Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya.
Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu.
Tatapan yang tajam dan kata-kata yang padat dan dingin membuat Deon terkenal sebagai seorang lelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itu justru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita.
Kesuksesan Deon sebagai seorang ceo bukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal itu selalu membuatnya cemas jika suatu hari nanti akan terekspos ke dunia. Hal-hal yang sudah dia kubur dengan sangat rapat tanpa bau mau pun jejak. Hal yang paling dia cemaskan jika suatu hari nanti akan terekspos adalah masa lalunya.
Masa lalu Deon bukanlah hal yang menyenangkan untuk dia ingat seorang diri apalagi di ketahui khalayak luas. Masa lalu Deon adalah satu-satunya titik kelemahan yang dia miliki sebagai seorang ceo. Namun, tentu saja sebagai seorang ceo, Deon tidaklah lemah. Dia berhasil menghilangkan segala hal yang akan menghancurkan dirinya termasuk masa lalu itu. Deon berhasil membuat masa lalunya itu seakan tidak pernah terjadi di dalam kamus kehidupannya dengan cara menutup rapat jati dirinya dengan jati diri baru yang dia dapatkan.
Masa lalu yang tidak ingin dia ingat itu adalah awal dari kehancurannya sekaligus awal dari bangkitnya nama besar Deon yang di kenal oleh banyak orang.
26 Juli 1997.
“Apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!” perintah Rania, Ibu Deon yang marah dan kesal pada Putranya.
“Ayya hamil Bu. Dan Deon adalah Ayah dari Bayi yang dikandung Ayya,” jawab Deon tidak bisa berpikir lagi.
Seketika itu persendian Rania terasa lemas dan membuatnya tidak mampu berdiri lagi. Air mata Rania menetes tanpa komando yang jelas darinya. Hatinya terasa seperti teriris dengan pisau yang tumpul, menyakitkan dan sangat menyiksa. Mengetahui anak satu-satunya melakukan hal yang sangat memalukan membuat Rania tidak tahu harus berkata apa.
“Bu, maafin Deon, Bu. Deon gak tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Maafin Deon, Bu,” ucap Deon memohon maaf pada Rania sambil menciumi tangan Rania dengan air mata yang terus menetes.
“Lepas!” ucap Rania dengan suara yang melemas sambil menarik tangannya yang terus menerus diciumi Deon dengan penuh air mata sendu.
“Bu,” rintih Deon yang sangat tahu betapa kecewa Ibunya itu.
“Jangan sentuh Ibu! Ibu gak tahu apa yang akan Ibu lakukan padamu kalau kamu terus mendekati Ibu. Kamu tahu kan, Yon? Masalah apa yang akan terjadi pada keluarga kita gara-gara kesembronoanmu ini? Ayya itu, dia itu. Ah, sudahlah! Sepertinya kamu harus siap melihat Ibu mati. Ibu gak kuat lagi hidup kalau seperti ini,” ucap Rania yang benar-benar sudah hancur.
“Ibu, jangan bilang seperti itu Bu. Bu, maafin Deon Bu. Deon janji, Deon akan tanggung jawab. Deon janji bu. Deon akan perbaiki semuanya, apa pun yang terjadi Deon akan perbaiki semuanya,” ucap Deon sambil menarik tangan Rania lalu bersujud di kaki ibunya itu.
“Tanggung jawab katamu? Dengan apa? Menikahinya? Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu siapa? Kamu itu hanya seorang anak biasa dari keluarga miskin. Kamu itu bukan siapa-siapa Yon! Apa kamu masih belum sadar? Sejak awal Ibu sudah melarangmu untuk dekat dengan Ayya. Tapi apa? Kamu justru semakin dekat dengannya dan sekarang kamu sudah merusak masa depannya. Sudah pasti keluarga Ayya tidak akan tinggal diam setelah mengetahui semua ini. Mereka pasti akan menghancurkan keluarga kita tanpa jejak. Kamu tidak tahu betapa mengerikan seseorang ketika sudah terobsesi dengan kedudukan, kan?” bentak Rania yang tidak bisa mengendalikan emosinya. Rania menggigit bibirnya sendiri ketika bayangan kehidupan masa lalunya terlintas di benaknya. Kenyataan pahit yang memisahkannya dari lelaki yang sangat dia cintai.
