Share

7. She Is Mine

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Serta-merta Jelita menginjak kaki Zikri dengan keras, membuat lelaki itu melepaskan ciuman dari bibirnya.

Lalu dengan sekuat tenaga, ia juga langsung mendorong tubuh Zikri hingga lelaki itu jatuh terjengkang di atas lantai.

"AKU BENCI KAMU!!" Jelita menjerit sambil berurai air mata dan berlari keluar.

Zikri sialan!

Dia sudah mencuri first kiss yang ingin Jelita berikan pada lelaki yang disukainya. Ia ingin melakukan ciuman pertama dengan Kak Dexter!

Tapi si brengsek itu malah mengambil paksa momen yang paling ia tunggu dalam enam belas tahun hidupnya.

Ciuman dari seorang pangeran tampan yang baik hati, bukan dari musuh bebuyutan yang menyebalkan!!!

Jelita menepis kasar air mata yang luruh dengan punggung tangannya. Ia ingin sekali pergi sejauhnya dari sekolah ini, rasanya ia tidak ingin melihat wajah Zikri untuk selamanya!

Tapi... kemana ia harus pergi?

Rumah yang ia tahu adalah Panti Asuhan Cinta Kasih. Orang tua yang ia miliki adalah Bu Dira. Namun wanita itu telah mengusir Jelita dari satu-satunya rumah yang ia miliki.

Kak Dexter. Ya, ia akan pulang ke apartemen Kak Dexter. Jelita butuh pelukan hangat lelaki itu yang bisa membuatnya tenang.

Bruukk!!!

"Aaaww!!"

Karena pikirannya kusut dan tidak memperhatikan jalan, Jelita malah menabrak seseorang. Tubuh kecilnya pun terjatuh dan kaca matanya terlempar entah kemana.

Aargh! Kenapa sial sekali nasibnya hari ini sih?!

"Jelita?"

Sebuah suara yang familier membuat gadis itu mendongak ke arah sumber suara dengan memicingkan matanya. "Kevin?"

Kevin buru-buru menunduk untuk memungut kaca mata Jelita, membersihkannya sedikit dari tanah dan rumput, lalu langsung menyerahkannya kepada gadis itu.

"Terima kasih," ucap Jelita saat meraih kaca mata dan mengenakannya. Ia pun berdiri dengan bertumpu pada tangan Kevin yang terulur padanya.

"Kamu nangis?" Kevin terkejut setelah mengamati jejak air mata di pipi Jelita, yang serta-merta membuat tangannya mengepal kuat. Siapa sih yang sudah membuat Jelita menangis dan terlihat kacau seperti ini?

"Kenapa?" Dan Kevin pun akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa selain bertanya dengan nada yang dibuat sedatar mungkin.

Jelita mendesah pelan. Kepalanya terasa berdenyut dan berat akibat memikirkan nasibnya yang diusir dari panti, bibirnya masih panas dan bengkak akibat ciuman kasar dari Zikri. Dan ia masih jijik saat membayangkan lelaki itu yang memagutnya tanpa permisi.

"Vin, aku nggak mau sekolah hari ini," ucapnya tiba-tiba dengan ekspresi murung.

Dan Kevin paling tahu kalau Jelita menyukai sekolah, buku dan membaca. Jadi jika dia tiba-tiba ingin membolos, pasti sedang ada masalah yang berat melanda Jelita.

"Yuk bareng. Kamu mau kemana?" tanya Kevin tanpa berpikir.

Jelita tersenyum menatap sahabat terbaiknya ini. Kevin memang paling mengerti dirinya. "Ke tempat yang bisa menghilangkan stres. Tapi aku nggak tahu dimana."

"Beres. Serahkan saja padaku. Kamu tunggu aku di pertigaan dekat warung, ya. Aku coba bawa motor diem-diem dari parkiran dulu."

***

"Kevin, you are the best bestie ever!" seru Jelita girang saat mereka tiba di pantai. Jelita benar-benar tidak menyangka kalau sahabatnya itu membawa mereka ke sana.

Kevin tersenyum melihat wajah Jelita yang kini terlihat berseri-seri. Haha. Sebegitu cepatnya mood gadis itu berubah. Kevin memang selalu tahu apa yang bisa membuat Jelita bahagia.

Jelita berteriak dan menjauh saat Kevin menyiram tubuhnya dengan air asin pantai. Lalu ia pun balas dendam dengan menerjang tubuh Kevin hingga mereka berdua jatuh bergulingan di pasir pantai yang basah sambil tertawa lepas, tak peduli dengan seragam sekolah mereka yang jadi basah dan kotor.

Kevin bangkit untuk duduk bersila di atas pasir, sementara Jelita masih belum bergerak dari posisinya yang rebahan. Sejenak mereka sama-sama terdiam, menikmati suara debur ombak yang menenangkan dan air laut yang sesekali datang menyapa tubuh mereka.

