Makhluk besar mengerikan muncul dari dalam kegelapan, menggeram marah, menggetarkan tanah. Makhluk itu berwarna hitam, besar melebihi Crystal Clear, wajahnya dipenuhi sisik dan bulu, kepalanya ditumbuhi tanduk, dua taringnya keluar dari bibirnya, matanya begitu gelap seperti lubang tiada akhir.
“Kau! Darah sipencuri, apa yang kau inginkan dariku?” seperti geramannya yang menggetarkan, suaranya bahkan jauh lebih mengerikan. William berdiri di hadapan sang monster, mahkota Raja Jupiter bersinar di kepalanya.
“Tunduklah kau kepadaku, wahai makhluk dari dunia kegelapan!”
“Hahaha! Kau darah sipencuri ingin aku tunduk padamu?! ha ha ha ha!” monster itu mendekat, menampilkan giginya yang besar di hadapan William. “Siapkan dirimu karena aku juga akan mengambil jiwamu!” seluruh tubuh sang makhluk mengeluarkan asap yang di sapu dengan angin. Bau tidak mengenakan mencuat dari tubuh makhluk itu.
“Aku telah membebaskanmu dari kurungan ini! Sebagai gantinya kau har
Amarah membuncah dari William. Sambil menggeram marah, dua mata berbeda warna bertemu. William mengangkat pedang yang bersarang pada tubuh sang makhluk, menghempaskannya ke arah Aret yang masih memeluk Magnify erat. Tangan lainnya yang tidak memeluk Ify terangkat menahan serangan William yang dikuasai oleh ketujuh elemen. Percikan muncul dari dua kekuatan yang bertemu. Sambil tetap mengeratkan dekapannya kepada tubuh yang lemah, Aret tetap bertahan. Seperti mendapat angin segar, senyum William membuncah ketika pelindung yang dibuat Aret retak, kemenangan telah ia dapatkan, sayangnya, ketika pelindung itu hancur di udara, kekuatan lain menahannya. Viernix menahan serangan William, dari belakang, kilatan petir menyambar, rantai gelap menahan pergelangan tangannya, bongkahan tanah yang berbaur dengan tanaman berduri menahan dan sapuan pisau angin menghantamnya dari atas. Viridy membawa Aret dan Magnify menjauh, matanya melirik Viernix dan juga Ventchi, dengan ge
Lima tahun kemudian. “Oh sial, aku gugup sekali. Apa aku terlihat aneh? Apa rambutku berantakan? oh sial, tanganku berkeringat.” di dalam ruangan yang telah di hias dengan warna putih beserta rangkaian-rangkaian bunga di setiap pilar dan dindingnya, seorang pria dengan setelan putih rapi tidak berhenti berputar-putar di depan cermin. Tiga pria yang juga berada di dalam ruangan itu memutar bola mata mereka secara bersamaan, sudah tidak peduli lagi memberikan kata-kata penenang untuknya. “Perutmu terlihat buncit. Kau pasti menikmati pekerjaan barumu, bukan?” “Hmm, ya. Hanya berhati-hati, jangan sampai kau terjatuh dihadapan semua orang.” Storain memandangi dua orang berwajah menyebalkan. Kenapa dia harus mempunyai teman seperti mereka? “Kau bercanda, aku tidak buncit.” “Jika kau tidak percaya, kau bisa bertanya kepada Gio.” pria perak yang tidak banyak bicara mengangguk sambil bergumam. Saat melihat Gio yang tidak pernah menggoda orang l
Di dalam ruangan yang tertutup, satu-satunya cahaya yang dapat menyinari seluruh ruangan itu adalah cahaya yang berasal dari sebuah jendela yang terbuka lebar di dinding yang gelap. Seorang wanita, berambut pirang bergelombang tengah duduk memasang raut wajah serius di belakang meja kerjanya. Matanya begitu fokus meneliti setiap kata demi kata yang tertulis di lembar kertas putih. Aloysia Bruna, mengangkat wajahnya lelah. Pekerjaan di balik meja menarik energinya jauh lebih banyak daripada perkerjaan lapangan yang sering ia lakukan. Terlalu serius menekuni pekerjaannya, Aloysia tidak sada jika matahari mulai turun. Ia menoleh ke balik jendela. Metal Land tidak pernah seterang ini sebelumnya. Kota yang berada di bawah pegunungan padang pasir yang dikelilingi dinding-dinding baja beserta bebatuan berat yang mengisolasi mereka dari dunia luar. Setidaknya, kali ini, Metal Land memiliki reputasi yang tidak lagi sama seperti sebelumnya. Dinding itu masih ad
Beribu tahun yang lalu, sebuah benda dari langit jatuh menghantam bumi. Benda langit itu bersinar sangat terang dan pecah menjadi tujuh warna dan masuk ke dalam tujuh manusia. Kemudian, manusia yang dirasuki oleh cahaya tersebut mendapatkan kemampuan luar biasa, salah satu dari mereka bisa mengendalikan air, lainnya api, udara, tanah, kayu, logam hingga petir. Masing-masing dari mereka membagikan kekuatan tersebut kepada orang lain, hingga lahirnya manusia sihir yang menyebut diri mereka sebagai Obscure. Para Obscure mulai mendominasi dunia dan menjadi hal yang wajar dengan kekuatan yang mereka miliki. Waktu berlalu, manusia-manusia yang dirasuki oleh cahaya akhirnya meninggal. Mereka meninggal tanpa meninggalkan apapun, seperti debu yang tertiup angin menghilang di udara. Tanpa meninggalkan apapun, kecuali tujuh kristal dengan tujuh warna yang berbeda. Hanya saja, kristal-kristal tersebut juga menghilang begitu saja di depan mata.
