“Hah!” Deon menghela napasnya dan menyingkir dari tubuh Alexa yang tidak bisa berkutik itu.
“Kalau kamu tidak siap dengan hal-hal seperti ini, seharusnya kamu tidak usah berurusan dengan dunia yang bukan duniamu,” ucap Deon dengan santainya sambil mengambil jas dari atas sofa.
Alexa membuka ke dua matanya dan melihat Deon tidak melakukan apa pun padanya. Dadanya terasa lega, namun secara bersamaan nafasnya menjadi tak beraturan karena cukup lama menahan nafas saat Deon berada tepat di depan hidungnya.
Alexa mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun dengan cepat itu. ke dua mata Alexa menatap punggung Deon dengan tajamnya.
Deon merupakan orang yang sangat sensitif dengan sekelilingnya. Meski dia tidak menoleh, Deon dapat merasakan sorotan tajam yang sedang menusuknya dari belakang itu.
“Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang kamu menyesal karena aku tidak melakukan apa pun padamu?” tanya Deon pada Alexa yang terus menatapnya dengan tatapan penuh kekesalan dan juga kebencian.
“Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini padaku?” tanya Alexa dengan bibir yang gemetaran.
“Bukankah kamu sudah tahu jawabannya? Tentu saja karena aku hanya bermain-main denganmu, supaya kamu sadar di mana tempatmu dan berhentilah mendambakan posisi itu!” jawab Deon dengan kasarnya lalu pergi meninggalkan Alexa yang terus berusaha menahan air matanya saat bersama Deon.
Air mata Alexa menetes setelah Deon pergi meninggalkannya. Alexa menangis sambil menggigit bibirnya yang tak bisa mengatakan apa pun di depan Deon yang berusaha keras mempermainkannya itu. ke dua tangan Alexa meremas seprai ranjang yang dia duduki dengan penuh emosi.
“Kenapa aku tidak bisa mengatakan apa pun di depan Si Brengsek itu? dan kenapa aku terlihat sangat menyedihkan seperti ini?” tanya Alexa pada dirinya sendiri.
“Aku akan membalas perlakukanmu padaku, Deon. Tunggu saja!” ucap Alexa yang tidak terima di perlakukan seperti itu oleh Deon dan bertekad untuk membalaskan rasa kekesalannya pada Deon di waktu yang tepat.
***
Beralih dari permainan yang di mainkan Deon.
Di malam yang sama, di kediaman Cullen, Nay yang tak lain adalah adik Deon sedang duduk dengan menatap Erik yang tak bergeming dari depannya.
Nay menghela napasnya lalu mengganti posisi kakinya kemudian memakan camilan yang ada begitu banyak macam di atas meja.
“Apa Kak Deon yang memintamu melakukan semua ini?” tanya Nay, tanpa mengalihkan ke dua matanya dari camilan yang memanjakan lidahnya.
Erik hanya terdiam dan tidak memberikan jawaban apa pun. Meski sudah tertangkap basah, namun Erik tidak pernah berpikir untuk mengatakan kebenarannya pada Nay.
“Hah!” Nay menghela napasnya dengan keras lalu melemparkan camilan yang ada di tangannya ke atas meja.
“Aku tahu kamu sangat setia pada Kakakku tapi... jangan membuatku marah,” ucap Nay sambil menatap Erik dengan sorotan matanya yang tajam yang Nay warisi dari Deon.
Erik hanya diam dan bahkan dia terlihat tidak terintimidasi sekali pun dengan sorotan mata Nay.
Nay benar-benar kesal menghadapi orang seperti Erik yang terlalu setia pada satu orang, yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Nay sangat tahu jika Erik dapat melakukan apa pun demi Deon. Bahkan jika Deon memerintahkan Erik untuk mati maka Erik akan melakukan perintah itu.
Nay bangun dari sofa dan menghampiri Erik yang dengan tegap dan tenangnya berdiri di depan Nay.
“Apa kamu tidak memiliki keinginan apa pun, Erik? Kenapa kamu hanya melakukan apa yang kakakku minta? Apa kamu semacam manusia yang diciptakan dari tulang rusuknya?” tanya Nay dengan cara bicaranya yang sama persis dengan Deon.