"Aku diusir dari panti sama Bu Dira, Vin," ucap Jelita tiba-tiba.

Matanya masih tak lepas memandangi laut, sementara Kevin yang terkejut sontak menatap Jelita lekat-lekat, namun tak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya.

Kevin menunggu Jelita yang akan bercerita.

Karena Jelita sama sekali tak berkata apa pun setelah ia menunggu selama lima menit, akhirnya Kevin pun tak tahan untuk bertanya. "Terus, kamu tinggal dimana sekarang?"

Jelita menggigit bibirnya. Apa ia ceritakan saja semua soal Kak Dexter pada Kevin?

Memang selama ini tak pernah ada yang ia sembunyikan dari sahabatnya itu. Sampai-sampai jadwal PMS Jelita saja Kevin hapal.

Yap, se-cringe itu memang persahabatan mereka. Namun hanyan Kevin satu-satunya lelaki yang membuat Jelita nyaman.

Uhm, tapi sekarang Kevin bukan satu-satunya lagi sih. Kan ada Kak Dexter dengan pelukannya yang hangat itu juga membuat Jelita nyaman.

Jelita menggaruk dagunya yang tidak gatal dan memutuskan untuk menceritakan saja soal pacarnya kepada Devin.

Namun belum sempat Jelita membuka mulut, tiba-tiba terdengar suara menggelegar yang membuat mereka sangat kaget.

"JELITA!!"

Sontak kedua murid SMA itu pun menoleh pada suara bentakan yang menyebut nama Jelita.

"Kak Dexter?" ucap Jelita sambil membelalak tak percaya dengan penglihatannya. Kenapa dia bisa ada di sini?

Dexter mengatupkan rahangnya, menatap tajam pada Kevin yang terlihat bingung. Pria itu berjalan mendekati Jelita lalu menarik tangannya untuk berdiri.

"Kenapa kamu ada di sini? Nggak sekolah?"

Jelita tampak takut melihat sorot mata Dexter yang dingin terarah padanya. Gawat. Kak Dexter pasti sangat marah! "A-aku..."

"Maaf, Om siapa ya?" Kevin yang sudah ikut berdiri menatap Dexter dengan pandangan tidak suka yang kentara. Apalagi setelah melihat lelaki dewasa di depannya ini dengan seenaknya memegang tangan Jelita.

'Cih. Dia memanggilku "Om"?'

Dexter tersenyum samar, lalu mengalihkan tatapannya pada Jelita. "Sayang, apa kamu tidak ingin memperkenalkan aku?" Tanya Dexter yang sengaja memanggil Jelita dengan sebutan mesra untuk membuat lelaki itu kaget.

Jelita tersentak saat mendengar kata "Sayang" dari mulut Dexter. Seketika ia pun menggigit bibirnya malu, dan menatap Kevin yang terlihat shock.

"Uhm... Kevin, kenalkan... ini Kak Dexter. Pacarku," ucap Jelita. "Kak Dexter, ini Kevin. Sahabatku sejak SMP." Dan akhirnya tak ada yang bisa Jelita lakukan selain memperkenalkan dua orang lelaki yang saling melemparkan tatapan tajam itu.

Dexter memeluk bahu Jelita dengan posesif. "Halo, Kevin. Tolong lain kali jangan mengajaknya membolos. Kalian seharusnya berada di sekolah untuk belajar."

"Aku yang mengajaknya bolos Kak, bukan Kevin," sanggah Jelita. Namun beberapa saat kemudian dia menyesal karena melihat Dexter yang melotot padanya.

"Tidak. Aku yang mengajak Jelita untuk bolos. Aku hanya ingin menghiburnya saja," tukas Kevin santai, namun tak pelak membuat Dexter muak karena menyadari kalau Jelita dan si brengsek ini saling melindungi.

Dexter mendengus. "Baiklah. Kalau begitu ayo kita kembali ke sekolah," cetusnya sambil menarik tangan Jelita ke arah parkiran mobil.

"Kak... tunggu! Aku tidak ingin ke sekolah hari ini!" jerit Jelita sambil berusaha menahan Dexter yang terus menarik tubuhnya.

Ia tidak mau bertemu Zikri yang menyebalkan itu!

"Lepaskan Jelita!" Kevin menahan tangan Dexter yang masih menarik Jelita. "Om nggak denger? Dia bilang nggak mau ke sekolah!"

Dexter menepis tangan Kevin dan menatapnya penuh permusuhan. "Kamu itu cuma temannya, jadi jangan sok menggurui! She is mine, not yours!" bentak Dexter jengkel. "Jangan ikut campur!"

