Si pria yang tidak diketahui namanya tersebut mulai menyerang Viktor dengan beberapa gerakan bela diri yang cukup familiar. Viktor yang gesit dan terlatih mampu menghindari kontak fisik yang diarahkan kepadanya. "Kurang ajar!" Lawan Viktor yang tidak seberapa itu mulai kewalahan menyerang Viktor. Dia celingukan mencari-cari bala bantuan, tetapi Viktor tidak akan membiarkannya. Buk! Dengan satu kali tinju pada bagian jantung, si pria lantas terjatuh sambil memegangi bagian tubuh yang sakit. "Saya tidak akan membiarkan Anda mencari bantuan." Viktor berkata dengan tegas dan penuh ambisi ketika melihat kedua mata penuh kebencian terpancar dari lawannya. Tidak sampai di situ, Viktor pun segera meraih kerah pakaian si pria, lalu memukulinya berulang kali hingga tidak sadarkan diri. "Astaga! Aku harus bergegas pergi." Viktor tidak ingin membuang waktunya lagi. Dia berjalan menuju dinding berkawat dengan harapan dapat melarikan diri dari tempat kumuh ini. "Sial! Benar-benar sial! Tida
Si sopir yang menabrak Viktor berteriak dan terlihat sangat panik. Dia memanggil tuannya untuk memastikan apa yang harus dilakukannya. Sedangkan anak buah Maksim melihat dengan jelas kejadian kecelakaan tersebut dari seberang jalan dan mengira Viktor sudah meregang nyawa di tempat kejadian perkara. "Tuan! Tuan, keluarlah! Seseorang telah tertabrak." Seorang pria berbadan tegap dengan perkiraan usia sekitar awal 30 tahun keluar dari mobil mewah yang telah menabrak Viktor. Pria tersebut tampak tenang dan berjalan menghampiri si sopir berwajah pucat. "Ada apa, Kendrik?" "Saya telah menabrak seseorang hingga tidak sadarkan diri. Lalu, apa yang harus saya lakukan, Tuan Vasili?" Pria bernama Vasili segera berjongkok untuk memeriksa denyut nadi si korban yang tidak lain adalah Viktor. "Hmm, biarkan saya memeriksanya sebentar!" Vasili meraih pergelangan tangan Viktor dan memeriksanya. Dia juga mendekatkan tangan ke hidung Viktor untuk memeriksa napasnya. "Mengapa tubuh pria ini penuh d
Dokter lega mendengar penuturan Vladimir. "Baiklah, Tuan. Apakah Anda ingin melihat kondisinya sekarang?" Dokter bertanya kepada Vladimir dengan sopan. "Apakah dia sudah bisa dijenguk, Dok?" Vasili bertanya kepada sang dokter dengan antusias. "Ya. Pasien akan dipindahkan ke ruang rawat dengan segera. Dan setelah itu, kalian bisa menjenguk serta menjaganya." Vladimir tersenyum lega. Dia menatap Kendrik dan Vasili bergantian, lalu berkata, "Syukurlah. Saya sangat lega mendengarnya." Vladimir masuk ke ruang rawat inap bersama Vasili dan Kendrik. Mereka bertiga terkejut melihat keadaan Viktor yang memprihatinkan. "Astaga!" Vladimir berseru ketika dirinya berdiri di tepi ranjang rumah sakit. Di sisi kanannya, Vasili tengah memperhatikan kondisi Viktor yang dibungkus dengan perban di sekujur tubuhnya. "Tuan Vladimir, seperti dugaan saya sebelumnya bahwa tubuh pria ini sungguh sangat kuat." Tidak ada yang luput dari pandangan Vasili. Kedua mata pria itu memang benar-benar jeli. "T
