"Seringkali kekuatan terbesar justru malah datang dari sebongkah dendam yang tak kunjung mendapat perhatian."
Mereka lupa dan sudah bersikap lengah bahwa orang-orang korban mati dahulu, ataupun keturunannya, bisa saja membalas dendam sewaktu-waktu.Arga dan Maya diantaranya! Kini Arga jauh lebih muda dan kuat. Dia menelusuri masa lalu dengan perlahan di kediamannya yang kini besar dan mewah. Arga menyadari satu keuntungan yang dia dapat, karena akibat proses reinkarnasi yang dia alami sekarang. "Barangkali ... hmm enggak, ini pasti ... Ya pasti adalah takdir dari-Nya. Jalan dari Allah SWT untuk membalaskan dendam bangsa Bumintara ini!" Arga tersenyum getir. Arga memandangi perawakannya yang kini sempurna di cermin besar di kamarnya. Sementara itu buku yang anehnya tidak rusak dan hanya berjamur parah, tapi tulisannya masih bisa terbaca itu, ada di tangan kirinya. "Bagaimana bisa, rumah Ayah ibuku yang terbuat dari bahan pilihan yang kuat malah rusak, sedangkan buku yang rapuh ini justru masih utuh? Dia berada dalam perlindungan genggaman kerangka tanganku sendiri selama lima tahun. Ya Alloh, terimakasih, semua ini pasti terjadi atas ijin-Mu."Arga tersenyum terharu. Hatinya menghangat, mengingat kasih Dia kepadanya. Dipandanginya buku itu sekali lagi. Dilihatnya tubuh dan wajahnya sendiri di cermin. Arga merasakan air mata hangat menuruni pipi mulusnya. Arga kembali mengingat pesan terakhir ayahnya dahulu sebelum meninggal. Deraian air mata membasahi mata dan hati pemuda yang kini bertubuh jangkung ini. Mengingat betapa ayahnya dulu sangat kesakitan saat akhir menjelang nyawanya menghilang. ("Arga, bertahanlah hidup, Nak. Coba kau pakai masker pelindung rancangan ayah seadanya di kamar kerja. BALASKAN DENDAM masyarakat sesama kita yang miskin dan terbunuh ini, Arga! Jangan me... nye... rah! Ibu ... Arga. Maaf ... kan ayah, tak bisa melindungi kita semua ya?" Tubuh pria tua itu menggelepar, seperti mendapat serangan jantung hebat. Lalu tubuhnya semakin berkurang getarannya, sampai akhirnya benar-benar terdiam untuk selamanya.)'Ayah, Arga akan membalaskan semua rasa sakit hati keluarga kita dan semua tetangga juga bangsa Bumintara. Arga akan kasih pelajaran ke orang-orang kaya yang tak bermoral dan tidak mempunyai hati itu. Harga paham bahwa Allah ada di pihak kita Ayah. Buktinya Arga dikasih kesempatan untuk hidup sekali lagi. Alloh Huakbar! Alloh Huakbar!'Arga mengusap kembali air matanya yang tak henti menetes di pipinya yang putih mulus. Air mata yang selama lima tahun tertahan karena ketiadaan nyawanya sendiri. Kepergian nyawa dari raga yang sama sekali tak diinginkannya. Miris! 'Ibu! Arga mohon restumu. Apa yang ibu katakan dahulu selalu benar. Kaulah inti dari kebenaran semua kehidupan Ibu.'Arga jadi teringat kisah pilu itu kembali. Kisah tentang wanita kesayangan, cinta pertama dalam hidup seorang anak lelaki sulung. Kisah horor yang paling menakutkan sekaligus menyedihkan, kembali mengoyak hati dan pikirannya. Kenangan sedih saat wanita yang paling disayanginya itu tersiksa meregang nyawa. ("Pergilah, Arga huhuhu. Ambil masker pelindung yang ayahmu buat. Tunaikan rasa dendam kita semua. Huhuhuhu hiks.")Arga memukul-mukul dadanya sendiri, berharap rasa sesak itu segera pergi melenyap. Tetapi justru perasaannya terasa makin kalut. Rasa marah, bingung, sedih, kangen pada bapak ibu dan adik, bercampur jadi satu. Ada satu nasehat dari ibu Arga yang begitu membekas di benak pemuda, yang sekarang menghuni tubuh bagus berparas tampan ini. Yaitu 'Tidak ada yang benar-benar berakhir sampai semua memang sudah berakhir'. Arga kini memahaminya dengan sangat jelas dan bersyukur. Ini saatnya dia 'memulai'nya lagi, hal yang belum benar-benar berakhir itu. Arga akan mengakhirinya sekuat jiwa dan raga. ("Tak apa-apa, Nak. Tidak ada yang benar-benar berakhir sampai semua memang sudah berakhir. Ada kesempatan membalikkan keadaan dalam setiap detik. Berusahalah keras sampai detik akhir dalam hidup ... mu. Sel ... lamat ting ... nggal anakku, Arga, keep fighting! Allohu Akbar!")