Kevin pun meradang. Emosinya begitu terpancing mendengar ucapan kepemilikan Dexter kepada Jelita, hingga membuatnya melayangkan pukulan ke wajah lelaki yang mengaku-ngaku kekasih sahabatnya itu.

Namun Dexter yang lebih dewasa dan familier dengan perkelahian pun dapat mengelak dengan mudahnya, lalu membalas dengan hantaman keras ke dagu Kevin yang membuat sahabat Jelita itu tersungkur di atas pasir pantai.

"HENTIKAN!!" jerit Jelita saat Dexter menarik kerah baju seragam Kevin, bermaksud untuk memukulnya sekali lagi.

Dexter yang terlalu kuat dengan tubuh tinggi serta otot-ototnya itu sama sekali bukan tandingan bagi Kevin!

Dexter berdecih dan melempar kerah baju Kevin yang tadi dia cengkram, membuat sahabat Jelita itu kembali terjatuh ke pasir lembab.

"Sekarang siapa yang akan kamu pilih, Jelita? Pacar, atau sahabat?" gertak Dexter dengan mata caramelnya yang berkilat-kilat.

"Pikirkan baik-baik, karena tidak akan ada kesempatan kedua untuk berpikir ulang," ucapnya sambil beranjak pergi.

Meninggalkan Jelita yang menatap punggungnya dengan penuh arti.

***

Related chapters

  • The Seductive Revenge   8. Punishments

    Jelita benar-benar pusing. Rasanya seperti masalah datang bertubi-tubi padanya. Belum selesai masalah Bu Dira yang mengusirnya dari Panti, Zikri yang menciumnya tanpa permisi, ditambah lagi sekarang pacar dan sahabatnya yang saling berseteru."Kamu nggak ngejar pacarmu yang tua itu?" sindir Kevin saat Jelita belum juga beranjak menyusul Dexter, gadis itu malah mengobati luka-luka di wajah Kevin akibat pukulan Dexter. Tadi ia berlari ke apotik terdekat untuk membeli obat-obatan, plester dan kapas. Mana mungkin ia setega itu membiarkan sahabatnya?Jelita mendengus kesal. "Kak Dexter nggak tua! Masih dua puluh satu tahun, kok!" sergahnya sambil menekan keras luka di bibir Kevin dengan sengaja."Aawww! Sakit, Nyet!!" gerutu Kevin sambil memelototi Jelita."Bodo!" balas Jelita sambil menjulurkan lidah. Siapa suruh menghina Kak Dexter! Kevin berdecih sebal. "Ngapain sih kamu pacaran sama Om-om? Kayak nggak ada cowok lain aja!" Jelita yang telah selesai mengobati luka di wajah Kevin pun

  • The Seductive Revenge   9. Dilemma

    "Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur. Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya. 'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan. Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang men

  • The Seductive Revenge   10. One Hot Night

    ~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.Tapi... ada yang aneh.Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya. Sakit. Perih. Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu. Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk

  • The Seductive Revenge   11. Smart Girl Gets Me

    "Saya Dexter Green, wali murid dari Jelita Kanaya." Dexter memperkenalkan diri pada Kepala Sekolah Jelita, yang langsung melotot menatap sosok rupawan dan famous di Indonesia itu. Siapa sih yang tidak kenal dengan Dexter Green? Wajahnya terlalu sering terpampang di televisi!"S-selamat datang, Tuan Dexter. Saya Riana, Kepala Sekolah Brentwood Highschool. Ini Pak Hendrik wali kelas Jelita, dan ini Bu Lena guru BP," sahutnya sambil memperkenalkan diri serta dua orang guru di situ. Lidah Riana mendadak kelu mendapati anak dari orang terkaya nomor satu di Indonesia berdiri langsung di depan matanya sendiri."Jadi, Anda adalah Kakak Asuh dari Jelita Kanaya?" Dexter mengangguk, lalu matanya menatap ke arah Jelita yang duduk di depan para guru dan Kepsek. Wajahnya terlihat pucat, mungkin karena kaget melihat Dexter yang tiba-tiba berada di sekolahnya. Tadi Jelita memang diam-diam mengadu kepada lelaki itu melalui pesan whatsapp tentang situasi di sekolahnya, dan meminta nasihat apa yang

