Bagian VI
"Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?"
Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!?
Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan.
Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekannya hingga bibir mengerucut itu semakin terlihat seperti bibir fenomenal ikan balon.
"Sa-sakit, Ca!" protes Rheshylla tak dihiraukan Lalisa. Dia tahu betul jika sahabatnya tidak benar-benar merasa sakit.
"Salah siapa coba nangis nggak jelas di sini. Dikira gembel tahu rasa kamu!" ejek Lalisa.
"Enak aja cantik-cantik gini dibilang gembel!" protes Rheshylla lagi.
Lalisa tertawa melihat ekspresi Rheshylla yang menurutnya sangat menggemaskan. Dia yang bertubuh semampai pun merangkul pundak Rheshylla yang mungil dan mengajaknya pergi. Orang yang tidak mengenal keduanya, pasti menebak jika Lalisa dan Rheshylla adalah kakak beradik. Dilihat dari postur tubuh, juga garis wajah yang hampir sama.
"Mau makan apa, Ci?"
"Eca traktir?"
"He em! Buruan sebelum aku berubah pikiran!"
"Mie ayam jembatan, Ca," lirih Rheshylla dengan mata berkaca-kaca seperti anak kecil yang meminta makan kepada orang tuanya.
"Jauh banget loh, Ci! Ntar aku masih harus beres-beres lagi. Yang bener aja deh!" Lalisa terkejut mendengar permintaan Rheshylla. Pasalnya mereka sekarang sedang ada di daerah kalikuning, dekat dengan Gunung Merapi. Sedangkan mie ayam jembatan yang dimaksud Rheshylla ada di daerah Banguntapan. Paling tidak memakan waktu satu setengah jam mengendarai taksi online. Itu pun jika tidak macet.
Kini gantian Rheshylla yang memutar bola matanya malas melihat Lalisa. Dia pun menatap manik Lalisa dengan tajam. "Tadi nawarin mau makan apa, kamu yang traktir. Habis itu pas aku bilang mau aku apa, malah dimarahin. Ica tua plin-plan!" sungut Rheshylla.
Mulut Lalisa terbuka lebar mendengar gerutuan Rheshylla baru saja. Dia yang dikatakan tua? Padahal malah Rheshylla yang lahir tiga bulan lebih awal dari Lalisa.
Memang benar-benar Rheshylla ini!
"Ya udah, Ca. Makan nasi padang di depan aja dari pada ribet. Yok!" ajak Rheshylla. Seolah-olah bukan dia yang menjadi penyebab tertundanya kegiatan makan mereka.
Lalisa di belakang melangkah perlahan mengikuti Rheshylla. Gadis itu tersenyum sangat tipis. Dia sebenarnya tahu jika penyebab Rheshylla menangis tidak sesederhana itu. Namun, sudah menjadi kebiasaan Lalisa untuk tidak memaksa siapapun menceritakan masalah pribadi jika orang itu belum siap. Sekalipun itu adalah Rheshylla, sahabatnya sendiri.
"Aku harap sesuatu yang kamu sembunyikan nggak akan menjatuhkan kamu terlalu dalam, Ci," batin Lalisa seraya mengusap sudut matanya yang berair.
🖤
"Bang, nasi padang lauknya telur dadar 2, ya! Kasih bumbu rendang jangan lupa. Terus kuah gulainya dikit aja. Daun singkongnya banyakin, kacang panjangnya dikit aja," ujar Rheshylla panjang lebar pada karyawan rumah makan padang yang siap dengan piring berwarna putih di tangannya.
Namun, karyawan rumah makan padang itu justru mengasongkan dua piring lebar tersebut pada dua gadis cantik sembari mengembuskan napas berat. Rheshylla dan Lalisa pun saling tatap.
"Kok kosong, Bang?" tanya Lalisa tanpa mau menerima piring itu.
