Derap langkah kaki memenuhi seluruh ruangan lobi. Saat ini Abraham sedang mengunjungi hotelnya. Tampak Reno sudah menyambutnya di depan. Mereka berkeliling hotel, sebelum akhirnya mengadakan rapat. Rapat selesai setelah satu jam. Di dalam rapat tidak banyak yang dibahas, karena Bourbon Orleans Hotel memiliki performa yang bagus. Maka, hanya laporan bulanan dan mingguan saja yang dibahas. "Bagaimana Ren, kapan Tuan Aaron akan berkunjung?" tanya Abraham sambil menandatangani berkas. "Beliau akan datang pas makan siang Tuan. Katanya agar lebih rileks pembahasan yang akan diperbincangkan," jawab Reno. "Baiklah. Kau kembalilah bekerja."Setelah selesai memberi laporan, Reno kembali ke tempatnya dan menyelesaikan pekerjaannya. Hotel pada hari itu tampak biasa saja, tidak banyak yang berkunjung karena kebetulan saat itu adalah hari kerja. ***"Papi mau ketemu Tuan Abraham dari Bourbon Orleans Hotel?" tanya Bella.
Dua minggu setelah Festival Mardi Grass. Seperti biasa Aubrey hanya melakukan rutinitas sehari-hari dan hari ini Aubrey tampak bersiap untuk menuju galeri lukisnya. Dia mematut dirinya di depan cermin, dengan memakai kaus yang agak sedikit ketat dipasangkan dengan celana jeans model robek-robek tidak mengurangi kecantikan Aubrey. Hari ini dia tidak memakai si merah -- motor kesayangannya. Ford Mustang Convertible berwarna hitam pemberian Abraham di hati ulang tahunnya yang ke-23 melesat melewati jalanan New Orleans pagi itu. Aubrey membuka atap mobilnya dan membiarkan rambut ikal kecoklatannya berterbangan di tiup angin. Setelah melewati lima belas menit perjalanan dia pun sampai di depan galeri. Galeri Aubrey kebetulan sangat dekat dengan Bourbon Orleans Hotel, jadi Aubrey sesekali bertandang dan membantu di hotel bila urusan di galeri telah selesai. 'Kek, aku ada di galeri, ya. Nanti siang aku akan ke sana, kita makan siang bersama, ya!’ sap
Setelah menyelesaikan pekerjaan kantor, Dominique tergesa-gesa untuk pulang ke mansion. Perasaan gelisah tak menentu menyelubungi dirinya. Sesekali dia berteriak dan memukul-mukul setir mobil, sampai-sampai klaksonnya tidak sengaja terkena pukulan dan berbunyi. Tingkah lakunya membuat orang yang berkendara di sebelahnya menjadi terganggu. "Damn, perasaan apa sih, ini. Kenapa aku begitu kesal Tony dekat dengan wanita itu. Bukankah aku yang memberikan nomor telepon dan mengijinkan Tony untuk mendekatinya, tetapi kenapa perasaanku jadi tidak enak seperti ini. Apakah aku tertarik dengan wanita itu? Ah, tidak mungkin. She's not my type."Sepanjang perjalanan Dominique mengoceh tidak jelas seperti orang yang hilang akal. Range Rover Black miliknya dikemudikan dengan sangat cepat dan ugal-ugalan. Hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit saja dia sudah sampai di mansionnya. "Selamat sore, Tuan Muda," sapa pelayan di mansion Dominique. "Hmmm."
