Walaupun melihat kejadian seorang anak perempuan kecil dicambuk, Xylon tidak bisa berbuat apa apa. Xylon kecil hanya bisa diam, tubuhnya bersembunyi di balik pintu. Ia menyaksikan kejadian itu dengan dada bergemuruh. Xylon ingin berbuat sesuatu. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Keluarganya hanyalah pedagang besar, tanpa gelar bangsawan, meskipun ayahnya cukup dihormati karena menguasai tambang dan perdagangan rempah-rempah.
Saat ingin pergi Kaki Xylon yang gemetar tanpa sengaja menyenggol vas kaca. Suara pecahan kaca itu membuat semua orang menoleh, termasuk Duchess Riri. Mata gadis itu memicing, seolah menangkap keberadaan anak laki-laki itu. Namun, sebelum ada yang bertindak, Duke Arton tiba tiba muncul, menarik tangan Xylon.
Arton membawa Xylon ke hadapan ayahnya. " bocah kecil," ujarnya dengan nada ancaman. "Jangan pernah ceritakan apa yang kau lihat hari ini. Jika kau ingin keluargamu tetap kaya, dan ayahmu tetap hidup, tutup mulutmu.”
Xylon kecil hanya mengangguk. Bagaimana mungkin seorang anak melawan ancaman itu?
Namun, rasa takut itu tidak menghapus kegelisahannya. Malam itu, ia menceritakan apa yang terjadi kepada ayahnya, berharap ayahnya dapat membantu gadis itu. Tapi respons ayahnya justru dingin.
“Kau bodoh!” bentak ayahnya. “Kau tahu ini bisa membahayakan kita semua? Tutup mata dan mulutmu! Jangan pernah ikut campur urusan mereka.”
Xylon menangis diam-diam malam itu.
—-
Delapan belas tahun kemudian,
Ariadne berdiri tegap di bawah sinar matahari yang mulai melembut, mengenakan seragam khas tenaga medis kerajaan berwarna biru tua dengan bordir lambang elang perak di dada. Sorot matanya tajam, kini, ia adalah bagian dari pasukan tenaga medis terlatih yang selalu siap melayani kerajaan, terutama di medan perang atau situasi darurat.
Namun, perjalanan Ariadne untuk sampai ke posisi ini tidaklah mudah. Sejak kecil, ia tumbuh dengan pengaruh kuat dari ibunya, Countess Riri, yang merupakan ketua pengobatan kerajaan sekaligus ahli herbal yang dihormati. Countess Riri sering mengajaknya ke taman herbal kerajaan untuk memetik daun-daun penyembuh atau ke ruang pengobatan untuk melihat bagaimana pasien dirawat. "Belajar dari alam, Ariadne," kata ibunya. "Alam memberi kita pelajaran yang tak terbatas, kadang kau bisa terbunuh kadang kau bisa menjadi hidup."
Ariadne menyerap kata-kata itu didikan keras ibunya. Ia mengamati bagaimana hewan di hutan memperlakukan luka mereka—ada yang menjilatnya, ada pula yang berguling di lumpur tertentu untuk mencegah infeksi. Ia mempelajari bagaimana hewan menggunakan naluri untuk memilih tumbuhan yang tepat sebagai obat.
Kini ia sudah mampu mengenali ratusan jenis tumbuhan obat. Ia tahu mana yang bisa menghentikan pendarahan, mana yang dapat meredakan demam, atau mana yang beracun jika dosisnya salah.
Ariadne tak hanya belajar teori. Ia terjun langsung dalam merawat orang-orang sakit dan terluka di desa-desa sekitar kerajaan. Dari situ, ia belajar berbagai jenis penyakit, gejala, dan cara meredakan rasa sakit. Ia mulai dari hal kecil—membalut luka ringan, memberikan ramuan herbal untuk demam, hingga membimbing para ibu untuk menjaga kebersihan saat merawat bayi mereka.
Ariadne belajar cepat. Ia menjadi mahir dalam membalut luka dengan teknik mencegah infeksi, meracik obat dari tumbuhan, dan bahkan melakukan tindakan operasi.
—-
Dilain sisi Xylon tidak mengikuti jejak ayahnya. Meskipun keluarganya berpengaruh besar dalam dunia perdagangan, ia memilih jalur yang berbeda. Tanpa ragu, ia bergabung dengan pendidikan militer di usia muda.
