Bab 7 Pendekatan
"Selamat pagi Nona Aubrey, sarapan telah tersedia di meja makan, dan Tuan Abraham sudah menunggu anda di sana, silakan," ucap Eugene -- Butler di kediaman Aubrey sambil membungkukkan sedikit tubuhnya ke depan. Dengan berlari kecil Aubrey menuruni tangga sambil berbincang dengan Eugene. "Terima kasih, Eugene," balas Aubrey"Oh Kakek sudah pulang dari Shreveport?" tanya Aubrey, melanjutkan percakapannya."Sudah Nona, tadi malam, sekitar pukul 24.00," jawab Eugene. Aubrey pun segera melangkah ke ruang makan. Di sana terlihat Abraham sedang menikmati sarapan paginya, kemudian Aubrey pun ikut bergabung. Mereka tampak berbincang-bincang dan tertawa kecil membahas tentang hotel dan hal lainnya. Setelah selesai sarapan, Aubrey memutuskan untuk tetap di Mansion. Sedangkan Abraham pergi ke Bourbon Orleans untuk memeriksa keadaan hotel dan bertemu dengan Aaron karena hendak membahas sesuatu hal. Aubrey merebahkan tubuhnya di kasur. Sesekali dia bergerak ke kanan dan ke kiri. Kemudian memeriksa telepon genggamnya. Aubrey memicingkan mata, ketika dia melihat pesan pribadi dari aplikasi sosial medianya. 'Hai cantik, perkenalkan aku Tony. Kita pernah bertemu di festival Mardi Gras. Ya, meskipun pertemuan pertama kita tidak menyenangkan, tetapi aku akan memperbaikinya. Beri aku kesempatan, ya. Kita mulai dari awal,' pesan Tony. Aubrey tampak menimbang-nimbang pesan itu, kemudian mengingat-ingat kejadian di festival Mardi Gras. Setelah mengingatnya, dia tampak malas dan melempar telepon genggamnya ke sembarang kasur. 'Please, jawab ya pesanku ini. Give me a chance, okay.''Aku boleh menelponmu.'Rentetan pesan terus masuk di telepon genggam Aubrey. Dia hanya meliriknya dan enggan untuk memeriksa bahkan membacanya. Aubrey tampak mengumpat kesal karena telepon genggamnya terus berbunyi. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk menonton acara televisi dan menghabiskan hari dengan menonton beberapa film favoritnya. Tak terasa, dia sudah menonton selama berjam-jam dan sore sudah menjelang. "Ah, akhirnya telpon itu tidak berbunyi lagi. Dari mana orang gila itu tahu sosial mediaku, sedangkan aku saja tidak pernah menyebutkan namaku padanya," ucap Aubrey bermonolog. Saat Aubrey sedang berpikir bagaimana Tony bisa mengetahui akun sosial medianya, terdengar suara pintu kamar Aubrey diketuk. "Permisi, Nona. Ada seseorang yang mencari anda di bawah."Aubrey pun membukakan pintu dan bertanya kepada pelayannya siapa yang tengah mencarinya. Sedangkan selama hidup, dia tidak pernah bergaul pada siapa pun. Setelah mendengar jawaban dari pelayannya, Aubrey pun turun untuk melihat siapa tamu tersebut. Terlihat seorang pria gagah, tampak dengan tinggi dan berat badan yang ideal. Rambutnya disisir rapi dan menggunakan pakaian kasual menambah aura ketampanannya. Dia berdiri memperhatikan bunga yang begitu indah dan banyak macam jenisnya ditanam begitu rapi yang terletak di taman halaman depan mansion Aubrey. Sesekali terlihat dia menarik sudut bibirnya dan matahari sore itu juga mampu membuat pipinya yang putih terlihat merona. "Permisi, anda siapa, ya?" Aubrey melangkah dan mendekat ke arah pria itu. Seketika pria itu menoleh dengan senyum cerianya. Sontak Aubrey hendak ingin pergi, tetapi tangan sang pria menahan lengannya. "Jangan pergi, please. I just want to say sorry.""Lepaskan terlebih dahulu tanganmu."Aubrey pun mengajak pria itu duduk di sisi taman mansion dan berbincang di sana. Sesaat mereka tampak terdiam dan enggan memulai. "Cepatlah, kau ingin berbicara apa? Aku masih banyak yang harus kukerjakan. Selain itu bagaimana kau mengetahui tempat tinggalku?" tanya Aubrey menyelidik. "Seorang Calandre, tidak sulit bukan mencari tempat tinggalmu." Pria itu sambil tertawa. Aubrey pun terperangah