Home / Romansa / Tiba-Tiba Dimadu / Drama Kesal dimulai

Share

Drama Kesal dimulai

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2021-08-17 14:24:39

Kuseret dia dan kutunjukkan semua gambar-gambar kami dan betapa kini semua keceriaan kami kini pudar oleh kedatangannya.

"Kau lihat itu, kau lihat semua photo-photo kami berbahagia dan kini kau hadir di sela-sela kebahagiaan itu, kau berpikir tidak," kataku padanya.

Raut wajahnya terlihat takut dan ia menatap Mas Ikbal dengan matanya mengembun, berharap jika suaminya akan menolongnya.

"Jannah, kumohon, ada apa denganmu? Ini masih pagi?" Sela Mas Ikbal.

"Yang Ada apa, adalah dengan kalian? Kenapa kalian harus mengumbar bulan madu kalian di rumah ini, masih banyak tempat lain kan? Di hotel, atau bahkan belikan saja dia rumah baru, kenapa harus di rumahku!" teriakku.

"Jannah! Ini rumah kita semua!"

"Oh ya, berarti kini tidak ada ruang lagi untuk diriku karena semuanya harus dibagi?! Betul begitu?" Aku menatapnya nanar dan kedua manusia di hadapanku ini terdiam.

"Apa ... Kenapa diam, apakah kurang penderitaan yang kalian berikan."

"Kami tidak berbuat apa-apa Jannah, bukankah aku sudah janji padamu," katanya dengan suara yang setengah ia pelankan sambil meraih lenganku. Kutepis cepat tangannya sambil memundurkan diri.

Sok suci.

"Omong kosong! Tidak mungkin! Mana aku tahu kalo kamu menyentuhnya atau tidak, Mas," teriakku.

Wanita yang kumaksud dalam ucapaanku sontak menggeleng cepat.

"Jangan bersandiwara, aku muak, dan ya, kau pikir setelah menikah dan jadi istri kedua kehidupanmu akan layak dan nyaman seperti ratu? Jangan mimpi,kalian berdua sudah membangunkan singa lapar!" Aku meradang bukan kepalang.

"Jannah ini bukan dirimu, istighfar jannah," kata Mas Ikbal sambil merangkul pundakku.

"Lepaskan! Kamu yang membuatku seperti ini, lagi pula ada pepatah yang mengatakan jika kau ingin melihat sisi lain seorang wanita, maka buat dia cemburu, dan kau sudah melakukannya, Mas."

"Bunda, Ayah mohon, lihat anak kita, kasihan dia, dia hanya melongo melihat orang tuanya ribut." Ia membujukku sambil meraih Raisa dari belakangku.

"Ini gara-gara kamu, Mas, aku benci kamu," kataku sambil merebut Raisa darinya dan membawanya keluar rumah.

Astagfirullah, pagi pagi mereka membuat diriku berdosa dengan marah dan berteriak-teriak, sungguh melihat kedua pasangan berbahagia itu membuat emosiku mendidih, cemburuku bergejolak dan rasa benciku semakin memuncak. Aku kehilangan kendali.

Kubawa Raisa keluar dari rumah yang penuh keributan itu, ke rumah tetangga dengan maksud mengantarnya bermain pada teman sebayanya.

"Mbak Jannah, ada apa sih, kok saya dengar ribut-ribut," kata Mbak Mira tetanggaku, putrinya memiliki anak sebaya dengan anakku.

"Gak apa-apa Mbak," kataku sambil menyeka air mataku yang meluncur tanpa mampu kutahan.

"Kalo ada masalah ngomong saja sama aku Mbak," katanya.

"Ga ada mbak, makasih ya, saya titip Raisa main sama mini," kataku berpura-pura.

"Kemarin saya lihat, pas jemur baju ada wanita cantik yang pakai baju pengantin? Itu siapa ya," lanjutnya.