Erik tidak pernah tahu jika Nay memiliki sisi itu. sejak Erik mengawasi Nay dan menjadi mata-mata untuk Deon, Erik tidak pernah mendengar Nay berbicara dengan gaya seperti itu. cara bicara dan cara Nay menatap lawan bicaranya sama dengan Deon saat sedang berbicara dengan musuhnya. Sorotan mata yang dapat mengintimidasi lawan bicara tanpa mengucapkan kalimat pembunuh.
“Saya tidak pernah tahu nona memiliki sisi yang sama dengan Tuan Deon. Nona muda tampak mirip dengan Tuan Deon saat sedang serius dan juga kesal,” ucap Erik yang tidak menanggapi ucapan Nay.
Nay menaikkan satu alisnya dan menghela napasnya lalu mulai merogoh saku celana dan mengeluarkan satu bungkus permen tusuk, ia membuka bungkusnya dan memasukan permen itu ke dalam mulutnya. Erik hanya memperhatikan tingkah Nay yang kekanak-kanakan itu, dia tahu jika Nay sangat suka dengan permen tanpa tahu maksud di baliknya.
Tiba-tiba, sebuah pukulan keras meluncur dari tangan kanan Nay dan mendarat tepat di perut Erik. Dengan senyuman miring Nay pergi meninggalkan Erik yang menahan sakitnya pukulan luar biasa dari Nay itu.
Saat Nay pergi meninggalkan Erik, Erik langsung memegang perutnya yang terasa nyeri luar biasa akibat pukulan Nay. meski Nay seorang perempuan, namun Nay sudah berhasil mendapatkan sabuk hitam dari sebuah unit pelatihan taekwondo terkemuka. Bisa dibilang, Nay adalah orang yang berbahya saat dia sedang marah. Namun malam itu Erik menyadari satu hal, Nay tidak benar-benar marah padanya karena jika Nay memang benar-benar marah padanya, maka Nay akan memberikan serangan yang lebih dari pada hanya sekadar pukulan mendasar itu.
Tak lama kemudian Nay kembali dengan membawakan plastik berisikan es dan melemparkannya pada Erik sambil berkata,
“Sebaiknya jangan diabaikan karena bisa menjadi penghambatmu untuk memata-mataiku. Meski bukan pukulan yang serius tapi itu cukup membuat perut sexymu memar. Aku akan berpura-pura tidak tahu apa pun jadi lakukan saja tugasmu dengan baik dan jangan sampai kamu masuk ke dalam radarku. Kalau mau memata-matai, maka lakukan tanpa ketahuan olehku.”
Setelah berkata seperti itu, Nay kembali pergi meninggalkan Erik yang menahan ekspresi kesakitannya. Erik berjalan menuju kamarnya dan mulai mengompres memar di perutnya dengan hati-hati.
“Nona muda benar-benar sangat mirip dengan Tuan Deon. Bahkan kata-katanya pun sama dengan Tuan Deon,” ucap Erik di dalam hati.
Lalu ketika sedang menilai Nay, tiba-tiba Erik teringat dengan kata-kata Nay yang lain.
‘Meski bukan pukulan yang serius tapi itu cukup membuat perut sexymu memar’, ucapan Nay itu dengan tiba-tiba terlintas di kepala Erik sampai membuat Erik merasa geli sendiri.
“Apa Nona muda pernah melihat bagian perutku? Maengingatnya mengatakan hal seperti itu saja sudah membuatku geli,” ucap Deon sambil kegelian.
Ke esokan harinya.
Nay berangkat ke sekolah seperti biasa dan Erik melakukan tugasnya seperti biasa. Yang berbeda hanyalah cara Erik melakukan tugas itu. mengetahui Nay yang sudah tahu tugas yang di berikan Deon padanya secara diam-diam, akhirnya Erik memutuskan untuk tidak membuntuti Nay secara langsung. Erik mengawasi Nay secara virtual dengan alat penyadap yang Erik pasang di seluruh peralatan sekolah Nay. Awalnya Deon yang meminta Erik melakukan hal seperti itu saat pertama kali Deon memerintahkan Erik untuk mengawasi Nay namun Erik menolak hal itu karena terlalu mencuri privasi Nay sebagai seorang anak SMA dan juga sebagai seorang gadis, namun karena sudah ketahuan maka Erik tidak memiliki cara lain.