mendengar ucapan pria tersebut. Dia bermonolog 'ternyata dia sudah mengetahui siapa aku, tapi dari mana?' "Perkenalkan, namaku Dominique Hameed. Aku ingin meminta maaf untuk kejadian beberapa saat lalu ketika di acara Mardi Gras dan di Bourbon Orleans.""Sudahlah, aku sudah melupakan kejadian itu," ucap Aubrey berbohong. "Lalu, kau mau memberitahukan namamu?""Bukankah kau sudah tahu.""Aku ingin kau yang memberitahu."Aubrey menghela napas. Dia tampak sedikit kesal, tidak pernah dia berbicara sebanyak ini kepada orang yang baru dia kenal. "Baiklah, namaku Aubrey Calandre. Puas.""Belum."Aubrey melotot ke arah Dominique dan tawa Dominique terlepas begitu saja dari mulutnya. Aubrey tampak kesal dan ingin beranjak pergi. "Tunggu. Oke, oke, aku tidak akan bercanda lagi. Kita belum berjabat tangan, hmmm." Dominique berbicara sambil mengulurkan tangannya. Dengan terpaksa akhirnya Aubrey menerima uluran tangan Dominique. "Baiklah, sekarang kita berteman 'kan? Langkah selanjutnya berikan nomor telepon genggammu."Akhirnya, mereka saling bertukar nomor. Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Dominique pun pamit dan pergi dari Mansion Aubrey. ***Tony tampak kesal karena pesannya tidak dibalas oleh Aubrey."Ah, mengapa dia tidak membalas pesanku. Aku harus mencari cara lainnya, bisa-bisa nanti aku keduluan Dominique lagi."'Halo, Antony cepat cari alamat mansion keluarga Calandre, kemudian beli buket bunga mawar dan kirimkan untuk nona muda pemilik kediaman tersebut!' perintah Tony menghubungi asistennya melalui telepon genggamnya. "Wait and see. Aubrey Calandre, suatu saat nanti pasti engkau akan jatuh cinta denganku."***Mentari sore kian terbenam. Aubrey dengan segala gundahnya memikirkan pertemuan dan perbincangannya dengan Dominique. Aubrey bergumam sambil menatap langit sore "ah, pria itu sepertinya baik. Perasaan apa ini, mengapa selalu bergetar tatkala aku mengingatnya."Range Rover Black memecah jalanan kota New Orleans. Dominique mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah menempuh hampir tiga puluh menit, dia pun sampai di mansion Tony Blair. Dengan gagahnya Dominique memasuki mansion milik Tony. Setelah melewati beberapa ruangan dan menyapa semua penghuni rumah, dia pun sampai di ruang kerja Tony. "Hai, Dom! Kau ke mana saja? Kemarin aku mencarimu, tetapi tidak ada yang tahu kau ke mana. Telepon genggammu juga tidak aktif. Jangan-jangan kau menyembunyikan sesuatu, ya, dariku," ucap Tony Menyelidik. Dominique hanya memutar bola mata malas dan menampilkan seringainya, kemudian terdengar helaan napas. Setelah dia mendudukan bokongnya dia atas sofa, Dominique merogoh kantong celana dan mengeluarkan telepon genggamnya. "Nih." Tony memberikan teleponnya kepada Tony. "What is this?" tanya Tony. "Telepon genggam," jawab Dominique dengan tingkah konyolnya. "Iya, aku tahu itu
Derap langkah kaki memenuhi seluruh ruangan lobi. Saat ini Abraham sedang mengunjungi hotelnya. Tampak Reno sudah menyambutnya di depan. Mereka berkeliling hotel, sebelum akhirnya mengadakan rapat. Rapat selesai setelah satu jam. Di dalam rapat tidak banyak yang dibahas, karena Bourbon Orleans Hotel memiliki performa yang bagus. Maka, hanya laporan bulanan dan mingguan saja yang dibahas. "Bagaimana Ren, kapan Tuan Aaron akan berkunjung?" tanya Abraham sambil menandatangani berkas. "Beliau akan datang pas makan siang Tuan. Katanya agar lebih rileks pembahasan yang akan diperbincangkan," jawab Reno. "Baiklah. Kau kembalilah bekerja."Setelah selesai memberi laporan, Reno kembali ke tempatnya dan menyelesaikan pekerjaannya. Hotel pada hari itu tampak biasa saja, tidak banyak yang berkunjung karena kebetulan saat itu adalah hari kerja. ***"Papi mau ketemu Tuan Abraham dari Bourbon Orleans Hotel?" tanya Bella.
