Baru saja Jenderal Xylon meninggalkan ruangan audiensi dengan senyum lebar, seorang pelayan kerajaan mengantar masuk tamu berikutnya: Duchess Riri. Wanita anggun itu memasuki ruangan dengan kepala tegak, meskipun hatinya berdebar-debar. Ada sesuatu dalam nada undangan Raja yang membuatnya tidak tenang.
Duchess Riri membungkuk hormat di hadapan Raja. “Salam hormat, Paduka.”
Raja mengangguk singkat, lalu langsung ke pokok pembicaraan. “Duchess Riri, aku memanggilmu karena ada tugas penting yang perlu segera ditangani. Kau tahu, perang di wilayah Selatan telah memakan korban besar, termasuk di kalangan tenaga medis. Bahkan pemimpin medis kita gugur di sana. Aku membutuhkan seseorang yang mampu mengemban tanggung jawab besar itu, dan aku yakin hanya kau yang memiliki kualifikasi untuk menunjuk penggantinya.”
Duchess Riri mengerutkan dahi, firasat buruknya semakin menjadi. “Paduka, saya dan para tabib kerajaan selalu siap melayani, namun tugas seperti ini memerlukan pertimbangan matang.”
Raja menatapnya tajam. “Aku tahu kau telah mewariskan pengetahuan dan kemampuan medis luar biasa kepada anakmu. Dia yang harus diutus.” Jawab raja walaupun raja belum tahu apakah anak dari Duchess adalah laki laki atau perempuan.
Pernyataan itu membuat Riri terkejut. Wajahnya sedikit pucat, tapi ia tetap tenang. “Paduka, dia adalah anak tunggal kami, penerus keluarga kami. Jika terjadi sesuatu padanya di medan perang, siapa yang akan meneruskan garis keluarga kami? Suami saya, Duke Arton, pasti tidak akan menyetujui hal ini. Saya mohon belas kasihan Paduka, kami tidak bisa mempertaruhkan satu-satunya anak kami.”
Raja mengangkat tangannya, menghentikan penolakan halus itu. “Aku mengerti kekhawatiranmu, Duchess. Tapi perang ini membutuhkan pengorbanan. Aku tidak meminta anakmu untuk maju ke medan perang tanpa perlindungan. Aku akan menempatkannya langsung di bawah pengawasan Jenderal Xylon. Dia akan memastikan anakmu aman, tidak peduli apapun yang terjadi.”
Riri terdiam, pikirannya berpacu. Xylon memang dikenal sebagai jenderal yang sangat kompeten, tetapi juga terkenal karena caranya yang terkenal kejam. Bagaimana mungkin dia bisa mempercayakan putrinya pada sosok seperti itu? Yang boleh menyiksa putrinya hanya dirinya, tidak boleh ada yang lain.Begitula rasa sayang duchess.
“Paduka, apakah ini benar-benar satu-satunya pilihan? Tidak bisakah tabib lain ditugaskan?” tanyanya, mencoba mengulur waktu.
Raja menggeleng tegas. “Tidak. Kau dan para tabib kerajaan adalah aset penting untuk menjaga keluarga kerajaan. Kalian tidak boleh meninggalkan ibu kota. Anakmu adalah pilihan terbaik untuk memimpin tenaga medis di Selatan. Ini adalah perintah, dan aku tidak ingin mendengar penolakan.”
“Paduka…” suara Riri melemah, merasa tidak berdaya menghadapi keputusan mutlak itu.
“Duchess,” Raja berbicara lebih lembut, meskipun nadanya tetap tegas, “Aku paham beban yang kau rasakan. Tapi anakmu adalah orang yang tepat untuk tugas ini. Aku berjanji, jika terjadi sesuatu, dia akan menjadi tanggung jawabku secara pribadi.”
Tidak ada pilihan lain. Dengan hati yang berat, Duchess Riri membungkuk hormat, menyembunyikan rasa khawatirnya. “Baik, Paduka. Saya akan menyampaikan perintah ini kepada anak saya.”
Raja mengangguk puas. “Bagus”.
Riri meninggalkan ruangan dengan langkah perlahan, hatinya terasa jauh lebih berat dibandingkan saat ia masuk. Bagaimana reaksi Ariadne nanti? Bagaimana ia menjelaskan keputusan ini kepada suaminya, Duke Arton? Dan bagaimana ia bisa memastikan keselamatan putrinya di bawah pengawasan pria seperti Xylon?
Ariadne memanggil seluruh staff kesehatan. Ia mengatakan perintah raja. total ada sekitar enam puluh staf kesehatan yang diperintahkan untuk pergi ke wilayah selatan dan yang memimpin mereka adalah Ariadne.
