Kesederhanaan alias kemiskinan akut yang membuat mereka tak mampu membeli masker pelindung. Sebuah masker yang bisa melindungi dari efek penerapan teknologi itu.
Masker yang sebenarnya sudah disediakan tujuh penguasa, tetapi berharga fantastis dan tak lebih hanya terasa semacam ejekan bagi orang-orang pinggiran seperti keluarga Arga. Kembali merangkak, Arga menggeserkan tubuhnya merayap mendekati kamar ayahnya untuk mengambil masker ala-ala buatan ayahnya sendiri. Arga sebenarnya tak yakin, dia hanya berusaha hidup sampai kematian menghampiri. Melakukan apa yang Ayah dan ibu pesankan terakhir dalam hidup mereka. Selama masa meregang nyawa tadi mereka berempat memang berkumpul tergeletak di ruang tengah dan menelan pilu bersama, saat nyawa pelan-pelan pergi dari satu persatu tubuh orang kesayangan. Arga memakai masker itu. Memang bentuknya sangat biasa, berbeda jauh dari mode masker keluaran penguasa tujuh. Tapi ajaib, Arga bisa merasakan nafasnya kini lebih lega, tak menyakitkan dan sesak seperti tadi. Ayah Arga almarhum memang pandai. Sayangnya Arga tak banyak menuruni sifat kecerdasan ayahnya, mungkin adiknya Arya akmarhum yang lebih menuruninya. Arga menuruni sifat bekerja keras tanpa menyerahnya ayahnya saja. Arga lalu terbaring sejenak untuk mengembalikan tenaganya. Sementara pikirannya jauh mengelana memikirkan langkah selanjutnya. Setelah beberapa jam terbaring, Arga berniat menguburkan tiga jenasah keluarganya dengan lebih mnusiawi. Dengan sisa tenaga yang tak banyak dan makin berkurang, serta rasa sesak di dada yang mulai timbul lagi, pelan-pelan Arga membuat lubang yang tak terlalu dalam di belakang rumahnya.Satu demi satu diseretnya tubuh adik, ayah dan ibunya dengan penuh cucuran air mata. Dibaringkannya dalam lubang tersebut ketiganya sekaligus, karena Arga tak mampu menggali lubang lagi. Arga berdoa dalam tangisan pilu, saat menghantarkan ketiga orang tercintanya itu. Lalu cepat ditutupinya dengan beberapa kayu agar tak digali hewan, lalu juga dilapisi gundukan tanah tersisa sampai semua rapi tertutup. Saat semua berakhir, Arga pun jatuh pingsan di dekat makam keluarganya. ***Sementara itu keadaan Bumintara makin kacau. Tidak hanya banyak orang-orang miskin meninggal, tapi juga keadaan bumi yang banyak mengalami kerusakan. Apakah para 7 penguasa itu tidak memikirkan teknologi baru yang mereka agung-agungkan itu bisa sangat percuma keberadaanya? Apabila orang-orang yang seharusnya bisa menikmatinya malah banyak yang meninggal? Ataukah keberadaan teknologi itu memang hanya diperuntukkan bagi orang kaya saja? Itu sungguh naif dan egois. Karena sejatinya teknologi digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tanpa memandang jenis kekayaan rakyatnya. Apakah para 7 penguasa lupa dengan kekuatan manusia besar yang ada pada 70% rakyat Bumintara yang malangnya tergolong biasa dan miskin ini? Sejatinya teknologi secanggih apapun bisa dikalahkan oleh otak manusia yang lebih banyak. Terlalu banyak yang bisa terjadi dengan kekuatan penyatuan manusia, apalagi yang dalam keadaan tertekan, kehilangan, marah dan tertindas!Mungkin memang saat ini 7 penguasa masih di atas angin. Dan mereka telah lupa darimana mereka dulu