Tanpa terasa dua tahun telah berlalu. Aret masih melakukan kegiatan hariannya seperti biasa di yayasan, hampir semua buku telah ia baca, banyak pengetahuan lain yang ia dapatkan, namun tidak untuk informasi yang ingin ia ketahui. Salah satu informasi yang ia dapatkan selama dua tahun terakhir adalah, saat bibi Anna mengatakan bahwa para Obscure berelemen api yang tersisa di seluruh kerajaan adalah mereka yang berada di yayasan, tentu saja Aret tidak percaya, mungkin tidak ada lagi yang tersisaa di Fire Land, namun bisa saja mereka berada di wilayah lain, akan tetapi saat ia bertemu seorang pria tua yang tidak lagi bisa membaca mengatakan hal yang membuatnya tekejut. Tidak ada lagi Obscure api yang tersisa di seluruh kerajaan, di wilayah manapun, di kota manapun, hanya mereka, anak-anak di yayasan ataupun para orang dewasa yang mengawasi mereka. “Mereka meninggal satu persatu, saat orang tua mereka meninggal, anak-anak yang sebatang kara akan di bawa ke yayasan, setelah 14 tahun berla
Tubuhnya terasa ringan, sangat ringan. Tangannya menggenggam benda solid, menggenggamnya erat, begitu erat, mungkin jika benda itu melukainya, ia tidak akan sadar. Perasaan hangat memenuhi setiap tubuhnya, perasaan hangat nan nyaman, terasa familiar namun di saat bersamaan juga asing. Tubuhnya seperti melayang, tenggelam ke jurang tak berdasar.‘Aret..’ seseorang memanggil namanya, jauh, begitu jauh namun juga terdengar dekat. Samar namun begitu jelas.‘Aret..’ suara itu begitu pelan namun setiap katanya tertangkap sempurna, memanggil namanya.Kemudian kedua kelopaknya terbuka, menampilkan merah menyala yang perlahan padam, meninggalkan onyx gelap miliknya. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam orang berdiri di depannya. Wajah mereka tidak jelas karena cahaya yang bersinar terang di belakang mereka. Tangan mereka terangkat, seolah memintanya menggapai tangan-tangan itu.Tidak ada
“Kau adalah yang ke tujuh.” Itu adalah ucapan pertama Zander setelah tinggal mereka berdua di tempat itu. Meskipun sedikit, namun Aret merasa Zander cukup menakutkan. Ia mengenal tiga orang kaisar dan terlihat akrab dengan mereka, belum lagi kristal ruby yang kini tergantung di lehernya adalah milik Zander.Hal lain yang membuat Aret tidak nyaman dengan Zander adalah senyumnya, ia tersenyum saat marah pada Storain tempo hari. Ia tersenyum saat kesal, entah mana senyuman yang menunjukkan ia benar-benar senang.Aret menjawab pernyataan Zander dengan mengangkat alisnya pertanda bingung. Teh yang baru saja ia minum begitu nikmat dan memiliki aroma yang harum, kue yang di sajikan juga sangat nikmat, membuatnya malas untuk berbicara. “Kau adalah Kaisar Ruby ke tujuh.” ah selain rakyat tidak mengetahui ‘siapa’ sang kristal, mereka juga tidak mengetahui kapan sang kristal berganti. Aret pernah mendengar jika kaisar mereka sudah hidup selama
Ketika langit mulai menggelap, mereka kembali ke dalam. Magnify mengantarkannya kembali ke kamar dan berjanji akan menjemputnya saat makan malam. Aret menatap bayangannya di dalam cermin. Tangannya mengambil kristal merah yang tergantung di lehernya. Kristal itu tidak berhenti bercahaya. Aret kembali menghela nafas berat. Selesai mandi, Aret menemukan pakaian baru di atas kasur. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini pakaian yang diberikan terlihat lebih formal dari sebelumnya. Aret tidak bisa berhenti berdecak kagum ketika merasakan kelembutan kemeja yang ia gunakan, belum lagi ukurannya begitu pas dengan tubuhnya. “Aret, apa kau sudah selesai?” suara melengking Magnify terdengar dari balik pintu. Aret membuka pintu dan gadis itu memberinya dua jempol melihat panampilannya. “Hari ini kakek dan ayah tidak ada, jadi suasananya tidak akan secanggung dan kaku jika ada kakek.” Magnify bilang ia sedang membawa Aret ke acara makan malam keluarga yang khusus diadakan u