Vladimir mengangguk. Pria itu beranjak dari kursinya, lalu berdiri di sisi kiri ranjang rumah sakit. "Lihat apa yang saya temukan di tubuh pria lemah ini, Vasili! Ya, luka jaringan parut yang berada di bahu kiri pria ini sama seperti luka yang dimiliki oleh Viktor Cucu saya." Vladimir menunjukkan luka jaringan parut yang dimaksudkannya. Kedua mata Vladimir berkaca-kaca seolah berharap bahwa pria di hadapannya adalah sosok sang cucu yang dicarinya dari tahun ke tahun. "Hah?! Iーini ... ini kebetulan sekali, Tuan Besar!" Vasili berseru terkejut setengah mati ketika melihat luka tersebut terpampang jelas di bahu kiri Viktor. "Di dunia ini, tidak ada yang kebetulan, Vasili." Vladimir menolak keras tanggapan Vasili. Dia membuka lebar-lebar kedua.mata tuannya dan menatap Viktor dengan sungguh-sungguh. "Karena Tuhan telah menciptakan takdir manusia jauh sebelum manusia itu dilahirkan." Vasili mengerjap. Dia mengerti dengan cepat apa yang dimaksudkan oleh tuannya. "Pria rendahan ini me
Morzevich berbicara tentang masa lalu. Ya, masa lalu yang tidak Vladimir akui."Mozza, sudah berapa kali kukatakan bahwa Lenin, Anne dan Maksim hanyalah sebuah kesalahan yang seharusnya tidak kau biarkan hidup sebagai parasit di keluarga Romanov."Selain menyebutkan nama anak haram hasil hubungan di luar nikahーLenin Vujovic RomanovーVladimir pun menyebutkan nama istri dan anaknya. Yaitu Anne Vasilevna dan Maksim Smirnov Romanov. Ketiganya kerap membuat Vladimir naik pitam karena tidak memiliki pemikiran yang sama.Akhirnya Vladimir dan Morzevich sama-sama terdiam Keduanya mencoba menahan emosi agar tidak saling menyerang satu sama lain."Oh, Vlad ... aku hampir saja melupakan sesuatu."Akhirnya Morzevich mencairkan suasana canggung di saluran telepon."Mengapa kau tidak kembali ke mansion kita di St Petersburg, Vlad?"'Aku tahu, Mozza akan menanyakan hal ini karena Demyan pasti memberitahunya.'Vladimir membatin seraya menatap Vasili yang sedang memberikan isyarat padanya."Maaf, Mozza.
Benak Vladimir melayang kembali ke masa lalu. Ya, masa-masa di mana hidupnya bahagia bersama keluarga besarnya."Tuan, kondisi kesehatan pasien semakin membaik. Kedua matanya sehat dan luka lebamnya akan hilang seiring dengan berjalannya waktu. Namun, untuk luka di kakinya membutuhkan penanganan khusus juga kesabaran yang tak terbatas."'Kaki?! Aーada apa dengan kakiku?!'Viktor kembali dibuat penasaran dengan perkataan dokter barusan."Baik, Dok. Saya mengerti maksud Anda. Terima kasih."Vladimir tersenyum lega. Begitu juga dengan dokter yang menangani Viktor."Saya akan memantau kondisi pasien 1 jam ke depan. Kalau begitu, saya permisi."Dokter baru saja ingin melangkahkan kaki, tetapi terpaksa mengurungkan niat karena Viktor berusaha menghentikannya."Maーmaaf ... saya ingin tahu, apa yang sudah terjadi?"Suara parau Viktor yang tidak begitu jelas berhasil menyentakkan Vladimir dari lamunannya."Anda mengalami kecelakaan dan Tuan Vladimir membawa Anda ke rumah sakit ini."Dokter menje