Sesampainya di gerbang sekolah Nay tersenyum lebar karena dia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Erik. Saat pertama kali menyadari keberadaan Erik, Nay merasa sangat kesal namun hari itu dia sangat senang karena akhirnya dia bisa bergerak dengan bebas.
“Krat!” seorang anak laki-laki menarik tas Nay dari belakang.
“Hah!” Nay menghela napasnya dengan sangat keras.
“Wow! Apa barusan? Apa kamu baru saja menghela napasmu?” tanya Anak Laki-laki itu pada Nay.
Nay melepaskan tas gendongnya lalu membalikkan badan dan menatap anak laki-laki yang tampak asing sedang berdiri dengan senyuman yang membuat moodnya tiba-tiba berubah menjadi jelek.
“Kamu siapa? Anak baru?” tanya Nay, dengan tatapan datarnya.
“Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Shine, semoga ke depannya kita bisa jadi teman dekat ya,” ujar anak laki-laki yang bernama Shine itu.
“Srat!” Nay menarik tasnya yang ada di tangan Shine lalu menjawab,
“Sebaiknya kamu tidak berurusan denganku, kalau kamu tidak mau berada dalam masalah.”
Setelah berkata seperti itu, Nay pergi meninggalkan Shine yang menatapnya dengan penuh pertanyaan.
Nay berjalan dengan bibir terkunci rapat tanpa senyuman, moodnya mendadak berubah dikarenakan sosok anak baru yang sok akrab dengannya itu.
“Brak!” tiba-tiba tubuh Nay terdorong hingga jatuh dan menabrak sebuah tong sampah.
“Tak-tak!” Angel, teman seangkatan Nay berjalan menghampiri Nay dengan dua tangan terlipat di depan dada dan tatapan penuh kemurkaan.
“Sial! Lagi-lagi Si Nenek sihir itu,” ucap Nay di dalam hati sambil membersihkan seragam sekolahnya yang terkena debu lantai.
“Wah-wah! lihat siapa yang merusak pemandangan di sini?” ucap Angel, dengan berlagak di depan Nay tanpa mengetahui identintas Nay yang sebenarnya.
Nay sudah lama meminta Deon untuk menyembunyikan identintasnya sebagai anak dari pengusaha sukses di bidang industri hiburan. Semenjak SD, Nay sudah hidup layaknya anak pada umumnya dan hal itu tidak menutup kemungkinan ada beberapa anak yang senang membuly Nay.
“Aku sedang gak mood pagi ini jadi jangan menggangguku,” ucap Nay kesal dengan Angel. Itu adalah kali pertama Nay menanggapi ucapan Angel dengan nada bicaranya yang dingin.
Mendengar Nay berani menjawabinya, Angel pun tampak semakin kesal pada Nay , lalu angel pun mengangkat tangan kanannya, ia hendak memukul Nay tapi Shine yang sedari tadi menyaksikan hal itu tidak bisa tinggal diam dan dengan cepat menghampiri Angel dan menahan tangannya yang bergerak memukul Nay.
Shine menahan tangan Angel dan menatap ke dua mata Nay yang tampak biasa saja meski tahu akan di pukul oleh Angel.
“Lepasin!” ucap Angel dengan mata yang memerah tanpa tahu siapa yang menahan tangannya.
Saat Angel melihat Sosok Shine, ke dua matanya yang awalnya menunjukkan kemarahan tiba-tiba berubah menjadi sorotan yang penuh dengan kasih sayang dan berkata,
“Ka-kamu, Kamu anak baru di sini? Perkenalkan, namaku Angel, kamu?” Angel berusaha berteman dengan Shine yang bisa dibilang memiliki wajah yang menarik. Dengan tinggi badan 188 cm dan berat badan 75 kg, membuat shine tampak seperti sosok pangeran yang datang dengan kuda putihnya. Hidung Shine terbilang proposional dan cocok dengan bentuk wajahnya yang berbentuk oval dan kulitnya yang putih bersih membuat Shine lebih terlihat seperti selebriti dari pada anak SMA biasa.