Aku terdiam, aku tak tahu harus menjawab apa mungkin ia menangkap dari gesturku yang tidak nyaman, akhirnya dia berkata, "ya udah Mbak Jannah lanjut saja, nanti saya jaga Raisanya."

"Makasih Mbak."

*

Aku segera kembali ke rumah dan melanjutkan aksiku, membereskan rumah kuambil serbet dan sapu panjang untuk membersihkan langit-langit, suamiku yang tadinya duduk di meja makan bersama istrinya terlihat terkejut dan langsung bangun dari duduknya.

"Kamu gak pergi kerja, Mas."

"Aku gak nemuin baju," jawabnya.

"Subhanallah, baju pun harus dicarikan, apakah kini dua orang istri kurang melayanimu?'

"Bukan begitu Jannah, pakaianku ada di kamarmu semua." Ia memberi alasan sedang si wanita hanya berdiri menunduk sambil meremas jemarinya seperti biasa.

"Oh, aku lupa," kataku sinis.

Kuambil setengah dari isi lemari dan kuletakkan begitu saja di atas sofa ruang keluarga.

"Aku lupa bahwa kini pakaianmu pun harus dibagi dua, tidak hanya hatimu," kataku.

"Jannah kumohon ... aku mau berangkat kerja, mau mencari nafkah, jangan ada keributan lagi."

"Terserah kau saja." Aku mulai menjolok bingkai bingkai dengan sapu panjang, bingkai yang kudorong dengan sapu karena tempatnya tinggi akhirnya jatuh membentur lantai dan pecah berkeping keping, tak kusisakan semuanya hingga habis berjatuhan dan membuat ruang TV berantakan.

Mas Ikbal yang sedang mengenakan pakaiannya langsung berlari dan melihat kegiatanku di ruang keluarga ia terkesiap melihat semua bingkai di dinding sudah jatuh, patah, dan pecah berserakan.

"Jannah, apa ini?"

.

"Aku memindahkan dan akan kubuang semuanya, karena kurasa ini sudah tidak perlu."

"Kamu jangan membuatku marah, Jannah," ancamnya.

"Kamu yang sudah membuatku marah, Mas. Dan kini kamu mau menunjukkan dominasimu dalam rumah ini? Lalu wanita itu akan tertawa melihat kita bertengkar."

"Aku juga gak mau mbak Jannah dan mas Ikbal bertengkar, Itu bukan keinginanku, Mbak." Ia menimpali pembicaraan kami.

"Hei, Soraya, Sejak pagi hingga saat ini kegiatanku hanya berdiri dan berdiri saja, apa kau tidak ingin membereskan rumah? Kamu pikir aku pembantumu!"

.

"Cukup Jannah!" Mas Ikbal berteriak padaku.

Aku cukup terkesima melihat tingkahnya yang juga berubah, dulu suamiku amat lembut dan penuh kasih, kini ia sepertinya lebih condong pada istri mudanya.

"Jangan menguji kesabaranku, kalian istriku semuanya sama saja, sebagai istri tua harusnya kau memberi contoh, kita saling menghargai dan menjaga hati."

"Aku tertawa getir mendengarnya, "Apa? kini mas menceramahiku soal perkara menjaga hati orang lain, sedangkan Mas sendiri tidak menjaga perasaanku."

"Jannah, aku memilih Soraya sebagai adik madumu agar rumah kita menjadi 'jannah' yang sesungguhnya, surga untuk kita semua ...."

"Hentikan membicarakan surga, kalau mas sudah menghadirkan neraka. Kalian bahagia dan aku terluka."

"Aku melakukan sesuai aturan agama dan tidak melanggar, apa kamu yang ingin menentang syariat."

Prang!