Boris menoleh ke arah Vladimir yang kini telah berdiri di sisi kirinya."Saya ingin berbicara dengan Anda sebentar. Apakah Anda sudah selesai memeriksanya?"Vladimir berniat menghentikan percakapan kedua pria di hadapannya. Sang dokter pun mengangguk setuju."Ya, Tuan. Mari bicara!"Boris mengikuti langkah Vladimir menjauh dari Viktor. Kini, mereka berdiri di dekat jendela tepat di samping perapian."Dokter, tolong katakan sejujurnya kepada saya! Seberapa buruknya kondisi pasien Anda?"Boris menatap Vladimir lekat-lekat sebelum menjawab pertanyaannya."Tidak ada luka serius di tubuhnya, Tuan. Saya bersikap tegas agar dia mengetahui betapa berbahayanya jika tidak mengikuti prosedur kesehatan yang saya terapkan."Vladimir mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. Pria tua itu mencoba mencerna setiap perkataan yang ke luar dari mulut Boris."Pasien baru saja siuman dan mendapatkan beberapa jahitan di kaki. Dia juga memiliki luka di sekujur tubuhnya yang tidak sedikit. Dia masih harus
Viktor duduk di pinggir ranjang rumah sakit. Dia meraih kalender meja yang berdiri tegak di atas nakas, lalu membulatkan angka 11 yang tertera di sana dengan menggunakan pena yang berada di tangannya. Dia tidak sendirian, melainkan bersama Kendrik yang ditugaskan Vladimir untuk selalu berada di sisinya."Hari ini tanggal 11 dan saya masih belum bisa pergi dari sini."Viktor baru saja mengeluh. Karena dirinya selalu saja berpikir untuk pergi dari rumah sakit Stalin, St Petersburg."Maaf, Tuan Viktor. Saya tahu, Anda tidak suka berbicara dengan siapapun. Namun ....""Jika kau sudah tahu seperti itu, lalu mengapa kau tidak pernah kapok mengajak saya berbicara, Kendrik?! Bukankah urusan diantara kita sudah selesai?!"Viktor menyela ucapan Kendrik sambil melirik pria itu dari ujung matanya. Sejak menjalani perawatan di rumah sakit, suasana hati Viktor memang tidak baik. Dia kerap tidak mampu mengendalikan emosinya."Mungkin menurut Anda seperti itu, tetapi tidak dengan saya dan Tuan Besar V
Beberapa bulan telah berlalu sejak kematian Viktor, tetapi suasana di pagi hari mansion keluarga Romanov tetap sama. Xandrova selalu berteriak di pagi buta saat membuka kedua matanya. "Aaarrgghh!" Fang beranjak dari sofa. Dia selalu setia di sisi majikannya meskipun kini Xandrova dan Galana tinggal di mansion keluarga Romanov yang berada di distrik Dmitrovka, Moskow. "Nona, bangunlah!" seru Fang membangunkan Xandrova. "Aaaarrgghhh!" Xandrova kembali berteriak. Fang mengusap lembut punggung tangan Xandrova berharap dia akan terbangun. Brak! Pintu ruang tidur Xandrova terbuka. Galana masuk dengan wajah cemas dan tegang. Di belakangnya, Morzevich dan Vladimir berjalan dengan langkah panjang. Keduanya sama cemasnya seperti Galana. "Fang, sepertinya Nona bermimpi buruk lagi sehingga berteriak seperti ini." Vasili mendekati Fang. Setelah mendapatkan maaf, dia kembali dipercaya oleh Vladimir dan Morzevich untuk menjaga Xandrova juga cicit keluarga Romanov. "Benar, Tuan Vasili.
