Chung Ae menatap jendela kamarnya. Hari ini adalah hari terakhirnya tinggal di kamar itu. Setelah sekian lama tinggal di rumah mungilnya, keluarganya harus berpindah ke kota lain. “Aku sudah sangat nyaman disini, kenapa aku harus pindah dari kota ini?” gumam Chung Ae. Ia kemudian bangkit dan menyentuh kaca jendelanya yang cukup usang. Chung Ae dibesarkan di rumah itu, sejak lahir ia dan keluarganya sudah menetap di kota itu.
“Bukankah, aku akan kehilangan teman-temanku?” gumam Chung Ae dalam hati. Tiba-tiba sang ibu membuka pintu kamarnya. “Ae, kau sudah bersiap?” tanya Seo Yeon.
“Bu, kenapa kita harus pindah? Jujur saja aku sudah nyaman disini.” Keluh Chung Ae. Seo Yeon tersenyum lalu melangkah mendekat ke putrinya. “Ae, kau sudah tahu alasannya bukan?” tanya Seo Yeon. “Ini semua karena pekerjaan ayahmu. Tapi kau tidak boleh marah padanya.”
“Aku sama sekali tidak marah pada ayah, hanya saya bagiku cukup berat meninggalkan kota ini.” Ucap Chung Ae.
“Sejak kecil aku disini, teman-temanku semuanya disini. Terlalu banyak kenangan disini.”
“Ibu tahu Ae. Kita punya banyak kenangan di rumah ini. Jangan khawatir, kau tetap bisa berkunjung kemari saat libur sekolah.” Kata Seo Yeon.
“Aku takut tidak mendapat teman di sekolah yang baru. Bukankah kita datang dari kota kecil?” ucap Chung Ae.
“Aku juga takut, aku tidak bisa mengikuti pelajaran disana lalu nilai-nilaiku turun. Sebentar lagi aku harus mengikuti ujian masuk universitas kan?”
“Tenang saja Ae, kau pasti bisa melewati itu semua. Kalau kau khawatir pada nilai-nilaimu, mama akan mencari guru untukmu supaya kau juga bisa belajar di rumah.” Ucap Seo Yeon.
“Kami sudah memikirkan itu sayang, jangan khawatir. Ayah sudah mencari sekolah baru untukmu dan adikmu.”
“Ah Dong Jun, kenapa dia bisa bersemangat untuk pindah?” gumam Chung Ae.
“Kata adikmu, ada lebih banyak gadis cantik di kota besar.” Jawab Seo Yeon sambil tertawa.
“Ah dasar, dia pikir berapa umurnya?” ucap Chung Ae dengan kesal. Seo Yeon hanya tertawa melihat putrinya yang kesal. Kedua anaknya memang punya karakter yang sangat berbeda. “Ibu yakin kau akan mendapat teman baik di sana, dan mungkin juga akan ada pria yang mencintaimu disana.” Ucap Seo Yeon.
“Ibu.. “ gumam Chung Ae dengan kesal.
Lagi-lagi Seo Yeon tertawa melihat sikap putrinya. “Kau sudah lebih dari delapan belas tahun tapi hingga sekarang kau bahkan belum punya kekasih.” Kata Seo Yeon.
“Ibu, tidak semudah itu mencari pria.” Jawab Chung Ae.
“Kau hanya belum menemukannya disini, mungkin di tempat baru kau akan segera menemukannya.” ucap Seo Yeon.
Chung Ae menghembuskan napasnya dengan kasar sembar melihat punggung sang ibu yang berlalu pergi. Ia lalu berpaling ke arah koper besarnya, lalu merapikan beberapa pakaian yang sudah ia ambil. Dalam hati, Chung Ae masih tidak percaya ia harus pindah ke kota lain. Ia beberapa kali membayangkan hal buruk yang mungkin saja terjadi disana.
Hari semakin siang, Seo Yeon memanggil putrinya itu untuk makan. Tak lama, Chung Ae datang dari kamarnya. “Cepat makan makananmu selagi masih hangat.”