“Bu, maafin Deon, Bu. Maafin Deon. Deon benar-benar khilaf, Bu. Deon salah,” ucap Deon merintih sambil terus bersujud di kedua kaki ibunya memohon ampunan.
Rania yang melihat Deon terus memohon maaf padanya dengan tulus itu, pada akhirnya merasa iba dan tidak tega. Rania tidak bisa membiarkan anak satu-satunya itu menanggung beban berat atas kesalahannya.
“Hah!” Rania menghela napasnya lalu memeluk tubuh Deon yang gemetaran tiada henti.
“Maafin Ibu, Yon. Seharusnya Ibu gak membentak dan mengucapkan kata-kata kasar seperti tadi. Maafin Ibu ya, Yon,” ucap Rania sambil memeluk Deon dengan erat.“Ibu,” ucap Deon dengan suaranya yang paru.
“Nah, sekarang apa yang akan kamu lakukan Yon?” tanya Rania yang menyerahkan semuanya kepada Deon.
“Deon, Deon akan meminta Ayya menggugurkan anak itu. Deon akan membicarakannya pada Ayya. Semoga saja dia mau mengerti dan mau melakukannya supaya masalah ini tidak menjadi besar,” jawab Deon dengan tatapan yang penuh keputus asaan.
“Plak!” tiba-tiba Rania kembali menampar pipi Deon setelah mendengarkan jawaban yang tak pernah dia duga itu.
Deon menatap ke dua mata Ibunya dengan tatapan yang tidak mengerti. Dia menjawab akan menikahi Ayya adalah jawaban yang salah. Dan ketika dia menjawab sebaliknya, Ibunya masih saja tidak menerima keputuasannya.
“Bu?” rintih Deon sambil memegangi pipinya yang terasa panas.
“Katamu mau tanggung jawab? Apa seperti itu caramu bertanggung jawab? Apa kamu pantas di sebut laki-laki Yon? Ibu gak nyangka ternyata tanggung jawab yang kamu maksud itu adalah lari dan menutupi kesalahanmu," jelas Rania yang semakin kecewa dengan Putranya.
“Lalu Deon harus apa Bu? Kata Ibu Deon ini bukan siapa-siapa. Kata Ibu, Deon harus sadar. Sekarang Deon suda sadar. Deon sangat sadar hubungan kami memang salah sejak awal. Gak seharusnya kami saling menyukai dan bertindak sejauh ini.Tapi, apa Deon bisa memilih jatuh cinta pada siapa, Bu? Gak Bu! Deon pun gak mau semua masalah ini terjadi. Kalau tidak dengan cara itu maka masalah ini akan menjadi semakin besar dan keluarga kita akan hancur. Bukankah itu yang Ibu katakan? Deon berusaha untuk mengerti tapi, tapi entah kenapa Deon sama sekali gak mengerti apa yang sebenarnya Ibu inginkan,” jelas Deon terlihat begitu putus asa.
“Iya! Memang Ibu bilang seperti itu. Tapi, tapi Ibu gak ngerti sama cara berpikirmu. Entah sejak kapan Ibu salah mendidikmu sampai jadi lelaki yang pengecut dan brengsek seperti ini. Ibu kecewa padamu Yon. Melihatmu sekarang membuat Ibu teringat dengan Si Brengsek itu. Ibu harap kamu tidak menyesali keputusanmu ini,” jawab Rania dengan sorotan mata yang sayu lalu pergi meninggalkan Deon.
Melihat sorotan mata itu dengan jawaban yang menusuk, Deon tidak dapat berkata-kata dan hanya bisa terdiam saat melihat Ibunya pergi setelah semua pertengkaran itu.
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Deon sambil menatap kedua tangannya yang gemetaran.
“Aku akan menemui Ayya dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Apa pun yang terjadi, anak itu tidak boleh lahir ke dunia ini,” ucap Deon pada dirinya sendiri sambil mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat.
Deon pergi dengan air mata yang masih membekas di wajahnya. Dengan luka yang tak terlihat, Deon berusaha meyakinkan dirinya untuk melenyapkan buah dari cintanya dengan Ayya.
