“Setenang dan selembut apapun dirimu, pasti akan ada seseorang yang hatinya bising karenamu.”
***
Kediaman keluarga Walter.
Selena baru saja melewati pintu masuk kembar rumahnya. Sepintas dia melihat Bianca yang duduk sendiri sambil memainkan smartphone miliknya. Jangan heran ketika vampire jaman sekarang sudah mengerti teknologi canggih. Mereka harus membiasakan diri dan beradaptasi dengan perilaku umum manusia.
“Baru pulang? Darimana saja?” tanya Bianca yang langsung berdiri menghampiri Selena.
Sementara Selena terus berjalan tidak berniat menghentikan langkah.
“Bukan urusanmu,” jawab Selena dengan suara datar.
“Habis berburu, ya? Kenapa tidak mengajak kami semua?”
Selena enggan menjawab.
“Elle,” panggil Bianca lagi yang tidak menyerah untuk mengekori langkah Selena.
Selena masih tidak menjawab. Sampai saat dia dan Bianca berada di tangga, lalu berpapasan dengan Matteo. Sekilas Matt bisa melihat sorot tajam mata Selena yang meliriknya. Tatapan tidak suka seperti biasa, hingga membuat Matt membungkam mulutnya meski ingin menyapa Selena.
“Matt, kamu mau kemana?” tanya Bianca pada Matt dan membiarkan Selena terus menaiki anak tangga.
“Aku ingin pergi dengan Henry.”
“Kemana? Aku ingin ikut!” seru Bianca memutar balik langkahnya untuk mengikuti Matt. Dia sudah tidak peduli dengan Selena.
“Bertemu seseorang,” jawab Matt terus berjalan.
“Boleh kan kalau aku ikut kalian?” pinta Bianca yang berjalan mengimbangi langkah Matt.
“Tanya pada Henry. Karena dia ingin bertemu dengan perempuan hari ini,” jelas Matt.
Sekali lagi Bianca menghentikan langkahnya dan berpikir. “Kalau begitu, untuk apa aku ikut dengan kalian?” gumamnya dan membiarkan Matt berjalan menuju pintu keluar.
“Hhh … kenapa aku merasa sangat bosan sekarang?” gerutu Bianca sambil menghentakkan kakinya. “Kemana aku harus menggunakan waktu luangku? Apa aku harus berburu? Tapi‒.” Bianca memegang perutnya dan tenggorokan juga. “Aku tidak lapar atau haus.”
Bianca memilih untuk duduk di tangga sambil bertopang dagu. Sebagai gadis yang memiliki jiwa yang berhenti di masa remaja, Bianca memang lebih sering merasa kebosanan bahkan kadang dia juga memiliki sifat yang plin plan.
Sementara itu di dalam kamar, Selena melempar tas miliknya ke atas tempat tidur. Dia tidak merasa kelelahan sama sekali meskipun sudah berjalan kaki sejauh tiga kilometer. Dalam pikirannya sekarang penuh dengan Rain.
“Kenapa harus dia?”
Selena duduk di sofa kesayangannya sambil membuka buku novel yang belum selesai dia baca. Berusaha untuk mengalihkan fokus dari lelaki yang memikat itu. Namun, setelah lima menit berlalu dia akhirnya mendengus sebal karena tidak berhasil mengenyahkan wajah dingin Rain.
“Sial!” umpatnya lalu menutup buku dengan kasar.
Selena berdiri dan menatap keluar jendela. Menatap langit yang tak nampak matahari. Memejamkan mata dan membiarkan dirinya terlepas dengan bayangan Rain.
Akan tetapi yang muncul dalam penglihatan Selena adalah tentang sebuah kamar yang mana ada dirinya dan juga Rain di sana.
Selena mengerutkan kening ketika dia melihat dirinya sendiri yang menarik kerah baju Rain kemudian mencumbu lelaki itu. Mengecup bibir Rain dengan perlahan dan lembut sementara lelaki itu bersikap sangat pasif. Seketika panas tubuh Selena membakar setiap sendinya. Dia langsung membuka mata dengan perasaan tidak percaya.
“SHIT!” serunya sambil melangkah mundur.
Selena langsung berlari menuju cermin besar dan menatap pantulan dirinya. Merasa setengah percaya dan tidak dia memegang dadanya. Seolah jantungnya berfungsi kembali setelah beratus tahun tidak berdetak.
“K‒kenapa ini?” herannya.
Tanpa membuang waktu banyak, Selena langsung membuka pintu kamarnya dan setengah berlari keluar mencari siapa pun yang ada di rumah itu hanya untuk menanyakan kejadian aneh yang baru saja dia alami.
Rumah besar seperti kastil itu tampak kosong dan senyap. Tidak ada siapa pun di sana. Entah Bianca yang sebelumnya menggerutu karena merasa kebosanan atau Henry dan Matt yang sepertinya sudah pergi keluar. Selena sempat mendengar itu dari mulut Matt.
“Bia!” teriak Selena bergegas menuruni anak tangga.