Chung Ae duduk di kursi tempatnya biasa makan lalu segera menyantap masakan sang ibu. Meski masakan itu terasa enak seperti biasanya, tetap saja Chung Ae tak terlalu bersemangat. “Kak, ada apa denganmu?” tanya Dong Jun, adiknya.
“Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja.” Jawab Chung Ae.
“Kakakmu itu sedang sedih, dia tidak ingin pindah ke kota.” Sahut Seo Yeon.
“Kenapa harus sesedih itu kak? Kita tidak tahu mungkin saja di kota itu kehidupan kita akan lebih baik.” Ucap Dong Jun.
“Kemungkinannya selalu ada dua kan Dong Jun? Lebih baik, atau lebih buruk.” Ucap Chung Ae.
“Jangan berkata seperti tu Ae, adikmu benar. Mungkin saja kehidupan kita akan lebih baik disana.” Ucap Seo Yeon.
“Itu benar kak, lagipula pekerjaan ayah juga semakin baik bukan?” ucap Dong Jun.
Chung Ae mengangguk pelan. “Tapi semua temanku ada di sini.” Jawab Chung Ae.
Dong Jun tersenyum. “Kak, teman akan sellau berganti. Mereka mungkin juga akan menemukan teman baru setelah kakak pindah.”
“Kenyataannya, mereka tahu kakak akan pindah besok tapi tidak ada satupun dari mereka datang kemari untuk membantumu atau mengucapkan salam perpisahan.”
“Kakak juga akan mendapat teman baru disana.”
“Itulah kenapa aku mengatakan kalau mencari teman baru itu sulit. Kami yang sudah kenal bertahun-tahun rasanya masih seperti orang lain.” Ucap Chung Ae.
“Kalau begitu, berarti mereka bukan temanmu.” Jawab Dong Jun
“Sudahlah, cepat habiskan makanan kalian.” Kata Seo Yeon.
Setelah makan, Chung Ae kembali ke kamarnya. Ia kembali mengisi koper besarnya dengan pakaian, dan buku-bukunya. Tak lama, Seo Yeon kembali datang ke kamar Chung Ae. “Kau butuh bantuan?” tanya Seo Yeon.
“Tidak Bu, sebentar lagi aku selesai.” Jawab Chung Ae.
“Oh ya, seperti apa rumah kita disana? Apakah lebih besar dari rumah ini?”
“Tentu saja. Rumah itu punya dua lantai. Dua kamar di lantai atas. Jadi kau dan Dong Jun akan tidur di lantai 2.” Kata Seo Yeon.
“Apa kita menyewanya?” tanya Chung Ae. Seo Yeon tersenyum ke arah putrinya, “TIdak, kita sudah membelinya. Jadi kau jangan khawatir.”
“Ibu tahu kau sangat memikirkan kondisi ekonomi kita, karena itu ayahmu berusaha sangat keras untuk mendapat promosi.”
“Aku akan mencari kerja paruh waktu setelah kita pindah.” Kata Chung Ae.
“Tidak perlu Ae. Ibu hanya ingin kau belajar dengan benar.” Jawab Seo Yeon.
“Aku ingin membantu ayah.” Ucap Chung Ae sambil menata buku-bukunya di kardus. ‘Aku tahu ayah bekerja keras. Dong Jun juga masih belum bisa diandalkan.”
“Kalau ayahmu memberi izin, kau boleh pergi. Tapi jika ayahmu tidak mengizinkanmu, kau tidak bisa pergi.” Ucap Seo Yeon.
“Aku akan bicara pada ayah nanti.” Kata Chung Ae.
***
Setelah memastikan putrinya selesai, Seo Yeon kembali ke kamarnya. Ia juga harus mengemasi beberapa barang miliknya dan suaminya. Sejenak, Seo Yeon duduk di atas ranjangnya. Ia kembali memikirkan kedua anaknya yang sangat berbeda. Chung Ae, seringkali sulit bersosialisasi dengan orang-orang baru. Gadis yang maish polos itu, entah kenapa sulit mencari teman baru. Sedangkan Dong Jun, dia sangat ramah pada semua orang, jadi tak perlu khawatir Dong Jun tidak mendapat teman.