Dua minggu setelah Festival Mardi Grass. Seperti biasa Aubrey hanya melakukan rutinitas sehari-hari dan hari ini Aubrey tampak bersiap untuk menuju galeri lukisnya. Dia mematut dirinya di depan cermin, dengan memakai kaus yang agak sedikit ketat dipasangkan dengan celana jeans model robek-robek tidak mengurangi kecantikan Aubrey. Hari ini dia tidak memakai si merah -- motor kesayangannya. Ford Mustang Convertible berwarna hitam pemberian Abraham di hati ulang tahunnya yang ke-23 melesat melewati jalanan New Orleans pagi itu. Aubrey membuka atap mobilnya dan membiarkan rambut ikal kecoklatannya berterbangan di tiup angin. Setelah melewati lima belas menit perjalanan dia pun sampai di depan galeri. Galeri Aubrey kebetulan sangat dekat dengan Bourbon Orleans Hotel, jadi Aubrey sesekali bertandang dan membantu di hotel bila urusan di galeri telah selesai. 'Kek, aku ada di galeri, ya. Nanti siang aku akan ke sana, kita makan siang bersama, ya!’ sap
Setelah menyelesaikan pekerjaan kantor, Dominique tergesa-gesa untuk pulang ke mansion. Perasaan gelisah tak menentu menyelubungi dirinya. Sesekali dia berteriak dan memukul-mukul setir mobil, sampai-sampai klaksonnya tidak sengaja terkena pukulan dan berbunyi. Tingkah lakunya membuat orang yang berkendara di sebelahnya menjadi terganggu. "Damn, perasaan apa sih, ini. Kenapa aku begitu kesal Tony dekat dengan wanita itu. Bukankah aku yang memberikan nomor telepon dan mengijinkan Tony untuk mendekatinya, tetapi kenapa perasaanku jadi tidak enak seperti ini. Apakah aku tertarik dengan wanita itu? Ah, tidak mungkin. She's not my type."Sepanjang perjalanan Dominique mengoceh tidak jelas seperti orang yang hilang akal. Range Rover Black miliknya dikemudikan dengan sangat cepat dan ugal-ugalan. Hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit saja dia sudah sampai di mansionnya. "Selamat sore, Tuan Muda," sapa pelayan di mansion Dominique. "Hmmm."
