Bagian IV
š¤
[Hey, Cutie!]
Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan.
Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas.
[Hello...]
Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla.
[How are you doing?]
Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan.
Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu atau tidak. Dia masih takut seandainya ketika dia mengangkat panggilan itu, yang muncul justru benda-benda tak senonoh milik pribadi pria tersebut.
Namun, siapa sangka bahwa panggilan video itu tak bertahan lebih dari tujuh detik. Kemudian muncul sebuah pesan yang langsung terbaca oleh Rheshylla.
[I'm sorry, Cutie! Aku menekan tombol yang salah. Aku tidak seharusnya melakukan panggilan video denganmu]
Pria itu mengetik rentetan pesan dalam bahasa inggris disertai beberapa emoticon yang menunjukkan besarnya penyesalan karena telah bertindak tidak sopan.
[It's okay.]
Sesungguhnya Rheshylla sama sekali tidak keberatan. Entah mengapa, hatinya mengatakan bahwa pria yang dikenalnya beberapa jam lalu ini adalah pria baik-baik. Dia justru merasa penasaran dengan apa yang akan mereka bicarakan jika memang keduanya terlibat obrolan.
Berdasarkan rasa penasarannya yang tinggi. Justru Rheshylla-lah yang berinisiatif membuat sebuah panggilan suara dengan pasangan kencan online-nya. Dia menunggu dengan was-was tanggapan pria itu atas keberaniannya menelepon.
"Hey, Cutie! Aku pikir kau hanya salah menekan tombol seperti yang kulakukan. Rupanya kau memang sengaja menghubungi pria tua ini," ujar pria dewasa di seberang sana.
"T-tidak, Sir. K-kau tidak tua," sanggah Rheshylla malu-malu.
"Jadi?"
Jantung Rheshylla berdetak dengan sangat cepat. Dia terpesona oleh ketampanan pria matang dengan iris mata berwarna abu-abu itu. "K-kau tampan," lirih Rheshylla tanpa sengaja.
Namun, sepertinya pria dewasa di seberang sana mendengar bisikan Rheshylla. Dia bahkan tertawa dengan sangat lepas melihat kepolosan Rheshylla. Pria itu gemas sekali dengan tingkah malu-malu yang Rheshylla tunjukkan.
"Haruskah aku berbangga diri karena disebut tampan oleh gadis muda sepertimu, Cutie?" goda pria itu membuat pipi Rheshylla memerah.
"Stop it, Sir!" Rheshylla melempar ponselnya begitu saja sampai yang terekam di layar hanya langit-langit kamar.
Hal itu malah semakin membuat pria tampan yang baru kali ini berbicara dengan Rheshylla terpingkal-pingkal dan gemas serasa ingin mencubit pipi Rheshylla. "Where are you, Cutie? I can't see anything!" protes pria tersebut karena Rheshylla belum juga menampakkan diri.
"Stop laughing!" titah Rheshylla tanpa menampakkan wajahnya.
"Ha ha ha! Okay! Okay! Aku akan berhenti tertawa ...," ucap pria itu lalu berusaha menetralkan napasnya setelah terlalu banyak tertawa. "..., but can you please stop calling me Sir? You told me I'm not old!" ujar pria yang mengaku bernama Jeremy.
Perlahan Rheshylla kembali meraih ponselnya dan menampakkan wajah yang kemerahan. Dia kembali melihat wajah tampan Jeremy yang tengah tersenyum kepadanya.
"Aku harus memanggilmu apa?" tanya Rheshylla.
"Just Jeremy! Or maybe ... Daddy?"
Jeremy kembali menggoda Rheshylla yang membuat jantung gadis itu seolah tengah berjoget di dalam dada. Wajahnya pun memerah. Entah mengapa dia sangat tidak keberatan dengan godaan yang Jeremy lontarkan.
"Ha ha ha! Kau sangat menggemaskan, Cutie! Aku hanya bercanda. Kau boleh memanggilku sesukamu."
"Bagaimana dengan ... Jerry?"
"Ahhhh! Such a cute name! I like that. Thank you!"
Rheshylla tersenyum karena pria itu menyukai panggilan yang dia buat.
"Anyway, aku harus pulang ke rumah sekarang," ujar Jeremy dengan raut penuh penyesalan. Dia sebenarnya enggan menutup pembicaraan dengan gadis muda yang mampu membuatnya rileks dengan tawa renyahnya itu.
"Memangnya kau di mana? Dan ... jam berapa sekarang?"
"I'm stuck at work. It's 05.00 am here."
"In the morning?!" Rheshylla terkejut karena baru kali ini dia melihat perbedaan waktu Indonesia dan Amerika Serikat. "Apa yang kau lakukan di tempat kerja?"
"Yes, in the morning. Dan, tidak ada. Aku hanya malas pulang semalam."
Rheshylla mengerutkan dahi cukup heran dengan perkataan Jeremy yang ambigu. "Lalu mengapa sekarang kau ingin pulang?"
"Aku punya rumah, Cutie. Apa aku tidak boleh pulang? Apa kau ingin aku pulang ke rumahmu?"
