Bagian II
š¤
Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan.
"Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.
Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu.
"Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur.
"Ica! Kamu di dalam, 'kan?!"
"ICA!"
Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.
Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapas lega. Ternyata Lalisa memang benar tengah tertidur membelakanginya. Dia pun berusaha membangunkan Lalisa yang tidur sangat lelap.
"Ca, angkat dulu telponnya nih!"
"Dari siapa sih?" sahut Lalisa yang belum sepenuhnya membuka mata.
"U."
"Siapa, Ci?" tanya Lalisa ulang. Dia mengira Rheshylla menyebut 'you' yang berarti kamu. Padahal bukan itu maksud Rheshylla.
"Bangun dulu ih makanya! Ini kontaknya cuma huruf U doang!" kesal Rheshylla.
Mendengar perkataan Rheshylla, Lalisa bergegas bangun. Dia terkejut bukan main setelah sadar siapa yang menghubunginya. Segera Lalisa melihat ponselnya dan benar saja, inisial huruf U yang terpampang di layar benar-benar membuat Lalisa histeris.
"Itu Om aku, Ci! Kamu bantuin aku angkat telepon ya. Aku males ngomong sama dia, Ci. Please?" mohon Lalisa pada sahabatnya.
"Eh? Aku harus ngomong apa nanti? Jangan main-main deh, Ca!"
"Bilang aja aku dah tidur. Oke, cantik! I love you Eci! Muach!" seru Lalisa lalu menuruni ranjang dan bergegas keluar. Dia meninggalkan Rheshylla yang terpaksa mengangkat panggilan itu.
"H-hello," sapa Rheshylla gugup.
"Lalisa! When will you go home?! Weā"
"Pardon, Sir. It's Lalisa's roommate talking. Lalisa is sleeping already," dusta Rheshylla memotong ucapan pria di seberang sana.
"Oh, shit!" umpat pria itu. "Sorry for bothering. Good night," lanjutnya.
Rheshylla bisa bernapas lega setelah panggilan terputus. Entah karena apa, dia merasa tekanan udara dalam dadanya meningkat selama berbicara dengan paman dari sahabatnya. Dalam bayangan Rheshylla, suara berat dari pria yang berbicara dengannya tadi tampak garang seperti kebanyakan pria dewasa yang berasal dari Amerika.
Perut buncit, wajah garang dengan berewok dan kumis tebal berwarna brunette yang mirip dengan rambut Lalisa. Seperti itulah bayangan pria tadi di mata Rheshylla.
"Hih!" Gadis itu bergidik ngeri.
Rheshylla keluar dari kamar Lalisa dan melanjutkan niatnya untuk memasak mie instan. Namun, sampai di dapur dia cukup terkejut ketika mendapati ada dua mangkuk mie beserta telur dan sayurannya telah siap disantap. Rheshylla pun menatap Lalisa yang juga tengah menatapnya dengan senyuman lebar.
"Tadaaa! Yuk, dimakan!"
"Kok kamu tahu aku tadi mau bikin mie?" tanya Rheshylla keheranan.
"Kamu belum makan dari tadi. Terus ada air di panci. Udah pasti kamu lapar kan sebelum bangunin aku tadi," tebak Lalisa.
"Makasih ya, Lalisa Imut!"
"Ci! Aku Lalisa cantik ya! Yang imut tuh kamu!" sungut Lalisa.
"Kamu sendiri tadi yang bilang aku Eci Cantik. Berarti udah tukeran dong kita?" Rheshylla menjulurkan lidahnya penuh ejekan kepada Lalisa.
"Nggak!"
"Iya, Ca!"
"Enggak, Eci!"
Mereka terus bertengkar untuk merebutkan siapa yang cantik dan siapa yang imut. Hal ini sudah biasa terjadi di antara keduanya. Begitulah cara mereka saling menyayangi. Rheshylla yang merasa lebih tua beberapa bulan dari Lalisa pun akhirnya mengalah. Dia membiarkan Lalisa berbahagia karena predikat 'cantik' telah kembali kepadanya.
Dua gadis dengan garis wajah yang hampir sama itu menikmati mie instan dengan lahap. Meski sederhana tetapi mereka tetap bahagia.
"Tadi om kamu tanyain kapan kamu pulang," ucap Rheshylla saat mie instan miliknya telah habis.
"Biarin aja. Aku males, Ci! Temennya orang tuaku punya perusahaan. Terus aku suruh kerja di sana. You know I am an artist, I don't like sitting behind the honorable chair! Lagian aku juga belum diwisuda, loh!" balas Lalisa menggebu.
Rheshylla tak menanggapi sungutan Lalisa. Dia paham perempuan seperti apa Lalisa itu, dan bisnis bukan passion Lalisa.
"Tinggal aja mangkuknya, Ca! Gantian aku yang cuci," ucap Rheshylla tatkala melihat Lalisa telah selesai dengan mie instannya.
"Awww! What a kind of you, Eci! Maaci Eci imut! Muach!"
"Lalisa jelek!" kesal Rheshylla seraya mengusap pipinya dengan kasar berharap bekas kecupan Lalisa dapat hilang.
Rheshylla mencuci mangkuk bekas mereka makan kemudian meletakkannya di atas rak. Sebagai teman satu kontrakan, memang inilah yang perlu keduanya pahami. Jika salah satu sudah memasak, maka yang satunya bertugas mencuci piring. Inilah yang membuat mereka betah hidup berdua di kontrakan yang kecil ini.