Kutendang pigura yang ada di hadapanku hingga nyaris mengenai kakinya lalu beranjak menjauh, 

"Bicara tentang syariat, bicara tentang ilmu, namun, di atas semua itu, seharusnya Mas mendahulukan adab, Mas ingin menjalankan Sunnah namun lupa bahwa sunah pun punya tata cara agar semuanya bisa dijalani dengan ikhlas dan bernilai ibadah."

Aku mendengkus pada mas Ikbal lalu aku berkata pada wanita yang berdiri tak jauh dariku ini,

"Soraya bereskan semua itu, dan ya, karena aku sudah mengosongkan dindingnya baik aku atau kamu tak ada seorang pun yang boleh menggantung photo.

"Mengapa sulit sekali berbicara padamu Jannah?" kata Mas Ikbal sambil mengacak rambutnya.

"Bahkan Ali bin Abi Thalib.ra, dia tidak pernah berpoligami karena Fatimah Az-Zahra tidak ridho dan mengadu pada ayahnya, dan karena itu, demi menjaga hati istrinya ia tidak melakukan hal yang membuat Fatimah menderita." 

Suamiku mendengar itu hanya terdiam mungkin tercenung, sedangkan aku,

sambil berlalu kuambil semua buket bunga dan hiasan, serta lukisan yang bertema pemandangan indah, kutumpuk jadi satu lalu akan kuangkat ke gudang.

"Rumah ini sudah bukan lagi taman untukku jadi aku tak mau melihat ada bunga atau hiasan lagi, biarkan hanya dinding dan perabot saja. Dan ya, Soraya, aku tidak mau lagi melihatmu berkeliaran di waktu luangku, aku tak ingin terus menerus berdebat dengan mas Ikbal gara-gara kamu."

Kutinggalkan dua manusia tak tahu malu di hadapanku itu. Mungkin benar saat ini, reaksiku berlebihan, mungkin benar aku telah gila, mungkin benar aku berubah jahat, tapi sebelum menghakimi, cobalah rasakan jadi aku sehari saja, hanya sehari.

Rasakan semua luka dan sakit yang kian menusuk akibat kebohongan dan pengkhianatanya, kini ditambah lagi mereka tak segan-segan untuk memamerkan kebersamaan di depan matamu, apa yang akan kau lakukan.

.

Related chapters

  • Tiba-Tiba Dimadu   Kembali ke rumah ayah

    Mas Ikbal terlihat keluar dari pintu utama dengan setelan kemeja warna biru dasi hitam dan celana yang pas di badan dan membentuk tubuh atletisnya.Ia lalu mendekat pada Raisa mencium keningnya dan berpamitan padaku yang sedang berada di gazebo depan menikmati kolam ikan dan suara gemericik air mancur bersama Raisa."Mas berangkat dulu," ucapnya.Aku tak menggapinya dengan tindakan atau ucapan, tetap sibuk bersikap dingin sambil memberi makan ikan seolah tidak mendengar apapun."Jannah demi diriku, kumohon untuk tidak bertengkar lagi."Kuangkat pandanganku lalu kutatap ia dengan seksama menelisik semua hak yang ingin kutebak dari ucapan dan roman wajahnya."Aku akan tetap di sini hingga kau pulang agar kau bisa memastikan bahwa aku tidak bertemu atau bicara pada istri barumu, Mas.""Astagfirullah Jannah, bukan itu maksudku, aku hanya ....""Sudahlah, Mas mau berangka

    Last Updated : 2021-08-18
  • Tiba-Tiba Dimadu   Benci menjadi jadi

    Mas Ikbal terlihat keluar dari pintu utama dengan setelan kemeja warna biru dasi hitam dan celana yang pas di badan dan membentuk tubuh atletisnya.Ia lalu mendekat pada Raisa mencium keningnya dan berpamitan padaku yang sedang berada di gazebo depan menikmati kolam ikan dan suara gemericik air mancur bersama Raisa."Mas berangkat dulu," ucapnya.Aku tak menggapinya dengan tindakan atau ucapan, tetap sibuk bersikap dingin sambil memberi makan ikan seolah tidak mendengar apapun."Jannah demi diriku, kumohon untuk tidak bertengkar lagi."Kuangkat pandanganku lalu kutatap ia dengan seksama menelisik semua hak yang ingin kutebak dari ucapan dan roman wajahnya."Aku akan tetap di sini hingga kau pulang agar kau bisa memastikan bahwa aku tidak bertemu atau bicara pada istri barumu, Mas.""Astagfirullah Jannah, bukan itu maksudku, aku hanya ....""Sudahlah, Mas mau berangka