Seo Yeon tahu persis bagaimana putrinya. Meskipun Chung Ae berwajah imut, ia sudah berpikir seperti orang dewasa. Sayangnya, hal itu yang seringkali Seo Yeon khawatirkan. Ia takut putrinya itu tak bisa menikmati masa mudanya sendiri, dan malah menghabiskan waktu dengan buku-bukunya.
“Mungkin, aku harus mulai mengubahnya.” Gumam Seo Yeon
Hari masih pagi, bahkan matahari belum terlihat dengan jelas. Langit masih gelap dan udara masih sangat dingin ketika Chung Ae dan keluarganya mengeluarkan barang-barang mereka dari dalam rumah. Dengan lesu, Ae membawa kardus-kardus miliknya. “Ae, semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir.” Ucap Lee Won“Aku tahu ayah, ibu sudah mengatakan hal itu berkali-kali.” Jawab Chung Ae.Lee Won membantu putrinya memasukkan barang-barang ke mobil. “Ayah, kenapa kita harus berangkat sepagi ini? Udaranya bahkan masih dingin.” Keluh Dong Jun.“Jarak kota itu agak jauh, kita harus berangkat lebih awal. Kalau kau m
Chung Ae mulai membersihkan kamarnya dan tentu saja sang ibu membantunya. Ae mengambil semua kain yang menutupi perabotan kamar itu. Ia menyapu lantainya, membersihkan semua debu, dan menata kamar itu senyaman mungkin. “Boleh aku membeli beberapa barang untuk dekorasi kamarku?” tanya Ae.“Kau mau mendekorasi kamar?” tanya Seo Yeon dengan agak terkejut. Ae terdiam sejenak, “Kenapa Ibu terkejut seperti itu? Kurasa kamar ini terlalu kuno. Entah berapa lama tidak ditinggali” ucapnya. “Itu karena, sebelumnya kau tidak pernah mendekorasi kamarmu.” Jawab Seo Yeon.“Rumah ini agak kuno, terlihat tua dan menakutkan. Akan lebih baik jika Ibu mengganti beberapa perabotan
Chung Ae baru saja selesai dengan registrasinya ketika melihat beberapa perempuan mengawasinya dari jendela ruangan itu. Entah kenapa, Chung Ae merasa ada yang aneh dengan sekolah itu. Beberapa siswa terasa bebas sekali untuk bekeliaran di jam sekolah dan tak ada satu orang pun yang menegur mereka. Sesekali, Ae melirik mereka. Terlihat jelas sekali tatapan mata mereka yang tidak menyukai kehadiran Chung Ae. “Aku sudah merasakan ini jauh-jauh hari, jadi kenapa aku terkejut?” batin Ae. Sambil melangkah keluar, Ae memandang beberapa gadis yang masih berdiri di bepan jendela ruangan itu. “Kau berani memandangku?” seru Eun Jung.Chung Ae berhenti sambil menatap gadis berambut pirang yang mener
Chung Ae sedang duduk di ranjangnya ketika suara ketukan aneh itu kembali terdengar. Refleks, Ae menoleh memperhatikan setiap sudut kamarnya. Tapi ia tak menemukan apapun. Ae lalu berjalan dan membuka pintu. Seperti kejadian sebelumnya, tidak ada siapapun di sana. Chung Ae kembali ke kamarnya, sambil tetap memperhatikan sekelilingnya. “Tolonglah siapapun itu, jangan ganggu aku”, ucap Ae. Sesaat setelah Ae mengucapkan itu, suara ketukan itu pun hilang. Ae semakin merasa ada yang aneh dengan rumah barunya itu. Namun begitu, ia tak ingin menceritakan ini pada siapapun dan memilih memendamnya sendiri. “Kak, kau di dalam?”, ucap Dong Jun sambil mengetuk pintu. “Ya!” seru Ae. &ldqu