("Ibuuuuuu! Maafkan Arga Ibu! Andai ada kesempatan, aku akan balaskan dendam ini. Sayangnya Arga juga merasa nyawa ini segera meninggalkan raga. Andai keajaiban terjadi, Arga akan membalaskan dendam kita semua.") Itu dahulu saat Arga makin melemah dan kehilangan nyawa juga akhirnya. Kini semua akan dibalaskan, dituntaskan dendam dan dijungkirbalikkan, oleh Arga. Siapapun dan setangguh apapun si tujuh penguasa itu, Arga tak akan gentar. 'Rawe-rawe rantas. Malang-malang putung. Vini vidi vici! Yeah, semangat Arga!' Arga mengacungkan tangan kanannya ke atas dengan jemari yang terkepal erat. Seulas senyum manis menghiasi bibirnya yang tipis indah sempurna.***Hari-hari penuh harapan kini pun mulai dianyam si anak manusia bernama Arga ini. Dia bersemangat sekali, seakan waktu sedetikpun tak akan dibuangnya percuma. Arga juga uniknya mempunyai hobi baru yang bisa dibilang orang-orang lain yang melabelinya sebagai perilaku narcis, alias kagum pada penampilannya sendiri. Padahal bukan begitu maksud Arga sesungguhnya. Seperti sekarang, lagi dan lagi, setelah asyik merenung, Arga memandangi wajah dan tubuhnya lagi. Dia diam-diam merasa kagum. Betapa keajaiban itu benar-benar terjadi nyata di dunianya kini. Tubuh tegap tinggi sempurna, tulang yang besar dan kuat, dan wajah setampan ini, benarkah kini jadi miliknya?Bersyukur tiada habis atas kesempatan kedua dan anugerah-Nya dan dia sungguh berniat menggunakannya secara optimal, itulah sesungguhnya isi hati Arga. Dia takjub dengan karunia-Nya yang dulu dipikirnya mustahil akan terjadi."Terima kasih ya Alloh, kau telah memberikanku satu kesempatan melalui tubuh baru dan menawan ini. Aku tahu ... mungkin aku akan terlalu serakah ke depan. Salahkah aku? Ah lagi-lagi aku serakah berani meminta kepada-Mu. Restui aku, bimbing dan mudahkan jalanku, untuk berjuang mendapatkan hak keadilan atas nama orang-orang yang tersia-sia nyawanya. Ampuni rasa dendamku, ya Alloh. Aku tak kuasa mengenyahkannya, tak rela rasanya melihat tujuh penguasa tertawa dalam kejayaan selama bertahun-tahun belakangan ini. Meninggalkan berjuta nyawa yang tak tahu apa-apa sebagai tumbalnya."Arga mengangguk tegas sambil tersenyum getir. Dia bertekad akan menuntaskan dendam ini. Tak akan ditundanya lagi. Dia akan segera bergerak!"Hai ... tujuh penguasa. Para manusia laknat! Segera tunggu kedatangan Arga ini dan jangan jumawa terus menikmati harta penuh darah itu! Ada saatnya kau tertawa tapi kini akan kubuat kau menangis darah di bawah kakiku! Tunggu tanggal mainnya!" ***Di tempat yang berbeda, Maya nampak seperti biasa. Cantik, cerdas, energik, penuh pemikiran dan konsentrasi pada apa yang sedang dicarinya. Dia tetap berpendirian teguh menumbuhkan dendam atas kematian Sando kekasihnya pada tujuh penguasa.Dia tetap tak bisa mengenyahkan rasa cinta remajanya dulu. Cinta pertama pada kak Sando yang sangat manis dan berharga. Waktu lima tahun tak juga mampu membuat Maya beralih hati meski belasan lelaki menawan mendekatinya.Maya hanya ingin kekasihnya meninggal dengan tenang di sana. Bagaimanapun caranya, dia akan membalaskan ini semua, walaupun artinya itu juga akan melawan papanya sendiri. "Sayangku, Maya. Kenapa kau begini terus, Nak? Apa yang merisaukan hatimu? Pilih salah satu pria itu dan menikahlah, ya?" ***Wah Arga mulai mengagumi dirinya yang beraga baru.
