Chung Ae merasa kesal seharian karena Eun Jung terus saja mempermainkan namanya di kelas. Meski begitu, sejujurnya Ae juga tidak menyukai namanya. Kadang ia merasa namanya memang aneh dan jarang terdengar walaupun ia tahu ada maksud yang baik dari nama itu. Tepat setelah waktu pulang, Chung Ae berjalan melewati koridor kelas. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, tapi Dae Hyun tak terlihat. “Kau mencari siapa?” ucap Eun Jung yang tiba-tiba sudah ada di depannya.
“Bukan urusanmu”, jawab Chung Ae.
“Ah, rupanya belum cukup untuk hari ini ya? Kalau begitu aku akan senang, sampai jumpa besok”, jawab Eun Jung. Chung Ae kembali diam dan tidak ingin melanjutkan percakapan itu. Ia memilih melangkah pergi. “Kalau kau mencari Dae Hyun, tentu saja dia ada di dapur sekolah!” seru Eun Jung. Seketika Chung Ae berhenti. Entah bagaimana Eun Jung bisa tahu kalau Chung Ae sedang mencari Dae Hyun. Chung Ae berbalik, ia memandang Eun Jung yang sedang tertawa, “Kau mencari dia kan?” tanya Eun Jung.
“Kalau iya memang kenapa?”, jawab Chung Ae.
“Aku sudah menduganya, kalian memang berpacaran kan?”, kata Eun Jung.
“Bukan urusanmu”, kata Chung Ae lalu berbalik lagi. Ia meninggalkan Eun Jung dan teman-temannya yang masih sibuk mencemooh Dae Hyun.
***
“Aku yakin mereka punya hubungan. Sejak aku menolak Dae Hyun, ia tidak pernah mendekati gadis manapun”, kata Eun Jung.
“Benarkah? Apa mungkin mereka berpacaran? Atau mungkin karena Dae Hyun disini lalu dia pindah kemari?” jawab teman Eun Jung.
“Yang jelas, aku tidak suka dengan mereka. Dia itu sombong sekali. Aku benar-benar ingin tahu dia siapa”, kata Eun Jung.
“Aku tahu dia bukan tipe gadis yang lemah, tapi bagaimanapun aku yakin bisa mempermainkannya”
Eun Jung tersenyum miring. Ia akan mencari tahu siapa Chung Ae dan hubungannya dengan Dae Hyun. Eun Jung sedikit merasa tersaingi karena beberapa pria membicarakan Chung Ae saat makan siang. Ia tak memungkiri Chung Ae punya wajah polos dan imut meski tanpa riasan apapun, dan itu membuatnya semakin tidak menyukai Chung Ae. “Jangan sampai Ha Joon jatuh ke tanganmu, aku tidak akan pernah melepas Ha Joon”, batin Eun Jung.
***
“Ibu, aku tidak bisa mengantarmu ke rumah. Siang ini aku akan pergi ke rumah Yeri”, ucap Dae Hyun. Young Mi mengangguk. “Sebenarnya, kau tidak perlu membantu ibu setiap pulang sekolah. Ketika waktunya pulang, kau harusnya langsung pulang saja atau pergilah kemanapun yang kau mau,’ ucap Young Mi.
Dae Hyun tersenyum sambil memasukkan sisa bahan makanan ke dalam lemari es. “Ibu bekerja disini, mana mungkin aku tidak membantu ibu”, kata Dae Hyun.
“Apa kau tidak malu dengan teman-temanmu? Ibu dengar kau sering dihina karena ibu bekerja disini”, jawab Young Mi.
Dae Hyun berjalan mendekati sang ibu lalu berkata,” Bu setelah ayah pergi siapa lagi yang akan menjaga ibu? Bukankah itu tugasku? Biarkan saja orang lain menghinaku, aku sama sekali tidak malu”. Young Mi tersenyum, meski begitu hatinya juga sedih karena putra satu-satunya yang ia punya harus menanggung semua ini. “Maaf, ibu tidak bisa menemukan pekerjaan yang lebih baik”, ucap Young Mi.
Dae Hyun langsung memeluk sang ibu dengan erat. “Pekerjaan ini sudah sangat bagus untuk ibu, semua orang di sekolah ini suka masakan ibu. Jangan pikirkan aku, aku sudah dewasa”, kata Dae Hyun. Young Mi menepuk-nepuk punggung putranya. Ia merasa sangat beruntung memiliki Dae Hyun dalam hidupnya.