berasal. Dan niscaya kesombongan atas keadaan yang 'menang' ini hanya bersifat sementara. Kekuatan lain tak terlihat mulai menyusun rencana menggulingkannya! Dan itu bisa dipastikan dimulai dari sesosok lemah anak manusia seperti Arga. ***"Bumintara mengutuk dan mengusir manusia yang membuat kerusakan di atasnya. Entah kini atau ... nanti."Arga akhirnya terbangun dari pingsannya dan dia kaget mengetahui hari sudah gelap. Perlahan Arga merangkak masuk rumah.Arga merasa nyawanya seakan sudah di ujung mau lepas. Badannya terasa sangat sakit semua dan makin lemas. Sesak dadanya juga mulai timbul lagi. Arga berusaha menenangkan dirinya lagi. Dia belum boleh mati! Dia harus hidup!"Aku harus menambah tenagaku! Mungkin aku tidak boleh pesimis. Overthinking menderaku. Apa yang harus kulakukan, ya Alloh?" Arga menangis seperti anak kecil, toh tak ada lagi orang di sekitarnya, dia bebas berekspresi.Perlahan Arga menghampiri lemari kecil di dapur. Tempat biasa ibunya menyimpan bahan makanan. Ternyata hanya tersisa beberapa liter beras, kentang, dan ubi jalar. Juga ada beberapa cabe kering, ebi dan ikan asin. Tak apalah Arg
"Kematian sebenarnya hanyalah sebuah cara untuk kemudian bisa beralih ke tempat yang lebih baik. Semoga.""Kasihan sekali banyak dari mereka yang tak tertolong di luar sana. Teman, tetangga atau saudara kalian telah meninggal secara mengenaskan! Memang tindakan 7 penguasa benar-benar biadab dan tak dipikirkan dampaknya!" Alan nampak gemas, marah dan mengepalkan kedua jemari tangannya."Benar, Tuan. Kami juga sangat bersedih, mengetahui teman, tetangga, kerabat yang tidak berdosa apa-apa, mati mengenaskan seperti itu," keluh salah satu pegawai dengan wajah berduka."Kita harus membalas! Kalian selalu bersamaku kan? Walau mereka tidak menewaskanku. Setiap waktu selalu mengintimidasiku agar ikut mereka, tapi kutolak mentah-mentah. Menghalalkan segala cara untuk menimbun harta itu tak bisa dibenarkan! Cara bisnis mereka sungguh biadab, tidak manusiawi, sudah menewaskan banyak masyaraka
"Kesenjangan si miskin dan si kaya semakin dalam. Pertanda ada sesuatu yang salah entah apa?"Kegelisahan di Bumintara semakin besar entah apa yang terjadi. Kekuasaan yang semakin besar dari 7 penguasa makin membuat rakyat yang tinggal sedikit jadi makin terjepit.Kesenjangan si kaya dan si miskin makin lebar. Dan menciptakan iri dan kecemburuan sosial. Makin terjepit ekonomi si miskin kadangkala makin membuat mereka nekad. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan ekonomis.Sedangkan si kaya makin jumawa. Mereka menggunakan uang untuk menyetir keadaan sesuai yang teraman dan ternyaman bagi kepentingan mereka dan kelompoknya.Sebagai pemerhati kehidupan masyarakat miskin, Alan Mc Challistaire penguasa 9 sangat prihatin. Dia selama ini hanya bisa berusaha merawat pegawainya agar kesejahteraan mereka dan keluarga terjamin. Untuk skala yang lebih besar, dia belum ma
