Happy reading....
Pria itu membuang napasnya pelan sambil melihat sekeliling tempat dimana ia berdiri. Sangat ramai. Tentu saja, dia sekarang berada di area kedatangan bandara menunggu jemputannya.
Balutan outfit serba hitam membuat tampilannya terbilang sangat boyfriendable sangat cocok dengan kulit putih pucatnya, belum lagi rambut silvernya yang terlihat bersinar saat terkena sinar matahari. Pria itu juga sesekali mengusak-ngusak rambut dengan potongan under cut yang terlihat sangat lembut. Entah untuk apa tapi itu malah membuatnya terlihat sangat keren.
Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa untuk para gadis-gadis yang sedang berlalu lalang disana. Namun pria itu tak menggubrisnya sama sekali.
Tepatnya dia tidak tertarik.
Asta Valerio memeriksa jam yang melingkar sempurna ditangannnya.
'Kenapa lambat sekali?'
Entah sudah berapa kali dia membuang napas berat hingga akhirnya mobil hitam berhenti di depannya menandakan jika penantian telah berakhir. Seorang pria paruh baya turun dari mobil itu lalu menghampirinya.
"Selamat datang tuan Yu," ucap pria itu. Jangan tanya kenapa Asta di panggil dengan nama itu. Kalian akan tahu sebentar lagi alasan di balik penggantian nama Asta Valerio menjadi Yoonki Min.
Yoonki hanya mengangguk samar dan langsung berlenggang masuk ke dalam mobil. Udara di luar cukup panas dan itu bisa membuat kulit Yoonki terbakar.
Mobil itu mulai melaju dan masuk kedalam area kota Seoul yang padat. Yoonki menatap kota itu dari jendela mobil. Dia sebenarnya tipe orang yang benci dengan suasana ramai dan bising. Tapi dia malah akan terjebak di sana entah berapa lama. Jika saja dia tidak punya urusan yang sangat penting dia tidak akan datang ke kota yang sangat padat itu.
***
Sebuah api unggun yang tidak terlalu besar menjadi pusat dimana beberapa The Red Demon duduk mengelilinginya. Tanah lapang yang terletak di tengah-tengah desa memang selalu menjadi tempat mereka semua berkumpul. Mereka akan melakukannya jika tiba-tiba ada hal yang mendesak dan harus di sampaikan segera.
Suasananya sangat tegang apalagi sejak pasangan Michael dan Chloe pergi meninggalkan mereka.
"Lalu siapa yang harus pergi?" tanya Lily yang mulai geram karena tak satupun dari para kepala keluarga bangsanya bersuara. Membiarkan hening mendominasi dengan suara kayu yang terbakar api.
"Kita tidak punya pilihan... Lily kau pergilah menyusulnya!" ucap salah satu dari mereka memberi usul.
"Tidak! Kenapa harus aku yang pergi?" tolak Lily sambil melipat tangannya di dada.
"Tidak mungkin 'kan jika Asta yang pergi!" kata Xanthos selaku ayah dari Lily dan Asta.
"Ada apa ini?" tanya Asta yang tiba-tiba saja ada di antara mereka.
Mereka semua bergeming tak lagi menjawab pertanyaan Asta. Hanya menunduk tanpa sepatah kata.
Sementara Asta di sana menatap mereka satu per satu dengan tatapan penuh tanya.
"Apa yang terjadi?" tanya Asta lagi.
"The Hunter D kembali Asta," ucap Xanthos membuka suara.
Asta menampakkan ekspresi terkejutnya beberapa detik lalu dia terkekeh pelan. "Ayah bercanda? Aku sudah membunuh mereka semua hari itu tidak mungkin ada yang masih hidup."
"Kami tahu jika hari itu kita mengalahkan mereka semua. Tapi ternyata tidak semuanya," timpal Natheli, ibunda Asta.
"Michael dan Chloe baru saja datang dan memberi tahu jika beberapa bangsa kita terbunuh," ucap Natheli menatap Asta lalu mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang setia mendengarkan disana. "Siapa lagi yang bisa membunuh bangsa kita jika bukan The Hunter D. Para manusia lemah itu bukan tandingan bangsa kita. Mereka hanyalah mangsa," lanjutnya.
Itu memang benar. The Red Demon adalah makhluk yang sangat kuat dan abadi. Mereka tidak akan pernah bisa mati jika bukan para The Hunter D yang membunuh mereka.