Selesai membantu ibunya, Dae Hyun melangkah pergi. Sambil tersenyum Dae Hyun melewati koridor sekolah yang sudah sepi. Ia teringat bagaimana wajah polos Chung Ae tadi siang. “Seumur hidup aku tidak pernah melakukan itu pada perempuan manapun”, ucap Dae Hyun.
“Mungkinkah, aku tertarik padanya?”
***
Sampai di rumah Yeri, Dae Hyun langsung dipersilahkan masuk. Ia dan Yeri memang sudah berteman lama walaupun mereka beda usia. “Hm, sudah lama sekali kau tidak mampir ke rumahku”, ucap Yeri.
“Banyak tugas yang harus kukerjakan”, kata Dae Hyun.
“Kau mau minum sesuatu? Atau makan?” tanya Yeri.
“Apa saja”, jawab Dae Hyun. Yeri mengambil segelas jus jeruk untuk Dae Hyun lalu duduk bersama teman lamanya itu. “Jadi, apa yang membawamu kemari?” tanya Yeri.
“Sebenarnya aku ingin bertanya, apakah di kedai itu masih ada pekerjaan?” tanya Dae Hyun. “Pekerjaan?” ucap Yeri dengan wajah yang terkejut.
“Selama ini ibu melarangku untuk bekerja paruh waktu dan fokus belajar. Nilaiku memang baik, tapi aku butuh biaya juga untuk masuk universitas. Aku tidak bisa terus meminta uang pada ibu, aku harus bekerja”, jawab Dae Hyun.
Belum sempat menjawab ucapan Dae Hyun, Yeri justru bangkit begitu saja lalu mengambil beberapa makanan kecil yang ada. Ia pikir, percakapannya kali ini akan panjang. “Makanlah dulu walaupun hanya makanan kecil”, ucap Yeri. Dae Hyun tersenyum lalu mengucapkan terimakasih.
“Sebenarnya lowongan terakhir sudah kuberikan pada Chung Ae. Tunggu, kau ingin bekerja disana bukan karena Chung Ae kan?”, tanya Yeri. Dae Hyun menggeleng. “Kami memang teman sekalas, tapi bukan itu alasanku”, kata Dae Hyun.
“Apa dia termasuk salah satu alasanmu bekerja disana? Kau cukup tampan, dan banyak sekali kedai kopi di kota ini, kenapa harus disana?” ucap Yeri. Dae Hyun terdiam. Meski bukan alasan utama, tapi kehadiran Chung Ae memang menjadi pertimbangan kenapa Dae Hyun ingin bekerja di kedai kopi itu. “Ayolah, mulut bisa berbohong tapi matamu tidak”, kata Yeri.
“Pernahkah kau bertemu seseorang, dan seketika itu kau merasa harus menjaganya?”, tanya Dae Hyun. Yeri tersenyum mendengar ucapan Dae Hyun. Sudah lama sekali berhenti menyukai Eun Jung, Dae Hyun tidak pernah membahas gadis manapun. “Mungkin kau menyukainya”, kata Yeri.
Dae Hyun mengangkat satu alisnya, “Secepat itu?” tanyanya. Yeri pun mengangguk. “Kita tidak bisa merencanakan kapan kita akan menyukai seseorang kan? Itu terjadi dengan tiba-tiba”, jawab Yeri.
“Mustahil”, gumam Dae Hyun.
“Kau terlalu menggunakan logika untuk masalah perasaan. Apa logika dan perasaan itu selalu sejalan? Apa selamanya kau akan memilih menggunakan logika dan mematikan perasaanmu? Lupakan Eun Jung, si gadis gila itu. Aku bahkan tidak menyukainya”, ucap Yeri.
“Jadi ini normal?” tanya Dae Hyun.
“Kau pernah tidak normal karena menyukai Eun Jung”, sahut Yeri.
Dae Hyun tersenyum sambil mengangguk. Ia juga heran kenapa dia bisa menyukai Eun Jung dulu. Padahal gadis itu sudah bersikap kasar sejak lama. “Aku akan coba bicara dengan manajer kedai itu, siapa tahu dia bisa menerimamu”, ucap Yeri.