"Kesombongan adalah awal dari kehancuran. Itulah sebabnya tak ada perlunya membanggakan hal yang sebenarnya fana tak abadi.""Maaf saya mau menanyakan hal di luar pengobatan, Mas Arga percaya dengan konsep kelahiran kembali alias reinkarnasi?" tanya dokter itu dengan wajah datar. "Entahlah, Dokter, menurut saya, itu mungkin saja terjadi sih. Iya kan?" Arga minta diyakinkan. "Jadi Mas Arga tidak menutup kemungkinan, bahwa itu juga bisa saja terjadi pada diri Mas sendiri, kan?" Dokter itu menaikkan kacamata minusnya. "Hum? Jadi saat ini, bisa saja saya sedang mengalami reinkarnasi, begitu maksudnya, Dok?" Arga terkejut. Dia tak mengira jalan cerita di film yang ditontonnya di TV, kini bisa terjadi pada dirinya di dunia nyata. "Bisa saja sih. Saya belum bisa memastikan hal ini, tapi fenomena itu bisa saja terjadi. Apa Mas mau saya pakai
"Seringkali kekuatan terbesar justru malah datang dari sebongkah dendam yang tak kunjung mendapat perhatian." Mereka lupa dan sudah bersikap lengah bahwa orang-orang korban mati dahulu, ataupun keturunannya, bisa saja membalas dendam sewaktu-waktu. Arga dan Maya diantaranya! Kini Arga jauh lebih muda dan kuat. Dia menelusuri masa lalu dengan perlahan di kediamannya yang kini besar dan mewah. Arga menyadari satu keuntungan yang dia dapat, karena akibat proses reinkarnasi yang dia alami sekarang. "Barangkali ... hmm enggak, ini pasti ... Ya pasti adalah takdir dari-Nya. Jalan dari Allah SWT untuk membalaskan dendam bangsa Bumintara ini!" Arga tersenyum getir. Arga memandangi perawakannya yang kini sempurna di cermin besar di kamarnya. Sementara itu buku yang anehnya tidak rusak dan hanya berjamur parah, tapi tulisannya masih bisa terbaca itu, ada di
"Badan baru, wajah baru, semangat pun mestilah wajib terbaharukan." "Sayangku, Maya. Kenapa kau begini terus, Nak? Apa yang merisaukan hatimu? Pilih salah satu pria itu dan menikahlah, ya?" Maya cuma tersenyum sekilas, lalu menjawab dengan sangat santai. "Santai saja, Papa. Maya masih sangat muda kan? Maya masih belum terlalu ingin menikah. Aku sedang fokus untuk membesarkan perusahaan kita, Pa! Agar jadi perusahaan ter the best di aliansi 7 penguasa." Mr Albert hanya bisa tersenyum bangga. Putrinya ini memang sangat sempurna di matanya. Cantik rajin dan cerdas. "Waw ... putri papa satu-satunya ini, kamu memang hebat, cantik dan pandai! Tapi Maya ... untuk apa kau ikut memikirkan perusahaan kita, Anakku? Kau tak perlu risau, nikmati saja masa mudamu, biar papa saja yang bekerja. Ini sudah jaminan lho, bahwa kekuasaan 7 penguasa itu absolut, tiada ba
"Meski sama, sebenarnya segala sesuatu itu pasti berbeda. Meski hanya beda sedikit." "Bagaimana Tuan Muda Arga tidak bisa mengalahkan dua perampok itu? Padahal biasanya sampai dikeroyok lima orang pun, Tuan bisa loh mengalahkan mereka dengan mudah?" "Ah, yang bener, Pak? Dulu aku memang sehebat itu? Keren! Gini lho, Pak Toni kan tahu kalau aku yang sekarang, bukan Tuan Arga kamu yang dulu. Reinkarnasi. Lupa ya? Sifat kami saja kata Bapak berbeda kan?" "Oh iya ya? Duh! Maaf, Tuan Muda Arga, saya selalu lupa tentang peristiwa reinkarnasi itu, karena wajah tuan muda sungguh persis sama benar seperti yang dulu. Hahahaha. Maafkan orang tua yang pelupa ini ya Tuan Muda." Pak Toni menunduk dan merutuk dirinya sendiri. "Iya gak apa apa deh, Pak Toni. Santuy, Pak. Tidak akan saya hukum kok hehe. Eh jadi gimana tadi Pak Toni, apakah beneran saya yang dulu itu pandai atau jago banget berkelahi?