Chung Ae merasa kesal seharian karena Eun Jung terus saja mempermainkan namanya di kelas. Meski begitu, sejujurnya Ae juga tidak menyukai namanya. Kadang ia merasa namanya memang aneh dan jarang terdengar walaupun ia tahu ada maksud yang baik dari nama itu. Tepat setelah waktu pulang, Chung Ae berjalan melewati koridor kelas. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, tapi Dae Hyun tak terlihat. “Kau mencari siapa?” ucap Eun Jung yang tiba-tiba sudah ada di depannya.“Bukan urusanmu”, jawab Chung Ae.“Ah, rupanya belum cukup untuk hari ini ya? Kalau begitu aku akan senang, sampai jumpa besok”, jawab Eun Jung. Chung Ae kembali diam dan tidak ingin melanjutkan percakapan itu. Ia memilih melangkah pergi. “Kalau kau mencari Dae Hyun, tentu saja dia ada
Chung Ae menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Setela seharian menghabiskan waktu di sekolah dan di kedai, tubuhnya terasa lelah. Padahal ia masih punya tugas untuk di kerjakan. Chung Ae menarik napas panjang, “Dae Hyun, kenapa dia peduli sekali padaku?” ucapnya. Chung Ae tersenyum mengingat kejadian di sekolah. Meskipun lututnya sakit, tapi Chung Ae tahu setidaknya ia punya satu teman yang peduli padanya. “Tapi, sampai kapan akan begini? Sampai kapan perempuan itu akan menggangguku?”, gumam Chung Ae. Chung menutup matanya sebentar untuk melepas lelah. Tak lama setelah itu, ia kembali bangun lalu mengerjakan tugas sekolahnya. “Mungkin besok aku harus mengajak Dae Hyun berkeliling sekolah, aku belum tahu banyak tentang sekolah itu”, gumam Chung Ae.***
Chung Ae agak terkejut ketika Dae Hyun mengajaknya keluar sekolah. “Kau bilang kita akan beli es krim, lalu kenapa kita keluar dari sekolah?”, tanya Chung Ae. Dae Hyun tertawa keras, “Kita memang akan beli diluar”, ucapnya. Chung Ae tersenyum lalu mengikuti langkah Dae Hyun begitu saja. “Memangnya boleh seperti ini? Di sekolahku yang dulu, kami harus membeli makanan di kantin”, kata Chung Ae.“Banyak aturan sekolah yang tidak jelas. Itulah kenapa Eun Jung dapat berbuat sesukanya”, jawab Dae Hyun. “Sebenarnya murid lain juga bisa berbuat sesuka mereka, tapi kami masih ingin bersikap seperti murid yang baik”, sambungnya. Chung Ae mengangguk. Ia juga meras
Chung Ae sesekali menatap meja sudut dimana Dae Hyun, Yeri, dan manajer kedai sedang berbincang. Mereka terlihat sangat serius dari sudut pandang Ae. Sejujurnya, Ae juga heran kenapa Dae Hyun tiba-tiba bekerja di kedai. “Bukan karena aku kan?”, pikir Ae. “Satu cappuccino”, ucap Kwang So.“Baik, tunggu sebentar”, jawab Chung Ae sambil tersenyum.“Bukankah kita satu kelas?” Kwang So mengangguk, “Aku duduk di depan Eun Jung”, kata Kwang So. Lagi-lagi Chung Ae mengangguk, “Kita jarang mengobrol di kelas. Senang bertemu denganmu”
Seo Yeon melangkah ke kamar putrinya. Sejujurnya ia masih setengah percaya dengan hubungan putrinya. Di depan pintu Chung Ae, Seo Yeon mengetuk. Tak lama Ae membuka pintu. “Ada apa, Bu?” tanya Chung Ae. “Boleh Ibu bicara sebentar?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk lalu mempersilahkan sang ibu masuk ke kamarnya. “Apa kau sedang sibuk?” tanya Seo Yeon. “Aku hanya sedang mengerjakan tugas sekolahku”, jawab Chung Ae. “Bagaimana rasanya bekerja di kedai kopi?” tanya Seo Yeon. “Menyenangkan”, jawab Chu ng Ae. Seo Yeon tersenyum. “Tidak ada orang yang mengganggumu kan?” Chung Ae menggeleng. “Aku baik-baik saja, Bu. Lagipula, Dae hyun juga bekerja disana.” “Benarkah?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk. “Tak lama setelah aku mulai bekerja disana, dia juga bekerja di kedai itu. Apa Dong Jun tidak memberitahu hal itu?” “Tidak. Anak itu hanya mengatakan dia melihatmu dengan seorang pria di bus dan pria itu menggenggam