Deon pergi menemui Ayya yang terdiam dan menatap langit sambil memegangi perutnya yang mulai membesar di sebuah taman terbengkalai di belakang kota. Tempat khusus di mana Deon dan Ayya selalu bertemu.
Ayya langsung bergegas menghampiri Deon saat melihatnya datang. Ayya tersenyum pada Deon sambil mengelus-ngelus perutnya seakan dia ingin Deon tahu jika dia dan buah hatinya sedang menunggu sang calon Ayah.
“Deon, coba deh pegang!” ucap Ayya dengan penuh semangat sambil meletakan tangan Deon di atas perutnya yang mulai membesar itu.
“Kamu ngerasin, gak? Anak kita nendang-nendang. Kamu ngerasin, kan?” tanya Ayya dengan semangatnya. Seakan dia tidak keberatan sama sekali dengan kehadiran buah dari cintanya dengan Deon itu.
“Kenapa? Kenapa! Kenapa kamu terlihat baik-baik saja?” tanya Deon yang tiba-tiba terlihat sangat marah itu.
“Maksudmu apa Yon?” tanya Ayya tidak mengerti.
“Apa hanya aku yang tersiksa dengan semua ini? Kenapa kamu bisa tersenyum dengan bersemangat seperti tadi? Kenapa!” bentak Deon sambil memegangi ke dua lengan Ayya dengan erat.
“Yon, kamu kenapa, sih? Sakit Yon. Jangan kenceng-kenceng megangnya,” rintih Ayya yang merasa kesakitan.
“Ah, maaf Ayya. Aku cuman lagi banyak pikiran aja,” jawab Deon yang sesaat kemudian sadar setelah menatap kedua mata Ayya yang memerah dan berkaca-kaca.
Bagaimana pun Ayya adalah wanita yang sangat Deon sukai. Melihat air mata Ayya sama saja menyayat hatinya sendiri.
“Kamu kenapa ,sih? Kenapa sikapmu tiba-tiba aneh?” tanya Ayya yang khawatir dengan Deon.
“Ayya,” ucap Deon sambil memeluk Ayya.
“Kita gugurin aja anak ini, gimana?” sambung Deon mengatakan hal yang tidak pernah Ayya perkirakan sebelumnya.
“Plak!” Ayya melepaskan pelukan Deon lalu menamparnya dengan sangat keras. Kedua mata Ayya memerah dan air matanya mengalir begitu saja saat mendengar ucapan Deon yang terdengar sangat kejam di telinganya itu.
“Kamu gila! Kamu gak waras Yon! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal sekejam itu?” ucap Ayya dengan mata yang memerah dan bibir gemetaran.
“Ayya, dengarkan dulu penjelasanku. Aku—“
“Jangan mendekat!” ucap Ayya yang melarang Deon untuk mendekatinya.
“Ayya, tolong dengarkan aku dulu. Aku—“
“Aku bilang jangan mendekat! Kamu denger gak sih!” ucap Ayya dengan lantangnya meski sekujur tubuhnya gemetaran tiada henti.
“Kamu jahat Yon! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal sekeji itu setelah berjanji akan bertanggung jawab atas semuanya? Kenapa Yon? Apa kamu tidak mencintaiku lagi? Apa kamu pikir anak ini mau mendengar Ayahnya berkata kasar seperti tadi? Apa kamu tidak menginginkan anak ini terlahir ke dunia?” tanya Ayya yang benar-benar terluka dengan ucapan Deon.
Setelah berkata seperti itu. Tiba-tiba tubuh Ayya sempoyongan dan akhirnya Ayya terjatuh tak sadarkan diri. Untung saja dengan cepat Deon menangkap tubuh Ayya yang melemas dan hampir jatuh di atas rerumputan itu.
“Ayya! Ayya! Bangun Ayya! Maafin Aku Ayya. Ayya!” ucap Deon sambil menepuk-nepuk pipi Ayya untuk membangunkannya.
Melihat Ayya tak bereaksi. Deon pun semakin cemas dan kebingungan. Dengan cepat Deon pun mengangkat tubuh Ayya dan berlari mencari rumah sakit terdekat.