Shine tidak menghiraukan Angel yang bertanya padanya dengan penuh harap. Shine melepaskan tangan Angel lalu berjalan mendekati Nay dan bertanya,
“Kamu gak papa?”
Nay tidak menanggapi Shine dan justru pergi meninggalkan Shine yang sudah menyelamatkannya. Melihat Nay pergi begitu saja, Shine tidak tinggal diam. Dengan berlari, Shine mengikuti Nay dari belakang lalu menghentikannya.
“Nay, tunggu!” ucap Shine, sambil menahan tangan Nay.
“Lepas!” ucap Nay, dengan sorotan matanya yang tajam.
“Kamu kenapa? Kamu marah aku sudah ikut campur masalahmu?” tanya Shine, yang peka terhadap sekitarnya.
“Aku gak akan mengulanginya, jadi dengerin baik-baik Tukang Ikut Campur! Jangan sok akrab denganku dan jangan berusaha akrab denganku. Sebaiknya kamu menjauh sejauh-jauhnya, karena aku gak suka ada orang macam kamu di catatan kehidupanku, ngerti?” ucap Nay dengan kasarnya, lalu pergi begitu saja.
Dari jauh, Angel memperhatikan Shine yang dicampakkan Nay setelah membantunya. Di dalam hati Angel berkata,
“Memangnya apa sih kelebihan Nay, sampai-sampai semua cowok ganteng deketin dia? Jadi sebel deh!”
Pagi itu, semuanya berjalan menjadi tak terduga. Kehadiran Angel sudah membuat hari-hari Nay cukup mengesalkan, lalu ditambah satu orang yang suka ikut campur, Shine. Kehidupan Nay menjadi lebih tak terduga setelah kehadiran Shine di dalam buku kehidupannya.
Shine adalah murid pindahan dari sekolah bergengsi di luar negri. Mengingat prestasi Shine, ke dua orang tuanya tidak serta merta memasukan Shine ke sekolah biasa. Shine dimasukkan ke sekolah elit dengan kecerdasan para siswanya yang di atas rata-rata. Dan di sanalah Shine dipertemukan dengan Nay, Siswi muda penuh kejutan dan juga rahasia. Setidaknya begitulah skenario yang sudah diatur oleh seseorang pada Shine.
Shine bukanlah Siswa biasa dan juga kehadirannya serta merta bukanlah tanpa alasan.
“Jadi anak-anak, mulai hari ini kelas kita akan beranggotakan 28 siswa, karena pagi ini kita kedatangan siswa baru. Silahkan Shine, perkenalkan dirimu!” ucap Wali Kelas Nay dengan senyuman yang begitu lebar.
Nay yang memperhatikan Shine dari bangkunya menghela napas dan berkata,
“Sial! Kenapa dia harus sekalas denganku?”
***
“Tak-tak!” Deon berjalan dengan gagahnya menuju kantor kerjanya. Semua staf yang Deon lewati memberikan hormat padanya dengan takzimnya.
Pagi itu adalah pagi yang penuh dengan hawa panas, meski sebenarnya udara di sana sangat sejuk dan menenangkan.
Deon membuka pintu kantornya. Saat pintu itu terbuka, Deon dapat melihat dengan jelas ada seseorang yang sedang duduk di kursi CEO nya. Hanya ada satu orang yang berani duduk di atas kursi itu selain dirinya. Dia adalah,
“Mau apa kamu ke sini, Brandon?” tanya Deon dengan sorotan matanya yang tajam setajam mata elang yang sedang membidik mangsanya.
Brandon dengan senyumannya yang terlihat penuh keceriaan itu menghampiri Deon dan langsung memeluk Deon.
“Wah! Tatapanmu masih setajam dulu ya, Deon. Lihat dirimu, Deon! Kamu sudah tumbuh dengan sangat baik. bahkan tinggimu sudah menyamai kakakmu ini,” ucap Brandon dengan ramahnya sambil berjalan menghampiri Deon.
Sorotan mata Deon yang setajam mata elang itu seketika berubah menjadi sorotan mata yang dipenuhi kehangatan.
“Hahaha, ternyata kakak masih mengingat pertemuan pertama kita, ya,” ucap Deon dengan senyuman penuh keceriaan, meski itu hanyalah sandiwara belaka.
