Share

4. Be Mine

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kenapa Kak Dexter begitu baik padaku?"

Wajar kan jika Jelita bertanya seperti itu?

Maksudnya begini, mereka kan memang baru bertemu dua kali... namun dalam dua kali pertemuan singkat mereka, Jelita merasa sikap Dexter kepadanya sangatlah... aneh.

Uhm, koreksi. Bukan aneh sih... hanya saja tidak seperti dua orang asing yang baru dua kali bertemu.

Lihat saja, sekarang lelaki itu malah menyentuh lembut dagu Jelita dan memberikan tatapan teduh yang membuatnya jantungnya jumpalitan dan dadanya berdesir.

Jelita tidak mau ia jadi salah sangka. Ia takut berharap terlalu tinggi, karena Dexter Green tidak mungkin menyukai gadis polos dan miskin sepertinya.

Lagipula, jarak umur mereka terlalu jauh. Jelita masih enam belas tahun, sementara Dexter dua puluh satu tahun. Ia terlalu dewasa untuk Jelita yang masih remaja.

Tidak mungkin lelaki maha sempurna ini memiliki perasaan padanya.

Benar kan?

Namun ketika Dexter memberikan senyum memukaunya, seketika Jelita kembali terpana... dan berharap akan sesuatu yang tidak mungkin akan terjadi.

"I guess... I like you, Jelita. A lot," ucap Dexter dengan mata caramel indahnya yang menyorot lembut pada wajah Jelita.

Jelita mengerjap-kerjapkan matanya dari balik lensa, serta berusaha untuk bernapas normal saat seorang malaikat tampan mengatakan bahwa dia menyukai dirinya.

Dan sekarang gadis itu pun baru menyadari bahwa mukjizat itu ternyata nyata dan benar ada di dunia ini.

Jelita tertawa dengan canggung. "Sa-saya juga suka sama Kak Dexter. Uhm... Kakak baik sekali, sudah membelikan kue dan mentraktir makan... belum lagi membawakan oleh-oleh untuk adik-adik saya di panti..."

Sekarang Dexter yang malah terbahak, menampakkan gigi putih dan rapinya yang menawan. "Jelita, aku tahu kamu masih enam belas tahun, tapi kamu pasti tidak sepolos itu untuk mengartikan jenis rasa suka yang baru saja kuungkapkan kepadamu, kan?"

Jelita pun langsung tertunduk malu. Jadi... Kak Dexter benar-benar menyukainya sebagai seorang lelaki kepada perempuan?

"Tapi.. kenapa Kakak bisa suka padaku? Aku ini kan yatim-piatu, miskin, tidak cantik dan belum dewasa seperti teman-teman Kak Dexter yang lain." Akhirnya Jelita sanggup juga menyuarakan pertanyaan yang terasa mengganggu di benaknya.

"Jangan berkata begitu, Jelita. Aku sudah pernah bilang kalau kamu perfect, kan?"

Jelita hanya menanggapi ucapan Dexter dengan senyuman miris. Perfect? Perfect dimananya ya?? Kayaknya cowok ini perlu diperiksa lagi matanya deh!!

"Mau tahu rahasia? Aku sudah tertarik padamu sejak pertama kali melihat seorang gadis manis berkaca mata yang menunduk serius di atas buku tebalnya," bisik Dexter dengan senyum yang terpantul di dalam matanya.

Itu benar. Percuma saja Dexter berusaha berpura-pura menganggap Jelita adalah adiknya, jika perasaan tertarik ini terlalu besar untuk diabaikan begitu saja.

Kali ini ia hanya akan membiarkan semuanya mengalir, meskipun ia belum mendapatkan jawaban dari gadis itu. Namun Dexter yakin, Jelita pun pasti merasakan ketertarikan yang sama dengan dirinya.

Jelita menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah semerah tomat. Kalau saja ia bisa menghentikan waktu saat ini, pasti dia sudah meloncat-loncat kegirangan mendengar perkataan Dexter.

"Aw!!"

"Kamu kenapa?" tanya Dexter kaget saat mendengar jeritan tertahan yang keluar dari mulut gadis itu.

Jelita meringis sambil menunjukkan kulit tangannya yang memerah. "Tadi barusan nyubit tangan sendiri, cuma mau mastiin aja kalau ini bukan mimpi..." cengirnya polos.

Dexter sempat mematung selama sedetik, sebelum tawa lepas lolos dari mulutnya. Buru-buru ia berdiri dan pindah ke tempat duduk di samping Jelita yang membuat wajahnya terasa semakin panas karena kini posisi tubuh mereka yang sangat dekat.