“Kenapa kesal begitu pada adikmu?” tanya Dae Hyun. Chung Ae hanya terdiam sambil melirik Dae Hyun yang sedang mengelap meja kasir. “Bukankah dia anak yang baik? Sepertinya dia senang melihatmu bersamaku” kata Dae Hyun lagi. Perlahan Chung Ae mulai tersenyum. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun bukan? Hubungan kita, bukan terlarang kan?” tanya Dae Hyun.Chung Ae mengangguk. “Aku hanya sedikit malu. Aku tidak tahu bagaimana reaksi ibuku nanti saat aku sampai di rumah” jawab Chung Ae.“Bukankah ibumu juga akan sangat senang?”Chung Ae mengangguk. “Mungkin”. Ia lalu menghela napas. “Kadang aku masih merasa bingung tentang perasaanku. Apakah ini benar? Apa aku benar-benar menyukaimu? Kadang, aku seperti tidak yakin tapi aku selalu senang jika kau ada di sampingku” kata Chung Ae.“Mungkin, kau hanya belum bisa menerima apa yang kau rasakan sekarang. Ini kali pert
Chung Ae mengusap matanya. Sambil menguap ia mendongakkan kepalanya. “Dae Hyun”, gumam Chung Ae. Dae Hyun tersenyum sambil memandang Chung Ae. “Apa tidurmu nyenyak?” tanya Dae Hyun.Chung Ae melihat jam tangannya. Ia sudah melewatkan jam pelajaran. “Astaga”, gumam Chung Ae. Dae Hyun tertawa kecil. “Sebentar lagi waktu istirahat, kita tidak perlu kembali ke kelas”, ucapnya. Chung Ae menarik napas, “Apa.. kau juga disini?” tanya Chung Ae.Dae Hyun mengangguk. “Sulit sekali rasanya meninggalkanmu, jadi aku disini. Tapi tenang saja, kau lihat aku belajar disini” ucap Dae Hyun. Chung Ae tertunduk malu. Ia ketahuan membolos dan tidur di depan pria yang ia suka.“Apa yang kau lakukan semalam?” tanya Dae Hyun.Sejenak Chung Ae terdiam. Ia masih ragu untuk menceritakan apa yang ia temukan di kamarnya. “Hm, aku hanya tidak bisa tidur semalam”, kata Chung Ae.&ldqu
Chung Ae duduk di depan kaca bulat di kamarnya. Ia mencoba menyentuh kaca itu dengan jarinya. Kali ini tidak ada hal aneh yang terjadi. Jari Chung Ae tidakk menembus kaca itu. Chung Ae menghela napas, “Mungkin Dae Hyun benar. Waktu itu aku hanya sedang melamun”, ucapnya. Chung Ae beranjak dari kaca itu dan mengambil bukunya. Sambil berlalu, Chung Ae menyentuh kaca itu lagi. “Aaa!” teriak Chung Ae.***Chung Ae terjatuh di sebuah ruangan. Ruangan itu mirip dengan kamarnya. Ia lalu melihat gadis yang ada mimpinya. “Dia.. bukankah dia yang ada dalam mimpiku itu?” gumam Chung Ae. Gadis itu menoleh lalu tersenyum ke arah Chung Ae. &ldquo
Kwang So datang pagi-pagi. Setelah berpikir semalaman ia berniat untuk bicara pada Eun Jung. Ia tidak mau hanya menjadi suruhan. Kwang So meras adirinya harus mendapat imbalan yang setimpal. Dua minggu lagi, sekolah akan kembali mengadakan seleksi olimpiade sains. Sayang sekali ayah Kwang So mengetahui hal itu, dan kali ini Kwang So tidak ingin mendengar ayahnya mengomel lagi. Ia bosan mendengar itu semua.Sesaat setelah Eun Jung masuk kelas, Kwang So langsung menemuinya. “Kau sudah dapat informasinya?” tanya Eun Jung. “Kalau aku punya informasi itu, apa yang akan kudapat darimu?” tanya Kwang So.“Kau mau imbalan?” tanya Eun Jung.