"Perubahan hidup ada karena manusia juga terus berpindah dari satu bagian hidup ke hidup lainnya, berusaha saling menyamakan karena kedinamisan." "Tuan muda mau tambahan kopi lagi?" seru Minah tiba-tiba masuk dengan suara dibuat semerdu mungkin, dengan balutan baju tidur baby doll tipis biru muda menerawang, bercelana pendek dan belahan dada dalam karena kancingnya terbuka tiga. Pembantu Arga ini tampak seksi dan sedikit menunduk, sengaja menampakkan sembulan atas dadanya yang rupanya tak terlindungi pakaian dalam. Arga menoleh dan melotot. Mulutnya menganga terkejut dengan kelakuan pembantunya. Setelah menguasai keadaan dirinya yang mendadak jadi gerah dan 'terbangkitkan', Arga beristighfar pelan dan menunduk pura-pura kembali menekuri tulisannya. "Minah, please deh. Aku tahu kamu itu bahenol dan cantik. Cobalah berpakaian lebih sopan lain kali ya? Aku juga lelaki normal kali?"
"Menang atau kalah bukan tujuan dalam persaingan atas nama rasa sayang." Maya tergagap, "Iii ... iya, baiklah." Maya hanya memandang tajam tuan muda itu sekilas dan mengomel dalam hati dengan keras, 'dasar Argaaaa. Tuan muda ganjen! Huh nyesel aku kenapa balik kerja ke sini. Persetan dengan segala aturan dasar attitude pegawai. Aarghhh! Ini pasti aku lagi dikerjain. Ah bos muda peak! Seumur hidup aku paling benci sama olahraga apalagi senam. Kayak ibu-ibu kelebihan lemak aja. Aku kan sudah ramping seksi dan sehat dari kecil. Ah sial sial siallll!' Langkah gontai Maya menuju ke depan, artinya berdirinya tepat di belakang sang instruktur senam Arga, ternyata diiringi berbagai macam jenis pandangan mata dari sekitarnya. Kebanyakan pandangan iri, dengki juga sakit hati dari beberapa kaum hawa yang selalu ingin lebih dekat dengan tuan muda yang rajin berolahraga itu. Sedangkan beberapa pria hanya menggelengkan kepala atau mengangkat bahu tanda tidak peduli. Sisanya hanya tak tahu menah
"Rasa rindu akan seorang yang pergi merupakan pertanda dia akan membutuhkanmu juga dan kembali."Maya terus bicara sendiri, merasa heran tanpa akhir. Dia takjub. Dia sangat membenci hal ini tetapi anehnya di lain pihak merasa sama sekali tidak berdaya. Ini keadaan yang sangat lain daripada yang lain. Batinnya sangat ramai bertentangan menyebabkan mulut manisnya terus berkicau sendiri. "Iya! Pasti dia tidak normal! Soal gaya sepak terjangnya dengan wanita-wanita yang dipamerkan di sosmed adalah omong kosong besar! Itu pasti palsu, hoax, pencitraan semata sebagai seorang artis muda, biar dikira Don Juan yang uwow ... ya kan? Iya dong!" serunya keras pada cermin yang diam di depannya.Maya mengangguk yakin. Tapi dasar hati terdalamnya kembali membantah. Dia menggeleng kemudian dengan lemah. 'Kalau dia tidak normal, kenapa juga itunya bisa tegak saat aku menjulurkan kakiku? Ah, sialll! Dia pasti berjuang keras menahan libidonya! Jadi dia pria normal dong?'"Arghhhh ... ARGA SIALAN!" ben