    Last Updated : 2021-08-18
  • Tiba-Tiba Dimadu   Saingan makanan

    Makanan sudah siap dan mengepulkan aroma yang begitu menggugah selera, di meja makan semuanya sudah tertata rapi, ada masakanku dengan cita rasa oriental dan masakan Soraya.Kuminta Raisa untuk memanggil ayahnya untuk makan, aku telah menunggu di meja."Ayo makan, Yah," terdengar Raisa menggandeng tangan ayahnya dan Mas Ikbal mengikutinya dengan senyuman"Banyak sekali ini makanannya," ucap Mas Ikbal."Ya, 'kan, ada dua tukang masak di rumah ini," balasku sambil menyendokkan nasi ke piringnya."Soraya mana, kenapa enggak dipanggil."Gubrak!Kulepas alat makan di meja makan dengan kasar, Mas ikbal terkesiap kemudian menatapku lama."Ada apa?""Aku tak pernah tak menghargai dan menghormatimu, Mas. Namun kau ingin mengumpulkanku dengan wanita itu satu meja, yang benar aja, Mas? Bahkan jika pun wanita i

    Last Updated : 2021-08-20
  • Tiba-Tiba Dimadu   Benda di kolong tempat tidur

    Bismillah.Jangan lupa tinggalkan votenya yang sayangku ❤️❤️❤️**Kurebahkan diri di pembaringan sunyi di mana dulu ada begitu banyak kehangatan cinta dan kasih sayang. Kupeluk diriku sendiri, meringkuk dalam dingin dan kesendirian, air mata ini meleleh lagi, mengingat betapa malangnya diri ini, aku sendiri di kamar ini an suamiku bersama istrinya di kamar tamu."Tuhan, sampai kapan ujian ini," gumamku sambil menyeka air mata.Kutarik selimut perlahan dan kubenamkan diriku di dalamnya, ada aroma suamiku yang tertinggal di bed cover ini sehingga kerinduan ini kian bertambah. Aku semakin terisak membayangkan suamiku memberi perlakuan romantis yang sama pada wanita lain, sungguh aku cemburu dan tidak terima.Tapi apa dayaku, Soraya istrinya, secara agama dia sah istrinya.Ada beragam pikiran yang saling bertentangan dalam otakku, beragam ide gila ya

    Last Updated : 2021-08-23
  • Tiba-Tiba Dimadu   Marah

    Kutinggalkan mereka dan berlari ke dapur, saat sampai di sana, mataku kembali terbelalak melihat dapur kesayanganku yang sudah sangat berantakan dan kotor. Meja makan penuh piring kotor bekas mereka sarapan subuh tadi, sebagian makanan tumpah tanpa di tutup dan mengundang lalat.Lantai dapur ditumpahi susu dan lengket di kakiku, entah siapa yang menumpahkannya, mengapa ia tak berinisiatif mengelapnya, lalu pintu kulkas tidak ditutup rapat, kuraba piranti di dalamnya sudah tidak dingin, mungkin sejak semalam kulkas ini dibiarkan seperti ini sehingga makanan mulai layu dan berbau.Lemari-lemari dapur terbuka begitu saja dan tidak ditutup kembali ketika mengambil piring, sedang ceruk wastafel di penuhi panci kotor hitam penuh celomok, komporku seperti kompor yang dimuntahi dan dibiarkan begitu saja sampai kering bekas makanan makanan yang meluber ke permukaan stainlessnya."Astagfirullah, sabarkanlah aku dengan emosi yang semakin memuncak ...." Aku berg

