Deon memperhatikan wajah wanita yang beberapa waktu lalu menabraknya itu. Dia masih tidak menyangka akan mengira wanita itu sebagai sosok yang ada di bayangan masa lalunya.
“Lupakan yang barusan terjadi,” ucap Deon setelah mempersiapkan dirinya beberapa menit untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan itu.
Wanita yang duduk dengan anggun di sofa yang tak jauh dari meja kerja Deon tersenyum miring mendengar Deon berkata seperti itu.
“Anda pikir saya akan melakukan apa? Saya tidak akan melakukan hal-hal yang akan mempersulit pekerjaan saya,” jawab wanita itu dengan tegasnya.
“Baiklah kalau kamu berkata seperti itu,” jawab Deon dengan santainya sambil berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati wanita itu.
“Tapi ngomong-ngomong.” Deon meletakan salah satu tangannya di punggung sofa yang berada di belakang pundak wanita itu. “Apa kamu benar-benar bukan dia? Aku melihat ada begitu banyak kemiripan diantara kalian,” sambung Deon sambil menatap mata wanita itu dengan tajam.
Wanita itu kembali menyunggingkan senyuman khasnya lalu menjawab,
“Apa dia wanita yang begitu berharga sampai seorang Ceo CA Entertainment menatap saya seperti sedang kerasukan? Berapa kali saya harus mengatakannya? Saya bukanlah wanita yang Anda maksudkan itu.”
Deon masih terdiam dan menatap wanita yang duduk di depannya itu dengan dalam. Deon berusaha mencari setitik keraguan dari apa yang diucapkan wanita itu tapi sayangnya Deon tidak menemukan apa yang dia inginkan. Wanita itu menyampaikan jawabannya tanpa ada keraguan sedikit pun.
“Baiklah. Sepertinya kali ini saya benar-benar sudah lancang, maafkan saya,” ucap Deon yang merubah cara bicaranya dengan menggunakan bahasa yang formal lalu beranjak dari posisi yang membuat jantungnya berdegub lumayan kencang itu.
Greb! Wanita itu menarik tangan Deon yang sudah mengeluarkan dirinya dari posisi yang terpaksa Deon tempati hanya untuk memastikan apa yang ada di dalam kepalanya.
Deon menoleh ke belakang dan melihat wanita itu menatapnya dengan dalam dengan senyuman yang licik.
“Sepertinya Anda tertarik pada saya. Bukankah begitu Pak Deon?” tanya wanita itu dengan beraninya.
Deon mendesah dengan cukup kencang lalu menarik garis tawa yang tak biasa di wajahnya.
“Benarkah?” sahut Deon menaikkan salah satu alisnya.
“Apa menurut Anda, saya akan tergoda dengan wanita yang berkecimuk di dunia yang tidak sehat seperti Anda? Saya lebih tahu dari pada siapa pun akan kehidupan macam apa yang Anda jalani untuk sampai di posisi Anda sekarang. Anda tidak lebih dari sekedar wanita penghibur di mata saya,” sambung Deon dengan jurus menjawabnya yang kasar.
Wanita itu melepaskan tangan Deon dengan senyuman di wajahnya lalu berdiri dan menjawab,
“Meski pun Anda tahu segala seluk beluk dunia yang saya tempati ini tapi bukan berarti Anda berhak untuk menghakimi kehidupan saya dan menilai saya semau Anda. Saya permisi dulu.”
Setelah berkata seperti itu wanita yang belum memperkenalkan dirinya itu pergi meninggalkan ruangan Deon.
Deon hanya berdiri di tempatnya mengucapkan kalimat yang sudah terbiasa dia ucapkan itu, tapi meski sudah terbiasa mengucapkan kalimat kasar seperti yang dia katakan pada wanita itu, entah mengapa dada Deon terasa sesak seperti sedang menyesali apa yang dia katakan.
Deon memegangi dadanya yang terasa sesak itu sambil berusaha mengatur napasnya untuk memulihkan perasaannya yang tiba-tiba kacau itu.
“Pak?” Calisa memanggil Deon yang tidak biasa berdiri di ruangan kerjanya seorang diri itu.
Deon membalikkan badannya setelah mengatur ekspresi wajahnya seperti biasa lalu mengulurkan tangannya meminta dokumen yang dia minta sebelumnya.
