang begitu mengejutkan hari ini, setelah didesak untuk "mau menerima" mengambil hati Wira, akhirnya Jeng Zahrina mau tenang dan menguatkan hatinya untuk tidak menangis lagi.Besok mereka akan melakukan operasi untuk memperbaiki kulit punggung dan wajah Wira yang rusak akibat siraman air keras. Ah, kembali pikiranku melayang kepada mantan maduku itu, entah di mana dia berada dan apa yang sedang dia lakukan, kemungkinan saat ini dia sedang bersembunyi di suatu tempat atau mungkin juga duduk santai di rumah orang tuanya.Tring ... Ponsel berbunyi.Kuraih benda itu dengan setengah lesu lalu membaca nama siapa yang sedang menelpon, dan ternyata itu adalah Rina."Halo Rin ada kabar terbaru?""Laporan sudah kami selesaikan, besok polisi akan menuju tempat kejadian untuk mengamankan

  • Tiba-Tiba Dimadu   menanggung kemarahan

    Sesegera mungkin aku meluncur membawa wira ke rumah sakit bersama kedua asistenku, tak lupa aku hubungi nomor Mama Wira yang memang sudah tersimpan di ponselku karena dia adalah pelanggan tetap toko kami."Halo assalamualaikum Jeng Zahrina," sapaku."Waalaikumsalam ada apa kamu menelpon saya," tanya Nyonya Zahrina dengan nada sedikit tidak suka."Maaf karena aku harus memberitahukan hal penting, tapi mohon tenangkan diri Jeng ya," ujarku."Katakan saja apa yang sedang terjadi?""Tadinya Wira datang ke tokoku dan duduk sebentar lalu pergi, namun tak lama kemudian Soraya datang dan berniat menyiramkan air keras kepadaku, namun tanpa diduga-duga Wira datang lagi dan terkena siraman air keras," tuturku hati-hati."Apa?!""Iya, saat ini aku dalam perjalanan membawanya ke rumah sakit.""Kalo terjadi apa-apa dengan anak saya kamu harus bertanggung jawab." Ucapan Mama Wira membuat pikiranku kacau."Kemana kamu akan membawa anakku!" pekiknya lagi."Ke Rumah Sakit Budi Kusuma Jeng," jawabku.

  • Tiba-Tiba Dimadu   musibah apa ini

    *Pemuda itu, datang lagi ke toko sore menjelang aku menutup gerai pakaian dan barang milikku itu.Ia melangkah santai lalu menarik kursi yang ada di depan meja kerja dan mendudukkan dirinya sambil tersenyum."Mbak Jannah, belum mau pulang?" tanyanya."Belum, masih sibuk," jawabku."Uhm, aku akan menunggu,", jawabnya."Kau sadar apa yang kau lakukan sekarang?"tanyaku dengan tatapan tajam. "Aku sudah cukup memberimu ruang, Wira.""Apa maksudnya Mbak, Mbak terlihat marah," ucapnya pelan."Aku sudah cukup baik kepadamu dengan tidak bersikap kasar dan frontal, aku harap kau mengerti kalau aku tidak nyaman dengan semua sikap ini.""Aku tidak tahu cara terbaik untuk bisa merebut hatimu Mbak," jawabnya pelan."Kamu tidak perlu bersusah payah karena aku belum membuka hati untuk siapapun Wira," ucapku dengan tetap menatap lekat padanya."Aku tahu kalau tidak denganku, Mbak Jannah pasti akan kembali lagi dengan dokter Rafiq, iya kan?" cecarnya sok tahu.Aku hanya tertawa getir mendengar ucapan

  • Tiba-Tiba Dimadu   aduh

    Ting tong ...Pagi pagi bel rumah sudah berdenting dan entah siapa berkunjung di pagi buta seperti ini. Sesaat aku sempat bertanya-tanya sekaligus kesal, denting yang terus menerus mengganggu telingaku."Siapa di luar?" tanyaku."Aku," jawab suara yang familiar kudengar itu."Kamu ngapain pagi-pagi gini, bahkan embun pun belum kering di pucuk daun," ujarku."Biarkan embun, yang penting aku menatapmu di awal hari sudah cukup membuatku seolah memiliki semua kebahagiaan.""Hentikan gombalan recehmu!" teriakku di pengeras suara yang tersambung ke gerbang."Jangan marah pagi-pagi aku datang ke sini membawa sesuatu untuk Raisa dan Rayan,". ujarnya santai."Tidak usah bawakan apapun anak-anakku baik-baik saja," jawabku ketus."Tapi Raisa menyukaiku kok. Buktinya ia senang menerima sepaket boneka LoL yang aku belikan," lanjutnya sambil tertawa kecil, " Raisa Sapa Bunda," suruhnya."Bunda ...." Tiba tiba suara anakku timbul dari depan gerbang sana."Raisa kamu ngapaian di gerbang pagi-pagi, k

  • Tiba-Tiba Dimadu   saingan

    "Ini makanan banyak banget siapa yang beli makanan sebanyak ini?""itu dari pemuda tampan yang pagi-pagi sudah datang ke sini dan membawa semobil makanan," jawab asistenku Rina."Apa? Siapa?""Teman Mbak, yang berondong itu lho," jawab Rina setengah berbisik."Ya ampun," desahku."Kenapa Mbak, kan bagus mbak dapat banyak perhatian," jawabnya sambil berkedip aneh."Ish ...mendapat perhatian dari orang yang kita suka itu bagus, tapi kalo gak suka, bikin ilfil kan?""Emangnya mbak sekarang lagi ilfil?" timpal Rudi supirku."Iya, karena aku gak mau didekati pria itu." Aku menghempas diri di sofa sambil melempar pandangan ke tumpukan kotak makanan di meja tamu.Kuhela napas berkali-kali untuk melegakan dadaku, namun kedua pegawaiku itu masih heran dengan sikapku itu. Mereka seperti menunggu adegan berikutnya."Apa lagi? Kenapa pada berdiri?""Makanan sebanyak itu Mbak Jannah bisa habiskan?""Siapa bilang aku akan memakannya?" jawabku sewot."Kasihan yang beli, Mbak," jawab Rina memelas."

DMCA.com Protection Status