"Siniin tangan kamu," tukasnya sambil menarik tangan Jelita yang tadi ia cubit sendiri. Dexter mengelus bagian kulit yang memerah itu sekilas sebelum kemudian menempelkan bibirnya dengan sangat lembut di sana.

"Daripada dicubit, lebih baik dicium. Sama-sama valid kan sebagai pembuktian?" Dexter masih mengelus kulit tangan Jelita sambil tersenyum pada gadis itu.

Jelita hanya bisa menelan ludahnya sendiri mendapatkan perlakuan manis dari lelaki itu. Rasanya merinding ketika merasakan elusan tangan Dexter yang terasa hangat di kulitnya.

Ia menunduk malu, lalu perlahan melepaskan tangannya dari Dexter.

"Udah nggak sakit lagi kok," ucapnya pelan.

Dexter tersenyum, menyadari bahwa yang ia hadapi ini adalah gadis berusia enam belas tahun yang masih sangat polos, bukan perempuan berpengalaman yang biasa ia temui.

Bahkan gombalan ringan seperti tadi bisa membuat Jelita sangat tersipu-sipu. Ya ampun, menggemaskan sekali.

"Yuk makan lagi," ajaknya, yang dibalas dengan anggukan Jelita.

Tapi Dexter tidak bisa fokus pada hidangan di depannya. Ia terlalu menyukai pemandangan di sampingnya saat ini, yaitu Jelita yang sedang melahap makanan dengan nikmat.

Seakan tersadar dengan tatapan Dexter yang sejak tadi terarah padanya, Jelita pun menoleh.

"Kakak kok nggak makan?" tanyanya heran. Ada begitu banyak makanan di meja, Jelita tidak akan sanggup jika menghabiskannya sendiri.

Dexter tersenyum dan menggeleng. "Nanti saja, aku lebih suka melihat bidadari daripada makan," godanya sambil nyengir.

Jelita pun tergelak mendengar Dexter yang masih saja menggombalinya. "Kaaaak!! Udah kek gombalnya! Nih, makan. Aaaaa..." Jelita menyorongkan sesendok spageti ke depan wajah Dexter, memaksanya untuk membuka mulut.

Dexter menangkap cepat tangan Jelita yang terulur kepadanya dan langsung mencium jemari lentik itu sebelum memasukkan sesendok spageti ke dalam mulutnya.

"Enak," ucapnya dengan mulut penuh dan senyum terkulum. "Suapin lagi, dong. Makanannya jadi enak kalau disuapin kamu..."

Gombal.

***

Jelita kini sudah kembali berada di dalam Maserati milik Dexter. Tadinya lelaki itu hendak mengajak Jelita jalan-jalan dulu sebelum pulang, namun gadis itu teringat pada Bu Dira yang akan marah jika ia pulang terlalu larut.

Mereka bersenda gurau selama di dalam perjalanan, bercerita apa saja, bahkan sama-sama menertawakan lelucon yang receh.

Jelita tidak pernah merasakan senyaman itu bersama seorang lelaki sebelumnya.

Uhm, sama Kevin juga nyaman sih. Tapi kan tidak ada rasa diantara mereka, meskipun Jelita tidak tahu kalau Kevin sebenarnya menyukainya.

Saking serunya mengobrol dan bercanda dengan Dexter, Jelita sampai lupa bahwa ia tidak seharusnya membiarkan mobil Dexter berhenti tepat depan pintu pagar Panti Asuhan karena Bu Dira akan sangat murka jika ia tahu Jelita habis kelayapan dengan seorang lelaki.

Sadar-sadar, mobil Dexter sudah berhenti di depan pagar panti!

Jelita celingukan, dan bernapas lega saat tidak melihat Bi Dira atau siapapun di depan rumah panti. Haaah... syukurlah.

"Kak, terima kasih banyak untuk hari ini dan traktirannya ya," tukas Jelita riang sambil mengangkat dan menunjukkan dua bungkusan paperbag yang berisi cheesecake dan makanan berat dari hotel tadi.

"Adik-adikku pasti senang sekali," tambahnya lagi dengan wajah yang ceria membayangkan adik-adik asuhnya yang pasti bahagia melihat makanan enak.

"Aku boleh turun, nggak? Mau menyapa ibu yang jagain Panti," pinta Dexter tiba-tiba, membuat Jelita terkejut mendengarnya.

"Ha? Mmm... jangan sekarang ya Kak? Bu Dira nggak suka kalau aku dekat dengan laki-laki..." ujar Jelita polos. "Sebenarnya Bu Dira juga nggak memperbolehkanku pacaran sebelum lulus sekolah."

"Oh ya?"