  • The Seductive Revenge   12. Mom's Dearest Girlfriend

    Jelita terbangun dan mengerjap-kerjapkan matanya karena mendengar suara bisik-bisik pelan di dekat ranjang besar tempatnya tidur. "Sudah bangun?"Gadis itu menoleh ke sumber suara yang menegurnya lembut, suara Dexter. Namun matanya pun membelalak kaget saat melihat sosok wanita elegan berambut pirang yang sedang duduk di sofa di samping Dexter. Wanita itu menatap wajahnya lekat-lekat."Aaaaaaaarrgghh!!" jerit Jelita sambil kembali menarik selimut menutupi wajahnya. 'Si-siapa itu?? Siapa wanita berambut pirang yang duduk di sebelah Dexter??''Tunggu sebentar. Sepertinya aku mengenal wajahnya...'Jelita meneguk ludahnya dengan susah payah. Wanita cantik berambut pirang dengan warna lmata caramel itu adalah Heaven Green, ibu dari Dexter!!Jelita menatap tubuh polosnya yang tertutup selimut, dan mengerang dalam hati.'Ya Tuhan. Kenapa aku harus bertemu wanita itu di posisi seperti ini?? Aaarghhh... rasanya ia ingin sekali menghilang ditelan bumi!!!'"Mom, please... kasihan Jelita. Dia p

  • The Seductive Revenge   13. School Project

    Ketika Jelita mengira ia bisa selamat dari Zikri dan kelakuannya yang absurd itu, masalah baru pun datang. Bu Siska menugaskan siswanya membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang, untuk mengerjakan tugas Sosiologi dan untuk presentasi di depan kelas.Karena tidak ada yang mau menjadikan Jelita teman kelompok, maka mau tidak mau terpaksa ia pun menerima ajakan Zikri untuk bekerja sama, meskipun sebenarnya sangat enggan."Papaku punya cafe di daerah Kemang, kita kerjakan tugasnya di sana saja," Zikri mengusulkan pada Jelita yang sedang membereskan perlengkapan sekolahnya. Waktu sekolah telah usai dan para siswa berlarian keluar kelas untuk pulang.Jelita mendelik. "Mana ada ngerjain tugas di cafe? Nggak ah. Kita ke perpus aja," tolaknya sambil menarik risleting tas ranselnya. "Jangan di perpus, kita ke toko buku saja. Beli semua buku yang diperlukan, lalu mengerjakan tugas untuk presentasinya di coffeeshop di lantai dua." Jelita hendak memprotes, tapi Zikri keburu menarik tangan

  • The Seductive Revenge   14. Chit Chat With Mom

    "Manisnya."Heaven tidak bisa tidak mengakui hal itu saat menatap kedatangan Jelita dan Dexter yang baru saja turun dari mobil.Gadis belia itu masih mengenakan seragam SMA dan Heaven juga baru mengetahui ternyata ia memakai kaca mata berbingkai hitam yang membuatnya makin terlihat polos dan menggemaskan. Pantas saja anaknya sampai tergila-gila seperti itu. Namun wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah menginjak empat puluhan itu merasa was-was. Jelita masih terlalu belia. Ia masih sekolah! Apalagi Dexter bercerita bahwa dia yatim piatu yang bahkan dibuang dari panti asuhannya sendiri. Heaven sudah mewanti-wanti anaknya agar selalu berlaku lembut pada Jelita, karena ia sudah banyak menderita. Jangan sampai Dexter menambah panjang penderitaan gadis yatim-piatu yang pasti membutuhkan kasih sayang itu.Dan entah kenapa, Heaven menyukai gadis itu sejak pertama kali melihatnya tertidur di kamar Dexter. Wajahnya yang polos dan sikapnya yang malu-malu membuat wan

  • The Seductive Revenge   15. My Lovely Jelita

    *Happy reading*---Jelita sangat bahagia. Rasanya hatinya ingin meledak menjadi serpihan-serpihan yang berkerlap-kerlip dan bercahaya di udara. Ia masih tak percaya bahwa seorang Dexter Green ternyata akan bertunangan dengannya! Dirinya yang hanya seorang yatim piatu, yang bahkan telah dibuang oleh pengurus panti asuhannya sendiri, yang memiliki rasa insecure parah karena merasa tidak dicintai dan diinginkan oleh siapa pun. Namun sekarang ada seseorang yang seluarbiasa itu yang menginginkannya!Kebahagiaan yang dirasakan Jelita terasa tumpah-ruah, terlalu besar untuk ia tanggung sendiri. Sehingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbagi kebahagiaan ini dengan Kevin dan Kak Tania. Jelita memutuskan untuk lebih dulu menelepon Kak Tania. Ia sudah tak sabar untuk bercerita!"Halo, Kak. Ini Jelita. Apa kabar?""Jelita! Ya ampun, apa kabarmu? Aku baik-baik saja, cuma agak kesal aja karena sudah beberapa hari ini nggak punya teman ngobrol sejak kamu cuti kerja.""Jangan ngambek gitu do

Latest chapter

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

  • The Seductive Revenge   148. The Ultimate Rival

    Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau

  • The Seductive Revenge   147. The Law Of Sowing And Reaping

    Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan

  • The Seductive Revenge   146. The Salvation

    "DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf

DMCA.com Protection Status