Pendidikan militer bukanlah jalan yang mudah. Xylon menjalani pelatihan fisik yang keras, berlari berjam-jam, mendaki bukit terjal, dan bertarung dengan tangan kosong. Itu adalah bagian dari latihan dasar untuk membentuk tubuhnya yang kuat, kelincahan yang luar biasa, dan stamina yang tak kenal lelah. Bagi sebagian orang, itu adalah siksaan. Setiap tetes keringat dan darah yang tercurah adalah batu loncatan menuju tujuannya.
Selain pelatihan fisik, Xylon juga mempelajari berbagai keterampilan militer. Ia belajar strategi perang yang rumit, bagaimana membaca medan perang, dan bagaimana memimpin pasukan dalam situasi terburuk. Sejak awal, ia sudah menyadari bahwa menjadi seorang jenderal bukan hanya soal keberanian, tetapi juga soal kecerdasan dan kemampuan untuk berpikir cepat di tengah kekacauan. Tak hanya taktik di lapangan, ia juga belajar tentang diplomasi, bagaimana merajut hubungan dengan bangsawan dan penguasa, dan bagaimana menjaga dukungan politik agar tetap berada di posisi yang menguntungkan.
Perjalanan Xylon menapaki karir militer tidak langsung mulus. Seperti semua jenderal besar lainnya, ia harus terjun ke medan perang dan membuktikan dirinya. Berbagai pertempuran ia hadapi, dan meski sering kali kemenangan diraih, tak jarang ia juga merasakan kekalahan. Namun, setiap kekalahan adalah pelajaran berharga. Ia mempelajari taktik musuh, menganalisis keputusan-keputusan yang keliru, dan mencari cara untuk tidak mengulanginya. Seiring waktu, ia semakin matang, semakin tajam dalam berpikir, dan semakin terampil dalam memimpin pasukannya.
Kemenangan demi kemenangan membawanya semakin dekat dengan tujuan akhirnya. Nama Xylon mulai dikenal di kalangan prajurit dan bangsawan. Tapi, menjadi seorang jenderal bukan hanya soal kemenangan di medan perang. Xylon tahu bahwa untuk benar-benar mencapai puncak, ia harus mendapatkan dukungan dari penguasa. Begitu pula dengan faksi-faksi politik yang berkembang di kerajaan. Xylon belajar untuk menempatkan dirinya dalam lingkaran yang tepat, menjalin hubungan dengan para penguasa, dan memperkuat posisinya dengan strategi politik yang cermat.
Selain itu, Xylon juga terus mengasah pengetahuannya tentang strategi perang dan sejarah militer. Ia tidak hanya mengandalkan pengalaman di medan perang, tetapi juga mempelajari kisah-kisah para jenderal hebat yang pernah ada. Kini, setelah bertahun-tahun berjuang dimedan perang, Xylon telah mencapai posisi yang sangat dihormati. Ia adalah jenderal yang tak terkalahkan, pemimpin yang dihormati, dan seorang ahli strategi yang bijaksana.
Xylon bekerja keras seumur hidupnya,bukan hanya demi gelar dan kejayaan. Ada sesuatu yang jauh lebih penting menurutnya. Setiap malam ia selalu teringat sosok seorang gadis kecil yang dicambuk tanpa daya. Ia bisa mengingat dengan jelas wajah yang memohon ampun dan tangisan itu. Gadis itu adalah alasan mengapa ia bertahan di tengah segala penderitaan, alasan mengapa ia ingin berdiri di puncak kekuasaan.
Setelah kemenangan gemilang pasukannya di pertempuran terakhir, Xylon memimpin pasukannya kembali ke ibu kota. Namun, ada satu masalah yang mendesak. Sahabat dekatnya, Tyran, terluka parah akibat tusukan panah. Obat-obatan di medan perang sudah habis, dan kondisi Tyran tidak memungkinkan untuk menunggu lebih lama.
Ketika mereka tiba di ibu kota, ruangan medis sudah penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka. Xylon membawa Tyran masuk, memastikan ia mendapatkan penanganan yang terbaik. Seorang tenaga medis mengambil alih tanggung jawab mengobati Tyran. Xylon mengenali wanita itu bahkan sebelum ia berbicara. Ariadne nya. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Ia memperhatikan bagaimana tangan Ariadne yang cekatan membalut luka Tyran, bagaimana ia tetap tenang di tengah hiruk-pikuk.
Ariadne, di sisi lain, merasa terganggu. Ia menyadari tatapan tajam seseorang dari sudut ruangan, seolah-olah mengawasi setiap gerakannya. "Apa aku melakukan kesalahan?" pikirnya.
