Bagian I
"Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya.
Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi dan—"
"Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini.
Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasan—ralat, mantan atasan.
Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla. "Ini gaji kamu dua minggu ini."
"Te-terima kasih, Mbak," balas Rheshylla menahan tangisnya.
Rheshylla melepas apron berbahan finiil yang melekat di badannya dan melipatnya. Dia lalu meletakkan lipatan apron tersebut di sebuah loker khusus apron kotor. Rheshylla juga melepas handy-talky dan menggulung kabelnya sebelum diletakkan ke atas meja.
Rheshylla mengambil tas dan jaketnya yang tergantung di balik pintu. Dia lalu berbalik dan sekali lagi menundukkan kepala bermaksud berpamitan pada Mbak Astrid. Rheshylla bergegas meninggalkan ruangan briefing tanpa sepatah kata pun lagi.
Berbagai macam tatapan dari karyawan yang baru selesai prepare menemani langkah Rheshylla. Sebagian ada yang merasa iba melihat gadis yatim piatu diberhentikan kerja seperti itu. Namun, sebagian yang lain lebih merasa tidak peduli tentang nasib orang selain diri mereka sendiri.
Bumiku Caffe 'n Eatery adalah satu-satunya restoran yang mau menerima dia sebagai pelayan. Tempat lain memasang kriteria yang terlalu tinggi untuk gadis tanpa ijazah seperti Rheshylla. Diberhentikan dari Bumiku adalah penyesalan besar bagi gadis itu.
"Kenapa nggak sekalian ambil nyawaku aja, Tuhan?" batin Rheshylla seraya menengadahkan kepalanya seolah benar-benar tengah berbicara pada pemilik alam semesta.
Langkah Rheshylla terasa berat ketika berjalan dari sebuah gang tempat Bumiku berdiri menuju jalan raya. Tatapannya yang lurus tetapi tanpa makna berarti, menandakan bahwa jiwa gadis itu tengah benar-benar terguncang.
Rheshylla bahkan tidak terpikir untuk memesan ojek online atau menghubungi sahabatnya. Dia memilih berjalan kaki di Jalan Kaliurang yang tampak lebih padat pada siang hari ini dengan air mata yang terus membasahi pipi.
Kaki gadis itu terasa lemas saat sampai di depan Gardu PLN Kentungan. Wajar saja, dia sudah berjalan hampir tiga jam tanpa istirahat ketika matahari tengah bersinar dengan terik. Dia pun duduk di sebuah pagar batu dan menetralkan napasnya yang terengah-engah karena kelelahan.
Rheshylla meraih ponselnya di dalam tas. Kemudian mencari kontak seseorang lalu membuat panggilan.
Tak lama seseorang di seberang line menjawab panggilan Rheshylla, "Lalisa Cantik di sini. Ada apa Eci Imut?"
Terdengar suara ceria dari Lalisa, sahabat Rheshylla yang sejak lama selalu mendampinginya dalam suka dan duka. Sekilas Rheshylla tersenyum singkat sebelum kembali berbicara, "Kamu di mana, Ca?"
"Lagi di rumah Sammy nih. Kamu kenapa kok suaranya kayak sedih gitu?"
Sejenak Rheshylla terdiam demi menghalau isakan yang berlomba-lomba untuk keluar. Dia tak ingin merepotkan sahabat baiknya yang saat ini tengah menghabiskan waktu bersama Samuel—kekasih Lalisa.
"Ica ... a-aku dipecat," lirih Rheshylla hampir tak terdengar.
Namun, sepertinya Lalisa di seberang sana masih mendengar dengan jelas perkataan Rheshylla. Hingga Lalisa pun berteriak karena terlalu terkejut.
"Hah!? Serius, Ci?! Kok bisa, sih? Wah kurang ajar tuh, Astrid! Kamu di mana sekarang?" cecar Lalisa dengan banyak pertanyaan.
Dia sudah mengenal Rheshylla dengan baik. Tak mungkin Rheshylla akan menelepon Lalisa jika dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Lalisa yakin Rheshylla pasti sedang tidak baik-baik saja.
"Depan PLN Kentungan, Ca ...," balas Rheshylla lirih.
"Tunggu di sana! Aku sama Sammy on the way!" titah Lalisa kemudian mematikan sambungan telepon tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Rheshylla lalu memasukkan kembali telepon genggam ke dalam tas. Dia menundukkan wajah berharap rambut panjangnya dapat menutupi air mata yang mengalir dengan deras bak air sungai.
Beruntung jalanan cukup padat hingga orang-orang tak sempat memperhatikan dia. Jika tidak, maka Rheshylla tidak tahu lagi harus menjawab dengan apa pertanyaan demi pertanyaan yang akan orang-orang ajukan nanti.
🖤
"Eci!? Ya Tuhan!" seru Lalisa sembari menuruni fortuner yang dikendarai kekasihnya. "Kamu ngapain di sini? Kamu jalan dari kerjaan kamu?" cerocos Lalisa.
Rheshylla tak menanggapi pertanyaan dari Lalisa. Dia justru semakin menundukkan kepala agar sang sahabat tidak melihat air matanya. Namun, Lalisa juga bukan sahabat yang tidak peka. Tanpa berkata-kata lagi, Lalisa segera memapah tubuh Rheshylla yang lemas dan tak bertenaga ke dalam mobil.
