<Stasiun 1,287>
Dari jam tangannya, Lock mendapatkan informasi bahwa cuaca di Dimensi itu cerah dengan suhu 17oC. Waktu juga menunjukan pukul 6 lewat, meski di Dunia Baru waktu masih menunjukkan pukul 2 subuh.
Lock memeriksa semua perlengkapannya; mulai dari pakaian, dan space pocket. Tidak lupa, ia juga memastikan bahwa ia telah menggosok gigi.
“Ah.”
Jasmine meliriknya. “Apa?”
“Aku lupa membawa sikat gigiku.”
“Petarung Jasmine, tidak perlu meladeni ucapan si brengsek itu.” kata Travis benci.
‘Mereka semua betul-betul tidak bisa diajak bercanda.’ pikir Lock, melempar senyum kepada Jasmine yang memberengut kesal.
[Hei, hei! Apa kita akan pergi ke dimensi lain?] Suara Iophel terdengar bersemangat. [Apa kita akan mencicipi makanan dari Dimensi lain?]
[Kau bahkan tidak perlu makan banyak lagi setelah aku ada, tapi kau sekarang betul-betul r
Tidak lama kemudian, Lock berjalan menyusuri gorong-gorong gelap berkabut yang beraroma sampah. Jam tangan serbaguna-nya memberikan cahaya putih samar, satu-satunya cahaya yang menjadi penuntunnya di dalam kegelapan. Di sebelahnya, Rue berjalan dalam diam. Senter dari jam tangannya hanya fokus pada jalanan yang akan dilaluinya.“Kenapa kita harus masuk kesini?”“Untuk mencari tahu bagaimana bisa Makhluk Gosong muncul di pemukiman warga.”Lock mengangkat satu alisnya. “Dan menurut Soren, kita bisa menemukan jawabannya disini.” kata Lock dengan nada datar.“Apa kau betul-betul tidak mendengarkan rencana Soren selama rapat terakhir kita?”“Apa kau bisa mengingat semua rencananya? Dia membicarakan puluhan rencana dalam 3 jam yang sangat singkat itu.” ujar Lock. “Lagipula, aku tidak menduga tempat yang harus kita cari pertama kali adalah gorong-gorong gelap yang bau seperti ini.&
Seluruh tubuh Lock sakit, tetapi dia tidak melonggarkan kewaspadaan. Matanya masih mengawasi Makhluk Gosong yang berdiri dalam bayang-bayang gelap.Makhluk itu tinggi dan besar, jelas bukan manusia. Tubuhnya berbulu halus dengan kuku jemari yang panjang seperti binatang buas. Berada di balik kegelapan membuatnya tampak menakutkan – seperti monster yang hanya muncul dalam mimpi buruk anak-anak. Dengan tubuh berotot dan kekar, juga nafas berat tertahan seperti dentingan nada sumbang yang menggema di gorong-gorong yang gelap, cukup membuat siapapun bergidik.[Dasar bodoh!] Rael memaki. [Tidakkah kau merasakan Aura-nya saat ia hendak menyerang? Idiot ini luar biasa idiot.]“Kau baik-baik saja?” tanya Lock pada Rue, meski mata-nya masih tertuju pada sosok gelap tersebut.Rue menggumamkan jawaban, tetapi Lock tidak mendengar karena sosok gelap itu bergerak kembali.Lock menyalurkan ‘Caera’-nya pada sabetan pedangnya, membuat
Kota Westeria pada pagi hari terlihat ramai dan sibuk, sangat bertolak belakang dengan suasana sebelum matahari terbit. Rumah-rumah tingkat terbuat dari batu kokoh, dengan toko-toko sederhana di jalanan berbatu yang luas. Orang-orang lalu lalang di jalan setapak, sementara kereta-kereta kuda melintas di tengah-tengah mereka, mengangkut barang-barang dagangan.Pusat kota utama Westeria tidak kumuh atau menyeramkan seperti pemukiman tempat mereka muncul sebelumnya. Kota itu mengingatkan Lock pada Kota Kuno yang menyenangkan dan astetik di Earthkine. Hanya saja, ada perbedaan yang sangat mencolok pada dimensi tersebut.Di sisi timur, sebuah gerbang raksasa berdiri menjulang hingga ke langit-langit. Saking tingginya, bahkan bagian puncak gerbang itu tidak terlihat karena tertutup awan dan kabut.Pintu menuju dunia lain – atau yang disebut dengan ‘Gerbang Akhirat’.Apa yang menunggu dibaliknya, tidak ada yang tahu. Sejarah pun tidak menuliska
Kota Westeria tampak hidup dan ramai, yang mana bagi Hiro dan Lock, sungguh mengherankan dan mengagumkan. Mereka berdua tengah menembus kerumunan dengan jubah sederhana bertudung yang menghalangi rasa penasaran warga sekitar.“Kau tahu kita tidak boleh mengundang perhatian, ‘kan?” tanya Hiro memastikan sembari tersenyum manis pada Lock. “Selama di dalam Misi..” Hiro menjelaskan pada Lock seolah Lock adalah anak kecil berusia 5 tahun yang sangat nakal.Meskipun Lock tahu apa yang akan dikatakan Hiro, dia tidak menyelanya dan membiarkan pemuda tersebut menguliahinya seolah ia anak awam. Pada intinya, kebanyakan Misi butuh ditangani diam-diam sehingga [Yang Terpilih] biasanya pantang menunjukan identitas mereka kecuali dalam keadaan mendesak.“Paham?” Hiro menyudahi kuliahnya.Lock tersenyum lebar dan mengangguk. “Boleh kita makan sekarang?”“Wah, hebat. Aku memang pernah mendengar kau Golong