“Maafin aku Ayya. Maafin aku,” ucap Deon di dalam hati sembari berlari dengan Ayya yang dia gendong di punggungnya.
Setelah berlari beberapa menit. Akhirnya Deon berhasil membawa Ayya ke rumah sakit terdekat. Dokter yang melihat kondisi Ayya yang sangat pucat langsung melakukan tindakan pertolongan pertama pada Ayya.
Deon yang menunggu di luar ruang pemeriksaan hanya bisa berjalan ke sana ke mari sembari berdoa untuk keselamatan Ayya dan bayinya.
Tak lama kemudian. Dokter yang menangani Ayya akhirnya keluar dari ruangan itu dan mencari keluarga pasien.
“Siapa keluarga pasien bernama Nona Ayya?” tanya Dokter itu.
“Saya Dokter,” jawab Deon dengan cepat.
“Mas ini siapanya Nona Ayya?” tanya Dokter itu.
“Saya. Saya Suaminya Dok,” jawab Deon yang tidak bisa mencari alasan yang lebih tepat.
Sesaat Dokter itu menatap Deon. Namun, tak lama kemudian Dokter itu mengizinkan Deon untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Saat pertama kali memasuki ruang pemeriksaan itu Deon langsung tahu kalau Ayya baru saja menangis. Air matanya masih mengalir meski tidak sederas sebelumnya.
“Ba-bagaimana keaadan Ibu dan Bayinya Dok?” tanya Deon yang merasa ada yang tidak beres.
Raut wajah Dokter yang menangani Ayya seketika berubah saat mendengar pertanyaan Deon.
“Maafkan Saya, Pak. Saya tidak bisa menyelamatkan Bayi yang ada di dalam kandungan Nyonya Ayya,” jawab Dokter itu dengan lirih.
“Tidak! Tidak! Ini tidak mungkin terjadi. Dokter bohong, kan?” ucap Deon sambil memegang tangan Dokter yang menangani Ayya dan berharap Dokter itu memberikan jawaban yang berbeda.
“Maafkan Saya, Pak. Tapi Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, sayangnya bayi di dalam kandungan Nyonya Ayya tidak bisa diselamatkan,” jawab Dokter membuat Deon benar-benar hancur.
Memang benar jika Deon mengatakan jika dia ingin bayi yang ada di kandungan Ayya digugurkan. Tapi pada kenyataannya, bukan hal itulah yang sebenarnya Deon inginkan. Deon pun menghampiri Ayya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan air mata yang tidak mau berhenti.
“Maafin Ayah, Nak. Ayah memang kejam. Gak seharusnya Ayah mengatakan hal kejam seperti tadi. Apa kamu mendengar ucapan Ayah dengan jelas? Maafkan Ayah, Nak,” ucap Deon dengan penuh penyesalan sambil memegangi perut Ayya yang masih terlihat besar.
Deon menangis sambil memegangi perut Ayya dengan perasaan yang benar-benar kacau.
“Maafkan Ayah, Nak. Maafkan Ayah. Seharusnya Ayah tidak mengatakan hal kejam seperti tadi. Maafkan Ayah Anakku,” ucap Deon yang tidak henti meminta maaf sambil menangis.
Ayya yang mendengar ucapan permintaan maaf Deon yang tulus itu pun turut meneteskan air mata. Namun dia tidak mampu berkata-kata.
Tiba-tiba, saat keduanya larut dalam kesedihan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah tendangan yang kuat dari dalam perut Ayya membuat Deon dan Ayya terdiam dan tak berkata-kata.
Dokter yang melihat gerakan di monitor yang terhubung dengan keadaan rahim Ayya pun langsung bergerak dan memeriksa apa yang terjadi.
Deon yang merasakan tendangan itu hanya bisa terdiam sambil menunggu hasil pemeriksaan. Ayya yang mengetahui bayi dalam kandungannya yang baru saja di diagnosa sudah tak bernyawa hanya terdiam dan berusaha memahami situasi aneh itu.