Asta yang semula menganggap ini sebuah lelucon berbalik membuat jubah hitamnya sedikit terangkat. Keluarganya tidak mungkin bercanda untuk hal seperti ini.
"Baiklah kalau begitu aku yang akan mencarinya sendiri... dimana dia berada sekarang?" tanya Asta tegas.
"Seoul," jawab Lily cepat.
Pria itu akan segera beranjak sebelum tangan seseorang memegang pundaknya membuat langkah Asta terhenti.
"Tunggu Asta," cegah Xanthos. Lantas Asta berbalik menatap sang ayah. "Aku tahu kau punya tanggung jawab untuk menjaga bangsamu, namun kau belum sembuh total. Tolong pikirkan lagi," lanjutnya dengan wajah memelas.
"Aku baik-baik saja. Sungguh," kata Asta menyakinkan pria itu.
"Kalau begitu izinkan aku ikut bersamamu. Kita akan mencari dia bersama," ujar Lily mendekati dua pria itu.
"Tidak, kau tetaplah disini menjaga bangsa kita agar tetap aman," timpal Asta menatap sang kakak.
"Tapi---"
"Aku janji akan menganggilmu jika aku butuh bantuan."
Tak bisa di pungkiri memang hanya Asta yang bisa menghentikan The Hunter D agar tidak memusnahkan bangsanya. Mereka sudah hidup aman beberapa puluh tahun belakangan ini tak akan Asta biarkan ketenangan bangsanya terusik lagi.
Dengan berat hati Xanthos melepaskan tangannya pada Asta. Pria itupun melesat dengan cepat masuk kedalam hutan menuju kota Seoul.
'Aku akan menemukanmu dimanapun kau berada.'
Asta berada di Kota Seoul dalam segejab. Menurut informasi yang dia dapat The Hunter D bersembunyi sebuah agensi hiburan. Cukup lucu, kenapa musuhnya memilih bersembunyi di mana para manusia menyanyi dan menari? Memuakkan.
Tidak bisakah dia memilih tempat yang lebih menantang? Seperti kumpulan mafia atau polisi?
Entahlah.
Untuk masuk kedalam agensi itu sangat mudah untuk seorang Asta Valerio.
Pertama Asta mencari tahu siapa pemilik agensi yang di maksud dan dengan kekuatannya yang bisa mengendalikan pikiran Asta akan mengontrol mereka semua sesuai keinginannya. Dan karena Asta memasuki kota Seoul dia tidak mungkin memakai nama Asta lagi. Itu akan terdengar aneh oleh para manusia.
Yoonki Min. Nama yang pilih oleh Asta untuk mengganti namanya yang keren.
Alhasil sekarang dia menjadi putra dari pemilik agensi itu. Sebenarnya pemilik agensi itu tidak memiliki keturunan tapi mereka sangat menginginkannya. Bukankah Asta atau Yoonki sangat baik memberi mereka kesempatan memiliki seorang anak? Walaupun anak mereka itu sosok iblis.
Hingga tiba hari ini dimana dia berpura-pura baru saja datang dari luar negeri. Jika Yoonki menjadi seorang produser film pasti dia akan menjadi produser yang sukses. Dia sangat pintar dalam mengarang cerita dan menggunakan kekuatannya untuk melancarkan semua aksinya itu. Namun dia bukan manusia yang terobsesi dengan harta dan ketenaran. Yoonki tidak membutuhkan itu.
"Huh...." Yoonki menghembuskan napasnya lelah.
"Tuan ingin makan siang terlebih dahulu?" tanya sang supir di balik kursi kemudi.
"Tidak perlu aku ingin langsung pulang saja," ucap Yoonki lalu memejamkan matanya.
'Padahal aku bisa dengan cepat sampai di rumah itu tanpa harus menaiki mesin lamban ini.'
Butuh waktu sekitar 20 menit untuk Yoonki sampai di rumah besar bergaya modern itu. Dia melihat dua orang manusia yang sekarang akan menjadi orang tuanya.
"Yoonki Min!" ucap Raena Min menghamburkan pelukan pada Yoonki. Wanita yang akan menjadi ibu Yoonki.
Yoonki membalas pelukan itu dengan malas. Pelukan yang berlangsung selama beberapa detik itu terlepas. Yoonki tersenyum tipis menatap--ibunya.
"Kenapa baru pulang sekarang anak nakal ? Ibu sangat rindu padamu. Kau tahu?" oceh Raena pada Yoonki yang hanya di balas senyuman oleh pria itu.