Selalu seperti ini. Rheshylla akan kembali menjadi gadis lemah jika sesuatu telah mengusiknya. Dulu ketika dia di-drop out dari kampus, Rheshylla bahkan berjalan dari kampus hingga melewati jalan lingkar yang berjarak puluhan kilometer. Hingga menyebabkan tas kuliahnya dirampok orang. Ijazah dan surat-surat penting sudah raib. Hanya KTP dan kartu keluarga tunggal yang tersimpan aman di dalam indekosnya.
Lalisa turut bersedih atas kemalangan yang menimpa sahabatnya. Dia masih tak percaya bahwa tubuh Rheshylla yang kecil mungil telah menanggung beban yang begitu berat.
"Sam, aku di belakang sama Eci, ya!" pinta Lalisa pada kekasihnya.
Samuel—kekasih Lalisa pun tersenyum dan memandang gadis itu dengan lembut. "Iya nggak papa. Kita ke kontrakan kalian?"
"He-em," balas Lalisa, tengah memeluk tubuh Rheshylla yang kaku.
"Kamu kenapa kayak gini sih, Ci? Ayolah! Hanya dipecat, kamu akan mendapat pekerjaan lain setelah ini. Jangan diem ya, Ci. Kamu bikin aku khawatir," ucap Lalisa lirih. Namun tetap tidak mendapat balasan dari Rheshylla.
Perjalanan dari ring road utara menuju kontrakan Rheshylla dan Lalisa yang berada di kawasan Kotagede akhirnya sampai. Samuel mematikan mesin mobil dan keluar untuk membukakan pintu bagi sang kekasih dan juga Rheshylla.
Rheshylla awalnya menolak bantuan Lalisa, tetapi kakinya justru terasa lemas dan kebas. Efek dari perjalanan panjangnya tadi. Dia pun akhirnya menerima bantuan Lalisa dan berjalan memasuki rumah kontrakan secara perlahan.
Sedangkan di belakang mereka, Samuel membawakan tas milik Lalisa dan Rheshylla.
"Aku ambil minum dulu ya, Ci," ujar Lalisa lalu melepas rangkulannya di tubuh Rheshylla setelah sampai di sofa ruang tamu.
Lalisa kembali lagi dengan satu gelas besar berisi air putih dan secangkir kopi. Lalisa menyerahkan kopi itu untuk kekasihnya sedangkan air putih dia berikan pada Rheshylla.
"Makasih, Ca," ujar Samuel.
"He-em. Aku ke kamar Eci dulu ya, Sam." Lalisa meminta izin sang kekasih.
"Take your time, Ca! Aku bukan pacar yang posesif," balas Samuel membuat Lalisa tersenyum.
Keduanya tak menyadari jika Rheshylla mendengar obrolan manis itu dari dalam kamar. Kembali Rheshylla tersenyum miris. Terkadang dia iri pada Lalisa yang tumbuh dalam keluarga milyarder yang harmonis. Lalisa tak perlu bersusah payah untuk bertahan hidup seperti dia meski Lalisa tinggal di kontrakan bersama Rheshylla. Lalisa juga memiliki kekasih yang begitu pengertian dan mencintainya.
Namun, Rheshylla kemudian tersadar untuk tidak menjadi jahat dengan merasa iri kepada Lalisa. Bagaimana pun, hanya Lalisalah yang selalu ada di sisinya tanpa memandang latar belakang Rheshylla. Gadis itu seharusnya bersyukur mendapat sahabat seperti Lalisa.
Sesaat kemudian, Lalisa memasuki kamar Rheshylla sembari membawa segelas air putih. "Minum dulu, Ci."
Hanya satu seruputan Rheshylla sudah tidak mau minum lagi. Tenggorokannya memang terasa kering, tetapi hatinya masih basah oleh luka pemecatan tadi.
"Udah ya, Ci. Jangan kayak gini lagi lain kali. Kamu bisa langsung telepon aku saat itu juga. Jangan nunggu setelah kamu kecapekan karena jalan kaki terlalu jauh, Ci." Lalisa menangkup kedua pipi Rheshylla agar menatapnya.
Rheshylla terdiam dengan pandangan yang sayu. Matanya berkaca-kaca menatap sosok cantik sang sahabat yang begitu baik. Lama-lama air matanya tak sanggup lagi terbendung. Rheshylla akhirnya menangis di pelukan Lalisa.
"Kamu kenapa baik banget sama aku, Ca?" tanya Rheshylla lirih.
"Nggak ada alasan, Ci. Kita sahabat. Aku sayang sama kamu udah kayak saudaraku sendiri," jawab Lalisa tegas.
Dalam diamnya Rheshylla mengucap syukur berkali-kali pada Tuhan yang masih memberinya Lalisa sebagai sandaran. Jika suatu hari nanti terjadi masalah yang membuat hubungan persahabatan Rheshylla dan Lalisa terputus, dia tak tahu bagaimana harus melanjutkan hidup.
Bagian II🖤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian III🖤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian IV 🖤 [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian V 🖤 "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian V 🖤 "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian IV 🖤 [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian III🖤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian II🖤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi dan—" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasan—ralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.