"Kurang ajar! Dia bahkan berani menemui kau seorang diri untuk adiknya," ucap Dominique menahan marah. Dia menggenggam tangannya begitu keras hingga memerah buku-buku jarinya.
"Lupakanlah itu, Dom! Yang terpenting sekarang kau tutup rapat masalah ini dan biarkan semuanya berlalu." Aubrey membuat permintaan kepada Dominique.Dia mencoba merayu sang suami agar menutup masalah ini. Aubrey hanya ingin hidup tenang tanpa ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Masalah Reno, dia juga pura-pura tidak mendengar dan mengetahuinya."Tapi ….""Tidak ada tapi. Turuti saja permintaanku, oke! Aku sudah berjanji padanya." Aubrey berbicara lagi sambil memohon."Kau yang berjanji, bukan aku," tolak Dominique."Dominique!" Aubrey menatap tajam ke arah suaminya itu."Oke, oke. Kali ini akan kumaafkan, tapi tidak ada untuk lain kali." Dominique mengalah.Aubrey tampak bahagia dan langsHelaan panjang terlepas dari mulut Aubrey begitu saja. Dia merutuki dirinya karena melupakan bahwasanya festival yang berlangsung hari ini di kota New Orleans akan makin ramai orang ketika malam menjelang. Festival Mardi Gras yang berlangsung setiap tahunnya di kota New Orleans itu selalu tampak meriah. Parade tersebut diramaikan oleh warga lokal dan turis yang ingin melihat kendaraan hias yang telah didesain seindah mungkin oleh para seniman. Kegiatan itu berlangsung dari hari Minggu sampai hari Rabu abu untuk menyambut masa prapaskah. Mardi Gras sendiri memiliki arti selasa gemuk – yang pada hari itu orang-orang merayakannya dengan makanan-makanan berlemak. “Aduh, salah jalan lagi. Seharusnya aku tidak mengambil jalan ini, begitu banyak orang. Bagaimana sepeda motorku ini bisa melalui kerumunan ini, ya?” Aubrey bergumam kepada dirinya sambil berpikir keras untuk memecahkan kerumunan atau balik arah mengambil jalan yang lain. “Hei,
Aubrey mengepal tangan kanannya, tampak kilatan kemarahan di kedua matanya. Dia pun langsung mendorong Tony ke arah Dominique. Reaksinya yang tiba-tiba, membuat Dominique terhuyung hendak jatuh ke belakang. Aubrey tampak tidak peduli, dia gegas mengambil kunci motor dan jaketnya untuk meninggalkan kafé tersebut. “Hei, Crazy girl. Aku belum selesai bicara, mau kemana kau, hah!” seru Cassandra berapi-api. Dominique yang melihat itu, langsung menghentikan Cassandra dan menyuruhnya untuk membantu dia memegangi tubuh Tony. “Ingat, Cass. Cukup satu Tony saja yang menggila, kau jangan ikut gila dengan membuat keributan.”“Aku akan mencari cara untuk mengeluarkan kita dari kerumunan parade di depan sana. Kau duduk di sini menjaga Tony sampai aku kembali, ingat jangan membuat kekacauan dan menambah pening kepalaku.” Tony memperingati Cassandra. Dominique bergegas meninggalkan kafe dan mencari cara agar mobilnya bisa diparkir di depan kafe
"Huft, akhirnya aku dapat merebahkan diri juga. Hari ini lelah sekali, ditambah lagi tadi ketemu wanita psycho."Setelah beberapa saat merebahkan diri dari penatnya, Aubrey kemudian gegas membersihkan dirinya yang tampak lengket karena penuh dengan keringat. Setelahnya dia mengganti pakaiannya dengan piama dan memutar lagu-lagu favorit dari telepon genggamnya. Lantunan lagu Kelly Clarkson yang berasal dari telepon genggam Aubrey mengisi seluruh ruangan kamar Hotel Bourbon Orleans tempat dia menginap. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar, dan seperti sebuah kaset film, dia mencoba mengingat semua kejadian-kejadian yang tadi dialaminya. Kamar yang terletak di lantai tiga dan menghadap sungai Mississippi itu adalah kamar khusus yang dibuat Abraham untuk Aubrey, jika dirinya sesekali berkunjung dan bosan dengan suasana mansionnya. Begitulah kehidupan Aubrey, penuh dengan fasilitas mewah. Hotel Bourbon Orleans yang terletak di Bo
Bab 4 Masa LaluMalam itu, dua puluh empat tahun silam. Edward dan Sarah kemalaman di jalan, sehabis menghadiri pesta keluarga Aston di kota Shreveport. Mereka memutuskan untuk pulang malam itu juga karena Sarah mengeluh tidak nyaman dan tidak bisa tidur di tempat asing. Entahlah, mungkin bawaan sang bayi. Biasanya Sarah di mana pun berada, langsung dapat beradaptasi.Edward tampak perlahan mengendarai mobilnya, mengingat kehamilan Sarah yang sudah menginjak delapan bulan. Namun, karena Sarah mengeluh kelelahan, Edward memecah jalanan Greenwood dengan menaikkan sedikit kecepatan mobilnya. Abraham yang berada di mansion, tampak gelisah pada malam itu. Entah kenapa ada perasaan tidak enak yang menghantui hati dan pikirannya. Apalagi, mengingat Edward -- anaknya bersama sang istri yang tengah hamil besar sudah larut malam tidak kunjung sampai di mansion. Abraham sempat melarang Edward untuk pulang malam itu juga saat Edward menelpon mengabarkan kep