"Maafkan aku, ibu. Tapi bukankah suamimu yang menyuruhku untuk pergi dari sini. Apakah ibu tidak ingat saat dia mengusirku?" ucap Yoonki menatap pria paru baya di sampingnya sinis namun masih dengan senyum tipis membuat pria itu terkekeh pelan.
"Itu karana ayah ingin kau menggantikanku menjadi direktur di agensi, Yoonki," ucap Woobin Min menepuk pundak--anaknya.
Woobin melihat wajah sang anak tidak menunjukkan jika dia antusias dengan usulannya.
"Maafkan ayah, Nak. Tapi jika kau tidak ingin meneruskan apa yang ayah inginkan tak apa, ayah tidak akan memaksamu," lanjut Woobin seraya tersenyum.
"Tidak... aku akan mengurusnya. Bahkan aku berencana akan memulainya besok," ucap Yoonki cepat.
"Bukankah kau harus istirahat dulu, nak?" ucap Raena khawatir.
"Tidak perlu, Bu. Aku baik-baik saja," ucap Yoonki berlalu masuk kedalam rumah itu.
Memperhatikan sekeliling rumah yang tentu lebih besar di bandingkan dengan rumahnya di desa. Cukup nyaman juga. Desain dan interior rumah itu sesuai dengan karakter Yoonki.
Baguslah.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Yoonki, Sayang? Aku terkadang tidak mengerti jalan pikiran anak itu," tanya Raena pada suaminya.
"Entahlah. Tapi yang pasti aku tidak ingin kejadian dia kabur terulang kembali, Sayang. Jadi kita turuti saja apa yang ingin dia lakukan, selagi itu tidak merugikan dirinya sendiri ataupun keluarganya."
Woobin tersenyum sendu pada wanita itu dan Raena sendiri hanya mengangguk kecil lalu menatap Yoonki yang sudah jauh masuk kedalam rumah.
Yoonki bisa mendengar percakapan dua manusia itu dengan jelas. Semuanya berjalan sesuai rencananya.
Untuk sekarang Yoonki ingin beristirahat sejenak sebelum menghadapi hari yang mungkin akan sedikit melelahkan dan menguras banyak tenaga.
Tak bisa dia bayangkan berapa banyak orang yang harus dia kendalikan dalam agensi itu agar ikut dalam permainnya.
"Aku butuh makan malam yang enak," gumam Yoonki melanjutkan langkahnya kelantai dua dimana kamarnya berada.
Dan begitu dia masuk kekamar itu, dia langsung menghilang dibalik pintu tepat ketika pintu itu tertutup.
***
Yoonki menatap keluar jendela. Setelah acara makan malam ala manusia dengan--keluarganya.Dia langsung pamit dengan alasan ingin mempersiapkan segela sesuatunya untuk bekerja besok.
"Aku ingin makan malam," gumam Yoonki melirik kearah pintu sejenak kemudian melompat keluar dari jendela lantai dua dan mendarat sempurna di tanah. Dengan gerakan yang sangat cepat Yoonki melompati pagar besi dengan mudah.
Dia melirik kembali rumah itu lalu berlari secepat mungkin hingga hilang di telan kabut malam.
***
Di sebuah rooftop gedung berlantai 10 seorang wanita dengan tampilan kacau menatap miris kota besar yang berkelap kelip di malam hari.
"Aku sudah tidak sanggup lagi... hiks... kenapa mereka semua jahat padaku!" lirih wanita itu sambil menjambak rambutnya frustasi.
"Apakah masalahmu serumit itu hingga kau ingin mengakhiri hidupmu?"
Sontak wanita itu berbalik saat mendengar suara berat seseorang di belakangnya.
"Siapa itu?" tanya wanita itu terkejut.
Sosok itu hanya tersenyum tipis tanpa niat ingin menjawab. Namun dia terus berjalan mendekati sang wanita dengan perlahan. Hingga tubuh dan wajahnya kini terkena sinar dari lampu yang ada disana. Menampakkan sosoknya yang sangat tampan.
"Apa mau mu!" Kali ini wanita itu bahkan meninggikan suaranya.
Yoonki tersenyum tipis tanpa menghentikan langkahnya mendekati wanita yang sedang ketakutan setengah mati akan kehadirannya disana.
"Aku tidak menginginkan apa-apa," ucap Yoonki sambil memadang lurus kearah gedung-gedung tinggi pencakar langit di depannya.
"Aku hanya ingin menemanimu di sini, Nona," ucapnya lagi sambil menatap wanita itu. Jangan lupakan senyumannya yang seakan menghipnotis siapa saja yang melihatnya.