Morzevich mengingat janji yang telah diucapkan di depan pusara Viktor. Morzevich menghela napas panjang. Kedua matanya kmebali menatap Vasili. Dia berkata, "Pergi dari hadapan saya sekarang!"Vasili menengadahkan wajahnya yang lebam. Dia menatap Morzevich yang begitu disayanginya sejak kecil. Dia terlihat sedang menahan air mata yang mungkin saja sebentar lagi akan terjatuh. 'Ternyata Nyonya Mozza benar-benar membenciku!' Batin Vasili menjerit. Namun, dia tidak bisa berbuat apapun lagi. Dia akhirnya berdiri."Saya permisi, Tuan dan Nyonya Besar," ucapnya sambil membungkukkan badan. Semua orang menatap kepergian Vasili. Pria itu berjalan dengan kaki yang terluka. Ya, Vladimir dan Leonid menendangnya berulang kali. Apakah seorang pengawal pribadi yang gagal menjaga tuannya pantas diperlakukan seperti itu?"Shura, apakah kau sudah membuang semua karangan bunga?!"Morzevich bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak bisa mengontrol emosinya sebagaimana Vladimir. "Tentu saja, Nyonya. Saya
Waktu terus berjalan. Beberapa hari setelah kematian Viktor, suasana duka masih sangat terasa di mansion keluarga Romanov. Mansion mewah keluarga Romanov yang biasanya hangat, kini kelam. Semua pelayan masih memakai pakaian serba hitam, begitu juga dengan keluarga inti. Vladimir tak henti-hentinya menyalahkan semua orang yang berada di ruang kerjanya. "Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Rusia, saya akan menemukan dalang di balik kematian Viktor!" Vladimir berteriak. Pria tua itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas insiden kematian sang cucu. Dia dan istrinya belum bisa berdamai dengan kejadian tersebut. "Saya pun bersumpah akan menebus kesalahan saya dengan mempertaruhkan nyawa saya sendiri, Tuan Besar! Mohon ampuni pengawal tidak berguna ini!" Vasili bersimpuh di hadapan Vladmir. Rasa penyesalan tak kunjung pergi darinya. "Vasili Rodamir! Bagaimana bisa kau membiarkan sniper berkeliaran di sekitar Viktor?! Hah?!" Buk! Buk! Buk! Entah sudah berapa kali Vasili mendapatka
Geram. Viktor geram bukan main. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomor Leonid berharap sang sahabat akan menjawab panggilannya. "Halo, Viktor! Apakah kau akhirnya akan memberikanku ucapan selamat menikah?" Nada bicara Leonid di saluran telepon terdengar sangat bahagia. Viktor menyeringai tanpa diketahui oleh Leonid. "Jangan bergurau, Leon! Kau tidak benar-benar menikah tanpa memberitahu kami, kan?" Masih dengan sikap tidak percaya, Viktor mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini tidak nyata. "Apakah kau tidak rela jika sahabat mu ini menikah dan memiliki dunianya sendiri, Viktor? Ha! Ha! Ha!" "Leon, jangan bergurau! Sudah saya katakan untuk tidak bergurau." Viktor teringat wajah Vladimir dan Morzevich yang sedang tersenyum ke arahnya. "Leon, bagaimana dengan Kakek dan Nenek? Apakah kau tidak menganggap mereka ada? Apakah kau tidak menghormati mereka?" "Viktor, Apakah kau lupa jika aku telah memberitahumu satu minggu yang lalu? Aku tahu dan aku pun mengerti bahwa ke
Viktor melihat Galana dan Xandrova terdiam. Tidak satu pun dari mereka menjawab pertanyaannya. "Tuhan mengajarkan untuk memberikan maaf kepada seseorang yang telah mengakui juga meminta maaf kepada kita. Ampunilah Papa David sebagaimana Tuhan akan mengampuninya! Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua!" Xandrova memeluk Viktor dengan erat sambil menangis sejadi-jadinya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi terhalang dengan isak tangisnya. Viktor mengambil tindakan. Dia meraih wajah istrinya dengan kedua tangan. "It's fine, Zoya. Everything has changed. Blood, tears and death to become one in our heart. Let's move on and give your best for the future!" Xandrova mengangguk berulang kali sambil berusaha melepaskan amarahnya kepada sang papa. Dia harus bangkitーsetidaknya demi sang buah hati yang mendiami rahimnya. "Aーaku telah memaafkan Papa, Viktor." "Mama juga memaafkannya. Dia adalah seorang Suami dan Papa yang terbaik di dunia ini." Baik Xandrova maupun Galana telah berkata