“Aku tidak harus bekerja di bagian makanan dan minuman, aku bisa membantu membersihkan tempat itu”, kata Dae Hyun.
“Aku selalu kagum dengan kerja kerasmu”, ucap Yeri.
***
Berdiri dengan lutut yang masih terasa nyeri ternyata cukup sulit. Pelanggan cukup ramapi di hari pertama Chung Ae bekerja. Ia tidak punya waktu untuk duduk lebih dari lima menit. Meskipun begitu, Chung Ae tidak ingin mengeluh. Bekerja paruh waktu adalah pilihannya sendiri, jadi ia berusaha sebaik mungkin menjalaninya.
Chung Ae melirik jam tangannya. Ternyata baru pukul lima. Chung Ae baru bisa pulang pukul delapan malam, dan setelah itu ia harus belajar dan mengerjakan tugas.
“Satu americano”
Chung Ae mendongak dan sekali lagi ia melihat senyum Dae Hyun. “Kau kemari?”, tanya Chung Ae. Dae Hyun mengangguk, “Semua orang berhak kemari kan?”. Chung Ae bergegas mengangguk, “Ah kau benar.
“Sssh bodohnya aku. Pertanyaan macam apa itu.” Batin Chung Ae saat memberikan segelas americano untuk Dae Hyun.
“Bisakah kita pulang bersama?” tanya Dae Hyun.
“Hm? Pulang bersama?” kata Chung Ae.
“Aku akan menunggumu”, jawab Dae Hyun lalu pergi ke meja di sudut ruangan.
Selama bekerja, sesekali Chung Ae memandang meja Dae Hyun. Pria itu menikmati kopinya sambil mengerjakan sesuatu. “Serius sekali”, batin Ae.
***
Setelah Chung Ae selesai, ia pun berjalan pulang bersama Dae Hyun. “Kau tinggal dimana?” tanya Dae Hyun. “Rumah di dekat halte bus tadi pagi”, jawab Chung Ae.
Sejenak Dae Hyun berpikir. “Kau tinggal di rumah besar berlantai dua?” tanya Dae Hyun. Chung Ae mengangguk, “Kami baru pindah kesana beberapa hari lalu”, jawab Chung Ae.
Dae Hyun sedikit terkejut mendengar hal itu. “Kenapa kau pindah kesana?” tanya Dae Hyun. “Memang ada apa dengan rumah itu?”, jawab Chung Ae.
“Kami pindah karena ayah dipindah kerja. Mau tidak mau aku harus ikut. Rumah itu murah dan besar, mungkin itu alasan kenapa ayah membeli rumah itu.”
Dae Hyun mengangguk. “Ada apa dengan rumah itu?” ulang Chung Ae.
Dae Hyun sedikit ragu untuk menceritakan hal yang ia ketahui tentang rumah itu. Ia khawatir, Chung Ae justru akan takut tinggal disana. “Katakan saja, tidak apa-apa”, kata Chung Ae.
“Ada berita yang tersebar tentang rumah itu. Rumah itu memang besar tapi sudah lama sekali tidak ditinggali. Dulu, ada sebuah keluarga tinggal disana. Mereka punya seorang anak gadis yang hilang entah kemana. Para tetangga tidak tahu banyak tentang bagaimana kehidupan sehari-hari keluarga itu, mereka agak tertutup. Tapi semenjak putri mereka hilang, mereka mencari pertolongan pada siapapun. Sayangnya putri mereka tidak pernah kembali.” Ucap Dae Hyun.
“Benarkah? Lalu?” ucap Chung Ae.
“Lalu sang ibu meninggal karena sakit. Dari rumor yang beredar, dia sakit karena sangat merindukan putirnya. Lalu sang ayah berakhir dengan sakit jiwa dan meninggal di rumah sakit. Rumah itu, diurus saudaranya sebelum akhirnya dijual. Dan hingga sekarang, tidak ada yang tahu dimana putri pemilik rumah itu berada.” Sambung Dae Hyun.
Chung Ae menghela napas. “Benar saja, ada beberapa hal aneh di rumah itu. Kadang aku mendengar suara ketukan di kamarku tapi tidak ada yang mengetuk pintu maupun jendelaku. Meskipun begitu aku tidak takut” Ucap Chung Ae.
“Baguslah kalau kau tidak takut. Kau memang pemberani, itu sudah terlihat dari bagaimana kau menghadapi Eun Jung.” Jawba Dae Hyun sambil tertawa.