Calisa memberikan dokumen yang diminta Deon dengan segudang pertanyaan di kepalanya.
“Apa ini dokumen yang harus aku tangani secepatnya?” tanya Deon sambil berjalan menuju kursi kerjanya diikuti oleh Calisa di belakangnya.
“Iya Pak dan salah satu dokumen yang harus Bapak tangani berkaitan dengan kontrak baru dengan agensi ternama yaitu SA atau Shine Agensi. Sebelumnya perusahaan kita pernah bekerja sama dengan SA dan sekarang mereka ingin memperpanjang kontrak kerja sama dengan perusahaan kita,” jawab Calisa dengan menjelaskan dengan singkat salah satu dokumen penting yang harus segera Deon urus.
Deon hanya menganggukkan kepalanya dan mulai membaca dengan seksama setiap lembar dokumen yang sudah ada di meja kerjanya.
“Ini data-data yang harus Bapak lihat juga, mereka adalah aktris, aktor dan para model yang tahun ini akan debut di SA. Beberapa dari mereka adalah traini lama dari SA yang sudah debut sebagai model atau aktris dan aktor saja dan mereka sedang berusaha untuk menyeberang ke dunia yang berbeda, salah satunya model ternama Alexa. Di tahun ini, dia sedang berusaha mendapatkan kontrak dengan Sutradara Leon untuk sebuah drama,” sambung Calisa menjelaskan hal-hal yang perlu Deon ingat dan tangani dengan segera.
Deon melihat data yang diberikan Calisa padanya dan menemukan sosok yang tidak asing lagi untuknya.
“Jadi, namanya Vania Nadia Alexandra. Hm, nama yang menarik,” gumam Deon sambil tersenyum miring membaca biodata wanita yang dia temui sebelum Calisa datang.
“Bapak mengatakan sesuatu?” tanya Calisa yang mendengar gumaman Deon meski tidak begitu jelas.
“Bukan apa-apa. Saya akan selesaikan ini secepatnya jadi kamu bisa kembali ke ruanganmu,” jawab Deon sambil mulai mengerjakan dokumen itu satu persatu.
“Baiklah. Kalau begitu saya keluar dulu Pak,” ucap Calisa lalu pergi dari ruangan Deon.
***
Calisa berjalan menuju ruang kerjanya. Dia sudah melewati seperempat harinya dengan bekerja seperti biasa namun entah mengapa hari itu dia merasa kesal dengan senyuman Deon saat memeriksa data-data aktris dan model yang akan bekerja sama dengan perusahaan CA Entertaintemnt itu.
“Aku belum pernah melihat Pak Deon tersenyum dengan begitu ringan. Apa artinya ini?” gumam Calisa yang memikirkan senyuman Deon yang langka itu.
“Aku sudah bekerja untuk Pak Deon selama lima tahun dan selama itu juga aku tidak pernah melihat Pak Deon tersenyum seperti itu apa lagi hanya karena seorang Aktris atau model. Kira-kira data siapa yang Pak Deon lihat sambil menyunggingkan senyuman tadi?”
Calisa meletakkan kepalanya di atas meja sambil mendesah dengan kerasnya.
“Hah! Sadarlah Calisa! Kamu itu bukan siapa-siapa. Kenapa kamu harus merasa kesal?” ucap Calisa dengan sedih.
“Kamu kurang sehat?” tiba-tiba suara yang tak asing lagi di telinga Calisa terdengar menggema di ruang kerjanya.
Calisa pun mengangkat kepalanya dari atas meja dan melihat Deon sedang berdiri di depan mejanya. Sontak Calisa langsung membenarkan rambutnya yang berantakan kemudian berdiri dari kursinya.
“Sa-saya sehat Pak,” jawab Calisa dengan sedikit gelagapan.
Jantung Calisa berdebar dengan tidak normal saat melihat Deon sudah berdiri di depan mejanya tanpa dia sadari.
“Ooh ini,” sahut Deon singkat sambil memberikan sebuah kotak besar berwarna hitam.
“Apa ini Pak?” tanya Calisa yang bingung dengan maksud kotak besar yang diberikan Deon.