'Sekaligus ingin makan malam enak.'
"Jangan mendekat! Atau aku akan melompat dari sini!" ancam wanita itu sambil berjalan mundur menuju tepi gedung.
Yoonki diam di tempatnya sambil menaikkan dua tangannya. "Baiklah aku tidak akan mendekat. Ayolah nona jangan sia-siakan hidupmu dengan bunuh diri seperti ini."
"Memangnya apa pedulimu? Kau tidak tahu betapa sulit hidupku hiks...." Wanita itu kembali menangis hingga dia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.
"Aaarrrghhhh!!!"
Wanita itu mengira dia akan jatuh dan mati namun ternyata sebuah tangan menggenggam pergelangan tangannya dengan erat.
"Tenang Nona aku akan menyelamatkanmu!" ucap Yoonki dengan susah payah menarik tubuh wanita itu.
Butuh sedikit perjuangan untuk bisa membuat wanita itu kembali keatas gedung.
Yoonki mengatur napasnya yang terengah sambil menatap wanita itu jengah.
"Hikss... hikss... kenapa kau menyelamatkanku? Kenapa kau tidak membiarkan saja aku mati tadi...." Suara wanita itu bergetar hebat. Entah karena emosi atau karena shock.
'Memuakkan padahal dia sangat takut untuk mati.'
"Aku tidak mungkin membiarkanmu mati begitu saja didepanku," ucap Yoonki lalu duduk di samping wanita itu. Bersandar di tembok yang membuat punggung mereka terasa dingin. Dia menggenggam tangan wanita itu dengan erat membuat sang empu menatapnya.
"Ceritakan padaku apa masalahmu. Mungkin aku bisa membantu," ucap Yoonki lembut.
"Kau tidak akan mengerti tuan...hiks...." Wanita itu kembali menangis. Bahkan kali ini tangisannya makin keras.
Hilang sudah kesabaran seorang Yu Yoonki. Dia sudah sangat muak dengan semua ini namun mau bagaimana lagi dia harus membuat wanita itu percaya dan segera membiarkan Yoonki memiliki jiwanya.
"Mungkin aku tidak akan bisa mengerti tapi aku bisa menjadi pendengar yang baik," kata Yoonki.
Entah kenapa bujuk rayu Yoonki membuat senyum tipis terukir di wajah wanita itu. Tanpa ragu dia pun mulai menceritakan masalahnya pada Yoonki. Bagai seorang murid nakal yang tidak mau mendengarkan sang guru, apa yang dikatakan wanita itu seperti angin berlalu untuk Yoonki.
"Aku mungkin bisa membantumu?" kata Yoonki setelah wanita di sampingnya berhenti berbicara.
"Sungguh?" tanya wanita itu dengan binar di matanya yang sembab.
Ini yang Yoonki tunggu. Saat mangsanya akhirnya percaya padanya.
Yoonki menarik dagu wanita itu untuk menatapnya. Mata Yoonki yang semula berwarna hitam kini berubah menjadi keemasan. Wanita itu berhenti menangis dan perlahan memejamkan matanya.
"Bagus sekali setidaknya ini tidak akan sesakit jika kau lompat dari gedung ini bukan?" gumam Yoonki sambil membelai wajah wanita yang sudah tidak sadarkan diri itu.
Yoonki mendekatkan wajahnya ke wajah wanita itu. Menghirup jiwa putus asanya melalui mulut sang wanita dengan pelan. Yoonki tidak akan melewatkan betapa nikmatnya saat dia menyantap 'makan malamnya' itu.
Dia melepaskan tubuh itu begitu saja saat semua jiwa wanita itu telah dia serap sepenuhnya.
Mata Yoonki berubah merah menyala dengan luka di bagian wajah sebelah kiri. Dia tersenyum miring melihat wanita yang sudah tidak bernyawa itu didepannya.
"Terima kasih," ucap Yoonki mengelus bibirnya pelan. "Atas makan malam nikmat yang sudah kau berikan untukku."
Yoonki berjalan pelan meninggalkan tubuh wanita itu. Namun belum sampai pada langkah ke tiga sekelabat bayangan hitam melintas di belakangnya.
Yoonki hanya diam tanpa membalikkan badan sedikitpun. Karna tanpa dilihat pun, dia tau pasti siapa sosok itu.
"Kau datang?" ucap sosok tersebut pada Yoonki. Yoonki menaruh kedua tangan di saku celana panjangnya yang berwarna hitam.