Pagi itu, suasana di istana terasa sibuk. Semua prajurit bersiap untuk berangkat menuju wilayah Selatan, tempat pertempuran yang semakin mendekat. Ariadne sudah siap dengan perlengkapannya, namun tiba-tiba seorang prajurit menghampirinya.
“Nona Ariadne, Jenderal Xylon meminta Anda untuk segera menghadap sebelum berangkat.”
Ariadne mengernyitkan dahi, sedikit bingung. “Jenderal Xylon? Ada urusan apa dengan saya?”
“Beliau hanya ingin berbicara sebentar, Nona.”
Ariadne hanya mengangguk, lalu mengikuti prajurit itu menuju tempat Jenderal Xylon yang sedang mempersiapkan kuda-kudanya. Ketika dia tiba, Xylon tersenyum lebar, senyum yang membuat Ariadne merasa ada sesuatu yang aneh.
“Ariadne,” kata Xylon, “Kau akan naik kuda bersamaku.”
Ariadne terkejut dan hampir saja terbatuk. “Maaf, Tuan. Saya akan memimpin tim saya sendiri, saya sudah disiapkan kereta kuda, terima kasih untuk tawaran anda tapi saya menolaknya.”
Xylon mengangkat alisnya. “Oh tidak, kau harus ikut denganku. Raja menyuruhku memberikan perlindungan khusus padamu. Kita harus sampai lebih awal dari rombongan yang lain agar dapat segera membantu dilapangan. Cepat, ayo naik kuda bersama.” Xylon menggunakan wewenangnya sebagai Jendral.
Ariadne menatapnya dengan mata tajam. “Tapi saya sudah memiliki tim saya, Tuan.”
Xylon tidak bergeming. “Ini perintah langsung dari Raja, Ariadne. Kalau kau ingin sampai lebih cepat, kita harus berkuda bersama. ”
Ariadne merasa sedikit kesal, tapi akhirnya mengalah. “Baiklah, Tuan.”
Xylon tersenyum puas.
Ariadne seharusnya bisa naik kereta kuda, namun kelicikan Xylon berkata bahwa mereka akan lebih dekat jika Ariadne berada di depan Xylon di atas kuda. Wow, mereka akan semakin dekat, bahkan bisa dibilang ada potensi skinship. Dada Xylon bergemuruh, sangat senang dengan situasi ini.
Diatas kuda, Xylon merasa sangat senang punggung Ariadne bersentuhan dengan dadanya. Wangi harum Ariadne tercium dengan jelas di hidungnya. Pinggang Ariadne yang mungil terperangkap di antara tangan kekarnya, menciptakan sensasi yang sulit ia abaikan. Senyum licik tersungging di bibirnya, sangat menikmati situasi ini lebih dari yang seharusnya.
Ariadne sendiri lebih memilih untuk fokus pada perjalanan mereka. Pandangannya tetap lurus ke depan, matanya memindai pemandangan alam yang melintas di sekitar mereka. Mereka berkuda dengan kecepatan tinggi, meninggalkan pasukan lainnya yang mulai tertinggal di belakang. Keputusan Xylon untuk melaju cepat membuat Ariadne sedikit terkejut, namun ia memilih untuk tetap tenang dan tidak mengomentarinya. Bagaimanapun juga, ini adalah perintah dari Raja, dan ia harus melaksanakan tugasnya atau mungkin pasukan sudah sangat terdesak dan membutuhkan pertolongan segera.
Di sepanjang perjalanan, Ariadne mengagumi keindahan alam sekitar. Hutan yang lebat, padang rumput yang hijau, dan puncak-puncak gunung yang menjulang jauh di kejauhan. Ia mencoba untuk mengalihkan perhatian dari kehadiran Xylon, berharap bahwa kuda yang mereka tunggangi akan membawa mereka menuju tujuan tanpa masalah.
Namun, setiap gerakan kuda yang melaju cepat seolah mempererat jarak antara mereka. Ariadne merasakan kehangatan tubuh Xylon di belakangnya, dan detak jantungnya pun tak bisa dihindari semakin cepat. Ia berusaha menenangkan dirinya, mencoba terus berpikir ini hanya perjalanan biasa.
Senyum puas yang tak kunjung hilang dari wajah Xylon. Dia menikmati momen ini, setiap detik kebersamaan dengan Ariadne. Bagi Xylon, ini lebih dari sekadar perjalanan—ini adalah kesempatan langka untuk merasakan kedekatan dengan gadis yang sudah mengusik pikirannya sejak lama.