“Kamu lupa? Nanti malam ada jadwal khusus, jangan sampai mempermalukan aku. Aku pergi dulu,” jawab Deon tanpa menejelaskan dengan jelas apa maksudnya.
Calisa masih terdiam melihat sikap unexpacted Deon yang sering kali membuat Calisa mengharapkan hal-hal yang tidak mungkin. Lalu setelah beberapa saat terdiam dan mencoba menempatkan dirinya supaya tidak terlalu berharap, Calisa pun membuka kotak besar yang hampir memenuhi meja kerjanya itu.
Sebuah Long Dress berwarna hitam lengkap dengan aksesoris yang lain memenuhi kotak besar yang Deon berikan pada Calisa. Calisa mengeluarkan satu persatu barang-barang yang berada di dalam kotak besar itu.
“Sikap Pak Deon terkadang memang mengejutkan. Kenapa Pak Deon sampai datang ke ruanganku hanya untuk memberikan pakaian dan semua ini? padahal dia bisa memintaku untuk membelinya sendiri. Hah! Kalau begini bagaimana bisa aku berhenti berharap?” ucap Calisa sambil mengeluarkan long dress itu dari kotaknya.
Dred! Dred! Hanphone Calisa berdering dan membuyarkan semua lamunannya.
‘Pakai Long Dress itu dan persiapkan dirimu layaknya wanita yang akan menemani kekasihnya di acara penghargaan. Kamu pulanglah lebih awal dan persiapkan dirimu. Jangan sampai membuatku kecewa, aku menunggu hasil persiapanmu.’
Deg! Deg! Jantung Calisa berdegub dengan kencang saat membaca pesan yang dikirim oleh Deon itu.
“Pak Deon, Anda memang sangat pintar membuat orang bingung,” gumam Calisa sambil meletakan Handphonenya lalu kembali memeriksa long dress yang Deon siapkan khusus untuknya.
“Long dress macam apa ini?” tanya Calisa yang terkejut dengan model long dress yang Deon pilihkan untuknya.
Dred! Dred! Handphone Calisa kembali berdering.
‘Aku akan memecatmu kalau kamu tidak memakai apa yang sudah aku berikan meski hanya satu helai benang.’
Pesan singkat dari Deon itu membuat tangan Calisa gemetaran.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?”
Note:
Terima kasih banyak untuk para Reader yang masih stay di The Secret of Ceo. Author merasa sangat senang karena Reader sekalian tetap stay di sini. Ke depannya, Author akan berusaha menyajikan cerita yang lebih menarik dan menegangkan. Untuk mendapatkan info lebih dalam mengenai TSOC silahkan kunjungi I* Author ‘Ainunchochopie’.
Beberapa menit sebelum Deon memberikan long dres pada Calisa. Deon sedang mengecek kembali jadwalnya hari itu lalu tiba-tiba dia tersenyum kecil saat membaca jadwalnya di malam hari. “Aku hampir melewatkan pesta pertunjukan itu,” gumam Deon sambil membuka folder lain yang berkaitan tentang acara besar yang akan dia hadiri beberapa jam lagi. Deon membaca dengan cermat setiap detail dari acara besar yang dia sponsori itu. Deon adalah salah satu donaturterbesar dari acara awal tahunan di dunia hiburan itu. Sebuah acara yang akan menjadi panggung besar bagi para aktris, aktor dan model yang menerima penghargaan. Saat Deon sedang membaca setiap rinci dari acara itu tiba-tiba perhatiannya kembali terpusat pada objek yang beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatiannya. “Menarik sekali! Bukan hal yang tidak mungkin jika dia mendapatkan penghargaan di acara itu tetapi yang membuatku tertarik adalah tentang siapa dia sebenarnya?