Abang karyawan yang kesal pun segera meletakkan piringnya di meja dan mengambil tangan dua gadis itu untuk ditaruh piring-piring tersebut. "Ambiak sendiri yo, Dek! Abang pusiang!" keluh Abang karyawan rumah makan padang seraya memijat kepalanya.
"Ih, Abang! Gitu aja nggak ngerti!" sungut Rheshylla kesal.
Namun, Abang karyawan justru mengabaikan hal itu dan pergi ke belakang meja kasir. Jadilah Rheshylla dan Lalisa bergantian mengambil nasi dan lauk pauk yang dia inginkan.
Keduanya memang sengaja membuat Abang karyawan kesal. Hal itu karena baik Rheshylla maupun Lalisa tidak terlalu suka dilayani. Mereka akan sungkan jika meminta porsi yang tidak sesuai dengan ketentuan rumah makan.
Akhirnya kini mereka bisa bernapas lega saat mengambil setengah batok nasi beserta lauk-pauknya.
"Katanya laper, Ci? Kok cuma ambil sedikit? Tumben banget," tanya Lalisa pada Rheshylla.
"Ntar masih mau makan mie ayam soalnya," balas Rheshylla setengah bercanda.
Hal itu sontak membuat Lalisa melempar gulungan tisu ke arah Rheshylla. "Perut karet, dasar!" ejek Lalisa dihiraukan Rheshylla.
Mereka bergantian mencuci tangan di wastafel yang telah disediakan. Kemudian bersama-sama berniat menyantap hidangan lezat di depan keduanya. Namun, baru saja ingin menyuapkan nasi dari jemari lentiknya ke dalam mulut, ponsel Lalisa justru berbunyi. Dia pun mengurungkam niat untuk makan dan melihat nama si penelepon.
"Ah, sial!" umpat Lalisa mengejutkan Rheshylla.
"Kenapa?" tanya Rheshylla seraya mengerutkan keningnya.
"Om aku telepon. Aku angkat dulu, ya!" pamit Lalisa.
Rheshylla hanya bisa mengangguk dan membiarkan Lalisa bangkit dari duduknya untuk mengangkat panggilan itu. Awalnya Rheshylla merasa sedikit tersinggung dengan tindakan Lalisa yang seolah-olah tidak mempercayainya dengan mengangkat panggilan itu di depannya. Namun, kembali Rheshylla teringat jika setiap orang punya privasinya masing-masing. Lalisa tak pernah mengungkit milik Rheshylla jika dia tidak berinisiatif atau mengizinkan orang lain tahu, sekalipun itu adalah sahabat paling dekatnya sendiri. Seharusnya Rheshylla juga bisa melakukan itu.
Akhirnya dia pun ikut menghentikan kegiatan makannya dan meraih ponsel di dalam tas. Satu tangannya yang kosong dia gunakan untuk menahan ponsel, sedangkan tangan yang bersih dia gunakan untuk menyentuh layar ponsel demi mencari sebuah aplikasi kencan online yang sedang dia sukai.
Benar saja! Rheshylla sudah merindukan Jeremy. Dia pun berniat memulai sebuah obrolan, tetapi mengetik dengan satu tangan cukup sulit untuknya. Dia akhirnya menekan ikon panggil berharap Jeremy sedang tidak sibuk untuk berbicara kepadanya.
Tut! Tut! Tut!
Rupanya Jeremy sedang tidak aktif di aplikasi tersebut hingga sambungan telepon yang dibuat Rheshylla gagal tersambung.
"Sibuk kali, ya?" monolong Rheshylla. Kemudian kembali memasukkan ponsel ke dalam tas selempang miliknya.
Tak lama, Lalisa pun kembali dan bersiap melanjutkan kegiatan makan siangnya.
"Ada masalah, Ca?" tanya Rheshylla melihat raut wajah kesal pada Lalisa.