Ariadne, di sisi lain, semakin merasa terjepit dalam situasi ini. Meski ia berusaha menjaga fokus pada tugasnya, sulit rasanya untuk mengabaikan kedekatan yang begitu intens antara mereka. Dia menarik napas panjang dan melanjutkan perjalanan, berharap tiba di wilayah selatan secepat mungkin.
"Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Raut wajah Ariadne berubah masam. Ia memutar tubuh dan berjalan menjauh dengan langkah-langkah cepat. Namun, Xylon tidak bergeming. Ia hanya berdiri di tempatnya, memandangi punggung gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan—sebuah perpaduan antara kasih sayang yang meluap-luap dan obsesi yang berbahaya.Rasa suka yang Xylon miliki untuk Ariadne bukanlah cinta biasa. Itu lebih mirip obsesi, api yang ia kobarkan tanpa kendali. Xylon tahu segalanya tentang Ariadne. Ia mengenalnya sejak kecil, gadis yang tidak punya apa apa namun kini memiliki suatu yang penting dit
Sembilan bulan berlalu sejak Duchess Riri pertama kali mengetahui kehamilan pelayan di rumah besarnya. Sepanjang waktu itu, pelayan yang hamil itu tetap berada di bawah pengawasan ketat. Riri memastikan setiap kebutuhan dasar wanita itu terpenuhi, tetapi tanpa ada empati atau perhatian. Tidak ada yang diizinkan mendekatinya kecuali pelayan-pelayan tertentu yang dipercaya oleh Riri untuk menjaga rahasia ini.Ketika waktu persalinan tiba, suasana di rumah besar itu terasa semakin sunyi dan menegangkan. Pelayan tersebut melahirkan seorang putri yang manis di bawah pengawasan bidan dan pelayan khusus. Ketika tangis pertama bayi itu menggema, suasana yang sebelumnya dingin seakan mencair sesaat. Riri memutuskan untuk melihat bayi itu. Dengan ragu, ia melangkah masuk ke kamar tempat bayi itu berada. Riri berhenti di tepi tempat tidur, memandang bayi itu dengan tatapan sulit dibaca. Ia menoleh pada bidan yang berdiri di sudut ruangan. "Dia sehat?" tanyanya dingin.Bidan itu mengangguk cepat.
Walaupun melihat kejadian seorang anak perempuan kecil dicambuk, Xylon tidak bisa berbuat apa apa. Xylon kecil hanya bisa diam, tubuhnya bersembunyi di balik pintu. Ia menyaksikan kejadian itu dengan dada bergemuruh. Xylon ingin berbuat sesuatu. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Keluarganya hanyalah pedagang besar, tanpa gelar bangsawan, meskipun ayahnya cukup dihormati karena menguasai tambang dan perdagangan rempah-rempah.Saat ingin pergi Kaki Xylon yang gemetar tanpa sengaja menyenggol vas kaca. Suara pecahan kaca itu membuat semua orang menoleh, termasuk Duchess Riri. Mata gadis itu memicing, seolah menangkap keberadaan anak laki-laki itu. Namun, sebelum ada yang bertindak, Duke Arton tiba tiba muncul, menarik tangan Xylon.Arton membawa Xylon ke hadapan ayahnya. " bocah kecil," ujarnya dengan nada ancaman. "Jangan pernah ceritakan apa yang kau lihat hari ini. Jika kau ingin keluargamu tetap kaya, dan ayahmu tetap hidup, tutup mulutmu.”Xylon kecil hanya mengangguk. Bagaimana mungk
Setelah selesai mengobati Tyran, ada seorang yang terus saja mengikuti Ariadne dari tadi."Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Saat kegiatan nya mengekori Ariadne, Xyon dipanggil oleh serorang prajurit dan dinyatakan bahwa raja ingin berjumpa dengan Xylon. Namun, kedamaian momen itu segera terganggu ketika seorang prajurit datang tergopoh-gopoh. "Jenderal Xylon!" seru prajurit itu dengan suara tegas. "Raja memanggil Anda. Beliau ingin bertemu segera."Xylon menghela napas berat, menatap Ariadne sekali lagi sebelum menoleh pada prajurit tersebut. “Hah, kenapa selalu di waktu yang salah?” gumamnya."Jend