    Last Updated : 2021-08-25
  • Tiba-Tiba Dimadu   Drama bingung

    Siang hari ...Siang ini suamiku memutuskan tidak masuk kantor, ia menjaga Raisa dan juga membantu Soraya membereskan sisa kekacauan rumah, sedangan aku jatuh tak berdaya di pembaringan kamarku.Beberapa kali kudengar suamiku meminta pengertian pada Soraya agar dia menurut dan disiplin pada peraturan rumah ini, Mas ikbal juga memintanya untuk selalu menjaga kebersihan agar aku tak lagi marah."Hmm ... apakah tentang kebersihan saja wanita itu harus di briefing? Subhanallah."Berkali kali aku hanya mampu mengelus dada kesal."Bunda ...." Suamiku mengintipkan kepalanya dari balik pintu dan tersenyum manis sekali."Apa?" Jawabku lirih."Aku bikinin kamu bubur kesukaanmu, ya," tawarnya."Gak usah Mas," tolakku.Ia menghampiri dan membelai wajahku dengan perlahan. "Lihatlah pipimu s

    Last Updated : 2021-08-26
  • Tiba-Tiba Dimadu   Cemburu

    Lantunan adzan mengalun merdu membangunkanku, kusibak selimut yang menutupi tubuh lalu segera beranjak ke kamar mandi. Kutunaikan shalat dan menyempatkan membaca surah-surah Al-Qur'an hingga pagi beranjak terang.Ketika kurapikan sejadah kudengar suara orang tengah menggoreng sesuatu sambil membersihkan dapur jadi segera kuraih jilbab dan memakainya lalu menyusul ke dapur. Sampai di sana aku nyaris syok bukan main, dapurku mengepulkan asap yang luar biasa pekatnya serta Baugosong yang menguar ke seluruh ruangan."Apa ini?" kataku setengah menjerit.Sambil menghampiri kompor yang masih mengebulkan asap bahkan isinya juga mengobarkan api. Segera kumatikan dan kupindahkan wajannya Ke wastafel."Apa yang kau lakukan ?""Aku lagi goreng telur,Mbak," jawabnya lirih"Goreng telur gosong?!""Maaf mbak, aku tadi kelamaan," bisiknya."Kamu gak bisa masak? Bukannya kemarin kamu siapkan makan malam?"

    Last Updated : 2021-08-27
  • Tiba-Tiba Dimadu   Uang

    Siang ini Mas Ikbal menemuiku di halaman belakang, aku yang sedang menjahit pakaian untuk Raisa merasa heran dengan kedatangannya, kupikir ia belum pulang dari pekerjaannya dari raut wajahnya bisa kutangkap ia ingin mengatakan sesuatu yang penting."Boleh aku bicara?" ucap Mas Ikbal padaku."Ada apa Mas?""Tabunganmu masih ada, kan?""Ada, tapi kenapa Mas tanya tabunganku?" Hatiku mulai merasa tak nyaman."Mas boleh pinjam dulu, Bund ....""Buat apa, Mas?" Tanyaku yang melihat gesturnya yang sedikit gugup dan gelisah."Uhm ... Mas mau pinjam 15 juta, Bund," jawabnya.Aku terkesiap mendengar jumlah yang ia inginkan, untuk apa dia ingin meminjam uang yang telah kutabung selama beberapa tahun untuk sekolahnya Raisa nanti.Pekerjaannya sabagai staf di sebuah bank swasta membuat kami harus sering berhemat dan mengencangkan ikat pinggang. Memang gajinya tidak bisa kuk

    Last Updated : 2021-08-28

Latest chapter

  • Tiba-Tiba Dimadu   kabar buruk apa?