"Tau tuh om aku! Katanya mau datang pas wisuda. Tapi barusan bilang ada kerjaan. Sebel banget!" sungut Lalisa kemudian mulai menyuap nasinya dengan porsi banyak.
"Pelan-pelan kali, Ca! Nggak akan ada yang rebut juga." Rheshylla mencoba memperingati.
Rheshylla juga akan melanjutkan kegiatan lunch-nya, tetapi sebuah getaran yang berasal dari ponsel di dalam tas menginterupsinya.
[Hello, Cutie! Tadi kau meneleponku, ya? Maaf tadi aku sedang berbicara dengan keponakanku. Ada apa? Miss me already?]
Rheshylla tersenyum sangat tipis agar tidak terlihat oleh Lalisa. Pria dewasa di seberang sana memang selalu bisa membuat Rheshylla salah tingkah.
[Nothing. I just wanted to talk to you. Temanku tadi meninggalkanku untuk mengangkat panggilan dari kerabatnya. Tapi sekarang dia sudah kembali. I'll call you later if you're busy! Have a great day, Jerry!]
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi dan—" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasan—ralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.
Bagian II🖤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian III🖤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian IV 🖤 [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian V 🖤 "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian VI "Hey, kamu kenapa nangis di sini, Ci?" Rheshylla yang tadinya meringkuk di lantai teras pun mendongak kala mendengar suara Lalisa memanggilnya. Dia lalu mendapati sang sahabat tengah menatapnya penuh kekhawatiran. Rheshylla merutuk kebodohannya yang tak memperhatikan sekitar. Bagaimana bisa Rheshylla menangis di tempat ramai seperti ini!? Menghapus air matanya dengan kasar, Rheshylla berusaha bangkit dan membersihkan celananya yang sudah menduduki debu. Seketika dia merubah mimik wajahnya menjadi seperti anak kecil. "Aku tuh sedih. Kamu sibuk banget, sampai nggak inget kalau bawa aku. Aku mau ngajak makan tapi nggak jadi karena kamunya ngilang," kata Rheshylla dengan bibir yang dikerucutkan. Lalisa yang melihat itu pun memutar bola matanya dengan malas. Rheshylla padahal berusia beberapa bulan lebih tua dari Lalisa. Namun, justru Rheshylla-lah yang bersikap kekanakan. Lalisa meraih kedua pipi Rheshylla dan menekann
Bagian V 🖤 "Ci! Hari ini aku mau ke galeri. Kamu mau ikut nggak?" tanya Lalisa kepada Rheshylla setelah gadis itu selesai mandi. "Ngapain ke galeri?" "Persiapan pameran. 'Kan setelah wisuda aku mau ngadain pameran. Gimana sih!?" Rheshylla memutar otak mencari memori kapan Lalisa pernah mengatakan perihal pameran ini. Namun, sepertinya nihil. Dia tak dapat mengingat apapun. Rheshylla pun menatap Lalisa dengan tajam. "Kamu belum ngomongin ini sama aku by the way," sarkas Rheshylla. Lalisa pun terkejut karena bisa-bisanya dia lupa memberi Rheshylla kabar tentang pameran ini. Dia hanya bisa menunjukkan cengirannya karena malu. Hal itu membuat Rheshylla memutar bola matanya malas. "Ya udah, ayo!" Segera Rheshylla dan Lalisa bersiap untuk pergi ke galeri seni milik Lalisa. Tak ada persiapan khusus, hanya celana jeans dan kaus polos yang melekat di tubuh keduanya. Dua gadis muda ini memang tak