"Kepergian seseorang yang meninggalkan tanya pedih dalam hati. Bisa jadi itu cinta yang belum disadari.""Kenapa Tuan?""Anda tidak saya ijinkan keluar dari pekerjaan ini. Saya masih butuh bimbingan Nona. Janjinya apa kemarin lusa? Mau kasih soal baru untuk dipecahkan. Apa itu cuma janji kosong?" Arga menuntut sambil mengingatkan. "Maaf, masalah soal yang baru itu akan saya kirim lewat email. Dunia ini sudah demikian global, Tuan , tidak wajib harus bertemu langsung kan? Maaf untuk sekarang saya tetap akan keluar dari pekerjaan ini, Tuan Arga. Dengan atau tanpa ijin Tuan," tegas gadis cantik itu. "Begitu? Baiklah kalau Anda bersikeras, Nona Tenny." "Baiklah, saya mohon diri, Tuan. Terimakasih atas semuanya dan maafkan apabila hari terakhir kemarin saya berulah tidak wajar. Soal gaji dan bonus pun bisa dilanjutkan dikomunikasikan lewat email atau sosmed saya." Maya menundukkan kepalanya juga menekuk tubuhnya hampir 90 derajat untuk menghormati bosnya, lalu mau segera melangkah
"Persaingan dalam ketidakjelasan memperebutkan sesuatu yang aslinya tidak perlu menjadi rebutan, karena semuanya memiliki getaran itu. Rasa kasih sejati."Pagi ini semua tampak aneh dan dengan kalimat lain, tak ada yang berjalan seperti biasanya. Paling tidak begitulah rasa yang mendiami batin Arga. Semua jadi berantakan. Apa yang membuat Arga berjibaku belajar IT selama dua minggu terakhir dan berhasil menerbitkan senyum di bibir Arga, sekarang melenyap tanpa bekas. Sirna tanpa suara. Apa penyebabnya? Wanita itu perhiasan dunia dan itu benar adanya. Semua yang ada di dirinya akan tampak sangat berkilau bagai perhiasan. Arga mengangguk membenarkannya kali ini. Paling tidak itu yang dilihat Arga pada diri guru cantik Maya pagi ini. Maya tersenyum sambil mengangkat kaki kanannya dan ditumpangkan anggun ke kaki kirinya. Sepasang kaki itu pagi ini tampak berjuta kali lebih seksi di mata Arga. Adakah kaki Maya itu asli? Bukan pualam indah pahatan seniman berbakat yang berhar
"Rasa penasaran menyebabkan semuanya jadi terbuka apa adanya. Rasa ingin peduli menjadi cinta sayang akhirnya.""Salah? Masih salah? Aduh!" Arga memegangi kepalanya yang tiba-tiba serasa seberat 5 kilo rasanya. "Ayo kerjakan lagi, Tuan," seru Bu guru cantik ini dengan tegas."Sebentar ... Apakah saya boleh beristirahat 10 menit saja?" tawar Arga penuh harap. "Boleh saja sih, Tuan, tetapi nanti waktu mengerjakan juga akan dipotong 10 menit, karena time is money. Waktu itu sangat berharga. Oke? Jadi sebaiknya tidak terbuang sia-sia." Arga melotot, dia sungguh tidak memahami kenapa Maya begitu tegas dan terkesan arogan. Kemana perginya gadis yang penuh dengan toleransi kemarin? Apakah dia begitu mendendam dengan perbuatan tidak sengaja Arga tempo hari? "Masak 10 menit saja tidak boleh sih? Saya kan harus beristirahat sebentar? Ingat Bu Guru, otak yang saya punyai ini bukan otak anak-anak lagi, yang masih fresh dan bisa menerima semuanya dengan cepat. Sesekali harus beristirahat agar t
"Seringkali dalam perdebatan tanpa tujuan, malah menemukan hati yang mulai saling bertaut.""Memangnya kamu diapain, Ga?" Ryan sangat penasaran. Pak Tony juga ikut penasaran. Kenapa Tuan mudanya itu sampai terbatuk-batuk dengan sisa tertawa yang masih tertinggal."Nona berkaki cantik itu berbuat apa kepada Tuan Muda?"Arga makin tertawa ngakak, sambil sesekali melihat ke arah pintu masuk. Dia agak takut gadis itu tiba-tiba masuk dan makin malu. "Kamu lagi kumat gilanya