"Korban masih hidup! Korban masih hidup!" Salah seorang pria berteriak memecahkan ketegangan. "Sepertinya dia mengalami pendarahan hebat," sambung pria tadi saat melihat cairan merah segar tidak berhenti mengalir di bagian kepala Davidoff. Davidoff mencoba bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuhnya. Davidoff teringat Galana yang menunggu di rumah juga Xandrova anak semata wayang yang kini tinggal di kota Moskow. Kesadaran Davidoff mulai menurun. Dia membuka dan menutup kedua matanya dengan kepayahan. "Toーtolong ...." Untuk berbicara saja sepertinya sangat sulit. Dia membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Davidoff merasa tangannya sulit digerakkan. Namun meskipun begitu, dia tetap berusaha melambaikan tangan kepada siapa saja yang mungkin melihatnya. "Aーapakah aku akan mati?" Davidoff mulai kehilangan kesadaran. Dengan kepala bersandar di kemudi mobil, Davidoff pun mengembuskan napas terakhir membawa penyesalan bersamanya. *** Viktor membawa Xandrova yang sedang hamil muda
Viktor mengangguk, lalu menatap Vasili. "Biarkan aku saja yang mengambilnya." Leonid menawarkan diri. Dia langsung pergi memanggil pelayan untuk membawakan air sesuai dengan permintaan Morzevich. "Oh, ya ampun! Viktor, aku ingin minum." Xandrova berkata dengan lembut. "Aku akan menuangkan air mineral untukmu, Zoya." Xandrova menggeleng. "Tidak. Aku ingin jus kiwi dicampur dengan stroberi, Viktor." Viktor terbelalak mendengar keinginan sang istri. "Sepagi ini?! Tidak!" Viktor menolak mentah-mentah permintaan Xandrova dengan sedikit berteriak. Dia tidak bisa memenuhi permintaan Xandrova untuk kali ini. "Viktor, turuti saja apa yang minta Istrimu." Morzevich angkat bicara. Dia duduk tepat di samping Xandrova. "Apa yang dikatakan Mozza benar. Ikuti kemauan Zoya!" Vladimir duduk di sudut ruangan sambil berbicara. "Tidak sepagi ini, Kek." Viktor bersikeras menolak. Dia melihat Xandrova menangis di pelukan Morzevich. "Nek, ini air hangatnya." Morzevich segera mengompres dahi
Xandrova duduk di pangkuan Viktor. Dia juga melingkarkan kedua tangan di leher sang suami."Tidak ada apa-apa, Zoya. Aku akan pergi ke ruang tengah terlebih dahulu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai bersama Vasili. Kau beristirahatlah, Zoya!"Xandrova mengerti. Dia segera berdiri dan mengangguk."Ya, Viktor. Nek, saya akan ke kamar sekarang."Selepas kepergian Xandrova, sang nyonya Besar keluarga Romanov pun menatap cucunya."Viktor, ada apa? Jangan katakan bahwa kau baik-baik saja! Saya tahu raut wajahmu itu sedang menyimpan sesuatu.""Ini bukan hal besar, Nek. Saya akan menyelesaikannya."Viktor bangkit, lalu menatap Vasili."Ayo, Vasili!""Saya permisi, Nyonya."Morzevich pun membiarkan Viktor pergi bersama Vasili menuju ruang tengah."Vasili, sambungkan saya ke Papa David melalui panggilan video sekarang!"Viktor berdiri di jendela menatap pemandangan di luar hotel tempatnya menginap."Ya, Tuan Muda."Viktor menunggu Vasili sambil membakar cerutu. Tidak lama k
Usai mengambil beberapa potret keluarga Romanov, kini Viktor menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuk dirinya dan Xandrova."Tuan Viktor, bagaimana perasaan Anda juga Nona Zoya berada di sini, di Berlin Fashion Show?""Nyonya Morzevich, apakah Anda akan menetap di Berlin?"Morzevich tersenyum ke arah kerumunan wartawan. Dia terlihat sangat menikmati situasi ini."Berlin adalah salah satu kota yang indah di dunia. Saya dan Vladimir memiliki rencana untuk berkeliling dunia menghabiskan masa tua kami bersama. Dan Berlin merupakan salah satu kota yang masuk ke list kami. Tentu saja, saya berdiri di sini untuk memenuhi undangan langsung dari panitia penyelenggara."Gestur tubuh Morzevich meyakinkan Xandrova untuk mempelajari public speaking agar dirinya tidak demam panggung seperti sekarang ini. Xandrova menghela napas panjang.'Nenek benar-benar hebat! Beliau tidak mengalami demam panggung seperti aku. Bagaimana pun juga, aku adalah Istri sah Viktor dan aku tidak ingin membuatn