“Ouch, ini bakal menjadi awal pertumpahan darah yang mengasyikan.” Hiro berkomentar dengan santai.Peraturan tetaplah peraturan. Meskipun ada keadaan mendesak mengenai hidup dan mati seperti itu-pun, para anggota Misi [Yang Terpilih] tidak boleh ikut campur.“Tidak! Tuan Putri..!”Oleh karena itu, awalnya Hiro tidak terlalu menyadari saat melihat seseorang melintas di depan hidungnya dengan sangat cepat. Ia hanya memiringkan kepalanya.“Aneh. Kenapa aku merasakan ‘Caera’? Hei, apa kau merasakannya ju..?”Saat menyadari tidak ada lagi pemuda yang sedang berdiam diri sambil makan roti seperti orang bodoh, Hiro mengumpat.“Bagian mananya dari penjelasanku tadi yang tidak kau mengerti!?”Sementara itu, beberapa jarak jauhnya, si pria Suku Macan belum menyerang wanita yang tengah terpaku di atas kereta mewah tersebut. Ia tampak sedang mengumpulkan amarahnya, hingga di satu titik,
Mendeteksi Aura bukanlah hal mudah. Lock harus merelakan dirinya dipukuli bertubi-tubi saat latihan hanya untuk membuat seluruh indera tubuhnya familiar dengan Aura. Hikmah yang dapat ia petik dari pelajaran yang sangat menyakitkan tersebut adalah tubuh khas [Yang Terpilih] nya tersebut menjadi lebih resisten terhadap serangan.‘Dia akan menendangku..’Lock menghindar dengan mudah, tepat di saat pria Suku Macan itu mendadak bersalto dan mengayunkan kakinya. Lock melempar pedangnya tinggi-tinggi, menepis tendangan kaki besar lawannya, dan balik menyerang dengan tinju yang sudah dipenuhi ‘Caera’.Tinju Lock mendarat di dua titik perut si Suku Macan. Monster itu berjengit kesakitan dan tertatih mundur. Namun, Lock tidak berhenti. Tangannya meraih ke atas, ke arah gagang pedangnya. Begitu dirasakannya gagang pedangnya yang familier, bilah putih pedang muncul, lebih terang daripada biasanya. Sedetik kemudian, pedang tersebut menyambar dada si
Di sebuah gedung resort mewah, seorang gadis belia sedang menatap pemandangan luar melalui sebuah jendela raksasa yang ada di dalam resort-nya.“Karin? Ada apa?” seorang gadis lainnya memanggil dari belakang.“Aku rindu ibuku,” jawab Karin dengan suara lirih. “Annette, apa kau tahu kapan kita bisa pulang?”Annette mengedikkan bahu. “Tidak tahu, tapi aku suka disini.”Karin mendesah dan menatap sekelilingnya. Dia sudah berada di tempat itu selama hampir satu bulan. Awalnya, Karin sangat menyukai tempat itu. Tempat asing yang aneh, mewah, dan mempunyai segala hal yang ia inginkan. Dia bisa makan, bermain, memakai semua baju yang ia sukai, dan lain sebagainya. Ia bahkan bisa bermain ski di belakang resort. Siapapun yang membawanya ke resort itu hanya memberikan satu kondisi yang harus ia penuhi: ia tidak boleh pergi keluar dari resort tersebut.Di dalam satu ruangan mewah itu, ada beberapa orang anak yan
15 menit kemudian, resort mewah yang awalnya sangat megah dan luar biasa itu telah hancur porak poranda hingga tak dapat dikenali lagi. Bahkan dindingnya berlubang seolah ada komet berkunjung masuk.Tubuh Mepenza bersimbah darah dan ia hampir tak mampu bergerak. Pria asing yang menjadi lawan tandingnya berdiri di hadapannya sembari bersandar di pilar marmer yang nyaris roboh.“Ini pemborosan energi.” kata pria tersebut. Ia berusaha membersihkan bercak-bercak darah pada jubahnya, yang berasal dari darah Mepenza. “Jika kau hendak mengulur waktu, kau tidak perlu menyerangku. Kita bisa duduk-duduk saja sambil mengobrol.”Mepenza menyadarkan dirinya pada sofa besar yang sudah terbalik dan terbelah dua. “Kau tidak sebodoh tampangmu.”“Kau jelas tidak sepintar tampangmu,” balas pria asing tersebut. “Bagaimana kau bisa melihat wajahku dengan topeng ini?”“Jadi, apa kau mau melepas topengmu s