"Badan baru, wajah baru, semangat pun mestilah wajib terbaharukan." "Sayangku, Maya. Kenapa kau begini terus, Nak? Apa yang merisaukan hatimu? Pilih salah satu pria itu dan menikahlah, ya?" Maya cuma tersenyum sekilas, lalu menjawab dengan sangat santai. "Santai saja, Papa. Maya masih sangat muda kan? Maya masih belum terlalu ingin menikah. Aku sedang fokus untuk membesarkan perusahaan kita, Pa! Agar jadi perusahaan ter the best di aliansi 7 penguasa." Mr Albert hanya bisa tersenyum bangga. Putrinya ini memang sangat sempurna di matanya. Cantik rajin dan cerdas. "Waw ... putri papa satu-satunya ini, kamu memang hebat, cantik dan pandai! Tapi Maya ... untuk apa kau ikut memikirkan perusahaan kita, Anakku? Kau tak perlu risau, nikmati saja masa mudamu, biar papa saja yang bekerja. Ini sudah jaminan lho, bahwa kekuasaan 7 penguasa itu absolut, tiada ba
"Meski sama, sebenarnya segala sesuatu itu pasti berbeda. Meski hanya beda sedikit." "Bagaimana Tuan Muda Arga tidak bisa mengalahkan dua perampok itu? Padahal biasanya sampai dikeroyok lima orang pun, Tuan bisa loh mengalahkan mereka dengan mudah?" "Ah, yang bener, Pak? Dulu aku memang sehebat itu? Keren! Gini lho, Pak Toni kan tahu kalau aku yang sekarang, bukan Tuan Arga kamu yang dulu. Reinkarnasi. Lupa ya? Sifat kami saja kata Bapak berbeda kan?" "Oh iya ya? Duh! Maaf, Tuan Muda Arga, saya selalu lupa tentang peristiwa reinkarnasi itu, karena wajah tuan muda sungguh persis sama benar seperti yang dulu. Hahahaha. Maafkan orang tua yang pelupa ini ya Tuan Muda." Pak Toni menunduk dan merutuk dirinya sendiri. "Iya gak apa apa deh, Pak Toni. Santuy, Pak. Tidak akan saya hukum kok hehe. Eh jadi gimana tadi Pak Toni, apakah beneran saya yang dulu itu pandai atau jago banget berkelahi?
"Perubahan hidup ada karena manusia juga terus berpindah dari satu bagian hidup ke hidup lainnya, berusaha saling menyamakan karena kedinamisan." "Tuan muda mau tambahan kopi lagi?" seru Minah tiba-tiba masuk dengan suara dibuat semerdu mungkin, dengan balutan baju tidur baby doll tipis biru muda menerawang, bercelana pendek dan belahan dada dalam karena kancingnya terbuka tiga. Pembantu Arga ini tampak seksi dan sedikit menunduk, sengaja menampakkan sembulan atas dadanya yang rupanya tak terlindungi pakaian dalam. Arga menoleh dan melotot. Mulutnya menganga terkejut dengan kelakuan pembantunya. Setelah menguasai keadaan dirinya yang mendadak jadi gerah dan 'terbangkitkan', Arga beristighfar pelan dan menunduk pura-pura kembali menekuri tulisannya. "Minah, please deh. Aku tahu kamu itu bahenol dan cantik. Cobalah berpakaian lebih sopan lain kali ya? Aku juga lelaki normal kali?"
