Home / Urban / The Real Successor / 17 | Menahan Diriku

Share

17 | Menahan Diriku

Author: Azra Tyas
last update Last Updated: 2021-07-16 07:52:31
Aku menyodorkan teh hangat yang aku buat manis sekali untuk Afrina. Mungkin ini bisa menenangkannya. Aku mengelap wajahnya yang belepotan lunturan make up itu dengan handuk basah. Ia masih bergetar. Tapi aku terus memperlakukannya dengan lembut.

"Ini Mbak, minumlah dulu!" aku menyodorkan teh hangat itu untuknya.

"Kamu bukan orang suruhan Fenno?" tanyanya lirih kepadaku.

"Bukan! Aku bisa pastikan itu kepada mbak! Aku tidak kenal Fenno!" mendekatkan wajahku kepadanya aku memberanikan diri menggenggam tangannya, jemari Afrina masih dingin, begitu juga telapak tangannya, "Mbak, coba pandang mataku!"

Afrina seketika merasa heran dengan permintaanku, namun ia melihat pada kedua bola mataku.

"Tahukah mbak? Ibuku melakukan ini padaku ketika aku panik! TAriklah napas dalam-dalam, dan hembuskan kuat-kuat!" bisikku sambil tidak berkedip memandangnya.

Mata Afrina terpejam, ia mulai mengambil napasnya dan menghembuskannya, ia menurut sekali kepadaku.

"Bagus, l
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Real Successor   18 | Bukan Pria Biasa

    Keesokan harinya aku bangun saat subuh, setelah melakukan ibadahku, aku mencari bahan-bahan mentah yang tersedia di kulkas. Di dapur Afrina sungguh bersih, tidak ada makanan sama sekali, hanya ada panci-panci yang tengkurap. Meski hanya menemukan telur, bahan spageti, kornet dan beberapa sayuran beku, tapi aku berusaha membuat masakan apapun sebisaku dengan bahan yang ada. Jadilah aku memasak di dapur Afrina. Aku berusaha untuk tidak berisik agar tidak mengganggu, aku rasa Afrina masih tidur. Aku mengolah semua bahan itu dengan sebaik mungkin. Supaya semua segera selesai tepat waktu, aku masih harus menjenguk Romi pagi ini di rumah sakit sebelum kembali bekerja di bar. Sial! Karena keteledoranku aku menyenggol botol minyak goreng hingga tumpah ke bajuku. Aku lupa pakai celemek, lebih tepatnya memang aku ogah memakai celemek. Setelah beberapa saat, akhirnya nasi, telur orak arik, spageti, tumis wortel kentang buncis, telur rebus, lengkap dengan saus mayo dengan lada hitam

    Last Updated : 2021-07-19
  • The Real Successor   19 | Bocah Nakal

    Langit begitu cerah, setelah turun dari motorku, Afrina melepas jaket kulitnya dan rambutnya yang hitam tergerai mengkilat tertimpa matahari langit siang yang terang, sehingga memukau semua mata yang melihat kami berdua di halaman Flara D' Freya Bar And Lounge. Tapi ada pula sepasang mata tidak suka sudah menanti kami. Pria itu tampak begitu dongkol, gusar dengan kebersamaan kami. Afrina melenggang masuk seperti tak terjadi apapun, Afrina mengacuhkan pria itu. Pria yang sekaligus merupakan adik tiriku itu menyambar pergelangan tangan Afrina dan menyeretnya masuk ke dalam bar. Dari kejauhan Afrina menatapku meminta bantuan. Tapi untuk apa aku ikut campur? Itu urusan Afrina dengan Fenno. Pandanganku mengedar ke sekeliling bar, memang terdapat banyak pria dengan earpiece yang sudah menjadi ciri khas bodyguard dari keluarga Dewandaru, mereka berjaga berkeliling di bar ini. Bahkan aku melihat salah satu dari mereka sedari aku keluar dari rumah Afrina tadi. Aku tentu saja masih ha