Setelah selesai mengobati Tyran, ada seorang yang terus saja mengikuti Ariadne dari tadi."Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Saat kegiatan nya mengekori Ariadne, Xyon dipanggil oleh serorang prajurit dan dinyatakan bahwa raja ingin berjumpa dengan Xylon. Namun, kedamaian momen itu segera terganggu ketika seorang prajurit datang tergopoh-gopoh. "Jenderal Xylon!" seru prajurit itu dengan suara tegas. "Raja memanggil Anda. Beliau ingin bertemu segera."Xylon menghela napas berat, menatap Ariadne sekali lagi sebelum menoleh pada prajurit tersebut. “Hah, kenapa selalu di waktu yang salah?” gumamnya."Jend
Baru saja Jenderal Xylon meninggalkan ruangan audiensi dengan senyum lebar, seorang pelayan kerajaan mengantar masuk tamu berikutnya: Duchess Riri. Wanita anggun itu memasuki ruangan dengan kepala tegak, meskipun hatinya berdebar-debar. Ada sesuatu dalam nada undangan Raja yang membuatnya tidak tenang.Duchess Riri membungkuk hormat di hadapan Raja. “Salam hormat, Paduka.”Raja mengangguk singkat, lalu langsung ke pokok pembicaraan. “Duchess Riri, aku memanggilmu karena ada tugas penting yang perlu segera ditangani. Kau tahu, perang di wilayah Selatan telah memakan korban besar, termasuk di kalangan tenaga medis. Bahkan pemimpin medis kita gugur di sana. Aku membutuhkan seseorang yang mampu mengemban tanggung jawab besar itu, dan aku yakin hanya kau yang memiliki kualifikasi untuk menunjuk penggantinya.”Duchess Riri mengerutkan dahi, firasat buruknya semakin menjadi. “Paduka, saya dan para tabib kerajaan selalu siap melayani, namun tugas seperti ini memerlukan pertimbangan matang.”R
"Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Raut wajah Ariadne berubah masam. Ia memutar tubuh dan berjalan menjauh dengan langkah-langkah cepat. Namun, Xylon tidak bergeming. Ia hanya berdiri di tempatnya, memandangi punggung gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan—sebuah perpaduan antara kasih sayang yang meluap-luap dan obsesi yang berbahaya.Rasa suka yang Xylon miliki untuk Ariadne bukanlah cinta biasa. Itu lebih mirip obsesi, api yang ia kobarkan tanpa kendali. Xylon tahu segalanya tentang Ariadne. Ia mengenalnya sejak kecil, gadis yang tidak punya apa apa namun kini memiliki suatu yang penting dit
Sembilan bulan berlalu sejak Duchess Riri pertama kali mengetahui kehamilan pelayan di rumah besarnya. Sepanjang waktu itu, pelayan yang hamil itu tetap berada di bawah pengawasan ketat. Riri memastikan setiap kebutuhan dasar wanita itu terpenuhi, tetapi tanpa ada empati atau perhatian. Tidak ada yang diizinkan mendekatinya kecuali pelayan-pelayan tertentu yang dipercaya oleh Riri untuk menjaga rahasia ini.Ketika waktu persalinan tiba, suasana di rumah besar itu terasa semakin sunyi dan menegangkan. Pelayan tersebut melahirkan seorang putri yang manis di bawah pengawasan bidan dan pelayan khusus. Ketika tangis pertama bayi itu menggema, suasana yang sebelumnya dingin seakan mencair sesaat. Riri memutuskan untuk melihat bayi itu. Dengan ragu, ia melangkah masuk ke kamar tempat bayi itu berada. Riri berhenti di tepi tempat tidur, memandang bayi itu dengan tatapan sulit dibaca. Ia menoleh pada bidan yang berdiri di sudut ruangan. "Dia sehat?" tanyanya dingin.Bidan itu mengangguk cepat.