“Saya tahu ini terdengar aneh. Bahkan Saya pun mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Mungkin ini adalah sebuah keajaiban. Selamat Bapak dan Ibu, bayi dalam kandungan Ibu masih hidup. Sepertinya dia mendengar ucapan sang Ayah dan merasakan ketulusan ucapan sang Ayah. Anak Ibu dan Bapak sangat luar biasa. Ini adalah sebuah keajaiban. Sebaiknya kalian berdua bersyukur dan tidak melakukan kesalahan yang sama untuk ke dua kalinya. Saya tinggal dulu,” ucap Dokter menjelaskan sebuah keajaiban luar biasa yang terjadi hari itu.
Deon yang mendengar keajaiban yang terjadi di depan matanya itu langsung memeluk Ayya dan meminta maaf padanya.
“Maafkan aku Ayya. Gak seharusnya aku mengatakan hal sekejam tadi. Aku akan melakukan apa pun supaya anak kita lahir dengan selamat. Aku janji,” ucap Deon dengan air mata yang tak surut.
Ayya tersenyum dan tenang mendengar ucapan Deon. Lalu dia pun menjawab,
“Iya Yon. Aku tahu, kamu pasti akan melakukannya dan anak kita pun tahu itu. Jadi, jangan mengatakan hal-hal seperti tadi ya.”
Note:
Terima kasih untuk para pembaca The Secret Of Ceo. Semoga readers sekalian merasa senang dengan kisah ini dan dengan senang hati untuk menunggu kelanjutan cerita dari tokoh utama kita ‘Deon’. Ke depannya Author harap Readers sekalian tetap Stay dan terus mengikuti kisah si Deon. Terima kasih.
Deon bertekuk lutut di hadapan ke dua orang tua Ayya. Tatapan tajam ke dua orang tua Ayya padanya yangmembuat mental Deon hancur.“Jadi, maksud ucapanmu tadi, kamu akan menikahi anak saya sebagai bentuk tanggung jawab?” tanya Bram, Ayah Ayya.Sambil menganggukkan kepala, Deon menjawab, “Iya Pak. Saya akan menikahi Ayya dan menanggung semua kebutuhan hidupnya sebagai istri saya.”BRUAK!Bram membalikkan meja yang ada di depannya dengan mata yang memerah. Otot-otot wajah Bram terlihatdengan sangat jelas.“Ayah,” ucap Ayya sambil menarik tangan Bram yang hendak menghampiri Deon dengan amarahnya.“Lepas!” ucap Bram dengan lantangnya sambil mendorong tubuh Ayya hingga terjatuh di atas sofa.“Kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya menodai anak saya laludengan mudah mengatakan akan menikahinya. Gara-gara kamu masa depan anak saya jadi hancur! Dia tidak bisa meraih mimpiny
Ke dua mata Deon tidak bisa berpaling dari dua bola mata milik bayi yang ada di dalam keranjang besar itu, karena ke dua mata itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki Ayya, yang tak lain adalah ibu dari bayi itu. Perlahan-lahan air mata Deon membasahi ke dua pipinya dan hampir saja menetes diwajah bayi mungil yang masih terlihat sangat lemah itu.“Bayi? Isinya bayi?” tanya penjaga kuburan itu. Diaterlihat sangat terkejut dengan isi keranjang yang dia bawa sebelumnya.“Cantiknya, apa Mamamu sudah memberimu nama?” tanya Deon sambil mengusap pipi bayi mungil itu.“Bayi siapa ini Nak? Sebaiknya kita berikan pada pihak berwajib saja supaya dicarikan orang tua kandungnya,” ucap penjaga kuburan itu yang tidak mengetahui jika Deon adalah salah satu orang tua bayi mungil itu.“Bapak jangan khawatir, tidak perlu mencarikarenadia datang pada orang yang tepat,” jawab Deon sambil mengangkat bayi
20 Januari 2014.Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnyamenembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.“Pagi Pak Deon.Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.“Baik Pak,” jawab
Deon memperhatikan wajah wanita yang beberapa waktu lalu menabraknya itu. Dia masih tidak menyangka akan mengira wanita itu sebagai sosok yang ada di bayangan masa lalunya.“Lupakan yang barusan terjadi,” ucap Deon setelah mempersiapkan dirinya beberapa menit untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan itu.Wanita yang duduk dengan anggun di sofa yang tak jauh dari meja kerja Deon tersenyum miring mendengar Deon berkata seperti itu.“Anda pikir saya akan melakukan apa? Saya tidak akan melakukan hal-hal yang akan mempersulit pekerjaan saya,” jawab wanita itu dengan tegasnya.“Baiklah kalau kamu berkata seperti itu,” jawab Deon dengan santainya sambil berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati wanita itu.“Tapi ngomong-ngomong.” Deon meletakan salah satu tangannya di punggung sofa yang berada di belakang pundak wanita itu. “Apa kamu benar-benar bukan dia? Aku melihat ada begitu banya