    Last Updated : 2021-07-22
  • The Real Successor   20 | Pekerjaan Impian

    Aku berusaha menjatuhkan semua lawanku, luka-luka mulai aku derita, tapi tak aku hiraukan. Berbagai pukulan dan tikaman terasa pedih dan meneteskan darah tak menyurutkan langkahku untuk terus mencari ke arah suara Afrina. Sambil aku terus melumpuhkan anak buah Fenno yang bergantian menyerangku. Hingga aku bisa mendekati pria yang menarik paksa tubuh Afrina. Sudah habis kesabaranku, aku pun menari jas hitam pria itu. Lalu tubuhnya aku dorong sekuat tenaga aku hantamkan ke meja kayu yang besar dan kokoh. Dan pria itu merasakan rahangnya patah akibat hempasanku ke tubuhnya tadi. Tapi ia masih berusaha berdiri. Hingga terdengar bunyi 'ccraanngg!' pada bodyguard itu. Alex ada di sana, pria itu mendukungku. Baru saja ia yang menimbulkan suara itu adalah dia. Alex memukulkan botol minuman ke kepala bodyguard tadi hingga ia tepar tak berdaya. Jadi aku bisa menghadapi begundal yang lain. Di sisi lain, Fenno rupanya hendak melemparku dengan kursi besi, tapi juga digagalkan ole

    Last Updated : 2021-07-23
  • The Real Successor   21 | Menolong Ben

    Sesaat waktu juga jantung kami terasa terhenti. Dari dalam mobil Alex kami melihat berpendar ke keadaan di luar. "Ada pria di bawah mobilku!" seru Alex segera keluar dari kursi kemudinya untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. "Dasar pencopet kurang ajar! Rasakan kamu tertabrak mobil kan, akhirnya?" umpat wanita itu yang aku lihat dari dalam mobil tadi. Sementara dari bawah bumper depan mobilnya Alex menyeret paksa seorang pria yang tengah meringkuk melindungi wajah dan dadanya dengan kedua tangan dan lutut menghindari tumbukan roda mobil Alex. Aku mendekati pria yang dibantu Alex itu. Pria itu menggendong sebuah tas berbahan kulit ular mahal di pelukannya. Setelah aku periksa dari ujung kepala hingga ujung kaki, beruntung pria itu tidak terluka. Tak terlihat cedera berarti di tubuhnya. Hanya terdapat luka-luka lecet di bebetapa bagian siku dan sandal jepitnya yang terlepas dari kakinya. "Apa yang sebenarnya terjadi, Nyonya? Maafkan saya hampi

    Last Updated : 2021-07-24
  • The Real Successor    22 | Akhir Dari Ukulele Kesayanganku

    Ben menatap satu per satu pria bertopeng yang mengelilinya dan bersiap mencabik-cabiknya dengan belati-belati tajam di tangan mereka. Aku melihat Ben mengayukan berputar tas ranselnya berusaha menghalau para pria bertopeng itu agar menjauhinya. Namun tak satu pun dari mereka yang mundur, lalu secara bersamaan mereka menerkam Ben dan Ben yang sudah terkepung tak dapat lari lagi. Seingatku Ben anak yang baik dulu, ya walau prestasinya selalu di bawahku tapi dia tidak pernah terlihat macam-macam di kampus. Dia seperti layaknya kutu buku bagi kami teman sekelasnya, dengan kaca mata tebalnya dan pakaian konvensinalnya ia terlihat kuper dan tidak menarik. Aku hanya bisa bertanya dalam benak keterlibatan dalam hal seperti apa sehingga membuatnya harus berurusan dengan keadaan semacam ini? Kini aku melihat salah seorang dari pria bertopeng itu berhasil memukul wajah Ben hingga kaca mata Ben terlepas dan terjatuh di tanah. Ben ditindih, ia dipukuli bertubi-tubi. Dan ia pun dihujani p