“Meskipun begitu, tetaplah waspada. Bukan pada rumahmu, tapi pada Eun Jung”
“Apa dulu, kau benar-benar pernah menyukai Eun Jung?” tanya Chung Ae.
Dae Hyun mengangguk, “Aku merasa bodoh saat aku mengingatnya”. Chung Ae tertawa kecil. “Aku sudah tahu bagaimana perilakunya, tapi aku memang menyukainya dulu. Mungkin itu kesalahan terbesar yang pernah kulakukan”, kata Dae Hyun.
“Lebih baik jika kau pernah menyukai seseorang. Aku belum pernah menyukai pria manapun selama aku hidup”, kata Chung Ae.
Dae Hyun menoleh tak percaya, “Apa itu benar?”
Chung Ae menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Setela seharian menghabiskan waktu di sekolah dan di kedai, tubuhnya terasa lelah. Padahal ia masih punya tugas untuk di kerjakan. Chung Ae menarik napas panjang, “Dae Hyun, kenapa dia peduli sekali padaku?” ucapnya. Chung Ae tersenyum mengingat kejadian di sekolah. Meskipun lututnya sakit, tapi Chung Ae tahu setidaknya ia punya satu teman yang peduli padanya. “Tapi, sampai kapan akan begini? Sampai kapan perempuan itu akan menggangguku?”, gumam Chung Ae. Chung menutup matanya sebentar untuk melepas lelah. Tak lama setelah itu, ia kembali bangun lalu mengerjakan tugas sekolahnya. “Mungkin besok aku harus mengajak Dae Hyun berkeliling sekolah, aku belum tahu banyak tentang sekolah itu”, gumam Chung Ae.***
Chung Ae agak terkejut ketika Dae Hyun mengajaknya keluar sekolah. “Kau bilang kita akan beli es krim, lalu kenapa kita keluar dari sekolah?”, tanya Chung Ae. Dae Hyun tertawa keras, “Kita memang akan beli diluar”, ucapnya. Chung Ae tersenyum lalu mengikuti langkah Dae Hyun begitu saja. “Memangnya boleh seperti ini? Di sekolahku yang dulu, kami harus membeli makanan di kantin”, kata Chung Ae.“Banyak aturan sekolah yang tidak jelas. Itulah kenapa Eun Jung dapat berbuat sesukanya”, jawab Dae Hyun. “Sebenarnya murid lain juga bisa berbuat sesuka mereka, tapi kami masih ingin bersikap seperti murid yang baik”, sambungnya. Chung Ae mengangguk. Ia juga meras
Chung Ae sesekali menatap meja sudut dimana Dae Hyun, Yeri, dan manajer kedai sedang berbincang. Mereka terlihat sangat serius dari sudut pandang Ae. Sejujurnya, Ae juga heran kenapa Dae Hyun tiba-tiba bekerja di kedai. “Bukan karena aku kan?”, pikir Ae. “Satu cappuccino”, ucap Kwang So.“Baik, tunggu sebentar”, jawab Chung Ae sambil tersenyum.“Bukankah kita satu kelas?” Kwang So mengangguk, “Aku duduk di depan Eun Jung”, kata Kwang So. Lagi-lagi Chung Ae mengangguk, “Kita jarang mengobrol di kelas. Senang bertemu denganmu”
Kwang So datang pagi-pagi. Setelah berpikir semalaman ia berniat untuk bicara pada Eun Jung. Ia tidak mau hanya menjadi suruhan. Kwang So meras adirinya harus mendapat imbalan yang setimpal. Dua minggu lagi, sekolah akan kembali mengadakan seleksi olimpiade sains. Sayang sekali ayah Kwang So mengetahui hal itu, dan kali ini Kwang So tidak ingin mendengar ayahnya mengomel lagi. Ia bosan mendengar itu semua.Sesaat setelah Eun Jung masuk kelas, Kwang So langsung menemuinya. “Kau sudah dapat informasinya?” tanya Eun Jung. “Kalau aku punya informasi itu, apa yang akan kudapat darimu?” tanya Kwang So.“Kau mau imbalan?” tanya Eun Jung.