Dominique dan Tony sampai di Bayona terlebih dahulu. Mereka pun memutuskan memesan beberapa makanan favorit yang berada di restoran tersebut sambil menunggu kedatangan Aubrey. Tidak menunggu lama pesanan mereka pun tiba. "Kau tampaknya sudah sangat dekat dengan wanita itu," ucap Dominique. "Siapa, Aubrey?" tanya Tony. "Hmmm, siapa lagi." Dominique menjawab sambil mencicipi makanan yang ada di depannya. "Kenapa, kau cemburu? Sudah mau mengakui kalau sebenarnya kau juga suka dia," lanjut Tony. Dominique hanya diam dan pura-pura tidak mendengar ucapan Tony. Dia menyibukkan dirinya dengan memotong dan mengunyah makanan. "Sudahlah, lupakan saja. Anggap saja aku tidak pernah bertanya." Dominique akhirnya menimpali pertanyaan Tony. Tony tertawa kecil dan menggelengkan kepala melihat tingkah Dominique. 'Dasar munafik, untuk mengakui perasaannya saja susah sekali,' gumam Tony di dalam hati. Setelah beberapa saat
"Ayo ikut!" titah Tony sambil mencengkram tangan Cassandra. Tony menarik paksa pergelangan tangan Cassandra dan mengajaknya keluar dari Bayona. Meski Cassandra mengeluh kesakitan, tetapi Tony tidak peduli bahkan semakin kuat cengkraman nya. Setelah dirasa mendapatkan tempat yang pas untuk berbicara empat mata, dia pun mengempaskan tubuh Cassandra sambil melepaskan genggaman tangannya. Cassandra yang terlihat kesakitan, mengusap tangannya yang memerah karena bekas cengkraman begitu kuat oleh Tony. "Apa-apaan, sih, Ton. Kau gila, ya!" pekik Cassandra. "Hey, shut your mouth. Kau yang apa-apaan, selalu buat ulah kalau muncul." Tony mengangkat jarinya ke hadapan wajah Cassandra dengan menahan emosi. Cassandra yang melihat sepupunya tampak begitu marah, akhirnya memilih menutup mulutnya dan tidak berniat melanjutkan perdebatannya. "Listen to me, Cass. Jika kau membuat keributan lagi di dalam, aku tidak akan segan lagi.
Setelah berpisah dengan ketiga orang itu, Aubrey langsung pulang menuju Mansion. Dia bimbang akan perasaan hatinya. Di satu sisi ia sangat nyaman jika bersama Tony, tetapi jika bersama Dominique meski tidak berkata-kata ada rasa aneh yang menyelusup ke relung hatinya. Jantungnya berdebar tidak beraturan, ada rasa seperti menggelitik di seluruh tubuh. Apalagi, ketika mata mereka saling bertemu, rasanya ingin menyentuh setiap inci bagian dari wajah pria yang menari-nari di pelupuk matanya dan berkata 'betapa aku suka.'Aubrey merebahkan tubuhnya di kasur. Mengingat kejadian di Bayona tadi, membuat ia tersenyum. "Ternyata, wanita gila itu bukan kekasihnya. Ah, tampaknya aku masih memiliki kesempatan, tetapi sikapnya dingin sekali, apakah dia mau denganku? Sedangkan menanggapi wanita tadi saja seperti itu, datar dan kaku."Aubrey terus bermonolog dengan hati dan pikirannya. Sepanjang malam dia hanya berguling, tertawa sendiri, bahkan memaki dirinya
Setelah pertemuan dengan Aubrey dan mengantar koleganya, Dominique kembali ke perusahaan. Wajahnya yang selalu dihiasi aura dingin, pada hari itu semakin dingin. Pandangannya lurus ke depan, hentakan demi hentakan suara pantofelnya membuat yang mendengar menjadi ciut. Para karyawan saling berbisik dan bertanya-tanya, entah apa yang tengah terjadi pada bosnya itu. Raut wajahnya yang begitu menyeramkan semakin seram pada hari itu. Barisan karyawan yang sedang menuju area kantin dan berpapasan dengan Dominique hanya berani menundukkan kepala tanpa menyapa. Setelah Dominique menaiki lift, baru mereka dapat bernapas lega. Beberapa saat kemudian, Tony datang dengan wajah tampan nan ramah. Semua karyawan yang tadinya memiliki raut wajah tegang, berubah menjadi lebih santai dan tersenyum lebar. "Selamat siang, Tuan Tony," sapa beberapa karyawan. "Iya, selamat siang," balas Tony kembali dengan senyum. Para karyawan yang mendapat pe
Mereka pun sampai di depan mansion Dominique. Penjaga yang mengetahui mobil tuannya pulang langsung membukakan gerbang dan mempersilakan mereka masuk. Sang penjaga tampak keheranan karena baru kali ini tuannya membawa seorang wanita ke mansion. Ketika sampai di depan pintu utama, Aubrey turun dan memapah Dominique. Meskipun canggung, tetapi keduanya tampak senang dapat sedekat itu. Sesaat mata mereka bertemu, embusan napas masing-masing terasa hangat di wajah mereka. Jantung yang sudah diatur sedemikian rupa pun tak luput dari rasa bahagia. Pelayan keluarga Dominique yang mengetahui tuannya sudah pulang pun gegas menyambut kedatangan mereka. Ia terlihat tergopoh-gopoh menuju halaman depan. "Dominique sudah pulang, Bi?" tanya Bella yang melihat pelayannya terburu-buru menuju arah depan. "Sudah, Nyonya. Ini saya mau ke depan menyambutnya," jawab pelayan sambil membungkukkan badannya. "Baiklah, biar aku ikut ke depan bersamamu."