    Last Updated : 2021-07-25
  • The Real Successor   23 | Tunangan Ben

    "Tuh kan, pelan-pelan dong, Mas! Belepotan kan jadinya?" riuh Afrina menyuapi aku. Sudah beberapa hari ini ia selalu menemaniku sepulang kerja. Bahkan hari ini ia sengaja mengambil libur untuk menemaniku keluar dari rumah sakit. Kami kian dekat saja dari hari ke hari. "Aku pingin cepat selesai. Aku mau ketemu Ben dulu sebelum pulang." sahutku sembari menyedot susu hangatku di gelas hingga tandas. "Tadi aku lihat ada perempuan masuk kamar Ben pas lewat di depannya." balas Afrina sembari mengelap tangannya lalu duduk di sebelahku, "Apa itu tunangannya? Akhirnya dia muncul juga." "Kok kamu sih yang jadi penasaran?" aku meringis heran. "Habis, masa katanya tunangannya, tapi Ben diterkam orang sampai luka parah, nggak nongol sama sekali? Apa itu namanya?" Lucu sekali gadis ini, aku tidak bisa menahan gelakku jadinya. Aku mengelus lembut rambut hitam mengkilat milik Afrina, "Rin, tidak semua hal itu seperti kelihatannya. Kita tidak tahu apa yang dilakukan tun

    Last Updated : 2021-07-30
  • The Real Successor   24 | Di Belakang Ben

    Taman di rumah sakit ini begitu bagus, dihiasi juga dengan air mancur dari patung berbentuk peri keselamatan. Suara gemericik airnya begitu membuat teduh pasien yang di rawat di sini. Kami bertiga mengambil duduk di salah satu barisan kursi taman yang didesainnya serba putih ini. "Andrew, maafkan sikap kekanak-kanakan Sisca, ya! Semenjak kehilangan kedua orang tuanya dia menjadi seperti itu." jelas Ben di saat kami berada di taman rumah sakit, di bawah pohon rindang. "Ya, kami bisa memaklumi, dia memang sangat mengkhawatrikan kamu, Ben!" balasku menutupi rasa kesalku terhadap sikap congkak Sisca tadi. "Tapi Sisca itu, tunangan, sepupu, atau adik kamu?" Afrina yang sedari tadi sudah gatal memaksaku menanyakan itu, aku tidak menggubris saat ia berbisik di telingaku tentang hal itu. "Owh itu? Sisca itu tunanganku, kami sudah dua tahun ini bertunangan. Tadinya kami mau menikah tahun ini, tapi harus ditunda karena harus menunggu sampai dia menyelesaikan S-duanya." terang

    Last Updated : 2021-08-02
  • The Real Successor   25 | Balkon Rumah Afrina

    "Hay Mas! Syukur Alhamdulillah, Mas Andy sudah pulang." sambut Romi begitu aku memasuki ruang tamuku. Aku tersenyum lebar, lega rasanya bisa kembali ke rumah lagi, "Kamu di sini juga, Lex? Aku nggak lihat mobilmu ada di depan tadi." "Mobilku ada di depan gang, Mas! Aku nggak tega aja lihat keadaan dia Mas, tapi tangan Romi sudah jauh lebih baik kok! Tempo hari aku pernah sekali antar dia terapi." jelas Alex sembari mengambil alih tas bawaanku dan membantuku duduk di sofa yang telah terkoyak-koyak kain pembungkusnya. "Mas Alex juga sering antar makanan buat aku, Mas!" terang Romi sembari mengambil duduk di dekatku. "Oh, ya? Terima kasih ya, Lex!" "Coba lihat ini, Mas Andy! Romi memperlihatkan pergelangan tangannya yang sudah pulih, "Tuh kan, sudah bisa diputar-putar lagi tanganku, Mas! Sudah bisa diajak bekerja lagi ini!" "Alhamdulillah, aku ikut senang Romi!" "Iya aku juga punya kabar, kalau ada perusahan teman aku yang butuh OB yang jujur bisa