"Menerima keadaan sebagaimana adanya dan berusaha untuk tabah dan kuat seiring tantangan hidup yang makin bertambah, akan membuat manusia bertumbuh menjadi manusia seutuhnya.""Bukan cuma banyak tapi ...." ucap pak Toni menggantungkan kalimatnya sambil mengedipkan matanya jenaka."Apa maksudnya? Ah Bapak bikin kepo aja. Hayo cerita." Arga duduk menunggu jawaban pria tua itu.Pak Toni tersenyum-senyum sendiri, melihat betapa antusiasnya tuan mudanya mengetahui masa lalunya."Tuan Muda Arga dulu itu memang tipikal orang yang disiplin, pekerja cerdas dan berkemauan keras. Sangat galak, tegas, sekaligus terkadang kejam. Tetapi menghadapi wanita, terutama yang cantik dan seksi selalu ... Kalah! Hehehe. Soal pacar jangan ditanya, pastilah ngantri hahaha.""Astaga. Beda jauh sama Arga yang ini, Pak Toni. Aku mah dulu sampai dilabeli
"Hidup penuh rasa syukur adalah kebaikan. Maka Alloh juga akan melipatgandakan kebahagiaan kita.""Apaaa? Hah dasar pengecut kamu, begitu saja takut. Uang itu berkuasa, Bro! Tidak usah takut sama karma, balas dendam atau apapun itu. Kamu berpihak kemana sih?" seru si penguasa ke 5 kesal. "Tentu saja ke lingkungan kita lah, toh aku juga masih disini, hanya saja bersikap waspada kan boleh? Wajib malahan, agar apa yang kita punyai bertahan lama dan abadi.""Waspada itu bisa dan mudah sekali dilakukan kalau punya uang. Kita punya banyak itu! UANG! Tinggal kita sewa saja detektif atau bodyguard. Atau preman sekalian, beres dah. Ada uang semua menang! Ada uang semua beres. Uang itu segalanya. Paham kamu semua?""Paham Bos!" sahut para umat pengekor yang pikirannya sudah terkontaminasi itu. Sudah dimanjakan oleh uang dan
"Segala sesuatu harus berjalan seimbang, serasi dan sesuai. Seperti halnya hidup yang diharap indah ini." "Iyakah Pak Budi? Alhamdulillah. Ini juga hal yang saya herankan, Pak. Padahal saya lupa masalah lainnya, tapi tentang gerakan bela diri kenapa seperti familiar ya?" Arga terheran-heran sambil mengerutkan alis bagusnya. "Saya lihat postur tubuh Pak Arga sangat bagus. Dulu sejarahnya juga sudah biasa syuting film aksi laga kan? Jadi mungkin tubuhnya sudah terkondisi untuk melakukan gerakan bela diri. Hanya lupa sesaat karena amnesia saja,"jelas Pak Budi. "Oh bisa begitu ya? Ajib." Arga tersenyum lebar. "Bisa dong, Pak Arga. Saya juga mempunyai murid bela diri lain yang kurang lebih memiliki kondisi seperti Bapak." Pak Budi tersenyum. "Dia juga amnesia begitu karena kecelakaan? Trus bisa bela diri lagi dengan mudah?" Arga tetap tidak menye
"Benci melihat orang yang kejam bersuka cita, bagai membakar rumah sendiri akan terasa kepanasan.""Kenapa Tuan Muda nggak memakai komputer saja sih, Tuan? Selain komputer gede, ada juga laptop yang kecil itu. Memakai buku sebesar itu sepertinya sudah terlalu jadul. Maaf banget hehe kok saya nyela bos sendiri. Tuan Arga yang dulu itu padahal gadget freak lho Tuan. Beliau sangat suka segala macam gadget, jadi di rumah ini semua ada. Lengkap." Pak Toni menjelaskan."Iya ya Pak Toni? Pantesan segala macam alat ada di rumah ini, sampai aku bingung apa sih fungsinya. Hehe. Pas ada waktu bantuin petunjuk cara memakainya ya, please Pak Toni?" Arga memohon."Siap Tuan Muda. Kalau alat dapur dan bersih-bersih saya tahu, tapi tidak ada gunanya Tuan Arga tahu kan? Kan sudah ada ART? Tapi kalau yang dimaksud Tuan urusan komputer dan laptop, saya eh ...  