“Sini peluk kakakmu ini! Kakak sangat merindukanmu,” ucap Brandon sambil memeluk Deon dengan paksa.
“Kakak, ehem! Aku sudah tumbuh menjadi pria dewasa sekarang. Jadi tolong, jangan perlakukanku seperti ini,” ucap Deon dengan malu-malu.
“Dasar anak satu ini. Apa aku tidak boleh memperlakukan adik kesayanganku ini dengan baik setelah sekian lama tidak bertemu?” ucap Brandon dengan menyentil kening Deon dengan kasih sayang.
“Ck! Kakak tidak berubah sama sekali. Bagaimana kalau kita pergi ke cafe dekat kantor dan melanjutkan obrolan kita di sana?” tanya Deon pada Brandon yang terus tersenyum padanya.
“Hm, rasanya sulit untuk menolak. tapi kakakmu ini datang ke sini karena ingin menyapamu dulu. Kamu tahu Deon? Begitu sampai di bandara, Kakak langsung pergi ke sini demi menemuimu, jadi Kakak belum pergi ke rumah utama untuk menyapa Ayah. Bagaimana kalau lain kali saja? Karena Kakak sudah melihatmu jadi Kakak pergi dulu, nanti kita pasti akan mengobrol. Jaga dirimu!” jawab Brandon yang menolak ajakan Deon lalu pergi setelah memberikan pelukan selamat tinggal pada Deon.
Saat Brandon sudah keluar dari kantornya, raut wajah Deon kembali seperti saat pertama kali melihat Brandon duduk di kursinya. Hanya raut wajah itulah, satu-satunya yang bukan sandiwara selama Deon menghadapi Brandon.
“Ck! Langsung datang menemuiku apanya? Sebaik apa pun kamu menyembunyikannya, aku tahu niatanmu Bran. Aku hanya menunggu saat yang tepat untuk memanen hasil jerih payahku selama ini. tunggu saja,” ucap Deon di dalam hati sambil berjalan menuju kursi agungnya itu.
Note: Terima kasih untuk para Reader yang dengan setia mengikuti cerita The Secret Of Ceo. Di bab 9 ini, kita kedatangan tokoh baru. Yaps! Benar, namanya Brandon. Siapa kah dia? Mau tahu lebih lanjut? Terus ikuti kelanjutan cerita Bang Deon ya... sampai jumpa di bab 10 dan jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom review. Tulis tanggapan kalian mengenai The Secret Of CEO sejauh ini, terima kasih.
Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya. Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu. Tatapan yang tajam dan kata-katayang padat dan dinginmembuat Deon terkenal sebagaiseoranglelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itujustru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita. Kesuksesan Deon sebagai seorang ceobukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal ituselalu membuatnya cemasjika suatu hari nanti akan terekspos ke
Deon bertekuk lutut di hadapan ke dua orang tua Ayya. Tatapan tajam ke dua orang tua Ayya padanya yangmembuat mental Deon hancur.“Jadi, maksud ucapanmu tadi, kamu akan menikahi anak saya sebagai bentuk tanggung jawab?” tanya Bram, Ayah Ayya.Sambil menganggukkan kepala, Deon menjawab, “Iya Pak. Saya akan menikahi Ayya dan menanggung semua kebutuhan hidupnya sebagai istri saya.”BRUAK!Bram membalikkan meja yang ada di depannya dengan mata yang memerah. Otot-otot wajah Bram terlihatdengan sangat jelas.“Ayah,” ucap Ayya sambil menarik tangan Bram yang hendak menghampiri Deon dengan amarahnya.“Lepas!” ucap Bram dengan lantangnya sambil mendorong tubuh Ayya hingga terjatuh di atas sofa.“Kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya menodai anak saya laludengan mudah mengatakan akan menikahinya. Gara-gara kamu masa depan anak saya jadi hancur! Dia tidak bisa meraih mimpiny
Ke dua mata Deon tidak bisa berpaling dari dua bola mata milik bayi yang ada di dalam keranjang besar itu, karena ke dua mata itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki Ayya, yang tak lain adalah ibu dari bayi itu. Perlahan-lahan air mata Deon membasahi ke dua pipinya dan hampir saja menetes diwajah bayi mungil yang masih terlihat sangat lemah itu.“Bayi? Isinya bayi?” tanya penjaga kuburan itu. Diaterlihat sangat terkejut dengan isi keranjang yang dia bawa sebelumnya.“Cantiknya, apa Mamamu sudah memberimu nama?” tanya Deon sambil mengusap pipi bayi mungil itu.“Bayi siapa ini Nak? Sebaiknya kita berikan pada pihak berwajib saja supaya dicarikan orang tua kandungnya,” ucap penjaga kuburan itu yang tidak mengetahui jika Deon adalah salah satu orang tua bayi mungil itu.“Bapak jangan khawatir, tidak perlu mencarikarenadia datang pada orang yang tepat,” jawab Deon sambil mengangkat bayi