Bagian IV 🖤 [Hey, Cutie!] Tak disangka baru menggeser beberapa foto ke kanan, sudah ada satu akun yang mengiriminya pesan. Rheshylla membuka profil tersebut dan menemukan sebuah foto pria matang dengan rahang tegas dan bulu tipis-tipis di wajah. Satu kata untuk menggambarkan pria dewasa itu. Tampan. Jantung Rheshylla tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan jari-jari yang gemetar Rheshylla mengetik beberapa huruf untuk membalas. [Hello...] Tampak di bawah foto profil pria tersebut tulisan typing yang berarti dia tengah mengetik balasan untuk Rheshylla. [How are you doing?] Rheshylla keasyikan berbalas pesan dengan pria bule itu. Tampaknya dia cukup nyaman dengan pembicaraan bersama pria matang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pria itu seorang b**ingan. Tiba-tiba, pria dewasa di seberang sana menekan tombol panggil. Rheshylla ragu haruskah dia mengangkat panggilan video itu
Bagian III🖤Cahaya yang masuk melalui celah jendela Rheshylla begitu menyilaukan. Dia pun terbangun dengan kernyitan di kening tetapi perlahan mulai menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.Rheshylla duduk bersandar di kepala ranjang dan memijat keningnya yang entah mengapa terasa pening. Dia pun meraih ponsel dan menghidupkannya. Rheshylla berniat meminta pertolongan Lalisa melalui telepon. Namun, saat ponsel telah hidup dia justru mendapat pesan WhatsApp dari Lalisa yang mengatakan jika gadis itu saat ini sudah pergi ke pameran lukis bersama Samuel.[Sammy td beli bubur buat kita. Punyamu aku taruh di atas meja. Jangan lupa sarapan ya Eci Imut! I love you <3]Rheshylla tersenyum dan menggelengkan kepala membaca pesan lanjutan dari sahabatnya itu. Dia tentu tak ingin merepotkan Lalisa dengan sakit di kepalanya. Bergegas Rheshylla pun bangkit dan mengambil handuk serta baju rumahan di dalam lemari. Kemudian berjalan menuju kamar m
Bagian II🖤Pukul sembilan malam, Rheshylla baru terjaga. Tak terasa dia sudah terlelap hampir empat jam lamanya. Sekarang perutnya terasa sangat lapar. Dia pun bangkit dari ranjang berniat mencari sesuatu untuk dimakan."Hape Ica di sini, orangnya ke mana?" monolog Rheshylla setelah melihat ponsel milik Lalisa di atas meja dapur.Rheshylla berniat mengabaikannya. Namun, dia takut jika panggilan itu penting. Dia pun mematikan kompor sebelum selesai memasak mie, dan melangkah menuju kamar Lalisa untuk mencari keberadaan gadis itu."Ica! Hapemu bunyi terus, Ca! Kamu angkat dulu nih, siapa tahu penting," teriak Rheshylla yang menganggap Lalisa sudah tertidur."Ica! Kamu di dalam, 'kan?!""ICA!"Namun, setelah berkali-kali meneriaki nama Lalisa gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Rheshylla yang merasa khawatir pun akhirnya membuka pintu kamar Lalisa.Setelah pintu terbuka, Rheshylla bisa bernapa
Bagian I "Maaf, Resila. Saya sudah nggak bisa memperkerjakan orang yang nggak disiplin seperti kamu," ucap seorang wanita dewasa dengan pakaian mahalnya. Rheshylla menatap sang atasan penuh kesedihan, "Saya mohon maaf, Mbak Astrid. Saya janji nggak akan terlambat lagi. Saya akan berangkat pagi dan—" "Cukup Resila! Sudah berapa kali kamu berjanji seperti itu? Apa kenyataannya? Kamu tetap terlambat! Bukan semenit dua menit. Tapi hampir satu jam!" Pemilik kafe tempat Rheshylla bekerja menaikkan suaranya. Menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah saat ini. Rheshylla sangat sedih menghadapi hari pemecatan dari kafe yang sudah tiga tahun memperkerjakannya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh wanita muda berusia dua puluh dua itu selain menundukkan wajah tak berani menatap manik mata sang atasan—ralat, mantan atasan. Wanita pemilik kafe pun menyerahkan sebuah amplop berisi gaji setengah bulan milik Rheshylla.