Jelita mengangguk pelan. "Tadi juga aku lupa bilang, seharusnya mobil Kakak jangan berhenti di sini tapi yang agak jauhan aja. Soalnya kalau Bu Dira lihat, beliau bisa marah besar," tukas Jelita sambil meringis takut..

Dulu Mbak Sesa, salah satu anak panti yang empat tahun usianya di atas Jelita pernah ketahuan pacaran dengan teman sekelasnya, dan ketahuan Bu Dira.

Mbak Sesa pun didiamkan oleh wanita itu hampir selama seminggu, hingga akhirnya Mbak Sesa menangis sambil bersimpuh di kaki wanita yang sudah membesarkannya itu. Barulah sejak itu Bu Dira agak luluh, meskipun sejak saat itu sikap Bu Dira terhadap Mbak Sesa agak berbeda dari sebelumnya.

Bu Dira seperti kurang peduli pada Mbak Sesa, hingga akhirnya kakak asuh Jelita itu pergi merantau untuk bekerja di Bandung setelah lulus sekolah.

"Kalau Bu Dira marah sama kamu, bilang aja sama aku. Nanti biar aku yang bicara dengan beliau," tukas Dexter santai.

"Oh iya, aku hampir lupa." Dexter mengambil sebuah paperbag kecil dan menyerahkannya pada Jelita. "Buat kamu," ucapnya sambil tersenyum.

Jelita terkesiap kaget saat melihat isi paperbag itu. Dexter memberinya sebuah ponsel keluaran terbaru yang harganya belasan juta!

"Kak? Ini..."

"Please jangan menolak, Jelita. Aku ingin agar kamu bisa menghubungi aku kapan pun, oke? Dan aku juga jadi nggak bingung dan kalang-kabut nyariin kamu seperti kemarin," sungut Dexter.

"Aku kaget banget waktu nanyain nomor ponsel kamu ke Tania. Dia bilang kamu nggak punya ponsel!"

Jelita tertawa pelan. Ia pernah menabung untuk beli ponsel beberapa bulan yang lalu, tapi terpaksa dijual lagi untuk keperluan adik-adik asuhnya di panti.

"Nomorku sudah ada di phonebook ya. Mulai sekarang, kita pacaran kan? Meskipun di depan Bu Dira bukan," goda Dexter sambil mencubit pipi Jelita gemas.

Jelita cemberut sambil mengusap-usap pipinya yang dicubit Dexter. "Ya udah Kak, aku pulang dulu ya. Bye." Jelita pun turun dari mobil Dexter dan melambaikan tangannya pada lelaki yang sekarang telah resmi menjadi pacarnya.

Namun manik bening gadis itu pun membulat, saat melihat Dexter yang malah ikut turun dari mobil dan malah menghampirinya.

"Kak? Ada apa~~"

Jelita terkesiap kaget saat merasakan satu tangannya ditarik, lalu sebuah kecupan sekilas pun mendarat di pipinya.

"Sampai ketemu besok," ucap Dexter sambil tertawa kecil melihat wajah merona Jelita yang polos. "Nanti malam aku telepon ya? Pastikan ponsel kamu menyala."

Jelita hanya bisa mengangguk kaku dengan satu tangannya memegangi pipi yang tadi dikecup oleh Dexter.

Baik Jelita maupun Dexter tidak sadar, bahwa ada sosok gelap yang dari tadi memperhatikan mereka berdua, serta bersiap untuk memberikan hukuman yang pantas untuk Jelita.

***

Hujan deras turun membasahi tubuh kecil itu yang belumur darah. Namun ia tak peduli lagi dengan rasa nyeri di tubuhnya, karena nyeri di hatinya yang jauh lebih mendominasi.

Gadis itu menyeret koper kecil berisi sedikit pakaian dan tas berisi buku pelajaran, dan ia terus berjalan menuju halte bis terdekat untuk berteduh. Bis terakhir telah lewat beberapa jam yang lalu, begitupun angkot terakhir.

Ia tak tahu mau kemana hendak pergi, karena tidak memiliki seorang pun untuk bersandar selain di panti.

Akhirnya dia sampai juga di halte. Gadis itu pun menghempaskan tubuhnya ke kursi besi yang keras, dan menumpahkan tangisnya di sana.

Setengah jam kemudian tangisnya pun mulai berhenti, diganti dengan lamunan dalam suara gemelatuk giginya karena menahan dingin.

Ia ingin ke rumah Kevin sahabatnya, tapi bingung mau naik apa karena jam segini sudah tak ada kendaraan umum yang lewat. Sedangkan naik taksi dia tidak punya uang.