"Dendam pun perlu disusun rapi agar dapat diimplementasikan dengan elegan." "Pastilah Tuan. Saya ada untuk membantu apa saja yang bisa dilakukan. Pria tua ini juga siap mendengarkan sebuah misteri. Saya sudah kepo sejak lama, tapi Tuan Muda masih saja menyimpannya. Lalu saya mencoba main tebak-tebakan, eh ternyata benar. Sebuah dendam lama yang butuh pelampiasan. Silakan cerita semuanya, Tuan Muda." Pak Toni tersenyum memahami. "Aih, paling bisa ngomong nih, Pak Toni. Makasih ya untuk perhatiannya. Juga kesabarannya. Menunggu sebuah misteri terkuak. Halah kaya apa aja misteri hehe." Arga merasa geli sendiri. "Iya kan, itu bener, kalau suatu masalah belum terungkap bisalah disebut sebuah misteri, Tuan Arga hehe." Pak Toni bersikeras. "Iya deh, Arga mengalah sama yang senior. Masih mau denger nggak Pak Toni, apa misterinya seorang Ar
"Menang atau kalah bukan tujuan dalam persaingan atas nama rasa sayang." Maya tergagap, "Iii ... iya, baiklah." Maya hanya memandang tajam tuan muda itu sekilas dan mengomel dalam hati dengan keras, 'dasar Argaaaa. Tuan muda ganjen! Huh nyesel aku kenapa balik kerja ke sini. Persetan dengan segala aturan dasar attitude pegawai. Aarghhh! Ini pasti aku lagi dikerjain. Ah bos muda peak! Seumur hidup aku paling benci sama olahraga apalagi senam. Kayak ibu-ibu kelebihan lemak aja. Aku kan sudah ramping seksi dan sehat dari kecil. Ah sial sial siallll!' Langkah gontai Maya menuju ke depan, artinya berdirinya tepat di belakang sang instruktur senam Arga, ternyata diiringi berbagai macam jenis pandangan mata dari sekitarnya. Kebanyakan pandangan iri, dengki juga sakit hati dari beberapa kaum hawa yang selalu ingin lebih dekat dengan tuan muda yang rajin berolahraga itu. Sedangkan beberapa pria hanya menggelengkan kepala atau mengangkat bahu tanda tidak peduli. Sisanya hanya tak tahu menah
"Rasa rindu akan seorang yang pergi merupakan pertanda dia akan membutuhkanmu juga dan kembali."Maya terus bicara sendiri, merasa heran tanpa akhir. Dia takjub. Dia sangat membenci hal ini tetapi anehnya di lain pihak merasa sama sekali tidak berdaya. Ini keadaan yang sangat lain daripada yang lain. Batinnya sangat ramai bertentangan menyebabkan mulut manisnya terus berkicau sendiri. "Iya! Pasti dia tidak normal! Soal gaya sepak terjangnya dengan wanita-wanita yang dipamerkan di sosmed adalah omong kosong besar! Itu pasti palsu, hoax, pencitraan semata sebagai seorang artis muda, biar dikira Don Juan yang uwow ... ya kan? Iya dong!" serunya keras pada cermin yang diam di depannya.Maya mengangguk yakin. Tapi dasar hati terdalamnya kembali membantah. Dia menggeleng kemudian dengan lemah. 'Kalau dia tidak normal, kenapa juga itunya bisa tegak saat aku menjulurkan kakiku? Ah, sialll! Dia pasti berjuang keras menahan libidonya! Jadi dia pria normal dong?'"Arghhhh ... ARGA SIALAN!" ben