20 Januari 2014.Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnyamenembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.“Pagi Pak Deon.Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.“Baik Pak,” jawab
Deon memperhatikan wajah wanita yang beberapa waktu lalu menabraknya itu. Dia masih tidak menyangka akan mengira wanita itu sebagai sosok yang ada di bayangan masa lalunya.“Lupakan yang barusan terjadi,” ucap Deon setelah mempersiapkan dirinya beberapa menit untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan itu.Wanita yang duduk dengan anggun di sofa yang tak jauh dari meja kerja Deon tersenyum miring mendengar Deon berkata seperti itu.“Anda pikir saya akan melakukan apa? Saya tidak akan melakukan hal-hal yang akan mempersulit pekerjaan saya,” jawab wanita itu dengan tegasnya.“Baiklah kalau kamu berkata seperti itu,” jawab Deon dengan santainya sambil berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati wanita itu.“Tapi ngomong-ngomong.” Deon meletakan salah satu tangannya di punggung sofa yang berada di belakang pundak wanita itu. “Apa kamu benar-benar bukan dia? Aku melihat ada begitu banya
Beberapa menit sebelum Deon memberikan long dres pada Calisa. Deon sedang mengecek kembali jadwalnya hari itu lalu tiba-tiba dia tersenyum kecil saat membaca jadwalnya di malam hari. “Aku hampir melewatkan pesta pertunjukan itu,” gumam Deon sambil membuka folder lain yang berkaitan tentang acara besar yang akan dia hadiri beberapa jam lagi. Deon membaca dengan cermat setiap detail dari acara besar yang dia sponsori itu. Deon adalah salah satu donaturterbesar dari acara awal tahunan di dunia hiburan itu. Sebuah acara yang akan menjadi panggung besar bagi para aktris, aktor dan model yang menerima penghargaan. Saat Deon sedang membaca setiap rinci dari acara itu tiba-tiba perhatiannya kembali terpusat pada objek yang beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatiannya. “Menarik sekali! Bukan hal yang tidak mungkin jika dia mendapatkan penghargaan di acara itu tetapi yang membuatku tertarik adalah tentang siapa dia sebenarnya?
Sepanjang perjalanan menuju acara penghargaan itu, Deon hanya diam sambil membaca laporan dari para klien dan stafnya yang belum dia rampungkan hari itu.“Bapak masih menyempatkan diri bekerja meski di saat seperti ini?Bapak memang ceoyang patut jadi teladan,” ucap Calisa memuji Deon.Deon hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Calisa hanya bisa menerimanya dengan senyuman.“Memang pantas dia disebut sebagai pemberi harapan palsu,baru selang beberapa menit sikapnya sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat,” ucap Calisa di dalam hati.Beberapa menit kemudian Deon dan Calisa tiba diajang penghargaan yang diadakan tiap awal tahun itu. Mobil Deon berhenti tepat di depan red carpet yang akan menjadi tempat untuk menunjukkan karismanya yang luar biasa.“Kamu sudah siap Calisa?” tanya Deon pada Calisa yang terlihat sedikit gugup.“Sa-saya.” Calisa terli
Alexa menatap ke dua mata Deon yang semakin tajam menatapnya begitu juga dengan sentuhan tangan Deon yang terasa semakin erat mendekap tubuhnya yang kecil. “Kenapa diam saja? Apa dia tidak memintamu melakukan itu? bukannya seperti itu cara kalian para pencari popularitas menjadi bintang yang bersinar?” tanya Deon sambil terus melakukan gerakan dansa mengikuti irama musik. “Sepertinya lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk Bapak mempelajari dunia yang saya tempati ini,” jawab Alexa yang tidak bisa melepaskan dirinya dari Deon. “Jadi?” Deon meraba punggung Alexa yang terbuka dan menunjukan bagian punggungnya yang terlihat menawan. Deon sudah melatih gerakannya itu bersama dengan Calisa beberapa saat yang lalu. Meski Calisa tidak tahu jika niatan Deon hanyalah menjadikannya bahan percobaan untuk aksinya malam itu. “Apa kamu juga melakukan hal semacam itu?” sambung Deon menanyakan hal yang mengganggu pikirannya dengan caranya sendiri. “Apa