Sepanjang perjalanan menuju acara penghargaan itu, Deon hanya diam sambil membaca laporan dari para klien dan stafnya yang belum dia rampungkan hari itu.“Bapak masih menyempatkan diri bekerja meski di saat seperti ini?Bapak memang ceoyang patut jadi teladan,” ucap Calisa memuji Deon.Deon hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Calisa hanya bisa menerimanya dengan senyuman.“Memang pantas dia disebut sebagai pemberi harapan palsu,baru selang beberapa menit sikapnya sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat,” ucap Calisa di dalam hati.Beberapa menit kemudian Deon dan Calisa tiba diajang penghargaan yang diadakan tiap awal tahun itu. Mobil Deon berhenti tepat di depan red carpet yang akan menjadi tempat untuk menunjukkan karismanya yang luar biasa.“Kamu sudah siap Calisa?” tanya Deon pada Calisa yang terlihat sedikit gugup.“Sa-saya.” Calisa terli
Alexa menatap ke dua mata Deon yang semakin tajam menatapnya begitu juga dengan sentuhan tangan Deon yang terasa semakin erat mendekap tubuhnya yang kecil. “Kenapa diam saja? Apa dia tidak memintamu melakukan itu? bukannya seperti itu cara kalian para pencari popularitas menjadi bintang yang bersinar?” tanya Deon sambil terus melakukan gerakan dansa mengikuti irama musik. “Sepertinya lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk Bapak mempelajari dunia yang saya tempati ini,” jawab Alexa yang tidak bisa melepaskan dirinya dari Deon. “Jadi?” Deon meraba punggung Alexa yang terbuka dan menunjukan bagian punggungnya yang terlihat menawan. Deon sudah melatih gerakannya itu bersama dengan Calisa beberapa saat yang lalu. Meski Calisa tidak tahu jika niatan Deon hanyalah menjadikannya bahan percobaan untuk aksinya malam itu. “Apa kamu juga melakukan hal semacam itu?” sambung Deon menanyakan hal yang mengganggu pikirannya dengan caranya sendiri. “Apa
“Hah!” Deon menghela napasnya dan menyingkir dari tubuh Alexa yang tidak bisa berkutik itu. “Kalau kamu tidak siap dengan hal-hal seperti ini, seharusnya kamu tidak usah berurusan dengan dunia yang bukan duniamu,” ucap Deon dengan santainya sambil mengambil jas dari atas sofa. Alexa membuka ke dua matanya dan melihat Deon tidak melakukan apa pun padanya. Dadanya terasa lega,namunsecara bersamaannafasnya menjaditak beraturan karena cukup lama menahan nafas saat Deon berada tepat di depan hidungnya. Alexa mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun dengan cepat itu. ke dua mata Alexa menatap punggung Deon dengan tajamnya. Deon merupakan orang yang sangat sensitif dengan sekelilingnya. Meski dia tidak menoleh, Deon dapat merasakan sorotan tajam yang sedang menusuknya dari belakang itu. “Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang kamu menyesal karena aku tidak melakukan apa pun padamu?” tanya Deon pada Alexa yang t
Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya. Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu. Tatapan yang tajam dan kata-katayang padat dan dinginmembuat Deon terkenal sebagaiseoranglelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itujustru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita. Kesuksesan Deon sebagai seorang ceobukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal ituselalu membuatnya cemasjika suatu hari nanti akan terekspos ke
Deon bertekuk lutut di hadapan ke dua orang tua Ayya. Tatapan tajam ke dua orang tua Ayya padanya yangmembuat mental Deon hancur.“Jadi, maksud ucapanmu tadi, kamu akan menikahi anak saya sebagai bentuk tanggung jawab?” tanya Bram, Ayah Ayya.Sambil menganggukkan kepala, Deon menjawab, “Iya Pak. Saya akan menikahi Ayya dan menanggung semua kebutuhan hidupnya sebagai istri saya.”BRUAK!Bram membalikkan meja yang ada di depannya dengan mata yang memerah. Otot-otot wajah Bram terlihatdengan sangat jelas.“Ayah,” ucap Ayya sambil menarik tangan Bram yang hendak menghampiri Deon dengan amarahnya.“Lepas!” ucap Bram dengan lantangnya sambil mendorong tubuh Ayya hingga terjatuh di atas sofa.“Kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya menodai anak saya laludengan mudah mengatakan akan menikahinya. Gara-gara kamu masa depan anak saya jadi hancur! Dia tidak bisa meraih mimpiny