"Ya, aku datang. Sebenarnya aku tidak ingin tapi ini tanggung jawabku... sekaligus aku ingin menemuimu," ucap Yoonki tanpa berbalik untuk melihat sosok tersebut.
Yoonki tak lagi mendapat balasan. Apakah sosok itu sudah pergi?
Brak!?
Dia berbalik saat mendengar suara keras dari belakang, dan benar saja sosok itu telah menghilang begitu saja. Bahkan wanita yang sangaja Yoonki biarkan tergeletak di lantai kini telah berada di pekarangan gedung dengan darah yang mengalir di tubuhnya, seperti yang wanita itu inginkan.
"Kau mencoba ikut campur urusanku? Kau pikir siapa dirimu?" gumam Yoonki mengepalkan kedua tangannya.
To be continue.....
Happy reading....Pagi ini semua orang sibuk dengan acara penyambutan Direktur baru yang akan memimpin Zig In Entertainment. Putra tunggal dari keluarga besar Min.Staff, artis, bahkan para trainee pun ikut serta dalam penyambutan itu."Areum, aku tidak pernah tahu jika Pak Woobin punya seorang putra," kata Yeoni Kim seraya fokus menghias kue yang akan di berikan pada pemimpin mereka nanti."Yang aku dengar putra Pak Woobin itu kuliah di luar negeri dan baru kembali kemarin," jawab Areum Goo sambil berpose berpikir."Benarkah? Dari mana kau tahu? Aku bahkan tidak pernah mendengar desas-desusnya?" tanya Yeoni lagi.Entah kenapa wanita itu sangat penasaran."Itu karena kau baru disini," celetuk Areum."Hmm, mungkin."Mereka berdua kembali memfokuskan diri menghias kue yang sedikit lagi s
Happy reading....Yoonki duduk sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, memperhatikan puluhan orang disana yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.Seharusnya sebagai seorang direktur dia tidak harus turun langsung mengontrol cara kerja dari semua staff yang bekerja di sana. Namun bukan itu tujuan Yoonki. Sebenarnya, dia sendiripun sangat benci berada dalam keramaian dan kebisingan itu tapi Yoonki harus bertahan disana untuk menemukan sosok yang dia cari.Lebih cepat dia menemukannya akan lebih baik. Sorot mata tajam Yoonki memperhatikan mereka satu persatu."Sial!" umpat Yoonki samar saat dia tak merasakan ada hawa lain kecuali para manusia itu.Sebenarnya dimana dia bersembunyi?Yoonki membuang napasnya pelan sambil menyandarkan punggungnya.Netranya tiba-tiba tertuju pada dua manusia di kejauhan sana sedang bercanda
Happy reading....Malam itu angin bertiup tidak terlalu kuat membuat api unggun yang sangaja mereka buat untuk menghangatkan diri menjadi sangat tenang.Namun suasana yang tercipta di desa yang hanya di terangi obor di setiap rumah itu justru berbanding terbalik. Tegang dan mencekam. Menunggu memang bukan hal yang menyenangkan, malah membuat khawatir dan gelisah.Tapi mereka akhirnya bisa bernapas sedikit lega saat melihat dua sosok bangsa mereka mendekat. Ingat hanya sedikit.Michael dan Chloe."Akhirnya kalian datang juga. Ada apa sampai kalian menyuruh kami semua berkumpul?" tanya Xanthos tanpa basa basi.Michael dan Chloe saling menatap sebelum akhirnya Michael mengeluarkan dua buah kalung.Mereka semua terlihat terkejut dan juga beberapa terlihat makin gelisah serta takut. Mereka tahu betul apa maksud Michael tanp
Happy reading........Jessica menarik tubuh pria yang sudah tidak bernyawa itu kembali ke dalam mobil. Setelahnya dia berjalan ke arah Asta. Wanita itu baru berhenti saat dia tepat berada di hadapan Asta. Dia berjinjit sedikit agar wajahnya lebih dekat dengan Asta."Aku yakin manusia setengah dewa itu sudah tahu kita sedang mencarinya," ucap Jessica tepat di telinga Asta."Tidak mungkin, kita bisa menyamar dengan baik disini. Dia tidak mungkin bisa mengendus aura kita," tutur Asta dingin.Jessica memeluk Asta dengan erat. Walaupun pria itu tidak membalas pelukannya sama sekali namun dia tidak mendorong Jessica juga. Wanita itu menghirup dalam aroma khas tubuh Asta yang sangat memabukkan. Wangi vanilla. Entah kenapa pria manly seperti dirinya sangat menyukai aroma vanilla yang sangat lembut. Berbanding terbalik dengan kepribadiannya. Namun Jessica sangat menyukainya. Dia kemudian mendekatkan kem