"Kepergian seseorang yang meninggalkan tanya pedih dalam hati. Bisa jadi itu cinta yang belum disadari.""Kenapa Tuan?""Anda tidak saya ijinkan keluar dari pekerjaan ini. Saya masih butuh bimbingan Nona. Janjinya apa kemarin lusa? Mau kasih soal baru untuk dipecahkan. Apa itu cuma janji kosong?" Arga menuntut sambil mengingatkan. "Maaf, masalah soal yang baru itu akan saya kirim lewat email. Dunia ini sudah demikian global, Tuan , tidak wajib harus bertemu langsung kan? Maaf untuk sekarang saya tetap akan keluar dari pekerjaan ini, Tuan Arga. Dengan atau tanpa ijin Tuan," tegas gadis cantik itu. "Begitu? Baiklah kalau Anda bersikeras, Nona Tenny." "Baiklah, saya mohon diri, Tuan. Terimakasih atas semuanya dan maafkan apabila hari terakhir kemarin saya berulah tidak wajar. Soal gaji dan bonus pun bisa dilanjutkan dikomunikasikan lewat email atau sosmed saya." Maya menundukkan kepalanya juga menekuk tubuhnya hampir 90 derajat untuk menghormati bosnya, lalu mau segera melangkah
"Persaingan dalam ketidakjelasan memperebutkan sesuatu yang aslinya tidak perlu menjadi rebutan, karena semuanya memiliki getaran itu. Rasa kasih sejati."Pagi ini semua tampak aneh dan dengan kalimat lain, tak ada yang berjalan seperti biasanya. Paling tidak begitulah rasa yang mendiami batin Arga. Semua jadi berantakan. Apa yang membuat Arga berjibaku belajar IT selama dua minggu terakhir dan berhasil menerbitkan senyum di bibir Arga, sekarang melenyap tanpa bekas. Sirna tanpa suara. Apa penyebabnya? Wanita itu perhiasan dunia dan itu benar adanya. Semua yang ada di dirinya akan tampak sangat berkilau bagai perhiasan. Arga mengangguk membenarkannya kali ini. Paling tidak itu yang dilihat Arga pada diri guru cantik Maya pagi ini. Maya tersenyum sambil mengangkat kaki kanannya dan ditumpangkan anggun ke kaki kirinya. Sepasang kaki itu pagi ini tampak berjuta kali lebih seksi di mata Arga. Adakah kaki Maya itu asli? Bukan pualam indah pahatan seniman berbakat yang berhar
"Rasa penasaran menyebabkan semuanya jadi terbuka apa adanya. Rasa ingin peduli menjadi cinta sayang akhirnya.""Salah? Masih salah? Aduh!" Arga memegangi kepalanya yang tiba-tiba serasa seberat 5 kilo rasanya. "Ayo kerjakan lagi, Tuan," seru Bu guru cantik ini dengan tegas."Sebentar ... Apakah saya boleh beristirahat 10 menit saja?" tawar Arga penuh harap. "Boleh saja sih, Tuan, tetapi nanti waktu mengerjakan juga akan dipotong 10 menit, karena time is money. Waktu itu sangat berharga. Oke? Jadi sebaiknya tidak terbuang sia-sia." Arga melotot, dia sungguh tidak memahami kenapa Maya begitu tegas dan terkesan arogan. Kemana perginya gadis yang penuh dengan toleransi kemarin? Apakah dia begitu mendendam dengan perbuatan tidak sengaja Arga tempo hari? "Masak 10 menit saja tidak boleh sih? Saya kan harus beristirahat sebentar? Ingat Bu Guru, otak yang saya punyai ini bukan otak anak-anak lagi, yang masih fresh dan bisa menerima semuanya dengan cepat. Sesekali harus beristirahat agar t
"Seringkali dalam perdebatan tanpa tujuan, malah menemukan hati yang mulai saling bertaut.""Memangnya kamu diapain, Ga?" Ryan sangat penasaran. Pak Tony juga ikut penasaran. Kenapa Tuan mudanya itu sampai terbatuk-batuk dengan sisa tertawa yang masih tertinggal."Nona berkaki cantik itu berbuat apa kepada Tuan Muda?"Arga makin tertawa ngakak, sambil sesekali melihat ke arah pintu masuk. Dia agak takut gadis itu tiba-tiba masuk dan makin malu. "Kamu lagi kumat gilanya ya, Ga?," tanya Ryan