Baru saja Jenderal Xylon meninggalkan ruangan audiensi dengan senyum lebar, seorang pelayan kerajaan mengantar masuk tamu berikutnya: Duchess Riri. Wanita anggun itu memasuki ruangan dengan kepala tegak, meskipun hatinya berdebar-debar. Ada sesuatu dalam nada undangan Raja yang membuatnya tidak tenang.Duchess Riri membungkuk hormat di hadapan Raja. “Salam hormat, Paduka.”Raja mengangguk singkat, lalu langsung ke pokok pembicaraan. “Duchess Riri, aku memanggilmu karena ada tugas penting yang perlu segera ditangani. Kau tahu, perang di wilayah Selatan telah memakan korban besar, termasuk di kalangan tenaga medis. Bahkan pemimpin medis kita gugur di sana. Aku membutuhkan seseorang yang mampu mengemban tanggung jawab besar itu, dan aku yakin hanya kau yang memiliki kualifikasi untuk menunjuk penggantinya.”Duchess Riri mengerutkan dahi, firasat buruknya semakin menjadi. “Paduka, saya dan para tabib kerajaan selalu siap melayani, namun tugas seperti ini memerlukan pertimbangan matang.”R
Setelah selesai mengobati Tyran, ada seorang yang terus saja mengikuti Ariadne dari tadi."Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Saat kegiatan nya mengekori Ariadne, Xyon dipanggil oleh serorang prajurit dan dinyatakan bahwa raja ingin berjumpa dengan Xylon. Namun, kedamaian momen itu segera terganggu ketika seorang prajurit datang tergopoh-gopoh. "Jenderal Xylon!" seru prajurit itu dengan suara tegas. "Raja memanggil Anda. Beliau ingin bertemu segera."Xylon menghela napas berat, menatap Ariadne sekali lagi sebelum menoleh pada prajurit tersebut. “Hah, kenapa selalu di waktu yang salah?” gumamnya."Jend
Walaupun melihat kejadian seorang anak perempuan kecil dicambuk, Xylon tidak bisa berbuat apa apa. Xylon kecil hanya bisa diam, tubuhnya bersembunyi di balik pintu. Ia menyaksikan kejadian itu dengan dada bergemuruh. Xylon ingin berbuat sesuatu. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Keluarganya hanyalah pedagang besar, tanpa gelar bangsawan, meskipun ayahnya cukup dihormati karena menguasai tambang dan perdagangan rempah-rempah.Saat ingin pergi Kaki Xylon yang gemetar tanpa sengaja menyenggol vas kaca. Suara pecahan kaca itu membuat semua orang menoleh, termasuk Duchess Riri. Mata gadis itu memicing, seolah menangkap keberadaan anak laki-laki itu. Namun, sebelum ada yang bertindak, Duke Arton tiba tiba muncul, menarik tangan Xylon.Arton membawa Xylon ke hadapan ayahnya. " bocah kecil," ujarnya dengan nada ancaman. "Jangan pernah ceritakan apa yang kau lihat hari ini. Jika kau ingin keluargamu tetap kaya, dan ayahmu tetap hidup, tutup mulutmu.”Xylon kecil hanya mengangguk. Bagaimana mungk
Sembilan bulan berlalu sejak Duchess Riri pertama kali mengetahui kehamilan pelayan di rumah besarnya. Sepanjang waktu itu, pelayan yang hamil itu tetap berada di bawah pengawasan ketat. Riri memastikan setiap kebutuhan dasar wanita itu terpenuhi, tetapi tanpa ada empati atau perhatian. Tidak ada yang diizinkan mendekatinya kecuali pelayan-pelayan tertentu yang dipercaya oleh Riri untuk menjaga rahasia ini.Ketika waktu persalinan tiba, suasana di rumah besar itu terasa semakin sunyi dan menegangkan. Pelayan tersebut melahirkan seorang putri yang manis di bawah pengawasan bidan dan pelayan khusus. Ketika tangis pertama bayi itu menggema, suasana yang sebelumnya dingin seakan mencair sesaat. Riri memutuskan untuk melihat bayi itu. Dengan ragu, ia melangkah masuk ke kamar tempat bayi itu berada. Riri berhenti di tepi tempat tidur, memandang bayi itu dengan tatapan sulit dibaca. Ia menoleh pada bidan yang berdiri di sudut ruangan. "Dia sehat?" tanyanya dingin.Bidan itu mengangguk cepat.
"Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Raut wajah Ariadne berubah masam. Ia memutar tubuh dan berjalan menjauh dengan langkah-langkah cepat. Namun, Xylon tidak bergeming. Ia hanya berdiri di tempatnya, memandangi punggung gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan—sebuah perpaduan antara kasih sayang yang meluap-luap dan obsesi yang berbahaya.Rasa suka yang Xylon miliki untuk Ariadne bukanlah cinta biasa. Itu lebih mirip obsesi, api yang ia kobarkan tanpa kendali. Xylon tahu segalanya tentang Ariadne. Ia mengenalnya sejak kecil, gadis yang tidak punya apa apa namun kini memiliki suatu yang penting dit