Beberapa menit sebelum Deon memberikan long dres pada Calisa. Deon sedang mengecek kembali jadwalnya hari itu lalu tiba-tiba dia tersenyum kecil saat membaca jadwalnya di malam hari. “Aku hampir melewatkan pesta pertunjukan itu,” gumam Deon sambil membuka folder lain yang berkaitan tentang acara besar yang akan dia hadiri beberapa jam lagi. Deon membaca dengan cermat setiap detail dari acara besar yang dia sponsori itu. Deon adalah salah satu donaturterbesar dari acara awal tahunan di dunia hiburan itu. Sebuah acara yang akan menjadi panggung besar bagi para aktris, aktor dan model yang menerima penghargaan. Saat Deon sedang membaca setiap rinci dari acara itu tiba-tiba perhatiannya kembali terpusat pada objek yang beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatiannya. “Menarik sekali! Bukan hal yang tidak mungkin jika dia mendapatkan penghargaan di acara itu tetapi yang membuatku tertarik adalah tentang siapa dia sebenarnya?
Sepanjang perjalanan menuju acara penghargaan itu, Deon hanya diam sambil membaca laporan dari para klien dan stafnya yang belum dia rampungkan hari itu.“Bapak masih menyempatkan diri bekerja meski di saat seperti ini?Bapak memang ceoyang patut jadi teladan,” ucap Calisa memuji Deon.Deon hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Calisa hanya bisa menerimanya dengan senyuman.“Memang pantas dia disebut sebagai pemberi harapan palsu,baru selang beberapa menit sikapnya sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat,” ucap Calisa di dalam hati.Beberapa menit kemudian Deon dan Calisa tiba diajang penghargaan yang diadakan tiap awal tahun itu. Mobil Deon berhenti tepat di depan red carpet yang akan menjadi tempat untuk menunjukkan karismanya yang luar biasa.“Kamu sudah siap Calisa?” tanya Deon pada Calisa yang terlihat sedikit gugup.“Sa-saya.” Calisa terli
Alexa menatap ke dua mata Deon yang semakin tajam menatapnya begitu juga dengan sentuhan tangan Deon yang terasa semakin erat mendekap tubuhnya yang kecil. “Kenapa diam saja? Apa dia tidak memintamu melakukan itu? bukannya seperti itu cara kalian para pencari popularitas menjadi bintang yang bersinar?” tanya Deon sambil terus melakukan gerakan dansa mengikuti irama musik. “Sepertinya lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk Bapak mempelajari dunia yang saya tempati ini,” jawab Alexa yang tidak bisa melepaskan dirinya dari Deon. “Jadi?” Deon meraba punggung Alexa yang terbuka dan menunjukan bagian punggungnya yang terlihat menawan. Deon sudah melatih gerakannya itu bersama dengan Calisa beberapa saat yang lalu. Meski Calisa tidak tahu jika niatan Deon hanyalah menjadikannya bahan percobaan untuk aksinya malam itu. “Apa kamu juga melakukan hal semacam itu?” sambung Deon menanyakan hal yang mengganggu pikirannya dengan caranya sendiri. “Apa
“Hah!” Deon menghela napasnya dan menyingkir dari tubuh Alexa yang tidak bisa berkutik itu. “Kalau kamu tidak siap dengan hal-hal seperti ini, seharusnya kamu tidak usah berurusan dengan dunia yang bukan duniamu,” ucap Deon dengan santainya sambil mengambil jas dari atas sofa. Alexa membuka ke dua matanya dan melihat Deon tidak melakukan apa pun padanya. Dadanya terasa lega,namunsecara bersamaannafasnya menjaditak beraturan karena cukup lama menahan nafas saat Deon berada tepat di depan hidungnya. Alexa mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun dengan cepat itu. ke dua mata Alexa menatap punggung Deon dengan tajamnya. Deon merupakan orang yang sangat sensitif dengan sekelilingnya. Meski dia tidak menoleh, Deon dapat merasakan sorotan tajam yang sedang menusuknya dari belakang itu. “Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang kamu menyesal karena aku tidak melakukan apa pun padamu?” tanya Deon pada Alexa yang t