Ke dua mata Deon tidak bisa berpaling dari dua bola mata milik bayi yang ada di dalam keranjang besar itu, karena ke dua mata itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki Ayya, yang tak lain adalah ibu dari bayi itu. Perlahan-lahan air mata Deon membasahi ke dua pipinya dan hampir saja menetes diwajah bayi mungil yang masih terlihat sangat lemah itu.“Bayi? Isinya bayi?” tanya penjaga kuburan itu. Diaterlihat sangat terkejut dengan isi keranjang yang dia bawa sebelumnya.“Cantiknya, apa Mamamu sudah memberimu nama?” tanya Deon sambil mengusap pipi bayi mungil itu.“Bayi siapa ini Nak? Sebaiknya kita berikan pada pihak berwajib saja supaya dicarikan orang tua kandungnya,” ucap penjaga kuburan itu yang tidak mengetahui jika Deon adalah salah satu orang tua bayi mungil itu.“Bapak jangan khawatir, tidak perlu mencarikarenadia datang pada orang yang tepat,” jawab Deon sambil mengangkat bayi
20 Januari 2014.Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnyamenembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.“Pagi Pak Deon.Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.“Baik Pak,” jawab
“Hah!” Deon menghela napasnya dan menyingkir dari tubuh Alexa yang tidak bisa berkutik itu. “Kalau kamu tidak siap dengan hal-hal seperti ini, seharusnya kamu tidak usah berurusan dengan dunia yang bukan duniamu,” ucap Deon dengan santainya sambil mengambil jas dari atas sofa. Alexa membuka ke dua matanya dan melihat Deon tidak melakukan apa pun padanya. Dadanya terasa lega,namunsecara bersamaannafasnya menjaditak beraturan karena cukup lama menahan nafas saat Deon berada tepat di depan hidungnya. Alexa mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun dengan cepat itu. ke dua mata Alexa menatap punggung Deon dengan tajamnya. Deon merupakan orang yang sangat sensitif dengan sekelilingnya. Meski dia tidak menoleh, Deon dapat merasakan sorotan tajam yang sedang menusuknya dari belakang itu. “Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang kamu menyesal karena aku tidak melakukan apa pun padamu?” tanya Deon pada Alexa yang t
Alexa menatap ke dua mata Deon yang semakin tajam menatapnya begitu juga dengan sentuhan tangan Deon yang terasa semakin erat mendekap tubuhnya yang kecil. “Kenapa diam saja? Apa dia tidak memintamu melakukan itu? bukannya seperti itu cara kalian para pencari popularitas menjadi bintang yang bersinar?” tanya Deon sambil terus melakukan gerakan dansa mengikuti irama musik. “Sepertinya lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk Bapak mempelajari dunia yang saya tempati ini,” jawab Alexa yang tidak bisa melepaskan dirinya dari Deon. “Jadi?” Deon meraba punggung Alexa yang terbuka dan menunjukan bagian punggungnya yang terlihat menawan. Deon sudah melatih gerakannya itu bersama dengan Calisa beberapa saat yang lalu. Meski Calisa tidak tahu jika niatan Deon hanyalah menjadikannya bahan percobaan untuk aksinya malam itu. “Apa kamu juga melakukan hal semacam itu?” sambung Deon menanyakan hal yang mengganggu pikirannya dengan caranya sendiri. “Apa
Sepanjang perjalanan menuju acara penghargaan itu, Deon hanya diam sambil membaca laporan dari para klien dan stafnya yang belum dia rampungkan hari itu.“Bapak masih menyempatkan diri bekerja meski di saat seperti ini?Bapak memang ceoyang patut jadi teladan,” ucap Calisa memuji Deon.Deon hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Calisa hanya bisa menerimanya dengan senyuman.“Memang pantas dia disebut sebagai pemberi harapan palsu,baru selang beberapa menit sikapnya sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat,” ucap Calisa di dalam hati.Beberapa menit kemudian Deon dan Calisa tiba diajang penghargaan yang diadakan tiap awal tahun itu. Mobil Deon berhenti tepat di depan red carpet yang akan menjadi tempat untuk menunjukkan karismanya yang luar biasa.“Kamu sudah siap Calisa?” tanya Deon pada Calisa yang terlihat sedikit gugup.“Sa-saya.” Calisa terli
Beberapa menit sebelum Deon memberikan long dres pada Calisa. Deon sedang mengecek kembali jadwalnya hari itu lalu tiba-tiba dia tersenyum kecil saat membaca jadwalnya di malam hari. “Aku hampir melewatkan pesta pertunjukan itu,” gumam Deon sambil membuka folder lain yang berkaitan tentang acara besar yang akan dia hadiri beberapa jam lagi. Deon membaca dengan cermat setiap detail dari acara besar yang dia sponsori itu. Deon adalah salah satu donaturterbesar dari acara awal tahunan di dunia hiburan itu. Sebuah acara yang akan menjadi panggung besar bagi para aktris, aktor dan model yang menerima penghargaan. Saat Deon sedang membaca setiap rinci dari acara itu tiba-tiba perhatiannya kembali terpusat pada objek yang beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatiannya. “Menarik sekali! Bukan hal yang tidak mungkin jika dia mendapatkan penghargaan di acara itu tetapi yang membuatku tertarik adalah tentang siapa dia sebenarnya?