“Hah!” Deon menghela napasnya dan menyingkir dari tubuh Alexa yang tidak bisa berkutik itu. “Kalau kamu tidak siap dengan hal-hal seperti ini, seharusnya kamu tidak usah berurusan dengan dunia yang bukan duniamu,” ucap Deon dengan santainya sambil mengambil jas dari atas sofa. Alexa membuka ke dua matanya dan melihat Deon tidak melakukan apa pun padanya. Dadanya terasa lega,namunsecara bersamaannafasnya menjaditak beraturan karena cukup lama menahan nafas saat Deon berada tepat di depan hidungnya. Alexa mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun dengan cepat itu. ke dua mata Alexa menatap punggung Deon dengan tajamnya. Deon merupakan orang yang sangat sensitif dengan sekelilingnya. Meski dia tidak menoleh, Deon dapat merasakan sorotan tajam yang sedang menusuknya dari belakang itu. “Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang kamu menyesal karena aku tidak melakukan apa pun padamu?” tanya Deon pada Alexa yang t
Alexa menatap ke dua mata Deon yang semakin tajam menatapnya begitu juga dengan sentuhan tangan Deon yang terasa semakin erat mendekap tubuhnya yang kecil. “Kenapa diam saja? Apa dia tidak memintamu melakukan itu? bukannya seperti itu cara kalian para pencari popularitas menjadi bintang yang bersinar?” tanya Deon sambil terus melakukan gerakan dansa mengikuti irama musik. “Sepertinya lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk Bapak mempelajari dunia yang saya tempati ini,” jawab Alexa yang tidak bisa melepaskan dirinya dari Deon. “Jadi?” Deon meraba punggung Alexa yang terbuka dan menunjukan bagian punggungnya yang terlihat menawan. Deon sudah melatih gerakannya itu bersama dengan Calisa beberapa saat yang lalu. Meski Calisa tidak tahu jika niatan Deon hanyalah menjadikannya bahan percobaan untuk aksinya malam itu. “Apa kamu juga melakukan hal semacam itu?” sambung Deon menanyakan hal yang mengganggu pikirannya dengan caranya sendiri. “Apa
Sepanjang perjalanan menuju acara penghargaan itu, Deon hanya diam sambil membaca laporan dari para klien dan stafnya yang belum dia rampungkan hari itu.“Bapak masih menyempatkan diri bekerja meski di saat seperti ini?Bapak memang ceoyang patut jadi teladan,” ucap Calisa memuji Deon.Deon hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Calisa hanya bisa menerimanya dengan senyuman.“Memang pantas dia disebut sebagai pemberi harapan palsu,baru selang beberapa menit sikapnya sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat,” ucap Calisa di dalam hati.Beberapa menit kemudian Deon dan Calisa tiba diajang penghargaan yang diadakan tiap awal tahun itu. Mobil Deon berhenti tepat di depan red carpet yang akan menjadi tempat untuk menunjukkan karismanya yang luar biasa.“Kamu sudah siap Calisa?” tanya Deon pada Calisa yang terlihat sedikit gugup.“Sa-saya.” Calisa terli
Beberapa menit sebelum Deon memberikan long dres pada Calisa. Deon sedang mengecek kembali jadwalnya hari itu lalu tiba-tiba dia tersenyum kecil saat membaca jadwalnya di malam hari. “Aku hampir melewatkan pesta pertunjukan itu,” gumam Deon sambil membuka folder lain yang berkaitan tentang acara besar yang akan dia hadiri beberapa jam lagi. Deon membaca dengan cermat setiap detail dari acara besar yang dia sponsori itu. Deon adalah salah satu donaturterbesar dari acara awal tahunan di dunia hiburan itu. Sebuah acara yang akan menjadi panggung besar bagi para aktris, aktor dan model yang menerima penghargaan. Saat Deon sedang membaca setiap rinci dari acara itu tiba-tiba perhatiannya kembali terpusat pada objek yang beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatiannya. “Menarik sekali! Bukan hal yang tidak mungkin jika dia mendapatkan penghargaan di acara itu tetapi yang membuatku tertarik adalah tentang siapa dia sebenarnya?