“Hah!” Deon menghela napasnya dan menyingkir dari tubuh Alexa yang tidak bisa berkutik itu. “Kalau kamu tidak siap dengan hal-hal seperti ini, seharusnya kamu tidak usah berurusan dengan dunia yang bukan duniamu,” ucap Deon dengan santainya sambil mengambil jas dari atas sofa. Alexa membuka ke dua matanya dan melihat Deon tidak melakukan apa pun padanya. Dadanya terasa lega,namunsecara bersamaannafasnya menjaditak beraturan karena cukup lama menahan nafas saat Deon berada tepat di depan hidungnya. Alexa mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun dengan cepat itu. ke dua mata Alexa menatap punggung Deon dengan tajamnya. Deon merupakan orang yang sangat sensitif dengan sekelilingnya. Meski dia tidak menoleh, Deon dapat merasakan sorotan tajam yang sedang menusuknya dari belakang itu. “Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang kamu menyesal karena aku tidak melakukan apa pun padamu?” tanya Deon pada Alexa yang t
Alexa menatap ke dua mata Deon yang semakin tajam menatapnya begitu juga dengan sentuhan tangan Deon yang terasa semakin erat mendekap tubuhnya yang kecil. “Kenapa diam saja? Apa dia tidak memintamu melakukan itu? bukannya seperti itu cara kalian para pencari popularitas menjadi bintang yang bersinar?” tanya Deon sambil terus melakukan gerakan dansa mengikuti irama musik. “Sepertinya lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk Bapak mempelajari dunia yang saya tempati ini,” jawab Alexa yang tidak bisa melepaskan dirinya dari Deon. “Jadi?” Deon meraba punggung Alexa yang terbuka dan menunjukan bagian punggungnya yang terlihat menawan. Deon sudah melatih gerakannya itu bersama dengan Calisa beberapa saat yang lalu. Meski Calisa tidak tahu jika niatan Deon hanyalah menjadikannya bahan percobaan untuk aksinya malam itu. “Apa kamu juga melakukan hal semacam itu?” sambung Deon menanyakan hal yang mengganggu pikirannya dengan caranya sendiri. “Apa
Sepanjang perjalanan menuju acara penghargaan itu, Deon hanya diam sambil membaca laporan dari para klien dan stafnya yang belum dia rampungkan hari itu.“Bapak masih menyempatkan diri bekerja meski di saat seperti ini?Bapak memang ceoyang patut jadi teladan,” ucap Calisa memuji Deon.Deon hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Calisa hanya bisa menerimanya dengan senyuman.“Memang pantas dia disebut sebagai pemberi harapan palsu,baru selang beberapa menit sikapnya sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat,” ucap Calisa di dalam hati.Beberapa menit kemudian Deon dan Calisa tiba diajang penghargaan yang diadakan tiap awal tahun itu. Mobil Deon berhenti tepat di depan red carpet yang akan menjadi tempat untuk menunjukkan karismanya yang luar biasa.“Kamu sudah siap Calisa?” tanya Deon pada Calisa yang terlihat sedikit gugup.“Sa-saya.” Calisa terli
Beberapa menit sebelum Deon memberikan long dres pada Calisa. Deon sedang mengecek kembali jadwalnya hari itu lalu tiba-tiba dia tersenyum kecil saat membaca jadwalnya di malam hari. “Aku hampir melewatkan pesta pertunjukan itu,” gumam Deon sambil membuka folder lain yang berkaitan tentang acara besar yang akan dia hadiri beberapa jam lagi. Deon membaca dengan cermat setiap detail dari acara besar yang dia sponsori itu. Deon adalah salah satu donaturterbesar dari acara awal tahunan di dunia hiburan itu. Sebuah acara yang akan menjadi panggung besar bagi para aktris, aktor dan model yang menerima penghargaan. Saat Deon sedang membaca setiap rinci dari acara itu tiba-tiba perhatiannya kembali terpusat pada objek yang beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatiannya. “Menarik sekali! Bukan hal yang tidak mungkin jika dia mendapatkan penghargaan di acara itu tetapi yang membuatku tertarik adalah tentang siapa dia sebenarnya?