    "Kabar buruk apa?"tanyaku heran."Aku sudah berusaha untuk mengalihkan pikiran dan semua kerinduanku tapi tetap saja, perasaan bersalah dan rasa ingin memperbaiki keadaan timbul di dalam hatiku," ucapnya sambil memandang mataku dengan penuh makna."Aku tak paham ....""Aku masih berharap kita bersama lagi. Demi anak anak, demi aku, demi harapan yang pernah kita bangun.""apa kau lupa tentang perlakuanmu dan apa saja yang sudah terjadi dalam hidup kita masing masing.""Ya, aku bersalah menikahi angel secara diam diam, aku mengulangi kesalahan suamimu yang fatal. tapi ...""Sudah, jangan dilanjutkan," cegahku. "aku tak mau mengenang apapun tentang masa lalu.""Aku hampir kehilangan dirimu dan semangat hidupku saat kau bersama dengan wira. Tapi, setelah bertemu dengannya dan mengetahui hal sebenarnya harapanku tumbuh kembali. Aku harap kita bisa ....""apa?""rujuk lagi," jawabnya sambil menatap mataku."Jadi itu kabar buruknya?""ya, bahwa aku sulit move on dan hidup tanpamu. Maukah

  • Tiba-Tiba Dimadu   menerima

    "Sebaiknya segera tentukan pilihanmu Nak, Ibu juga tidak ingin kamu terus-menerus sendiri seperti itu, karena penilaian orang lain tentang status janda sangat merugikan posisimu," ujar Ibu ketika aku menelponnya."Iya Bu, aku tahu tapi aku belum menentukan pilihanku, aku belum siap untuk naik ke jenjang berikutnya.""Ada dua pria yang begitu tulus dan menyayangimu, Nduk, kamu tinggal memilihnya," ujar Ibu."Bagaimanapun itu adalah pilihan yang sulit, Bu," gumamku pelan."Raisa menyukai salah satu dari pria itu?" tanya Ibu lagi."Raisa ingin aku kembali kepada Mas Raffiq.""Bagaimana dengan perasaanmu sendiri?""Entahlah... masih bingung," jawab ku sambil menghela nafas pelan."Lalu apa yang terjadi tentang Soraya?""Dia masih ditahan di rumahnya, Bu, polisi belum memiliki cukup bukti untuk bisa menjebloskan dia ke penjaara.""Jelas-jelas dia yang menyerang wira dengan air keras," ujar Ibu sedikit ingin marah."Tapi keluarga dan pengacaranya memiliki pengaruh besar, Bu. Mereka mati-m

  • Tiba-Tiba Dimadu   pergilah

    "Jangan dipikirkan apa yang dikatakan Mama dia memang seperti itu," bisik Wira kepadaku ketika Mamanya ke kamar mandi."Aku tak mempermasalahkannya," jawabku pelan sambil menyuapinya."Mbak ... aku berterimakasih atas semua perhatianmu, tapi sebaiknya Mbak tidak usah menjengukku lagi." Aku mencoba menelisik maksud dari ucapannya, mengapa dia harus mengatakan hal semacam itu."Apa yang kau katakan, aku tidak mengerti," ujarku."Aku sudah ikhlas melepaskan Mbak Jannah dengan Mas Rafiq." Sorot matanya yang sendu membuatku terenyuh."Jangan melantur seperti ini sebaiknya kamu istirahat saja." Aku membenahi selimut yang menutupi tubuhnya."Aku sungguh-sungguh, Mbak. Aku sadar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Aku tahu, meski kita berteman tidak serta merta membuat hal itu menjadi cinta untukmu aku menyadari semua itu dan aku menyesali sikap bodohku untuk memaksakan dirimu menikahiku, Mbak," ujarnya sambil tersenyum getir."Tidak masalah aku memahami perasaanmu, aku bisa memaklumi sem