Chung Ae duduk di depan kaca bulat di kamarnya. Ia mencoba menyentuh kaca itu dengan jarinya. Kali ini tidak ada hal aneh yang terjadi. Jari Chung Ae tidakk menembus kaca itu. Chung Ae menghela napas, “Mungkin Dae Hyun benar. Waktu itu aku hanya sedang melamun”, ucapnya. Chung Ae beranjak dari kaca itu dan mengambil bukunya. Sambil berlalu, Chung Ae menyentuh kaca itu lagi. “Aaa!” teriak Chung Ae.***Chung Ae terjatuh di sebuah ruangan. Ruangan itu mirip dengan kamarnya. Ia lalu melihat gadis yang ada mimpinya. “Dia.. bukankah dia yang ada dalam mimpiku itu?” gumam Chung Ae. Gadis itu menoleh lalu tersenyum ke arah Chung Ae. &ldquo
Chung Ae mengusap matanya. Sambil menguap ia mendongakkan kepalanya. “Dae Hyun”, gumam Chung Ae. Dae Hyun tersenyum sambil memandang Chung Ae. “Apa tidurmu nyenyak?” tanya Dae Hyun.Chung Ae melihat jam tangannya. Ia sudah melewatkan jam pelajaran. “Astaga”, gumam Chung Ae. Dae Hyun tertawa kecil. “Sebentar lagi waktu istirahat, kita tidak perlu kembali ke kelas”, ucapnya. Chung Ae menarik napas, “Apa.. kau juga disini?” tanya Chung Ae.Dae Hyun mengangguk. “Sulit sekali rasanya meninggalkanmu, jadi aku disini. Tapi tenang saja, kau lihat aku belajar disini” ucap Dae Hyun. Chung Ae tertunduk malu. Ia ketahuan membolos dan tidur di depan pria yang ia suka.“Apa yang kau lakukan semalam?” tanya Dae Hyun.Sejenak Chung Ae terdiam. Ia masih ragu untuk menceritakan apa yang ia temukan di kamarnya. “Hm, aku hanya tidak bisa tidur semalam”, kata Chung Ae.&ldqu
“Kenapa kesal begitu pada adikmu?” tanya Dae Hyun. Chung Ae hanya terdiam sambil melirik Dae Hyun yang sedang mengelap meja kasir. “Bukankah dia anak yang baik? Sepertinya dia senang melihatmu bersamaku” kata Dae Hyun lagi. Perlahan Chung Ae mulai tersenyum. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun bukan? Hubungan kita, bukan terlarang kan?” tanya Dae Hyun.Chung Ae mengangguk. “Aku hanya sedikit malu. Aku tidak tahu bagaimana reaksi ibuku nanti saat aku sampai di rumah” jawab Chung Ae.“Bukankah ibumu juga akan sangat senang?”Chung Ae mengangguk. “Mungkin”. Ia lalu menghela napas. “Kadang aku masih merasa bingung tentang perasaanku. Apakah ini benar? Apa aku benar-benar menyukaimu? Kadang, aku seperti tidak yakin tapi aku selalu senang jika kau ada di sampingku” kata Chung Ae.“Mungkin, kau hanya belum bisa menerima apa yang kau rasakan sekarang. Ini kali pert
Seo Yeon melangkah ke kamar putrinya. Sejujurnya ia masih setengah percaya dengan hubungan putrinya. Di depan pintu Chung Ae, Seo Yeon mengetuk. Tak lama Ae membuka pintu. “Ada apa, Bu?” tanya Chung Ae. “Boleh Ibu bicara sebentar?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk lalu mempersilahkan sang ibu masuk ke kamarnya. “Apa kau sedang sibuk?” tanya Seo Yeon. “Aku hanya sedang mengerjakan tugas sekolahku”, jawab Chung Ae. “Bagaimana rasanya bekerja di kedai kopi?” tanya Seo Yeon. “Menyenangkan”, jawab Chu ng Ae. Seo Yeon tersenyum. “Tidak ada orang yang mengganggumu kan?” Chung Ae menggeleng. “Aku baik-baik saja, Bu. Lagipula, Dae hyun juga bekerja disana.” “Benarkah?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk. “Tak lama setelah aku mulai bekerja disana, dia juga bekerja di kedai itu. Apa Dong Jun tidak memberitahu hal itu?” “Tidak. Anak itu hanya mengatakan dia melihatmu dengan seorang pria di bus dan pria itu menggenggam