Happy reading....Yeo Oh Kim berjalan cepat ke arah para rekan sesama profesinya. Mereka yang semula terlihat sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing berbalik untuk memberi hormat pada pria itu."Apa yang terjadi dibsini?" tanya Yeo Oh pada salah satu polisi di sana."Bunuh diri, Pak. Dia menggunakan arang untuk membuatnya sesak napas dan meninggal," jelas pria itu tegas khas seorang polisi pada umumnya.Yeon Oh mengangguk lalu melanjutkan langkahnya menujutempat kejadian perkara. Tubuh dari korban masih tergeletak untuk keperluan foto bukti. Pria itu memakai masker dan juga sarung tangan lalu mendekati sambil memperhatikan dengan seksama keadaan mobil maupun tubuh korban."Hei! Apakah kalian yang memecahkan kaca mobilnya?" tanya Yeo Oh berbalik menatap para rekannya."Kaca itu sudah pecah saat kami datang, Pak," jawab pria yan
Happy readingYeoni membereskan semua peralatan make up yang terletak berserakan di atas meja. Pemotretan baru saja selesai dan semua staff sedang sibuk dengan urusan masing-masing, membereskan semua peralatan mereka."Yeoni Kim!" panggil Areum duduk di kursi sebelah Yeoni."Ah, Areum. Ada apa?" tanya Yeoni tanpa menghentikan aktifitasnya."Apakah kau dan Pak Yoonki berkencan?" tanya Areum sedikit berbisik.Yeoni menoleh menatap Areum tak percaya. "Siapa yang berkencan? Aku tidak berkencan dengan siapapun, apalagi dengan Pak Yoonki. Itu tidak mungkin," cibir Yeoni."Tapi kau terlihat selalu bersama Pak Yoonki. Tidak mungkin kalian tidak punya hubungan spesial." Areum terlihat sangat penasaran melihat bagaimana ekspresi Yeoni yang terlihat biasa saja."Hentikan itu, Areum. Aku tidak punya hubungan
Happy reading....Jika saja Areum tahu ajakan Jimmy hari itu akan membawanya ke dalam masalah besar seperti sekarang, dia pasti akan menolaknya. Menuruti akal pikirannya bukan perasaannya. Namun menyesal pun sudah tidak berguna sekarang. Semua orang sudah tahu termasuk fans Jimmy yang mengerikan itu."Kau tenang saja di sini tidak akan ada paparazi."Bahkan Areum masih ingat jelas kata-kata Jimmy saat itu. Dan bodohnya Areum pun percaya. Tapi siapa yang tidak akan percaya dengan orang yang sangat kau cintai?"Kau menyukai makanannya?" tanya Jimmy sesaat setelah dia menyuapi Areum."Ya, makananya sangat enak," jawab Areum. Dia cukup kesulitan menjawab karena mulutnya yang penuh dengan makanan."Aku sangat merindukanmu, Areum," ucap Jimmy memegang tangan gadis itu."Aku juga ... tapi kau semakin terkenal sekarang sulit sekali untuk ki
Happy ReadingTaekyung tak menolak saat Jessica mengaitkan tangan kecilnya di lengan pria itu. Mereka berjalan beriringan keluar dari agensi itu. Beberapa pasang mata para staff menatap mereka penuh tanya. Apakah dua model top itu terjebak dalam sebuah hubungan spesial?Entahlah. Hanya mereka yang tahu.Jessica tersenyum senang karena akhirnya Taekyung mengiyakan ajakannya untuk pergi bersama. Setelah dia meneror pria itu beberapa hari belakangan ini."Kau sepertinya tidak terlalu suka dengan Yoonki Min?" ujar Jessica sesekali melirik Taekyung lalu kembali fokus ke jalanan."Bukan tidak suka. Hanya saja wajahnya tidak sesuai dengan seleraku," jawab Taekyung asal."Apa? Kau tidak belok 'kan?" Jessica begitu terkejut dengan penuturan Taekyung. Untung saja dia tidak refleks menginjak pedal rem atau pedal gas mobilnya. "Maksudku ... menyukai seorang laki-laki?" t