  • Tiba-Tiba Dimadu   Wira dan dia

    Sejujurnya aku lelah dengan semua ini, dengan takdir berliku liku yang mewarnai hidupku. Andai bisa, aku ingin lari dan mengamankan diri ini dari dunia yang begitu kejam.Baru saja aku dan kedua anakku mengecap ketenangan, dan menikmati hidup kami, kini ujian menghantam silih berganti, membuatku sangat ingin menyerah dari semua ini, andai aku bisa, sejenak lepas dari semua kesulitan yang membelit ini. Sungguh, aku letih.Masih segar dalam ingatan, bagaimana ketika Wira merintih di ranjangnya, sementara keluarganya terus mendesakku agar mau menerima lamaran bankir kaya itu, tiba-tiba Mas Rafiq datang dan berteriak dengan tatapan melotot penuh amarah bahwa dia menolak semua cara mereka menekanku untuk menikahi anggota keluarga mereka."Apakah musibah ini akan kalian gunakan untuk menekan Jannah?""Hei, apa maksudmu! Anakku terluka gara-gara dia, tidak tahu apa yang akan terjadi kepada putraku kedepannya, apakah dia masih seperti semula atau malah cacat," ujar Jeng Zahrina sambil terdu

  • Tiba-Tiba Dimadu   kantor polisi

    Aku kembali ke rumah dengan tubuh dan pikiran yang sudah lelah kubuka pintu utama lalu menuju kursi tamu meletakkan tasku lalu membaringkan diri dengan lunglai di sana.Pikiranku melayang pada rentetan kejadian yang begitu mengejutkan hari ini, setelah didesak untuk "mau menerima" mengambil hati Wira, akhirnya Jeng Zahrina mau tenang dan menguatkan hatinya untuk tidak menangis lagi.Besok mereka akan melakukan operasi untuk memperbaiki kulit punggung dan wajah Wira yang rusak akibat siraman air keras. Ah, kembali pikiranku melayang kepada mantan maduku itu, entah di mana dia berada dan apa yang sedang dia lakukan, kemungkinan saat ini dia sedang bersembunyi di suatu tempat atau mungkin juga duduk santai di rumah orang tuanya.Tring ... Ponsel berbunyi.Kuraih benda itu dengan setengah lesu lalu membaca nama siapa yang sedang menelpon, dan ternyata itu adalah Rina."Halo Rin ada kabar terbaru?""Laporan sudah kami selesaikan, besok polisi akan menuju tempat kejadian untuk mengamankan

  • Tiba-Tiba Dimadu   menanggung kemarahan

    Sesegera mungkin aku meluncur membawa wira ke rumah sakit bersama kedua asistenku, tak lupa aku hubungi nomor Mama Wira yang memang sudah tersimpan di ponselku karena dia adalah pelanggan tetap toko kami."Halo assalamualaikum Jeng Zahrina," sapaku."Waalaikumsalam ada apa kamu menelpon saya," tanya Nyonya Zahrina dengan nada sedikit tidak suka."Maaf karena aku harus memberitahukan hal penting, tapi mohon tenangkan diri Jeng ya," ujarku."Katakan saja apa yang sedang terjadi?""Tadinya Wira datang ke tokoku dan duduk sebentar lalu pergi, namun tak lama kemudian Soraya datang dan berniat menyiramkan air keras kepadaku, namun tanpa diduga-duga Wira datang lagi dan terkena siraman air keras," tuturku hati-hati."Apa?!""Iya, saat ini aku dalam perjalanan membawanya ke rumah sakit.""Kalo terjadi apa-apa dengan anak saya kamu harus bertanggung jawab." Ucapan Mama Wira membuat pikiranku kacau."Kemana kamu akan membawa anakku!" pekiknya lagi."Ke Rumah Sakit Budi Kusuma Jeng," jawabku.