Deon memperhatikan wajah wanita yang beberapa waktu lalu menabraknya itu. Dia masih tidak menyangka akan mengira wanita itu sebagai sosok yang ada di bayangan masa lalunya.“Lupakan yang barusan terjadi,” ucap Deon setelah mempersiapkan dirinya beberapa menit untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan itu.Wanita yang duduk dengan anggun di sofa yang tak jauh dari meja kerja Deon tersenyum miring mendengar Deon berkata seperti itu.“Anda pikir saya akan melakukan apa? Saya tidak akan melakukan hal-hal yang akan mempersulit pekerjaan saya,” jawab wanita itu dengan tegasnya.“Baiklah kalau kamu berkata seperti itu,” jawab Deon dengan santainya sambil berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati wanita itu.“Tapi ngomong-ngomong.” Deon meletakan salah satu tangannya di punggung sofa yang berada di belakang pundak wanita itu. “Apa kamu benar-benar bukan dia? Aku melihat ada begitu banya
20 Januari 2014.Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnyamenembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.“Pagi Pak Deon.Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.“Baik Pak,” jawab
Ke dua mata Deon tidak bisa berpaling dari dua bola mata milik bayi yang ada di dalam keranjang besar itu, karena ke dua mata itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki Ayya, yang tak lain adalah ibu dari bayi itu. Perlahan-lahan air mata Deon membasahi ke dua pipinya dan hampir saja menetes diwajah bayi mungil yang masih terlihat sangat lemah itu.“Bayi? Isinya bayi?” tanya penjaga kuburan itu. Diaterlihat sangat terkejut dengan isi keranjang yang dia bawa sebelumnya.“Cantiknya, apa Mamamu sudah memberimu nama?” tanya Deon sambil mengusap pipi bayi mungil itu.“Bayi siapa ini Nak? Sebaiknya kita berikan pada pihak berwajib saja supaya dicarikan orang tua kandungnya,” ucap penjaga kuburan itu yang tidak mengetahui jika Deon adalah salah satu orang tua bayi mungil itu.“Bapak jangan khawatir, tidak perlu mencarikarenadia datang pada orang yang tepat,” jawab Deon sambil mengangkat bayi
Deon bertekuk lutut di hadapan ke dua orang tua Ayya. Tatapan tajam ke dua orang tua Ayya padanya yangmembuat mental Deon hancur.“Jadi, maksud ucapanmu tadi, kamu akan menikahi anak saya sebagai bentuk tanggung jawab?” tanya Bram, Ayah Ayya.Sambil menganggukkan kepala, Deon menjawab, “Iya Pak. Saya akan menikahi Ayya dan menanggung semua kebutuhan hidupnya sebagai istri saya.”BRUAK!Bram membalikkan meja yang ada di depannya dengan mata yang memerah. Otot-otot wajah Bram terlihatdengan sangat jelas.“Ayah,” ucap Ayya sambil menarik tangan Bram yang hendak menghampiri Deon dengan amarahnya.“Lepas!” ucap Bram dengan lantangnya sambil mendorong tubuh Ayya hingga terjatuh di atas sofa.“Kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya menodai anak saya laludengan mudah mengatakan akan menikahinya. Gara-gara kamu masa depan anak saya jadi hancur! Dia tidak bisa meraih mimpiny
Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya. Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu. Tatapan yang tajam dan kata-katayang padat dan dinginmembuat Deon terkenal sebagaiseoranglelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itujustru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita. Kesuksesan Deon sebagai seorang ceobukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal ituselalu membuatnya cemasjika suatu hari nanti akan terekspos ke