Deon memperhatikan wajah wanita yang beberapa waktu lalu menabraknya itu. Dia masih tidak menyangka akan mengira wanita itu sebagai sosok yang ada di bayangan masa lalunya.“Lupakan yang barusan terjadi,” ucap Deon setelah mempersiapkan dirinya beberapa menit untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan itu.Wanita yang duduk dengan anggun di sofa yang tak jauh dari meja kerja Deon tersenyum miring mendengar Deon berkata seperti itu.“Anda pikir saya akan melakukan apa? Saya tidak akan melakukan hal-hal yang akan mempersulit pekerjaan saya,” jawab wanita itu dengan tegasnya.“Baiklah kalau kamu berkata seperti itu,” jawab Deon dengan santainya sambil berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati wanita itu.“Tapi ngomong-ngomong.” Deon meletakan salah satu tangannya di punggung sofa yang berada di belakang pundak wanita itu. “Apa kamu benar-benar bukan dia? Aku melihat ada begitu banya
20 Januari 2014.Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnyamenembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.“Pagi Pak Deon.Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.“Baik Pak,” jawab
Ke dua mata Deon tidak bisa berpaling dari dua bola mata milik bayi yang ada di dalam keranjang besar itu, karena ke dua mata itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki Ayya, yang tak lain adalah ibu dari bayi itu. Perlahan-lahan air mata Deon membasahi ke dua pipinya dan hampir saja menetes diwajah bayi mungil yang masih terlihat sangat lemah itu.“Bayi? Isinya bayi?” tanya penjaga kuburan itu. Diaterlihat sangat terkejut dengan isi keranjang yang dia bawa sebelumnya.“Cantiknya, apa Mamamu sudah memberimu nama?” tanya Deon sambil mengusap pipi bayi mungil itu.“Bayi siapa ini Nak? Sebaiknya kita berikan pada pihak berwajib saja supaya dicarikan orang tua kandungnya,” ucap penjaga kuburan itu yang tidak mengetahui jika Deon adalah salah satu orang tua bayi mungil itu.“Bapak jangan khawatir, tidak perlu mencarikarenadia datang pada orang yang tepat,” jawab Deon sambil mengangkat bayi
Deon bertekuk lutut di hadapan ke dua orang tua Ayya. Tatapan tajam ke dua orang tua Ayya padanya yangmembuat mental Deon hancur.“Jadi, maksud ucapanmu tadi, kamu akan menikahi anak saya sebagai bentuk tanggung jawab?” tanya Bram, Ayah Ayya.Sambil menganggukkan kepala, Deon menjawab, “Iya Pak. Saya akan menikahi Ayya dan menanggung semua kebutuhan hidupnya sebagai istri saya.”BRUAK!Bram membalikkan meja yang ada di depannya dengan mata yang memerah. Otot-otot wajah Bram terlihatdengan sangat jelas.“Ayah,” ucap Ayya sambil menarik tangan Bram yang hendak menghampiri Deon dengan amarahnya.“Lepas!” ucap Bram dengan lantangnya sambil mendorong tubuh Ayya hingga terjatuh di atas sofa.“Kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya menodai anak saya laludengan mudah mengatakan akan menikahinya. Gara-gara kamu masa depan anak saya jadi hancur! Dia tidak bisa meraih mimpiny
Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya. Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu. Tatapan yang tajam dan kata-katayang padat dan dinginmembuat Deon terkenal sebagaiseoranglelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itujustru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita. Kesuksesan Deon sebagai seorang ceobukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus Deon lakukan dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal ituselalu membuatnya cemasjika suatu hari nanti akan terekspos ke