Blush! Pipi Rheshylla memerah mendengar godaan dari Jeremy. Namun, anehnya dia justru tidak merasa jijik seperti kepada orang-orang sebelumnya.
"Hello, Cutie! Are you okay?" Jeremy bertanya demikian karena tak mendapat balasan dari Rheshylla.
Rheshylla yang tersadar dari lamunannya pun segera menampilkan ringisan terpaksa. "Ah, iya! I'm okay. Take your time, Jerry!"
"Hmmm okay! I'll talk to you later. See you, Cutie!" pamit Jeremy lalu mematikan sambungan telepon.
Rheshylla menatap satu-satunya foto profil yang dipasang oleh Jeremy. Pria itu tampak dingin dengan rahang wajah tegas yang tidak dihiasi senyuman. Namun, Rheshylla merasa cukup beruntung karena ternyata Jeremy tidak sedingin yang tergambar dalam foto. Pria itu justru sangat hangat dan pandai mencairkan suasana. Rheshylla yang pemalu jika berhadapan dengan laki-laki, sesuai dengan tiga huruf dalam namanyaāshyāmenjadi lebih ekspresif bersama Jeremy.
Jika Rheshylla boleh berkata, dia sangat-sangat senang mengenal sosok pria dewasa yang usianya terpaut cukup jauh seperti Jeremy.
"Ci, minggu depan aku wisuda. Kamu jangan lupa datang, ya!" Tiba-tiba Lalisa membuka pintu kamar Rheshylla dan mengagetkan gadis itu. Ponselnya pun sampai terpelanting cukup jauh. Untung saja ketika dia kembali meraih ponsel tersebut, tidak ada kerusakan pada layarnya.
"Kamu kalau masuk ngetok dulu ngapa sih, Ca! Kaget tahu nggak?!" sungut Rheshylla kesal.
Lalisa bukannya merasa bersalah justru menatap Rheshylla dengan penuh curiga. "Hayo ... kamu lagi nonton bokep, ya!? Makanya pas aku dateng kamu langsung kaget gitu?" tebak Lalisa yang tentu saja salah.
Mata Rheshylla melotot lebar. Dia terkejut sang sahabat bisa mengira dirinya membuka situs menjijikkan seperti itu. Segera Rheshylla melempari Lalisa dengan bantal miliknya. "Sembarangan!"
"Aduh!" ringis Lalisa karena bantal keras milik Rheshylla tepat mengenai kepalanya.
"Sukurin!" ejek Rheshylla.
Lalisa yang kesal langsung berjalan cepat ke kasur Rheshylla dan menjatuhkan tubuhnya di sana. Dia sampai menggeser posisi Rheshylla ke ujung kasur. Rheshylla yang berbadan mungil pun kalah oleh tubuh tinggi semampai milik Lalisa.
"Ica, ih! Tidur di kasur sendiri sana!"
"Nggak mau! Mau sama Eci di sini. Dadaaa! Selamat malam, Eci!" Lalisa mengabaikan kekesalan Rheshylla dengan memejamkan mata siap untuk tidur. "Jangan lupa minggu depan dateng ke wisuda aku, ya!" ujar Lalisa sebelum membenarkan posisinya.
"Hih! Dasar, Ica-ica di dinding!" kesal Rheshylla.
"Sembarangan!" Lalisa kesal dipanggil Ica-ica di dinding oleh Rheshylla. Dia pun memukul pantat Rheshylla seperti seorang ibu yang tengah memarahi anaknya.
"Awww!" jerit Rheshylla.
"Kamu sih! Orang Ica cantik gini dipanggil Ica-ica di dinding!" protes Lalisa.
"Makanya sana ke kamar sendiri!" titah Rheshylla. Dia belum membalas pesan dari pria kenalannya. Rheshylla takut pria itu kesal dan marah kepadanya.
"Nggak mau! Nggak mau! Nggak mau! Mau bobok sama Eci di sini. Titik! Bye!" Lagi-lagi Lalisa mengabaikan ucapan Rheshylla yang memintanya keluar.
Mau tidak mau Rheshylla pun mengalah. Dia tak ingin berdebat dengan Lalisa lebih jauh karena yakin dirinya tak akan pernah menang.
Adanya Lalisa di kamar Rheshylla membuat gadis itu tak kuasa berbicara dengan Jeremy. Untung saja sambungan telepon mereka tadi sudah selesai, jadi Rheshylla tak akan membuat Jeremy khawatir.
Argh! Apa sebenarnya yang ada di pikiran Rheshylla? Gadis itu begitu percaya diri!
Rheshylla pun memutuskan mematikan ponsel dan menyusul Lalisa ke alam mimpi.
"Huft ... good night, Ca!" ucap Rheshylla sebelum membaringkan diri di sisi Lalisa. Kini kasur sempit itu telah menopang tubuh dua gadis cantik yang mulai terlelap.
Semoga saja Rheshylla yang berada di ujung tidak jatuh karena tingkah Lalisa yang tidak bisa tenang saat tidur itu.
Bagian V š¤ "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi danā" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasanāralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.
Bagian IIš¤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian IIIš¤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian V š¤ "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian IV š¤ [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian IIIš¤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian IIš¤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi danā" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasanāralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.