Seo Yeon melangkah ke kamar putrinya. Sejujurnya ia masih setengah percaya dengan hubungan putrinya. Di depan pintu Chung Ae, Seo Yeon mengetuk. Tak lama Ae membuka pintu. “Ada apa, Bu?” tanya Chung Ae. “Boleh Ibu bicara sebentar?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk lalu mempersilahkan sang ibu masuk ke kamarnya. “Apa kau sedang sibuk?” tanya Seo Yeon. “Aku hanya sedang mengerjakan tugas sekolahku”, jawab Chung Ae. “Bagaimana rasanya bekerja di kedai kopi?” tanya Seo Yeon. “Menyenangkan”, jawab Chu ng Ae. Seo Yeon tersenyum. “Tidak ada orang yang mengganggumu kan?” Chung Ae menggeleng. “Aku baik-baik saja, Bu. Lagipula, Dae hyun juga bekerja disana.” “Benarkah?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk. “Tak lama setelah aku mulai bekerja disana, dia juga bekerja di kedai itu. Apa Dong Jun tidak memberitahu hal itu?” “Tidak. Anak itu hanya mengatakan dia melihatmu dengan seorang pria di bus dan pria itu menggenggam
“Kenapa kesal begitu pada adikmu?” tanya Dae Hyun. Chung Ae hanya terdiam sambil melirik Dae Hyun yang sedang mengelap meja kasir. “Bukankah dia anak yang baik? Sepertinya dia senang melihatmu bersamaku” kata Dae Hyun lagi. Perlahan Chung Ae mulai tersenyum. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun bukan? Hubungan kita, bukan terlarang kan?” tanya Dae Hyun.Chung Ae mengangguk. “Aku hanya sedikit malu. Aku tidak tahu bagaimana reaksi ibuku nanti saat aku sampai di rumah” jawab Chung Ae.“Bukankah ibumu juga akan sangat senang?”Chung Ae mengangguk. “Mungkin”. Ia lalu menghela napas. “Kadang aku masih merasa bingung tentang perasaanku. Apakah ini benar? Apa aku benar-benar menyukaimu? Kadang, aku seperti tidak yakin tapi aku selalu senang jika kau ada di sampingku” kata Chung Ae.“Mungkin, kau hanya belum bisa menerima apa yang kau rasakan sekarang. Ini kali pert
Chung Ae mengusap matanya. Sambil menguap ia mendongakkan kepalanya. “Dae Hyun”, gumam Chung Ae. Dae Hyun tersenyum sambil memandang Chung Ae. “Apa tidurmu nyenyak?” tanya Dae Hyun.Chung Ae melihat jam tangannya. Ia sudah melewatkan jam pelajaran. “Astaga”, gumam Chung Ae. Dae Hyun tertawa kecil. “Sebentar lagi waktu istirahat, kita tidak perlu kembali ke kelas”, ucapnya. Chung Ae menarik napas, “Apa.. kau juga disini?” tanya Chung Ae.Dae Hyun mengangguk. “Sulit sekali rasanya meninggalkanmu, jadi aku disini. Tapi tenang saja, kau lihat aku belajar disini” ucap Dae Hyun. Chung Ae tertunduk malu. Ia ketahuan membolos dan tidur di depan pria yang ia suka.“Apa yang kau lakukan semalam?” tanya Dae Hyun.Sejenak Chung Ae terdiam. Ia masih ragu untuk menceritakan apa yang ia temukan di kamarnya. “Hm, aku hanya tidak bisa tidur semalam”, kata Chung Ae.&ldqu
Chung Ae duduk di depan kaca bulat di kamarnya. Ia mencoba menyentuh kaca itu dengan jarinya. Kali ini tidak ada hal aneh yang terjadi. Jari Chung Ae tidakk menembus kaca itu. Chung Ae menghela napas, “Mungkin Dae Hyun benar. Waktu itu aku hanya sedang melamun”, ucapnya. Chung Ae beranjak dari kaca itu dan mengambil bukunya. Sambil berlalu, Chung Ae menyentuh kaca itu lagi. “Aaa!” teriak Chung Ae.***Chung Ae terjatuh di sebuah ruangan. Ruangan itu mirip dengan kamarnya. Ia lalu melihat gadis yang ada mimpinya. “Dia.. bukankah dia yang ada dalam mimpiku itu?” gumam Chung Ae. Gadis itu menoleh lalu tersenyum ke arah Chung Ae. &ldquo
Kwang So datang pagi-pagi. Setelah berpikir semalaman ia berniat untuk bicara pada Eun Jung. Ia tidak mau hanya menjadi suruhan. Kwang So meras adirinya harus mendapat imbalan yang setimpal. Dua minggu lagi, sekolah akan kembali mengadakan seleksi olimpiade sains. Sayang sekali ayah Kwang So mengetahui hal itu, dan kali ini Kwang So tidak ingin mendengar ayahnya mengomel lagi. Ia bosan mendengar itu semua.Sesaat setelah Eun Jung masuk kelas, Kwang So langsung menemuinya. “Kau sudah dapat informasinya?” tanya Eun Jung. “Kalau aku punya informasi itu, apa yang akan kudapat darimu?” tanya Kwang So.“Kau mau imbalan?” tanya Eun Jung.