Ke rumah Tania? Sayangnya dia juga tidak tahu alamatnya yang pasti.

Satu-satunya jalan adalah menghubungi Dexter.

Tapi... ia terlalu malu.

Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu jika ia tahu bahwa Jelita telah diusir dari panti.

Seketika gadis itu kembali terisak, saat mengingat ucapan Bu Dira yang menyakitkan hatinya.

Jelita tersentak saat tiba-tiba mendengar suara ponselnya berbunyi, dan makin terkesiap melihat sebuah nama yang tertera di sana.

"MY BLUEBERRY CHEESECAKE"??

Rasanya Jelita ingin menangis sekaligus tertawa.

Dexter sendiri yang memasukkan nomor dan namanya di ponsel untuk Jelita, dan dia benar-benar tidak menyangka kalau lelaki itu menamai dirinya sendiri seperti makanan kesukaan Jelita.

"Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?" Suara pria di balik sambungan telepon itu semakin membuat Jelita terisak dan air matanya kembali jatuh bercucuran.

"Kak Dexter... aku... diusir dari Panti..."

***

Bab terkait

  • The Seductive Revenge   5. Please Stay

    "Jelita? Kamu lagi di luar? Kok kedengeran suara hujan?"Dexter memang berniat menelepon Jelita sebelum ia tidur. Lelaki itu ingin mendengar suara lembut pacar kecilnya itu yang entah kenapa bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.Namun betapa kagetnya ia saat mendengar suara derai hujan yang begitu deras, seakan-akan Jelita sedang berada di luar rumah.Dan ia pun semakin kaget ketika mendengar suara isakan pelan dari arah seberang telepon, yang beradu diantara suara deru hujan yang jatuh dengan keras membasahi bumi."Jelita... kamu kenapa nangis? Ada apa?" "Kak... aku... diusir dari panti," ucap Jelita sambil terisak. Airmata yang tadi sempat terhenti tiba-tiba mengalir kembali saat ia mendengar suara Dexter, sederas air hujan di sekelilingnya.Dexter yang awalnya sedang berbaring santai di ranjang pun mendadak langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Diusir?" "Iya Kak...""Terus, sekarang kamu lagi dimana?""Aku di halte bis...""Ngapain di halte?"Jelita terdiam sesaa

  • The Seductive Revenge   6. I Am Your Home

    Dexter terbangun dari tidur lelapnya di kamar tamu dengan perasaan bingung.Sambil mengerjap-kerjapkan matanya yang silau karena lampu kamar yang lupa ia matikan sepanjang malam, otaknya pun mulai berpikir.'Tunggu sebentar, kenapa aku malah tidur dikamar tamu alih-alih di kamarku ya?''Oh iya. Ada Jelita.'Saat ia mengingat satu persatu tentang peristiwa semalam, Dexter pun baru menyadari bahwa ada sesuatu yang terasa mengganjal di pinggangnya. Mata caramel pria itu sontak membelalak kaget, saat melihat tangan satu halus yang memeluk pinggangnya dari belakang. Oh... My... God...Dexter menelan ludah dengan susah payah, ketika akhirnya baru menyadari bahwa bukan hanya ada tangan berkulit putih yang melingkari pinggangnya, namun juga ada tubuh hangat dan lembut yang sedang menempel di punggungnya saat ini.Seketika jantung pria itu mulai berdegup dengan keras dan napasnya mulai memburu. 'Shit!! Apa yang Jelita lakukan di sini??'Dexter ingat sekali kalau semalam ia membiarkan Jelita

  • The Seductive Revenge   7. She Is Mine

    Serta-merta Jelita menginjak kaki Zikri dengan keras, membuat lelaki itu melepaskan ciuman dari bibirnya.Lalu dengan sekuat tenaga, ia juga langsung mendorong tubuh Zikri hingga lelaki itu jatuh terjengkang di atas lantai."AKU BENCI KAMU!!" Jelita menjerit sambil berurai air mata dan berlari keluar. Zikri sialan! Dia sudah mencuri first kiss yang ingin Jelita berikan pada lelaki yang disukainya. Ia ingin melakukan ciuman pertama dengan Kak Dexter!Tapi si brengsek itu malah mengambil paksa momen yang paling ia tunggu dalam enam belas tahun hidupnya. Ciuman dari seorang pangeran tampan yang baik hati, bukan dari musuh bebuyutan yang menyebalkan!!!Jelita menepis kasar air mata yang luruh dengan punggung tangannya. Ia ingin sekali pergi sejauhnya dari sekolah ini, rasanya ia tidak ingin melihat wajah Zikri untuk selamanya! Tapi... kemana ia harus pergi?Rumah yang ia tahu adalah Panti Asuhan Cinta Kasih. Orang tua yang ia miliki adalah Bu Dira. Namun wanita itu telah mengusir Jeli