Happy reading....Pagi ini Yeoni sudah mulai bekerja kembali. Dia merasa heran karena beberapa karyawan yang bersikap beda padanya."Biar aku saja yang mengerjakan, Yeoni.""Kau duduk saja di sana.""Kau mau minum apa?""Kalau butuh sesuatu kau bisa minta tolong padaku."Kata-kata yang terus Yeoni dengar dari mereka semua. Memangnya Yeoni siapa sampai diperlakukan seperti itu? Bukankah dia juga karyawan sama seperti mereka?Entahlah.Dia hanya diam di sana duduk sambil memandangi Taekyung yang sedang melakukan pemotretan. Tugas make up memang masih Yeoni yang mengerjakannya namun yang lain, mereka tidak membiarkan Yeoni melakukannya.Aneh."Bagai mana keadaanmu, Yeoni?"Sedikit terperanjak saat seseorang duduk di sampingnya.&nbs
Happy reading......Beberapa hari ini Yeoni tidak masuk bekerja. Yoonki melarang itu. Yeoni masih ingat jelas bagaimana tatapan tajam Yoonki padanya saat dia sadar dari pingsannya.Bukan hanya tatapan tajam namun juga ocehan yang hampir membuat Yeoni tuli. Entah kenapa Yoonki yang notabennya pendiam tiba-tiba bisa mengoceh seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya yang nakal."Yeoni!" panggil Areum.Dua gadis itu sedang berada di halaman belakang rumah Yeoni yang terdapat sebuah kursi ayunan."Sepertinya Pak Yoonki menyukaimu," kata Areum."Menyukaiku?" Yeoni terkekeh. "Apa kau tidak lihat bagaimana dia memperlakukanku. Dia sangat dingin dan sama sekali tidak romantis. Padahal katanya kami berkencan," dumel Yeoni sambil mengerucutkan bibirnya."Apa? Kalian berkencan? Sejak kap
Happy reading....Yoonki menatap datar rumah berlantai dua itu. Heran kenapa langkah kakinya malah berakhir di sana?"Yeoni Kim"Setelah seminggu lamanya Yoonki tidak bertemu dengan Yeoni cukup membuat sisi hati Yoonki terasa kosong. Dia melompat ke arah atap rumah Yeoni.Dia sedang mandi?Batin Yoonki saat mendengar gerincik air dari dalam ruangan itu. Dia melompat menuju jendela sambil memperhatikan sekitar. Tidak ada orang selain Yeoni yang sedang mandi dalam sana.Pria itu melewati Yeoni begitu saja membuat sang gadis menoleh. Yoonki dengan cepat bersembunyi di balik jendela."Siapa itu?" teriak Yeoni membuat Yoonki tersenyum tipis. Ternyata wanita itu cukup penakut juga. Yoonki baru akan kembali masuk namun Areum sudah mendahuluinya.Sial!Dia harus menunggu sampai gadis itu pergi untuk bisa
Happy reading..... Yeoni menuruni tangga dengan sedikit susah payah. Tubuhnya benar-benar terasa sakit apa lagi bagian selangkanya. Rasanya nyeri sekali. "Yeoni, kau kenapa?" tanya Hana saat melihat Yeoni meringis ketika akan duduk. "Sepertinya aku salah tidur, Bibi," jawab Yeoni dengan cepat. Dia memang sudah memikirkan alasan itu sebelum keluar dari kamar tadi. "Kalau kau sakit tidak perlu bekerja, Nak," tutur Yeo Oh yang sedang sibuk dengan seragamnya. Yeoni kembali bangkit dari tempat duduk lalu mendekati sang ayah untuk membantu merapikan seragam polisinya. "Aku tidak apa-apa, Ayah," ucap Yeoni lembut. "Tapi kau terlihat pucat, Yeoni," kata Yeo Oh mengelus pipi sang anak. "Tidak. Aku sungguh baik-baik saja," jawab Yeoni seraya mengancing baju sang ayah. "Kalau begitu hari ini Ayah a
Happy reading....Mungkin belum sampai satu jam mata Yeoni terlelap, wanita itu menggeliat dalam tidurnya. Keningnya pun mengkerut seperti sedang memikirkan sesuatu.Yeoni merasa dia berada di tempat lain. Tempat yang cukup luas. Dia juga tertidur di sana. Wangi vanilla sangat kental di tempat itu membuat Yeoni merasa sangat nyaman dan juga mengingatkan dia pada seseorang yang sangat dia rindukan kehadirannya.Yoonki Min.Namun pikirannya tetap berperang, Yeoni bingung apakah ini mimpi atau bukan. Semuanya terasa samar. Tapi dia sangat ingat jika dia tertidur di tempat tidurnya bersama Areum. Berarti Yeoni sedang bermimpi.Mungkin.Namun saat merasakan sosok yang berbaring di sebelahnya sambil memeluknya dengan intens, Yeoni kembali berpikir dua kali apakah yang terjadi padanya sekarang sungguh mimpi?Bukan hanya sekedar memeluk, sosok it
