Boris menoleh ke arah Vladimir yang kini telah berdiri di sisi kirinya."Saya ingin berbicara dengan Anda sebentar. Apakah Anda sudah selesai memeriksanya?"Vladimir berniat menghentikan percakapan kedua pria di hadapannya. Sang dokter pun mengangguk setuju."Ya, Tuan. Mari bicara!"Boris mengikuti langkah Vladimir menjauh dari Viktor. Kini, mereka berdiri di dekat jendela tepat di samping perapian."Dokter, tolong katakan sejujurnya kepada saya! Seberapa buruknya kondisi pasien Anda?"Boris menatap Vladimir lekat-lekat sebelum menjawab pertanyaannya."Tidak ada luka serius di tubuhnya, Tuan. Saya bersikap tegas agar dia mengetahui betapa berbahayanya jika tidak mengikuti prosedur kesehatan yang saya terapkan."Vladimir mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. Pria tua itu mencoba mencerna setiap perkataan yang ke luar dari mulut Boris."Pasien baru saja siuman dan mendapatkan beberapa jahitan di kaki. Dia juga memiliki luka di sekujur tubuhnya yang tidak sedikit. Dia masih harus
Viktor duduk di pinggir ranjang rumah sakit. Dia meraih kalender meja yang berdiri tegak di atas nakas, lalu membulatkan angka 11 yang tertera di sana dengan menggunakan pena yang berada di tangannya. Dia tidak sendirian, melainkan bersama Kendrik yang ditugaskan Vladimir untuk selalu berada di sisinya."Hari ini tanggal 11 dan saya masih belum bisa pergi dari sini."Viktor baru saja mengeluh. Karena dirinya selalu saja berpikir untuk pergi dari rumah sakit Stalin, St Petersburg."Maaf, Tuan Viktor. Saya tahu, Anda tidak suka berbicara dengan siapapun. Namun ....""Jika kau sudah tahu seperti itu, lalu mengapa kau tidak pernah kapok mengajak saya berbicara, Kendrik?! Bukankah urusan diantara kita sudah selesai?!"Viktor menyela ucapan Kendrik sambil melirik pria itu dari ujung matanya. Sejak menjalani perawatan di rumah sakit, suasana hati Viktor memang tidak baik. Dia kerap tidak mampu mengendalikan emosinya."Mungkin menurut Anda seperti itu, tetapi tidak dengan saya dan Tuan Besar V
"Tidak!" Viktor menolak untuk berbicara baik-baik dengan Vladimir. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain guna menghindari kontak mata dengan Vladimir. "Saya tidak ingin berbicara dengan siapapun, termasuk Anda, Tuan Vladimir." Penolakan tegas yang dilakukan oleh Viktor, tentunya membuat Vladimir kecewa. Namun demi misi yang sedang dijalankannya bersama Vasili, dia sebisa mungkin mengalahkan egonya. "Oke! Oke!" Vladimir mengangkat kedua tangan sebagai tanda menyerah. Kemudian berkata, "Saya tidak akan memaksa Anda, Tuan Viktor." Vladimir mengembangkan senyum smirk dan melemparkannya kepada Viktor. "Namun, jika Anda ingin saya menjadi jembatan antara Anda dan Gennadius, saya akan siap kapanpun. Karena mengingat Gennadius adalah sahabat karib saya sejak kuliah. Ha! Ha! Ha!" Vladimir beranjak pergi dari hadapan Viktor. "Vasili, bawa saya kembali ke mansion!" Vasili menganggukkan kepala. Sedangkan Kendrik hanya terdiam sejak pertama kali masuk ke ruang rawat inap. "Ya, Tuan Besar
Vasili menjawab apa adanya. Vasili ingin tahu, sang tuan besar akan memberikan perintah apa untuknya. "Ha! Ha! Ha! Insting pria itu cukup tajam." Tanpa disadari, kalimat pujian keluar begitu saja dari mulut Vladimir. "Tuan Viktor juga menanyakan kapan Anda akan menemui Tuan Gennadius dan ...." Vasili menghela napas sebelum melanjutkan percakapannya. "Tuan Viktor juga menanyakan kabar Tuan Gennadius dan Nona Zoya. Sebaiknya, apa yang harus saya jawab?" Situasi di saluran telepon hening untuk sesaat. "Hmm, apakah pada akhirnya dia lebih memercayai mu daripada saya?! Ha! Ha! ha!" Vladimir tidak percaya jika Viktor mampu berbicara dengan satu kalimat lengkap kepada Vasili. "Kau tahu, bukan?! Viktor tidak pernah berbicara banyak pada saya, Vasili. Namun, jika dia akhirnya memiliki minat untuk berbicara denganmu, maka saya akan memercayai mu untuk menjadi sahabatnya, Vasili." Vladimir pun mengambil keputusan untuk menjadikan Vasili sebagai orang kepercayaan Viktor. "Saーsahabat Tua