    Last Updated : 2021-08-03

Latest chapter

  • The Real Successor   59 | Bukan Menyerang Dahan, Tapi Akar #2

    Aku geram, Alex banyak sekali melontarkan alasan untuk ngotot ikut denganku di penangkaran. Sudah ku katakan keadaan di sana masih berbahaya. Sedangkan aku sangat membutuhkan dia di kantor pusat. Produk kosmetik tante ku sedang gencar-gencarnya dicari di pasaran. Bagaimana ia bisa mengabaikan begitu saja perintahku. Bersikap santai seolah-olah tidak terjadi bahaya yang mengintai di penangkaran kami."Siapa yang dari dari tadi mengikuti kita di belakang?" tanyaku heran, sudah lebih dari setengah jam mobil di belakangku mengekor tanpa henti bahkan kecepatan mobil itu menyesuaikan dengan mobil yang ku kendarai."Gondes, aku lihat mas Andrew kukuh tidak mau mengajakku jadi ya buat menambah kewaspadaan kita, aku membawa gondes beserta grupnya." cengenges Alex membanggakan apa yang telah dilakukannya."Lex, tau apa yang sudah kamu lakukan? Tindakanmu justru akan memancing kemarahan mereka! Kenapa kamu bisa seceroboh ini? Bantuan mereka aku abaikan, kita malah membawa bantuan semacam ini!"

  • The Real Successor   58 | Bukan Menyerang Dahan, Tapi Akar

    "Kamu harus makan dengan banyak, jangan lupakan makan siang! Musuhmu mudah melemahkanmu di saat kamu lapar!" sergah Tante Margareth mengagetkanku, beliau tiba-tiba berada di depan meja kerja ku sembari menyodorkan kotak makan bersusun yang terbuat dari kaca dengan ornamen indah pada tutup dan pegangannya."Terima kasih, Tante untuk makan siangnya! Maaf aku tidak ikut dalam peluncuran produk kita, aku malah menyerahkan semua kepada Tante!" aku mengiba karena wajah tanteku tampak lelah sekali siang ini."Aku paham kamu sedang banyak masalah di penangkaran. Mengurusi mutiara, mengurusi karyawan yang kena musibah, belum lagi perbaikan laboratoriummu. Justru aku senang bisa membantumu, Nak!""Apalah aku tanpa Tante! Tante sudah makan? Ayo makan bersamaku!""Setelah lounching produk kita, aku sangat bersemaangat karena respon masyarakat yang bagus kepada kita! Gabungan antara mutiara premium, bluberry dan yuju orange. Mereka sangat tertarik dengan kombinasi produk kita itu! Saking senangnya

  • The Real Successor   57 | Mereka Geng Yang Sama

    Aku segera mendatangi lokasi penangkaran yang diserang itu, "Berapa orang yang datang?" aku menanyai beberapa security yang bertugas siang ini. Mereka hanya bisa menunduk dan gemetar, ruang kemanan terlihat rusak parah. Kantor bagian depan dan tengah juga bernasib sama. Semua akuarium besar pun tak luput dari sepakan-tendangan dan penghancuran geng bengal itu. Pos penjagaan saja serusak itu, bisa ku bayangkan bagaimana keadaan orang-orang di dalamnya. Mereka sengaja terlebih dulu menghancurkan CCTV, sebelum menyerang ruang tengah sebagai sasaran utama mereka. Sengaja agar wajah dan tindak tanduk mereka tidak terbaca. Menurut cerita yang kudapat dari security yang bertugas, dengan sekali tebas menggunakan parang yang mereka bawa, mereka bisa meremukkan alat perekam itu hingga menjadi kepingan yang kini aku saksikan puingannya berceceran di atas lantai."Menurut rekan kami, mereka berjumlah sekitar lima puluhan orang, Pak! Menyerang dari depan dan memporak-porandakan semua, pak!" teran