Baru saja Jenderal Xylon meninggalkan ruangan audiensi dengan senyum lebar, seorang pelayan kerajaan mengantar masuk tamu berikutnya: Duchess Riri. Wanita anggun itu memasuki ruangan dengan kepala tegak, meskipun hatinya berdebar-debar. Ada sesuatu dalam nada undangan Raja yang membuatnya tidak tenang.Duchess Riri membungkuk hormat di hadapan Raja. “Salam hormat, Paduka.”Raja mengangguk singkat, lalu langsung ke pokok pembicaraan. “Duchess Riri, aku memanggilmu karena ada tugas penting yang perlu segera ditangani. Kau tahu, perang di wilayah Selatan telah memakan korban besar, termasuk di kalangan tenaga medis. Bahkan pemimpin medis kita gugur di sana. Aku membutuhkan seseorang yang mampu mengemban tanggung jawab besar itu, dan aku yakin hanya kau yang memiliki kualifikasi untuk menunjuk penggantinya.”Duchess Riri mengerutkan dahi, firasat buruknya semakin menjadi. “Paduka, saya dan para tabib kerajaan selalu siap melayani, namun tugas seperti ini memerlukan pertimbangan matang.”R
Setelah selesai mengobati Tyran, ada seorang yang terus saja mengikuti Ariadne dari tadi."Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Saat kegiatan nya mengekori Ariadne, Xyon dipanggil oleh serorang prajurit dan dinyatakan bahwa raja ingin berjumpa dengan Xylon. Namun, kedamaian momen itu segera terganggu ketika seorang prajurit datang tergopoh-gopoh. "Jenderal Xylon!" seru prajurit itu dengan suara tegas. "Raja memanggil Anda. Beliau ingin bertemu segera."Xylon menghela napas berat, menatap Ariadne sekali lagi sebelum menoleh pada prajurit tersebut. “Hah, kenapa selalu di waktu yang salah?” gumamnya."Jend
Walaupun melihat kejadian seorang anak perempuan kecil dicambuk, Xylon tidak bisa berbuat apa apa. Xylon kecil hanya bisa diam, tubuhnya bersembunyi di balik pintu. Ia menyaksikan kejadian itu dengan dada bergemuruh. Xylon ingin berbuat sesuatu. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Keluarganya hanyalah pedagang besar, tanpa gelar bangsawan, meskipun ayahnya cukup dihormati karena menguasai tambang dan perdagangan rempah-rempah.Saat ingin pergi Kaki Xylon yang gemetar tanpa sengaja menyenggol vas kaca. Suara pecahan kaca itu membuat semua orang menoleh, termasuk Duchess Riri. Mata gadis itu memicing, seolah menangkap keberadaan anak laki-laki itu. Namun, sebelum ada yang bertindak, Duke Arton tiba tiba muncul, menarik tangan Xylon.Arton membawa Xylon ke hadapan ayahnya. " bocah kecil," ujarnya dengan nada ancaman. "Jangan pernah ceritakan apa yang kau lihat hari ini. Jika kau ingin keluargamu tetap kaya, dan ayahmu tetap hidup, tutup mulutmu.”Xylon kecil hanya mengangguk. Bagaimana mungk
Sembilan bulan berlalu sejak Duchess Riri pertama kali mengetahui kehamilan pelayan di rumah besarnya. Sepanjang waktu itu, pelayan yang hamil itu tetap berada di bawah pengawasan ketat. Riri memastikan setiap kebutuhan dasar wanita itu terpenuhi, tetapi tanpa ada empati atau perhatian. Tidak ada yang diizinkan mendekatinya kecuali pelayan-pelayan tertentu yang dipercaya oleh Riri untuk menjaga rahasia ini.Ketika waktu persalinan tiba, suasana di rumah besar itu terasa semakin sunyi dan menegangkan. Pelayan tersebut melahirkan seorang putri yang manis di bawah pengawasan bidan dan pelayan khusus. Ketika tangis pertama bayi itu menggema, suasana yang sebelumnya dingin seakan mencair sesaat. Riri memutuskan untuk melihat bayi itu. Dengan ragu, ia melangkah masuk ke kamar tempat bayi itu berada. Riri berhenti di tepi tempat tidur, memandang bayi itu dengan tatapan sulit dibaca. Ia menoleh pada bidan yang berdiri di sudut ruangan. "Dia sehat?" tanyanya dingin.Bidan itu mengangguk cepat.
"Kenapa terus mengikutiku?" kata Ariadne dengan nada tegas, tetapi matanya menghindari tatapan pemuda di hadapannya."Karena aku suka padamu," balas Xylon tanpa ragu."Pergi sana! Aku tidak suka padamu," sahut Ariadne lagi, lebih keras kali ini, berusaha menahan emosi yang sudah mendidih dalam dadanya."Aku akan terus menempel padamu. Tidak peduli kau suka atau tidak," jawab Xylon mantap, senyumnya kecil tapi penuh makna.Raut wajah Ariadne berubah masam. Ia memutar tubuh dan berjalan menjauh dengan langkah-langkah cepat. Namun, Xylon tidak bergeming. Ia hanya berdiri di tempatnya, memandangi punggung gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan—sebuah perpaduan antara kasih sayang yang meluap-luap dan obsesi yang berbahaya.Rasa suka yang Xylon miliki untuk Ariadne bukanlah cinta biasa. Itu lebih mirip obsesi, api yang ia kobarkan tanpa kendali. Xylon tahu segalanya tentang Ariadne. Ia mengenalnya sejak kecil, gadis yang tidak punya apa apa namun kini memiliki suatu yang penting dit