  • Tiba-Tiba Dimadu   musibah apa ini

    *Pemuda itu, datang lagi ke toko sore menjelang aku menutup gerai pakaian dan barang milikku itu.Ia melangkah santai lalu menarik kursi yang ada di depan meja kerja dan mendudukkan dirinya sambil tersenyum."Mbak Jannah, belum mau pulang?" tanyanya."Belum, masih sibuk," jawabku."Uhm, aku akan menunggu,", jawabnya."Kau sadar apa yang kau lakukan sekarang?"tanyaku dengan tatapan tajam. "Aku sudah cukup memberimu ruang, Wira.""Apa maksudnya Mbak, Mbak terlihat marah," ucapnya pelan."Aku sudah cukup baik kepadamu dengan tidak bersikap kasar dan frontal, aku harap kau mengerti kalau aku tidak nyaman dengan semua sikap ini.""Aku tidak tahu cara terbaik untuk bisa merebut hatimu Mbak," jawabnya pelan."Kamu tidak perlu bersusah payah karena aku belum membuka hati untuk siapapun Wira," ucapku dengan tetap menatap lekat padanya."Aku tahu kalau tidak denganku, Mbak Jannah pasti akan kembali lagi dengan dokter Rafiq, iya kan?" cecarnya sok tahu.Aku hanya tertawa getir mendengar ucapan

  • Tiba-Tiba Dimadu   aduh

    Ting tong ...Pagi pagi bel rumah sudah berdenting dan entah siapa berkunjung di pagi buta seperti ini. Sesaat aku sempat bertanya-tanya sekaligus kesal, denting yang terus menerus mengganggu telingaku."Siapa di luar?" tanyaku."Aku," jawab suara yang familiar kudengar itu."Kamu ngapain pagi-pagi gini, bahkan embun pun belum kering di pucuk daun," ujarku."Biarkan embun, yang penting aku menatapmu di awal hari sudah cukup membuatku seolah memiliki semua kebahagiaan.""Hentikan gombalan recehmu!" teriakku di pengeras suara yang tersambung ke gerbang."Jangan marah pagi-pagi aku datang ke sini membawa sesuatu untuk Raisa dan Rayan,". ujarnya santai."Tidak usah bawakan apapun anak-anakku baik-baik saja," jawabku ketus."Tapi Raisa menyukaiku kok. Buktinya ia senang menerima sepaket boneka LoL yang aku belikan," lanjutnya sambil tertawa kecil, " Raisa Sapa Bunda," suruhnya."Bunda ...." Tiba tiba suara anakku timbul dari depan gerbang sana."Raisa kamu ngapaian di gerbang pagi-pagi, k

  • Tiba-Tiba Dimadu   saingan

    "Ini makanan banyak banget siapa yang beli makanan sebanyak ini?""itu dari pemuda tampan yang pagi-pagi sudah datang ke sini dan membawa semobil makanan," jawab asistenku Rina."Apa? Siapa?""Teman Mbak, yang berondong itu lho," jawab Rina setengah berbisik."Ya ampun," desahku."Kenapa Mbak, kan bagus mbak dapat banyak perhatian," jawabnya sambil berkedip aneh."Ish ...mendapat perhatian dari orang yang kita suka itu bagus, tapi kalo gak suka, bikin ilfil kan?""Emangnya mbak sekarang lagi ilfil?" timpal Rudi supirku."Iya, karena aku gak mau didekati pria itu." Aku menghempas diri di sofa sambil melempar pandangan ke tumpukan kotak makanan di meja tamu.Kuhela napas berkali-kali untuk melegakan dadaku, namun kedua pegawaiku itu masih heran dengan sikapku itu. Mereka seperti menunggu adegan berikutnya."Apa lagi? Kenapa pada berdiri?""Makanan sebanyak itu Mbak Jannah bisa habiskan?""Siapa bilang aku akan memakannya?" jawabku sewot."Kasihan yang beli, Mbak," jawab Rina memelas."

DMCA.com Protection Status