Dominique dan Tony sampai di Bayona terlebih dahulu. Mereka pun memutuskan memesan beberapa makanan favorit yang berada di restoran tersebut sambil menunggu kedatangan Aubrey. Tidak menunggu lama pesanan mereka pun tiba. "Kau tampaknya sudah sangat dekat dengan wanita itu," ucap Dominique. "Siapa, Aubrey?" tanya Tony. "Hmmm, siapa lagi." Dominique menjawab sambil mencicipi makanan yang ada di depannya. "Kenapa, kau cemburu? Sudah mau mengakui kalau sebenarnya kau juga suka dia," lanjut Tony. Dominique hanya diam dan pura-pura tidak mendengar ucapan Tony. Dia menyibukkan dirinya dengan memotong dan mengunyah makanan. "Sudahlah, lupakan saja. Anggap saja aku tidak pernah bertanya." Dominique akhirnya menimpali pertanyaan Tony. Tony tertawa kecil dan menggelengkan kepala melihat tingkah Dominique. 'Dasar munafik, untuk mengakui perasaannya saja susah sekali,' gumam Tony di dalam hati. Setelah beberapa saat
"Ayo ikut!" titah Tony sambil mencengkram tangan Cassandra. Tony menarik paksa pergelangan tangan Cassandra dan mengajaknya keluar dari Bayona. Meski Cassandra mengeluh kesakitan, tetapi Tony tidak peduli bahkan semakin kuat cengkraman nya. Setelah dirasa mendapatkan tempat yang pas untuk berbicara empat mata, dia pun mengempaskan tubuh Cassandra sambil melepaskan genggaman tangannya. Cassandra yang terlihat kesakitan, mengusap tangannya yang memerah karena bekas cengkraman begitu kuat oleh Tony. "Apa-apaan, sih, Ton. Kau gila, ya!" pekik Cassandra. "Hey, shut your mouth. Kau yang apa-apaan, selalu buat ulah kalau muncul." Tony mengangkat jarinya ke hadapan wajah Cassandra dengan menahan emosi. Cassandra yang melihat sepupunya tampak begitu marah, akhirnya memilih menutup mulutnya dan tidak berniat melanjutkan perdebatannya. "Listen to me, Cass. Jika kau membuat keributan lagi di dalam, aku tidak akan segan lagi.
Setelah berpisah dengan ketiga orang itu, Aubrey langsung pulang menuju Mansion. Dia bimbang akan perasaan hatinya. Di satu sisi ia sangat nyaman jika bersama Tony, tetapi jika bersama Dominique meski tidak berkata-kata ada rasa aneh yang menyelusup ke relung hatinya. Jantungnya berdebar tidak beraturan, ada rasa seperti menggelitik di seluruh tubuh. Apalagi, ketika mata mereka saling bertemu, rasanya ingin menyentuh setiap inci bagian dari wajah pria yang menari-nari di pelupuk matanya dan berkata 'betapa aku suka.'Aubrey merebahkan tubuhnya di kasur. Mengingat kejadian di Bayona tadi, membuat ia tersenyum. "Ternyata, wanita gila itu bukan kekasihnya. Ah, tampaknya aku masih memiliki kesempatan, tetapi sikapnya dingin sekali, apakah dia mau denganku? Sedangkan menanggapi wanita tadi saja seperti itu, datar dan kaku."Aubrey terus bermonolog dengan hati dan pikirannya. Sepanjang malam dia hanya berguling, tertawa sendiri, bahkan memaki dirinya
Setelah pertemuan dengan Aubrey dan mengantar koleganya, Dominique kembali ke perusahaan. Wajahnya yang selalu dihiasi aura dingin, pada hari itu semakin dingin. Pandangannya lurus ke depan, hentakan demi hentakan suara pantofelnya membuat yang mendengar menjadi ciut. Para karyawan saling berbisik dan bertanya-tanya, entah apa yang tengah terjadi pada bosnya itu. Raut wajahnya yang begitu menyeramkan semakin seram pada hari itu. Barisan karyawan yang sedang menuju area kantin dan berpapasan dengan Dominique hanya berani menundukkan kepala tanpa menyapa. Setelah Dominique menaiki lift, baru mereka dapat bernapas lega. Beberapa saat kemudian, Tony datang dengan wajah tampan nan ramah. Semua karyawan yang tadinya memiliki raut wajah tegang, berubah menjadi lebih santai dan tersenyum lebar. "Selamat siang, Tuan Tony," sapa beberapa karyawan. "Iya, selamat siang," balas Tony kembali dengan senyum. Para karyawan yang mendapat pe