Happy reading....Areum dan Yeoni sudah masuk ke kamar mereka. Yeoni sesekali melihat ke arah wanita yang sudah lengkap dengan piyamanya itu. Dia sedang mempersiapkan tempat tidurnya.menyadari kegelisahan Yeoni, Areum mendekati gadis itu. Sepertinya dia masih takut karena insiden tadi. Gadis itu menggigit bibir bawahnya seraya memperhatikan sekiling kamar itu se akan mencari sesuatu."Yeoni ....""Ah, iya. Ada apa, Areum?" tanya Yeoni. Lihat bahkan dia tidak menatap Areum sedikitpun."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Ada apa denganmu? Kau terlihat sangat kacau beberapa hari ini. Apakah ada yang mengganggu pikiranmu? Kau bisa ceritakan semuanya padaku, Yeoni," tutur Areum dengan nada bicara yang sangat lembut."Tidak ada. Aku baik-baik saja," kata Yeoni menjawab dengan cepat."Kau yakin? Tapi wajahmu tid
Happy reading.....Seperti hari biasanya Yeoni akan sangat sibuk bersama dengan Taekyung, apalagi beberapa hari ini pria itu banyak job di luar agensi. Tentu saja. Banyak sekali perusahan yang ingin merekrut dirinya untuk menjadi model iklan mereka.Seperti hari ini Taekyung sedang syuting iklan makanan cepat saji. Setelah itu akan di lanjutkan kesesi pemotretan.Wajah Yeoni yang biasanya akan tersenyum terlihat murung membuat Taekyung bingung."Yeo, kau baik-baik saja? Kau terlihat kurang sehat," kata Taekyung memperhatikan wajah Yeoni."Aku baik," jawab Yeoni seraya menghapus keringat di dahi Taekyung.Pria itu memegang tangan Yeoni lalu menatapnya lekat."Ada apa, Taekyung?""Merindukan Yoonki Min?""Kau ini bicara apa?" elak Yeoni mencoba melepaskan tang
Happy reading......Yeoni sedikit heran, seharian penuh dia tak melihat kehadiran Yoonki kecuali tadi saat mereka datang bersama. Biasanya pria itu akan muncul entah dari mana untuk sekedar menganggung Yeoni saat sedang bekerja. Mungkin dia sedang sibuk, pikir Yeoni tak ingin terlalu ambil pusing.Jam pulang sebentar lagi Yeoni tinggal membereskan beberapa perlengkapan riasannya. Bohong jika Yeoni mengatakan tidak ingin peduli akan kehadiran Yoonki. Buktinya saat dia berada di lobi matanya terus mengedar ke sana kemari mencari eksistensi pria berkulit putih pucat itu."Permisi nona Kang! Pak Yoonki ke mana, yah?" tanya Yeoni pada sekretaris Yoonki yang kebetulan masih berada di sana."Tadi setelah bertemu dengan Nona Jessica, Pak Yoonki langsung pulang. Dia mengatakan akan mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan karena ada urusan keluarga," jawab Nona Kang."Apa?" kaget
Happy reading....Rasa bersalah dan canggung menghampiri Yeoni. Namun dia harus tetap bersikap profesional di sana."Maafkan aku, Yeo," lirih Taekyung sekaligus memecah keheningan yang melanda.Yeoni tak membalas ucapan Taekyung. Dia hanya fokus merias wajah pria itu tanpa ingin menatap ke arah matanya."Maaf, karena sudah menuduhmu yang tidak-tidak. Kau tahu 'kan sifatku yang arogan dan kadang tidak berpikir sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin bisa menyinggung perasaan orang lain. Sungguh, Yeoni, aku sangat menyesal. Jangan diamkan aku seperti ini," kata Taekyung memelas.Yeoni mengalihkan tatapannya pada mata Taekyung lalu ke arah pipinya yang sedikit membengkak. Yeoni menarik satu senyuman lalu mengelus pipi Taekyung lembut."Apakah masih sakit?" tanya Yeoni pelan."Masih, tapi aku baik-baik saja. Luka seperti ini tid