Setelah menunggu hampir 60 menit, akhirnya Viktor keluar dengan alat bantu tongkat sebagai penyanggah tubuhnya. Sebuah mobil klasik buatan dalam negeri terkeren sejak zaman Uni Soviet telah terparkir di depan paviliun Viktor. "Oh, rupanya Tuan Besar sudah menunggu Anda." Vasili berkata sambil terus berjalan mengikuti Viktor. "Silakan, Tuan Viktor!" Kendrik membukakan pintu mobil untuk Viktor. Namun, suami dari Xandrova tersebut tidak langsung masuk ke sana, melainkan menatap Vasili yang berdiri di belakangnya. "Hmm ...." Viktor masuk ke mobil usai melihat Vasili menganggukkan kepala. "Akhirnya Anda keluar juga, Tuan Viktor." Vladimir mengembangkan senyum ketika Viktor menatapnya. "Maaf telah membuat Anda menunggu lama." 'Hah?! Apa yang baru saja saya dengar? Ternyata Viktor bisa mengatakan 'maaf' meskipun terasa berat untuk mengatakannya!' Vladimir merasa senang dengan pria muda yang duduk di sampingnya. "Kendrik, antarkan saya ke danau!" "Baik, Tuan Besar." Kendrik seger
Viktor terperangah ketika mendengar Vladimir mengawali ceritanya. "Saya turut berduka cita, Tuan Vladimir." Viktor tanpa ragu mengucapkan belasungkawa kepada Vladimir. Pria tua itu tidak menyahutinya, tetapi justru menundukkan kepala. "Jika pertanyaan saya membuat Anda mengingat masa lalu yang tidak ingin Anda inginkan, maka abaikan saja, Tuan!" 'Justru kau harus mengetahuinya, Viktor! Mozza akan bahagia jika dia tahu kau masih hidup!' Keyakinan Vladimir untuk mencari keberadaan sang cucu selama bertahun-tahun memang telah membuahkan hasil. Namun, bagaimana cara menyampaikan semua itu kepada Viktor? Vladimir masih berpikir keras mencari cara terbaik. "Tidak. Sama sekali tidak, Tuan Viktor." Vladimir membantah dugaan Viktor dengan tatapan sendunya. Melihat hal itu, tentu saja membuat Vasili tersenyum. "Nama depan Anda dan nama depan anak saya memiliki kesamaan. Ya, anak saya bernama Viktor Borya Romanov dan Istrinya bernama Yekaterina Lubov Romanova. Namun, keduanya terbunuh de
Tiba-tiba saja, wajah Vladimir merah padam dan bibirnya bergetar. "Jaーjangan berkata seperti itu lagi di depan saya, Tuan Viktor!" 'Hah?! Ada apa?! Apakah perkataan ku ada yang tidak sesuai dengan hati Tuan Vladimir?!' Viktor berpikir keras mengenai perkataannya barusan kepada Vladimir. Dia tidak menyadari bahwa kata-katanya telah menyinggung perasaan Vladimir. "Saya hanya mengatakan apapun yang saya pikirkan. Itu saja." Sama halnya dengan Viktor, sang tuan besar keluarga Romanov ini pun sama keras kepalanya. "Anda tumbuh dan besar di panti asuhan pinggir kota, bukan?" Vladimir tidak mengakhiri perkataannya sampai sini. "Dan malam itu, Anda berada di tempat Nona Zoya kecelakaan. Awalnya Anda tidak tertarik untuk menolongnya hingga akhirnya, Anda melihat iklan di media sosial yang mengatakan bahwa keluarga Konstantin akan menikahkan pewaris mereka kepada seorang pria yang bisa mendonorkan darahnya." "Maaf, Tuan Vladimir. Saya benar-benar minta maaf. Namun, saya tidak berminat s
Viktor menolak mentah-mentah. Dia berjalan semakin mendekati danau. 'Zoya, seandainya kau ada di sini bersama ku, aku akan merasa tenang sepanjang hari.' Viktor merindukan sosok Xandrova. Dia mengutarakan isi hatinya sambil memejamkan mata. "Anda memang keras kepala seperti Kakek dan Papa Anda, Tuan Viktor!" Vasili memberanikan diri mengatakan rahasia besar tentang hidup Viktor. Tindakan Vasili barusan, mendapatkan sorot mata tajam penuh kemarahan dari Vladimir. "Aーapa?!" Viktor membuka kedua matanya perlahan. Dia sedikit tidak yakin pada indera pendengarannya. Banyaknya pengalaman pahit yang Viktor dapatkan selama hidupnya, tidak membuat pria itu rapuh. Viktor tumbuh kuat di yayasan yatim piatu, baik fisik maupun mental. Pria kelahiran Moskow tersebut telah terbiasa hidup seorang diri tanpa kehadiran siapapun hingga sosok Xandrova hadir di dalam hidupnya. Pria dengan tinggi 185 sentimeter tersebut membalikkan badan, lalu menatap Vasili dengan sorot mata elangnya. "Apa yang A