  • The Real Successor   56 | Gangguan Datang

    Akhirnya aku bisa kembali ke kantorku. Masih lekat di ingatanku, betapa lucunya wajah Fenno menahan sakit. Tapi gadis itu, bagus juga pertahanan dirinya. Dia bisa membuat Fenno tak berkutik kepadanya. Lumayan untuk sebuah hiburan. Aku mulai melajukan mobilku keluar dari tempat parkir dan bersiap menuju jalan utama. Namun, ... Cyiiittt! Hampir saja aku menabrak seorang wanita yang melintas di depan mobilku tiba-tiba. Hijab hitam menutupi kepalanya. Dan gaun kuning emas itu, itu gadis yang sama yang tadi memberi pelajaran untuk Fenno. "Cepat lajukan mobilnya!" perintahnya setelah dengan cepat ia memasuki mobilku. Tanpa menengok ke arah belakang atau lainnya, aku menuruti saja permintaannya itu. Lagipula aku juga harus segera kembali ke kantor. Napas gadis itu berantakan, masih memandangi belakang dan spion. Ia terlihat resah jika masih ada yang mengikuti. Apa mungkin Fenno masih mengikutinya? "Kamu sudah aman!" entah mengapa aku keluarkan kata-kata itu. "Kamu nggak paham orang

  • The Real Successor   55 | Membela Diri

    "Hello kakak? Sedang bersantai di sini juga rupanya? Kebetulan sekali!" ujar Zico dengan senyuman miring angkuhnya, dengan langkah kakinya yang dibuat searogan mungkin, ia semakin mendekati aku. "Mari bergabung ke meja kami! Kami sedang mengadakan pertemuan dengan orang penting jadi mungkin Anda tertarik untuk menambah daftar kolega! Mumpung kami memberikan kesempatan!" ajak besar mulut Zico sembari menyerahkan minuman dingin berwarna putih bening itu kepadaku. "Kebetulan kami punya urusan yang harus diselesaikan, jadi lain waktu saja aku bergabung!" jawabku sembari memundurkan kursi hendak beranjak dari hadapan pemuda tengil ini. "Eits! Mengapa harus terburu-buru!" Zico menahan lenganku membuatku menghentikan langkah, "Tidak baik mengabaikan waktu pertemuan dengan saudara laki-lakimu, Kak. Lagi pula kita jarang punya waktu berbincang, ada baiknya Kakak ikut memberi saran dengan cara kerja kami mengelola perusahaan yang baru diberikan kepada kami ini." Lanjut Zico dengan

  • The Real Successor   54 | Siap Untuk Bertempur

    "Semua pembiayaan sudah siap, sample juga sudah lolos uji. Aku akan segera menghubungi ibu Margareth dengan kabar baik ini." terang Alex sumringah di sela-sela rapat tertutup kami membicarakan rencana besar ku untuk mulai meruntuhkan Fenno. "Lengkapi semua dokumen biar dia juga bisa mengecek kekurangan produk ini ada di mana. Kita akan siap bekerjasama dengan perusahaan tante ku itu, aku yakin beliau tidak akan menduga jika itu kita." timpalku sembari menandatangani dokumen yang terakhir. "Ya untungnya Belva menyambut baik teleponku, aku tidak menyangka dia bekerja di perusahaan Ibu Margareth," ada nada aneh saat Alex mengatakan ini, tapi aku rasa ada sesuatu terjadi dengannya dan Belva, "Tapi tidak mengapa, dengan begini kita mendapatkan jalan pintas dan kolega yang terpercaya." "Apapun itu yang terjadi padamu dan Belva jangan sampai mempengaruhi pekerjaan!" sindirku ku bubuhi dengan senyuman. "Ah, nggak masalah, aku hanya tidak menyangka bertemu lagi dengan kawan