ya, Ga?," tanya Ryan sambil memicingkan mata, "orang ditanya bukannya menjawab malah tertawa bahagia sendiri. Hah?!" Ryan pura-pura cemberut. "Iya nih, Tuan Muda sangat bahagia rupanya hari ini. Ya sudah Tuan Ryan, kita sebaiknya mengamini saja, ya kan?" kerling mata bapak tua itu dengan lucunya ke Ryan. "Ah, apa-apaan sih kalian? Aku itu baru menyadari sesuatu dan jadi tertawa karenanya. Begitu. Paham?""Bagi-bagi dong penyebab tertawanya. Pasti si gadis berkaki indah kan?""Iya sih." Arga menutup mulutnya sambil me
"Penyamaran sempurna adalah kebohongan yang dipoles dengan penghayatan sepenuh hati." Hari terus berlalu, dan Arga makin 'menekan' Maya. Jika menghadapi perempuan lain, Arga tak punya nyali, maka anehnya Maya membuatnya makin bernyali. "Tuan Muda yakin, mau membuka tabir putri Mr Albert?" Pak Toni pada awalnya terkaget-kaget saat dia tahu dari Ryan kemarin tentang identitas asli calon pegawai baru itu. "Memang kenapa Pak Toni?" Arga tersenyum. "Tuan Muda memang pandai bersandiwara ya?" cibir lucu Pak Toni sambil mengedipkan mata. "Hahaha!" Arga tergelak. "Yah maklum sih, Tuan kan aktor. Tapi ... Apa rencananya ke depan? Dia kan putri musuh Tuan? Bisa runyam kalau ketahuan nanti." Pak Toni memperingatkan dengan suara bisikannya. "Hmm, jujur, aku belum tahu sih, Pak. Just wait and see aja deh haha!" Arga geli sendiri. "Yah, Tuan Muda bikin saya makin kepo aja nih." Pak Toni pura-pura merengut. "Gitu deh, Pak. Maaf deh ya? Aku mengikuti apa kata hatiku aja. Menurut feelingku, Ten
"Terkadang cinta itu lucu. Sudah jelas dia musuh, tapi hati malah memilihnya dengan buta." Maya hanya mampu membuka mulutnya, sebentar. Menutupnya kembali dengan cepat, matanya melirik kanan dan kiri dengan gelisah. Dia sungguh bingung menghadapi situasi tak terduga ini. 'Bagaimana cowok tajir ini bisa tahu? Astaga ... bagaimana ini? Bukankah dia gaptek ya? Sampai-sampai dia merekrutku jadi guru IT?' Maya hanya bisa menggelengkan kepala, sesaat bingung mau menjawab apa. Otaknya kosong mendadak, tak bisa diajak kompromi. Dia menggaruk kepalanya yang tiba-tiba menjadi gatal. "Kenapa diam, Nona Maya? Malah garuk-garuk kepala, haha ... tadi pagi belum keramas ya?" sindir Arga kalem. Seringai usil muncul di wajah Arga, meski hatinya sesungguhnya juga tak bisa tenang. Arga tidak pernah melakukan ini s
"Dendam bisa menimpa hati siapa saja, wanita maupun pria. Karena sakit hati tidak memandang gender." Beberapa hari setelah pertemuan akbar pergerakan BB yang pertama, Arga secara khusus mulai mendelegasikan beberapa tugas di buku besarnya dulu. Tepatnya banyak catatan penting dalam buku besar yang kini sudah dia rubah menjadi bentuk file yang praktis di komputer. Ryan tentu saja tetap menjadi tangan kanan utamanya, dan Ryan menunjuk Pak Toni, Alan dan Coky sebagai asistennya. Semua menjadi sinergis yang terpadu manis. "Aku boleh menunjuk orang kepercayaanku sendiri kan, Bos?" Ryan tersenyum ragu-ragu, kadang Arga sikapnya sangat tak bisa diduga. "Tentu saja boleh! Aku percaya pada penilaianmu, Yan." Arga menegaskan penuh keyakinan. "Begini Ga, sepertinya aku akan menunjuk pak Toni sebagai pemegang utama mengurus materi dan perlengkapan.