Dominique telah selesai melakukan kegiatan mandinya. Dengan memakai kaos oblong dan celana jeans yang sengaja dia bawa dalam tasnya Dominique berdiri di depan kaca untuk merapikan penampilannya. Dia membiarkan rambutnya yang basah, kering begitu saja tanpa memakai minyak rambut. Sesekali dia mengusap dan mengacak rambutnya dengan jari. Gaya pakaian yang dipakainya membuat ketampanan Dominique tampak terlihat jelas. Cassandra yang melihat pemandangan indah di depan matanya itu, tentu saja tidak melewatkan kesempatan. "Dominique, kau terlihat sangat mengagumkan. Ah, seandainya saja kau menjadi milikku. Pasti aku menjadi wanita yang paling beruntung di Louisiana ini dan pastinya kau juga karena aku pasti akan memberikan segalanya untukmu." oceh Cassandra. Dominique yang mendengar ocehan Cassandra tidak menghiraukannya. Sudah sering dia mendengar rayuan maut yang dilontarkan Cassandra. Baginya, wanita yang dengan mudah memberikan tubuhnya sudah ba
Setelah berpisah dengan Dominique di depan lobi Hotel Bourbon Orleans. Tony menghampiri Cassandra dan menasihatinya. Cassandra tampak marah saat itu dan pergi meninggalkan Tony. Tony tampak pusing dengan sepupunya satu itu, keras kepala dan sulit untuk dinasihati. Dia menjadi tidak enak hati dengan Dominique, di satu sisi ada sepupunya dan di sisi lain sahabat dekatnya. Pada akhirnya, Tony memutuskan untuk kembali ke kamar. Dia terlihat menggerutu sepanjang jalan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pada saat akan menaiki lift, dia melihat Aubrey yang sedang berbincang dengan salah satu karyawan hotel -- karena terlihat dari seragam yang dipakai. Tony urung menaiki lift, setelah menunggu beberapa saat, dia pun menghampiri dan bertanya kepada karyawan tadi perihal siapakah gadis yang berbicara dengannya tadi. "Mmm. Rupanya wanita itu cucu pemilik hotel ini. Rasanya aku pernah melihat dia, sebelum tadi kejadian di depan toilet. Tapi di mana yah?"
Bab 7 Pendekatan"Selamat pagi Nona Aubrey, sarapan telah tersedia di meja makan, dan Tuan Abraham sudah menunggu anda di sana, silakan," ucap Eugene -- Butler di kediaman Aubrey sambil membungkukkan sedikit tubuhnya ke depan. Dengan berlari kecil Aubrey menuruni tangga sambil berbincang dengan Eugene. "Terima kasih, Eugene," balas Aubrey"Oh Kakek sudah pulang dari Shreveport?" tanya Aubrey, melanjutkan percakapannya."Sudah Nona, tadi malam, sekitar pukul 24.00," jawab Eugene. Aubrey pun segera melangkah ke ruang makan. Di sana terlihat Abraham sedang menikmati sarapan paginya, kemudian Aubrey pun ikut bergabung. Mereka tampak berbincang-bincang dan tertawa kecil membahas tentang hotel dan hal lainnya. Setelah selesai sarapan, Aubrey memutuskan untuk tetap di Mansion. Sedangkan Abraham pergi ke Bourbon Orleans untuk memeriksa keadaan hotel dan bertemu dengan Aaron karena hendak membahas sesuatu hal. Aubre
Range Rover Black memecah jalanan kota New Orleans. Dominique mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah menempuh hampir tiga puluh menit, dia pun sampai di mansion Tony Blair. Dengan gagahnya Dominique memasuki mansion milik Tony. Setelah melewati beberapa ruangan dan menyapa semua penghuni rumah, dia pun sampai di ruang kerja Tony. "Hai, Dom! Kau ke mana saja? Kemarin aku mencarimu, tetapi tidak ada yang tahu kau ke mana. Telepon genggammu juga tidak aktif. Jangan-jangan kau menyembunyikan sesuatu, ya, dariku," ucap Tony Menyelidik. Dominique hanya memutar bola mata malas dan menampilkan seringainya, kemudian terdengar helaan napas. Setelah dia mendudukan bokongnya dia atas sofa, Dominique merogoh kantong celana dan mengeluarkan telepon genggamnya. "Nih." Tony memberikan teleponnya kepada Tony. "What is this?" tanya Tony. "Telepon genggam," jawab Dominique dengan tingkah konyolnya. "Iya, aku tahu itu