  • The Real Successor   53 | Auction

    Pagi ini di sinilah aku berada. Di ruang auction milik bank, untuk mengantongi properti pertamaku. "Aku masih tidak percaya Anda kukuh sekali dengan rumah ini, padahal aku sudah menawarkan lokasi lain yang lebih luas, tapi tetap saja pilihan Anda tidak berubah." keluh Pak Suherman begitu mengambil duduk di sebelahku. "Lokasi ini paling cocok dengan ku, Pak! Jaraknya cukup dekat dengan pasar besar, anak buahku dengan mudah bisa sampai ke sana setiap saat!" ujarku sambil menangkap keresahan di matanya. "Ayolah nak Andrew, pilihan yang ku berikan bahkan lebih dekat dengan pasar itu! Tapi sudahlah, aku percaya saja pada intuisi mu!" senyuman pungkas diberikan Pak Suherman padaku, akhirnya beliau menyerah sambil telunjuknya mengetuk di atas file properti yang akan dilelang hari ini, "Mari bekerja, kita dapatkan rumah ini!" Aku suka gaya optimisnya ini, dia selalu memenangkan banyak kasus, ya memang beliau cukup selektif, tidak semua kasus yang datang, mau ia tangani. Tapi untuk kasus-ka

  • The Real Successor   52 | Menagih Janji

    Pelatuk glock itu ditarik, mata pria itu berkedip, tatapannya seolah berbicara : menghentikanku ... atau mati. "Bajingan dari neraka mana kamu datang, hah?" pekau ku padanya. Benar, si bajingan itu adalah Mario. "Berandalan brengsek! Sudah begitu lama ku tunggu tapi kamu tidak juga menemuiku!!" balasnya kemudian, Aku meraba ada celah kelengahan di sela-sela ceracaunya itu, aku gunakan kesempatan sempit itu untuk menendanng sekuatnya pergelangan pria arogan itu karena hanya aku yang boleh arogan di ruangan ini, dan DARRR! Tembakan itu mengenai dinding di samping kananku. Shitt! Dia benar-benar ingin membakku! Saat ia hendak berbalik mengarah padaku, secepat kilat aku meraih leher dan tanganya yang lain. Aku lipat tangan kirinya ke belakang. Ku cekik leher pria ini dengan gemas di antara lipatan siku kananku dengan seluruh tenaga. Sedangkan ujung glock yang masih di pegangnya, ku jauhkan dari diriku. "Aku harus menghabisi mu!" ujar Mario dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan di

  • The Real Successor   51 | Jangan Meredup

    "Kemudian Andrew, bisa kamu jelaskan kepadaku tentang semua yang sudah kamu lakukan?" ini pasti karena laporan dari Alex, sehingga Tante Margareth siap mencecar penjabaran kepadaku. Senyum Tante kali ini membuat bulu kudukku merinding. "Aku?" tanyaku resah sembari menelan ludah. Lalu aku mengambil duduk di salah satu kursi di samping kanan Tanteku itu, "... Alex menceritakan apa saja kepada Tante?" sambungku bingung harus mulai dari mana. Karena sudah banyak yang terjadi semenjak kebebasan ku dari penjara. "Pertama geng-geng apa itu...? Aku mendengar dari Romi soal geng itu! Jelaskan kepadaku apa gunanya kamu bergabung dengan mereka!" tanya Tante Margaret dengan intonasi agak tinggi daan cepat, "Alex juga menceritakan banyak sekali hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan hidupmu itu! Apa kamu melakukan semuanya tanpa pikir panjang, hah?" sambil masih menggenggam garpunya, Tante mulai menggebrak jengkel ke atas meja. Kamu tidak lagi hidup di jalanan, kamu pasti paham itu kan,

DMCA.com Protection Status