Deon memperhatikan wajah wanita yang beberapa waktu lalu menabraknya itu. Dia masih tidak menyangka akan mengira wanita itu sebagai sosok yang ada di bayangan masa lalunya.“Lupakan yang barusan terjadi,” ucap Deon setelah mempersiapkan dirinya beberapa menit untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan itu.Wanita yang duduk dengan anggun di sofa yang tak jauh dari meja kerja Deon tersenyum miring mendengar Deon berkata seperti itu.“Anda pikir saya akan melakukan apa? Saya tidak akan melakukan hal-hal yang akan mempersulit pekerjaan saya,” jawab wanita itu dengan tegasnya.“Baiklah kalau kamu berkata seperti itu,” jawab Deon dengan santainya sambil berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati wanita itu.“Tapi ngomong-ngomong.” Deon meletakan salah satu tangannya di punggung sofa yang berada di belakang pundak wanita itu. “Apa kamu benar-benar bukan dia? Aku melihat ada begitu banya
20 Januari 2014.Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnyamenembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.“Pagi Pak Deon.Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.“Baik Pak,” jawab
Ke dua mata Deon tidak bisa berpaling dari dua bola mata milik bayi yang ada di dalam keranjang besar itu, karena ke dua mata itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki Ayya, yang tak lain adalah ibu dari bayi itu. Perlahan-lahan air mata Deon membasahi ke dua pipinya dan hampir saja menetes diwajah bayi mungil yang masih terlihat sangat lemah itu.“Bayi? Isinya bayi?” tanya penjaga kuburan itu. Diaterlihat sangat terkejut dengan isi keranjang yang dia bawa sebelumnya.“Cantiknya, apa Mamamu sudah memberimu nama?” tanya Deon sambil mengusap pipi bayi mungil itu.“Bayi siapa ini Nak? Sebaiknya kita berikan pada pihak berwajib saja supaya dicarikan orang tua kandungnya,” ucap penjaga kuburan itu yang tidak mengetahui jika Deon adalah salah satu orang tua bayi mungil itu.“Bapak jangan khawatir, tidak perlu mencarikarenadia datang pada orang yang tepat,” jawab Deon sambil mengangkat bayi
Deon bertekuk lutut di hadapan ke dua orang tua Ayya. Tatapan tajam ke dua orang tua Ayya padanya yangmembuat mental Deon hancur.“Jadi, maksud ucapanmu tadi, kamu akan menikahi anak saya sebagai bentuk tanggung jawab?” tanya Bram, Ayah Ayya.Sambil menganggukkan kepala, Deon menjawab, “Iya Pak. Saya akan menikahi Ayya dan menanggung semua kebutuhan hidupnya sebagai istri saya.”BRUAK!Bram membalikkan meja yang ada di depannya dengan mata yang memerah. Otot-otot wajah Bram terlihatdengan sangat jelas.“Ayah,” ucap Ayya sambil menarik tangan Bram yang hendak menghampiri Deon dengan amarahnya.“Lepas!” ucap Bram dengan lantangnya sambil mendorong tubuh Ayya hingga terjatuh di atas sofa.“Kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya menodai anak saya laludengan mudah mengatakan akan menikahinya. Gara-gara kamu masa depan anak saya jadi hancur! Dia tidak bisa meraih mimpiny
Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya. Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu. Tatapan yang tajam dan kata-katayang padat dan dinginmembuat Deon terkenal sebagaiseoranglelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itujustru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita. Kesuksesan Deon sebagai seorang ceobukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal ituselalu membuatnya cemasjika suatu hari nanti akan terekspos ke