Setelah mencuci piring, Rheshylla pun kembali ke kamar karena tidak tahu harus melakukan apa.
Namun, sampai kamar dia justru lebih kebingungan lagi. Matanya enggan tertutup meski perutnya telah kenyang. Pikirannya seolah sedang melanglang buana entah ke mana.
"Aku kenapa sih?" tanya Rheshylla pada dirinya sendiri.
Jarum jam pun tak berhenti berputar. Tanpa terasa sekarang sudah hampir mendekati tengah malam. Rheshylla masih pada posisinya yang tiduran di single bed sembari menatap langit-langit kamar.
Rheshylla mengambil ponselnya yang telah dia matikan di atas nakas. Kembali Rheshylla menghidupkan ponsel berharap dengan bermain sosial media dapat memberi efek mengantuk untuknya.
Setelah ponsel hidup, Rheshylla bergegas membuka aplikasi berlogo ungu dan melihat unggahan orang-orang di beranda. Rheshylla tersenyum sinis saat melihat video berdurasi lima belas detik ketika seseorang yang Rheshylla cintai diam-diam tengah bermesraan dengan kekasihnya. Apalagi perempuan yang ada dalam frame itu pagi tadi telah menyakiti hati Rheshylla tanpa alasan yang jelas.
Tepat sekali! Mantan bosnya adalah kekasih dari teman kuliah Rheshylla waktu itu. Dia yakin, pemecatannya bukan karena ketidak disiplinannya saja. Namun, juga karena masalah pribadi.
"Ah, bodo amat! Males aku mikirin Devan sama Astrid itu. Biarin aja mereka mau ngapain juga!" gerutu Rheshylla seraya menekan tombol kembali.
"Mending aku cari info lowker aja kali ya?" tanya Rheshylla bermonolog.
Rheshylla mengetik nama akun penyedia iklan lowongan kerja pada kolom pencarian. Kemudian menekan salah satu yang memiliki pengikut terbanyak. Dia pun melihat satu demi satu flyer lowongan kerja yang sekiranya cocok untuk dia.
Namun, hatinya kembali miris saat melihat sebuah poster berisi info beasiswa untuk magister di universitas terkemuka di Amerika. Hal yang dulu sempat dia impi-impikan, atau bahkan masih diimpikannya sampai sekarang.
"Ngapain sih kamu lihat-lihat poster beginian, Ci?! S1 aja nggak lulus mau apply beasiswa S2. Ngimpimu ketinggian!" Rheshylla mencoba memutus harapannya sendiri agar tidak terlalu menyakitkan jika sampai orang lain yang melakukannya.
"Eh, apa nih!?" teriak Rheshylla karena terkejut. Dia tanpa sengaja menekan iklan sebuah situs kencan dan terunduh secara otomatis.
"Ngapain aku d******d beginian coba? Sinting!"
Namun, ketika Rheshylla akan menghapusnya dia tiba-tiba terpikir oleh sesuatu. Dulu Lalisa dan Samuel berkenalan di situs yang mirip seperti ini. Rheshylla pun jadi tergoda untuk mencoba. Siapa tahu dia juga bisa berkenalan dengan seorang pria baik seperti Samuel.
"Nggak ada salahnya kan ya aku cobain? Siapa tahu ketemu bos perusahaan besar yang bisa kasih aku kerjaan? Nah, emang harus positif thinking sih!" monolog Rheshylla.
Segera Rheshylla menekan tombol sign in dan mengisi data diri. Dia sedikit kebingungan perihal foto mana yang akan diunggahnya. Bukan karena dia punya banyak foto, justru karena Rheshylla hanya punya beberapa yang itu pun tidak begitu jelas menampakkan wajahnya. Sedangkan persyaratan di aplikasi itu dia harus mengunggah foto yang menampakkan wajahnya secara jelas.
"Sialan!" umpat Rheshylla karena kesal.
Akhirnya Rheshylla pun memberanikan diri untuk menekan tombol kamera yang ada di antara dua pilihanākamera atau galeri. Rheshylla mencoba yang terbaik untuk menjepret pose wajahnya sendiri. Dia memang tidak terlalu puas karena wajahnya yang begitu polos tidak tampak cantik seperti kebanyakan akun perempuan di aplikasi itu, tetapi cukup untuk membuat Rheshylla lolos verifikasi.
Rheshylla mulai menjelajahi beberapa foto yang menyediakan tombol suka dan tidak. Dia terus menggesernya ke kanan yang berarti suka. Tidak peduli bagaimana rupa pemilik akun, Rheshylla yang lugu hanya ingin menemukan cinta sejatinya.
"Hoaaaam!" Rheshylla menutup bibirnya yang terbuka lebar dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya masih berkutat dengan aplikasi itu. "Akhirnya ngantuk juga," ujar Rheshylla.
Rheshylla menutup aplikasi tersebut dan mematikan ponselnya. Dia bersiap memejamkan mata dengan tak lupa mengucap doa. Rheshylla berharap esok pagi ketika membuka ponsel, dia telah mendapat feedback dari orang-orang yang juga menyukainya. Setelah itu mereka akan berkenalan dan membuat janji temu sebelum akhirnya meresmikan hubungan seperti yang terjadi pada Lalisa dan Samuel.
Ah, polos sekali memang Rheshylla ini!
Bagian IIIš¤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian IV š¤ [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian V š¤ "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi danā" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasanāralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian V š¤ "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian IV š¤ [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian IIIš¤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian IIš¤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi danā" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasanāralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.