Chung Ae sesekali menatap meja sudut dimana Dae Hyun, Yeri, dan manajer kedai sedang berbincang. Mereka terlihat sangat serius dari sudut pandang Ae. Sejujurnya, Ae juga heran kenapa Dae Hyun tiba-tiba bekerja di kedai. “Bukan karena aku kan?”, pikir Ae. “Satu cappuccino”, ucap Kwang So.“Baik, tunggu sebentar”, jawab Chung Ae sambil tersenyum.“Bukankah kita satu kelas?” Kwang So mengangguk, “Aku duduk di depan Eun Jung”, kata Kwang So. Lagi-lagi Chung Ae mengangguk, “Kita jarang mengobrol di kelas. Senang bertemu denganmu”
Chung Ae agak terkejut ketika Dae Hyun mengajaknya keluar sekolah. “Kau bilang kita akan beli es krim, lalu kenapa kita keluar dari sekolah?”, tanya Chung Ae. Dae Hyun tertawa keras, “Kita memang akan beli diluar”, ucapnya. Chung Ae tersenyum lalu mengikuti langkah Dae Hyun begitu saja. “Memangnya boleh seperti ini? Di sekolahku yang dulu, kami harus membeli makanan di kantin”, kata Chung Ae.“Banyak aturan sekolah yang tidak jelas. Itulah kenapa Eun Jung dapat berbuat sesukanya”, jawab Dae Hyun. “Sebenarnya murid lain juga bisa berbuat sesuka mereka, tapi kami masih ingin bersikap seperti murid yang baik”, sambungnya. Chung Ae mengangguk. Ia juga meras
Chung Ae menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Setela seharian menghabiskan waktu di sekolah dan di kedai, tubuhnya terasa lelah. Padahal ia masih punya tugas untuk di kerjakan. Chung Ae menarik napas panjang, “Dae Hyun, kenapa dia peduli sekali padaku?” ucapnya. Chung Ae tersenyum mengingat kejadian di sekolah. Meskipun lututnya sakit, tapi Chung Ae tahu setidaknya ia punya satu teman yang peduli padanya. “Tapi, sampai kapan akan begini? Sampai kapan perempuan itu akan menggangguku?”, gumam Chung Ae. Chung menutup matanya sebentar untuk melepas lelah. Tak lama setelah itu, ia kembali bangun lalu mengerjakan tugas sekolahnya. “Mungkin besok aku harus mengajak Dae Hyun berkeliling sekolah, aku belum tahu banyak tentang sekolah itu”, gumam Chung Ae.***
Chung Ae merasa kesal seharian karena Eun Jung terus saja mempermainkan namanya di kelas. Meski begitu, sejujurnya Ae juga tidak menyukai namanya. Kadang ia merasa namanya memang aneh dan jarang terdengar walaupun ia tahu ada maksud yang baik dari nama itu. Tepat setelah waktu pulang, Chung Ae berjalan melewati koridor kelas. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, tapi Dae Hyun tak terlihat. “Kau mencari siapa?” ucap Eun Jung yang tiba-tiba sudah ada di depannya.“Bukan urusanmu”, jawab Chung Ae.“Ah, rupanya belum cukup untuk hari ini ya? Kalau begitu aku akan senang, sampai jumpa besok”, jawab Eun Jung. Chung Ae kembali diam dan tidak ingin melanjutkan percakapan itu. Ia memilih melangkah pergi. “Kalau kau mencari Dae Hyun, tentu saja dia ada