Kota Westeria pada pagi hari terlihat ramai dan sibuk, sangat bertolak belakang dengan suasana sebelum matahari terbit. Rumah-rumah tingkat terbuat dari batu kokoh, dengan toko-toko sederhana di jalanan berbatu yang luas. Orang-orang lalu lalang di jalan setapak, sementara kereta-kereta kuda melintas di tengah-tengah mereka, mengangkut barang-barang dagangan.
Pusat kota utama Westeria tidak kumuh atau menyeramkan seperti pemukiman tempat mereka muncul sebelumnya. Kota itu mengingatkan Lock pada Kota Kuno yang menyenangkan dan astetik di Earthkine. Hanya saja, ada perbedaan yang sangat mencolok pada dimensi tersebut.
Di sisi timur, sebuah gerbang raksasa berdiri menjulang hingga ke langit-langit. Saking tingginya, bahkan bagian puncak gerbang itu tidak terlihat karena tertutup awan dan kabut.
Pintu menuju dunia lain – atau yang disebut dengan ‘Gerbang Akhirat’.
Apa yang menunggu dibaliknya, tidak ada yang tahu. Sejarah pun tidak menuliska
Kota Westeria tampak hidup dan ramai, yang mana bagi Hiro dan Lock, sungguh mengherankan dan mengagumkan. Mereka berdua tengah menembus kerumunan dengan jubah sederhana bertudung yang menghalangi rasa penasaran warga sekitar.“Kau tahu kita tidak boleh mengundang perhatian, ‘kan?” tanya Hiro memastikan sembari tersenyum manis pada Lock. “Selama di dalam Misi..” Hiro menjelaskan pada Lock seolah Lock adalah anak kecil berusia 5 tahun yang sangat nakal.Meskipun Lock tahu apa yang akan dikatakan Hiro, dia tidak menyelanya dan membiarkan pemuda tersebut menguliahinya seolah ia anak awam. Pada intinya, kebanyakan Misi butuh ditangani diam-diam sehingga [Yang Terpilih] biasanya pantang menunjukan identitas mereka kecuali dalam keadaan mendesak.“Paham?” Hiro menyudahi kuliahnya.Lock tersenyum lebar dan mengangguk. “Boleh kita makan sekarang?”“Wah, hebat. Aku memang pernah mendengar kau Golong
“Ouch, ini bakal menjadi awal pertumpahan darah yang mengasyikan.” Hiro berkomentar dengan santai.Peraturan tetaplah peraturan. Meskipun ada keadaan mendesak mengenai hidup dan mati seperti itu-pun, para anggota Misi [Yang Terpilih] tidak boleh ikut campur.“Tidak! Tuan Putri..!”Oleh karena itu, awalnya Hiro tidak terlalu menyadari saat melihat seseorang melintas di depan hidungnya dengan sangat cepat. Ia hanya memiringkan kepalanya.“Aneh. Kenapa aku merasakan ‘Caera’? Hei, apa kau merasakannya ju..?”Saat menyadari tidak ada lagi pemuda yang sedang berdiam diri sambil makan roti seperti orang bodoh, Hiro mengumpat.“Bagian mananya dari penjelasanku tadi yang tidak kau mengerti!?”Sementara itu, beberapa jarak jauhnya, si pria Suku Macan belum menyerang wanita yang tengah terpaku di atas kereta mewah tersebut. Ia tampak sedang mengumpulkan amarahnya, hingga di satu titik,
Mendeteksi Aura bukanlah hal mudah. Lock harus merelakan dirinya dipukuli bertubi-tubi saat latihan hanya untuk membuat seluruh indera tubuhnya familiar dengan Aura. Hikmah yang dapat ia petik dari pelajaran yang sangat menyakitkan tersebut adalah tubuh khas [Yang Terpilih] nya tersebut menjadi lebih resisten terhadap serangan.‘Dia akan menendangku..’Lock menghindar dengan mudah, tepat di saat pria Suku Macan itu mendadak bersalto dan mengayunkan kakinya. Lock melempar pedangnya tinggi-tinggi, menepis tendangan kaki besar lawannya, dan balik menyerang dengan tinju yang sudah dipenuhi ‘Caera’.Tinju Lock mendarat di dua titik perut si Suku Macan. Monster itu berjengit kesakitan dan tertatih mundur. Namun, Lock tidak berhenti. Tangannya meraih ke atas, ke arah gagang pedangnya. Begitu dirasakannya gagang pedangnya yang familier, bilah putih pedang muncul, lebih terang daripada biasanya. Sedetik kemudian, pedang tersebut menyambar dada si