  • The Seductive Revenge   8. Punishments

    Jelita benar-benar pusing. Rasanya seperti masalah datang bertubi-tubi padanya. Belum selesai masalah Bu Dira yang mengusirnya dari Panti, Zikri yang menciumnya tanpa permisi, ditambah lagi sekarang pacar dan sahabatnya yang saling berseteru."Kamu nggak ngejar pacarmu yang tua itu?" sindir Kevin saat Jelita belum juga beranjak menyusul Dexter, gadis itu malah mengobati luka-luka di wajah Kevin akibat pukulan Dexter. Tadi ia berlari ke apotik terdekat untuk membeli obat-obatan, plester dan kapas. Mana mungkin ia setega itu membiarkan sahabatnya?Jelita mendengus kesal. "Kak Dexter nggak tua! Masih dua puluh satu tahun, kok!" sergahnya sambil menekan keras luka di bibir Kevin dengan sengaja."Aawww! Sakit, Nyet!!" gerutu Kevin sambil memelototi Jelita."Bodo!" balas Jelita sambil menjulurkan lidah. Siapa suruh menghina Kak Dexter! Kevin berdecih sebal. "Ngapain sih kamu pacaran sama Om-om? Kayak nggak ada cowok lain aja!" Jelita yang telah selesai mengobati luka di wajah Kevin pun

  • The Seductive Revenge   9. Dilemma

    "Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur. Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya. 'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan. Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang men

  • The Seductive Revenge   10. One Hot Night

    ~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.Tapi... ada yang aneh.Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya. Sakit. Perih. Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu. Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk

  • The Seductive Revenge   11. Smart Girl Gets Me

    "Saya Dexter Green, wali murid dari Jelita Kanaya." Dexter memperkenalkan diri pada Kepala Sekolah Jelita, yang langsung melotot menatap sosok rupawan dan famous di Indonesia itu. Siapa sih yang tidak kenal dengan Dexter Green? Wajahnya terlalu sering terpampang di televisi!"S-selamat datang, Tuan Dexter. Saya Riana, Kepala Sekolah Brentwood Highschool. Ini Pak Hendrik wali kelas Jelita, dan ini Bu Lena guru BP," sahutnya sambil memperkenalkan diri serta dua orang guru di situ. Lidah Riana mendadak kelu mendapati anak dari orang terkaya nomor satu di Indonesia berdiri langsung di depan matanya sendiri."Jadi, Anda adalah Kakak Asuh dari Jelita Kanaya?" Dexter mengangguk, lalu matanya menatap ke arah Jelita yang duduk di depan para guru dan Kepsek. Wajahnya terlihat pucat, mungkin karena kaget melihat Dexter yang tiba-tiba berada di sekolahnya. Tadi Jelita memang diam-diam mengadu kepada lelaki itu melalui pesan whatsapp tentang situasi di sekolahnya, dan meminta nasihat apa yang

  • The Seductive Revenge   12. Mom's Dearest Girlfriend

    Jelita terbangun dan mengerjap-kerjapkan matanya karena mendengar suara bisik-bisik pelan di dekat ranjang besar tempatnya tidur. "Sudah bangun?"Gadis itu menoleh ke sumber suara yang menegurnya lembut, suara Dexter. Namun matanya pun membelalak kaget saat melihat sosok wanita elegan berambut pirang yang sedang duduk di sofa di samping Dexter. Wanita itu menatap wajahnya lekat-lekat."Aaaaaaaarrgghh!!" jerit Jelita sambil kembali menarik selimut menutupi wajahnya. 'Si-siapa itu?? Siapa wanita berambut pirang yang duduk di sebelah Dexter??''Tunggu sebentar. Sepertinya aku mengenal wajahnya...'Jelita meneguk ludahnya dengan susah payah. Wanita cantik berambut pirang dengan warna lmata caramel itu adalah Heaven Green, ibu dari Dexter!!Jelita menatap tubuh polosnya yang tertutup selimut, dan mengerang dalam hati.'Ya Tuhan. Kenapa aku harus bertemu wanita itu di posisi seperti ini?? Aaarghhh... rasanya ia ingin sekali menghilang ditelan bumi!!!'"Mom, please... kasihan Jelita. Dia p

Bab terbaru

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

  • The Seductive Revenge   148. The Ultimate Rival

    Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau

  • The Seductive Revenge   147. The Law Of Sowing And Reaping

    Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan

  • The Seductive Revenge   146. The Salvation

    "DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf

DMCA.com Protection Status