sambil memicingkan mata, "orang ditanya bukannya menjawab malah tertawa bahagia sendiri. Hah?!" Ryan pura-pura cemberut. "Iya nih, Tuan Muda sangat bahagia rupanya hari ini. Ya sudah Tuan Ryan, kita sebaiknya mengamini saja, ya kan?" kerling mata bapak tua itu dengan lucunya ke Ryan. "Ah, apa-apaan sih kalian? Aku itu baru menyadari sesuatu dan jadi tertawa karenanya. Begitu. Paham?""Bagi-bagi dong penyebab tertawanya. Pasti si gadis berkaki indah kan?""Iya sih." Arga menutup mulutnya sambil me
"Penyamaran sempurna adalah kebohongan yang dipoles dengan penghayatan sepenuh hati." Hari terus berlalu, dan Arga makin 'menekan' Maya. Jika menghadapi perempuan lain, Arga tak punya nyali, maka anehnya Maya membuatnya makin bernyali. "Tuan Muda yakin, mau membuka tabir putri Mr Albert?" Pak Toni pada awalnya terkaget-kaget saat dia tahu dari Ryan kemarin tentang identitas asli calon pegawai baru itu. "Memang kenapa Pak Toni?" Arga tersenyum. "Tuan Muda memang pandai bersandiwara ya?" cibir lucu Pak Toni sambil mengedipkan mata. "Hahaha!" Arga tergelak. "Yah maklum sih, Tuan kan aktor. Tapi ... Apa rencananya ke depan? Dia kan putri musuh Tuan? Bisa runyam kalau ketahuan nanti." Pak Toni memperingatkan dengan suara bisikannya. "Hmm, jujur, aku belum tahu sih, Pak. Just wait and see aja deh haha!" Arga geli sendiri. "Yah, Tuan Muda bikin saya makin kepo aja nih." Pak Toni pura-pura merengut. "Gitu deh, Pak. Maaf deh ya? Aku mengikuti apa kata hatiku aja. Menurut feelingku, Ten
"Terkadang cinta itu lucu. Sudah jelas dia musuh, tapi hati malah memilihnya dengan buta." Maya hanya mampu membuka mulutnya, sebentar. Menutupnya kembali dengan cepat, matanya melirik kanan dan kiri dengan gelisah. Dia sungguh bingung menghadapi situasi tak terduga ini. 'Bagaimana cowok tajir ini bisa tahu? Astaga ... bagaimana ini? Bukankah dia gaptek ya? Sampai-sampai dia merekrutku jadi guru IT?' Maya hanya bisa menggelengkan kepala, sesaat bingung mau menjawab apa. Otaknya kosong mendadak, tak bisa diajak kompromi. Dia menggaruk kepalanya yang tiba-tiba menjadi gatal. "Kenapa diam, Nona Maya? Malah garuk-garuk kepala, haha ... tadi pagi belum keramas ya?" sindir Arga kalem. Seringai usil muncul di wajah Arga, meski hatinya sesungguhnya juga tak bisa tenang. Arga tidak pernah melakukan ini s
"Dendam bisa menimpa hati siapa saja, wanita maupun pria. Karena sakit hati tidak memandang gender." Beberapa hari setelah pertemuan akbar pergerakan BB yang pertama, Arga secara khusus mulai mendelegasikan beberapa tugas di buku besarnya dulu. Tepatnya banyak catatan penting dalam buku besar yang kini sudah dia rubah menjadi bentuk file yang praktis di komputer. Ryan tentu saja tetap menjadi tangan kanan utamanya, dan Ryan menunjuk Pak Toni, Alan dan Coky sebagai asistennya. Semua menjadi sinergis yang terpadu manis. "Aku boleh menunjuk orang kepercayaanku sendiri kan, Bos?" Ryan tersenyum ragu-ragu, kadang Arga sikapnya sangat tak bisa diduga. "Tentu saja boleh! Aku percaya pada penilaianmu, Yan." Arga menegaskan penuh keyakinan. "Begini Ga, sepertinya aku akan menunjuk pak Toni sebagai pemegang utama mengurus materi dan perlengkapan.