Chung Ae sesekali menatap meja sudut dimana Dae Hyun, Yeri, dan manajer kedai sedang berbincang. Mereka terlihat sangat serius dari sudut pandang Ae. Sejujurnya, Ae juga heran kenapa Dae Hyun tiba-tiba bekerja di kedai. “Bukan karena aku kan?”, pikir Ae. “Satu cappuccino”, ucap Kwang So.“Baik, tunggu sebentar”, jawab Chung Ae sambil tersenyum.“Bukankah kita satu kelas?” Kwang So mengangguk, “Aku duduk di depan Eun Jung”, kata Kwang So. Lagi-lagi Chung Ae mengangguk, “Kita jarang mengobrol di kelas. Senang bertemu denganmu”
Chung Ae agak terkejut ketika Dae Hyun mengajaknya keluar sekolah. “Kau bilang kita akan beli es krim, lalu kenapa kita keluar dari sekolah?”, tanya Chung Ae. Dae Hyun tertawa keras, “Kita memang akan beli diluar”, ucapnya. Chung Ae tersenyum lalu mengikuti langkah Dae Hyun begitu saja. “Memangnya boleh seperti ini? Di sekolahku yang dulu, kami harus membeli makanan di kantin”, kata Chung Ae.“Banyak aturan sekolah yang tidak jelas. Itulah kenapa Eun Jung dapat berbuat sesukanya”, jawab Dae Hyun. “Sebenarnya murid lain juga bisa berbuat sesuka mereka, tapi kami masih ingin bersikap seperti murid yang baik”, sambungnya. Chung Ae mengangguk. Ia juga meras
Chung Ae menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Setela seharian menghabiskan waktu di sekolah dan di kedai, tubuhnya terasa lelah. Padahal ia masih punya tugas untuk di kerjakan. Chung Ae menarik napas panjang, “Dae Hyun, kenapa dia peduli sekali padaku?” ucapnya. Chung Ae tersenyum mengingat kejadian di sekolah. Meskipun lututnya sakit, tapi Chung Ae tahu setidaknya ia punya satu teman yang peduli padanya. “Tapi, sampai kapan akan begini? Sampai kapan perempuan itu akan menggangguku?”, gumam Chung Ae. Chung menutup matanya sebentar untuk melepas lelah. Tak lama setelah itu, ia kembali bangun lalu mengerjakan tugas sekolahnya. “Mungkin besok aku harus mengajak Dae Hyun berkeliling sekolah, aku belum tahu banyak tentang sekolah itu”, gumam Chung Ae.***
Chung Ae merasa kesal seharian karena Eun Jung terus saja mempermainkan namanya di kelas. Meski begitu, sejujurnya Ae juga tidak menyukai namanya. Kadang ia merasa namanya memang aneh dan jarang terdengar walaupun ia tahu ada maksud yang baik dari nama itu. Tepat setelah waktu pulang, Chung Ae berjalan melewati koridor kelas. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, tapi Dae Hyun tak terlihat. “Kau mencari siapa?” ucap Eun Jung yang tiba-tiba sudah ada di depannya.“Bukan urusanmu”, jawab Chung Ae.“Ah, rupanya belum cukup untuk hari ini ya? Kalau begitu aku akan senang, sampai jumpa besok”, jawab Eun Jung. Chung Ae kembali diam dan tidak ingin melanjutkan percakapan itu. Ia memilih melangkah pergi. “Kalau kau mencari Dae Hyun, tentu saja dia ada