Di sebuah gedung resort mewah, seorang gadis belia sedang menatap pemandangan luar melalui sebuah jendela raksasa yang ada di dalam resort-nya.“Karin? Ada apa?” seorang gadis lainnya memanggil dari belakang.“Aku rindu ibuku,” jawab Karin dengan suara lirih. “Annette, apa kau tahu kapan kita bisa pulang?”Annette mengedikkan bahu. “Tidak tahu, tapi aku suka disini.”Karin mendesah dan menatap sekelilingnya. Dia sudah berada di tempat itu selama hampir satu bulan. Awalnya, Karin sangat menyukai tempat itu. Tempat asing yang aneh, mewah, dan mempunyai segala hal yang ia inginkan. Dia bisa makan, bermain, memakai semua baju yang ia sukai, dan lain sebagainya. Ia bahkan bisa bermain ski di belakang resort. Siapapun yang membawanya ke resort itu hanya memberikan satu kondisi yang harus ia penuhi: ia tidak boleh pergi keluar dari resort tersebut.Di dalam satu ruangan mewah itu, ada beberapa orang anak yan
15 menit kemudian, resort mewah yang awalnya sangat megah dan luar biasa itu telah hancur porak poranda hingga tak dapat dikenali lagi. Bahkan dindingnya berlubang seolah ada komet berkunjung masuk.Tubuh Mepenza bersimbah darah dan ia hampir tak mampu bergerak. Pria asing yang menjadi lawan tandingnya berdiri di hadapannya sembari bersandar di pilar marmer yang nyaris roboh.“Ini pemborosan energi.” kata pria tersebut. Ia berusaha membersihkan bercak-bercak darah pada jubahnya, yang berasal dari darah Mepenza. “Jika kau hendak mengulur waktu, kau tidak perlu menyerangku. Kita bisa duduk-duduk saja sambil mengobrol.”Mepenza menyadarkan dirinya pada sofa besar yang sudah terbalik dan terbelah dua. “Kau tidak sebodoh tampangmu.”“Kau jelas tidak sepintar tampangmu,” balas pria asing tersebut. “Bagaimana kau bisa melihat wajahku dengan topeng ini?”“Jadi, apa kau mau melepas topengmu s
“Ini semua gara-gara kau, Lock Easton!” kata Hiro.Di seberangnya, Travis duduk dengan wajah memberengut. Lock mengedikkan bahu, lalu mengangkat gelas ke bibirnya.“Kau terlihat menikmatinya?” tanya Lock pada Hiro.“Ini karena aku lapar,” tukas Hiro. “Oh, ini enak sekali. Makanan istana memang berbeda.”Mereka semua berada di dalam Istana Westeria yang luas nan megah, yang mana jelas jauh lebih baik dibandingkan dengan penginapan kumuh yang mereka tinggali sebelumnya. Selain itu, makanan berlimpah ruah, tempat tidur mereka pun nyaman, dan mereka dapat mandi lebih rutin. Dengan kata lain, tempat itu seperti surga di tengah-tengah lahan tandus menyedihkan yang tidak menggugah selera.Namun, tidak ada yang setuju dengan pendapat pribadi Lock – ditilik dari tampang mereka yang selalu masam dan kesal, sekalipun mulut mereka penuh terisi makanan. Kepindahan mereka ke dalam Istana jelas tidak pernah be
‘Kenapa tatapannya seperti hendak menghajarku?’ pikir Lock. Ia bahkan sampai berhenti mengunyah. Situasi tidak lebih baik karena Lock mendengar suara ribut di telinga-nya.[Apa? Dia mengajak berkelahi, ya? Manusia lemah! Hajar dia duluan!][Hm. Badan yang bagus. Tubuhnya juga terlihat kekar. Sekali kau dihajarnya, maka..][Tidak akan! Hajar saja dia dulu! Manusia lemah ini kan liiiiciiik.]Lock mengernyit mendengar komentar Iophel, tidak yakin wanita itu memuji atau menghinanya. [Trims.]Tangan Ares terulur ke arah Lock. Sudut bibirnya sedikit tertekuk ke atas. “Terima kasih telah menyelamatkan tunanganku.”Tanpa sadar, tangan Lock tergelincir, membuat garpu yang dipegangnya sedikit terlepas dan membentur piring dengan suara nyaring. ‘Luar biasa. Ada juga senyuman yang lebih mengerikan dibandingkan Travis. Apa dia tidak pernah belajar tersenyum sebelumnya?’Senyuman itu jelas tidak mencapai
Keesokan paginya, Lock harus berangkat pagi-pagi sekali tanpa sempat sarapan. Perutnya bergumuruh, dan Iophel menggerutu. Lebih parahnya lagi, ia harus menghabiskan waktu seharian bersama dengan Si Kaku Soren.“Kau sungguh tidak pernah naik kuda?” tanya Soren dengan kening berkerut, seolah tersinggung mendengar Lock tidak pernah naik kuda.“Bukankah wajar orang tidak pernah naik kuda?”“Oh, benarkah? Kukira kebanyakan orang pasti mengikuti klub berkuda saat di Earthkine.”“Tidak,” Lock menjawab ucapan sombong Soren tanpa berpikir. “Aku mengikuti klub menaiki gajah.”Dan Lock tidak berbohong. Sewaktu ia masih berada di Red Carnaval, ia pernah belajar menaiki gajah sirkus. Tak sering pula ia dibopong oleh simpanse. Namun, tampaknya Soren menganggap jawaban itu adalah sindiran.“Sayang sekali disini tidak ada gajah kalau begitu.”Kuda yang akan ditunggangi Lock adala