Tidak ada jawaban. Bianca memang sudah keluar dari rumah.
“Ayah!” panggil Selena lagi.
Dan sama seperti sebelumnya, masih belum ada jawaban.
“Ergh! Menyebalkan!” maki Selena sambil menjambak rambutnya merasa frustasi. Dia penasaran dengan kondisi aneh pada dirinya. Di saat dia membutuhkan salah seorang dari anggota keluarga angkatnya, tidak ada satu pun yang muncul.
***
Sementara itu di tempat lain.
John tengah sibuk dengan salah satu wanita yang dia kenal dua jam yang lalu. Siapa lagi kalau bukan salah satu guru yang mengajar di SMA High Valley. Sewaktu dia menunggu kepulangan anak-anaknya, John sempat melakukan kontak mata pada perempuan muda berusia 28 tahun berambut pirang dan bertubuh tinggi.
Hal yang biasa dan bisa dikatakan kelebihan oleh para vampire itu adalah ketika mereka melakukan flirting dan tidak pernah gagal akan hal itu.
Buktinya sekarang John dan Rebecca sudah berada di sebuah kamar pribadi. Kamar siapa lagi kalau bukan milik guru sejarah itu.
“Aahh … John ….” Becca menjambak rambut John ketika lelaki itu tengah berada di atas badannya. Menciumi bagian leher Becca dengan agresif sambil satu tangannya sibuk memainkan bagian sensitif perempuan.
“Hmm?” John hanya bisa menjawab panggilan Becca yang bercampur dengan rintihan nikmat. Yang dia fokuskan sekarang adalah menyerap zat feromon yang dimiliki oleh perempuan itu. John bisa merasakan kalau ini bukanlah hal pertama yang dilakukan Becca. Namun, tidak dapat dia pungkiri bahwa perempuan yang memiliki badan putih mulus itu hanya pernah melakukan dengan satu lelaki.
“Ahh … nikmatnya ….” racau Becca sambil mendongakkan kepalanya ketika bagian intimnya sudah dimasuki oleh lelaki berwajah tampan blasteran surga itu.
Seumur hidup Becca, ini adalah pertama kalinya dia bertemu lelaki setampan dan sehebat John. Dia merasa kalau John tidak seperti mantan pacar brengseknya itu. Entah bagaimana bisa Becca langsung percaya dengan rayuan lelaki yang mengaku memiliki empat anak tersebut.
“Aahh … aahhh … ahhh!” rintihan Becca semakin cepat durasinya ketika John semakin agresif melakukan serangan ternikmat itu. Membiarkan Becca terlarut dalam kejantanan yang dia miliki.
“Becca … aku hampir sampai!” seru John yang langsung mengecup bibir Becca tanpa menunggu jawaban dari perempuan yang tengah memainkan lidah di mulut pasangannya itu.
Sambil beradu lidah, Becca terus mengimbangi John yang sudah menjambak mesra rambutnya. Becca merasa akan lebih baik mereka berdua klimaks bersama-sama.
Hingga akhirnya ….
“Aaaakkhhh!!” John dan Becca mengerang bersama.
Becca mengatur napasnya yang naik turun. Belum pernah dia merasakan sensasi pengalaman bercinta sehebat ini sebelumnya. Permainan yang dilakukan John benar-benar membuatnya mabuk kepayang.
John merebahkan badannya di samping Becca. Menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut sementara Becca membiarkan tubuhnya tanpa dilapisi sehelai benang pun.
“Permainan yang hebat, John,” puji Becca dengan suara lirih tepat di samping telinga John.
Senyum manis penuh kharisma yang dimiliki John langsung tersungging. Dia menolehkan kepalanya menatap wajah Becca yang berkeringat.
“Aku masih lapar … apa kamu siap untuk permainan selanjutnya?” tanya John.
Becca hanya tersenyum nakal sambil menggigit bibir bawahnya kemudian mengangguk. Dengan cepat John merengkuh badan perempuan itu dan kembali melakukan serangan kedua.
-Bersambung-
“Yang kudamba hanya kamu. Yang kutakutkan hanya satu. Kau menghilang dari pandanganku.”***Walter’s house.Selena berdiri di depan pintu rumah dengan tangan bersedekap. Wajahnya yang dingin ditambah dengan ekspresi tidak suka ketika melihat Matt dan Henry yang keluar dari mobil sambil tertawa. Sementara tak jauh dari dua saudaranya, ada Bianca yang pulang diantar oleh seorang lelaki dengan motor bisingnya.Sekelebat dia memiliki rasa iri pada tiga saudaranya yang tidak pernah merasa sedih, sakit hati atau benci dengan keadaan mereka yang menjadi abadi ini.“Hai, Elle … ada apa?” tanya Henry dengan senyum ramahnya.“Darimana saja?” Selena balik bertanya.“Whoa … tumben sekali seorang Selena ingin tahu kita habis darimana,” sindir Bianca yang melenggang langsung masuk ke dalam rumah. Melewati Selena dengan gaya angkuhnya. Selena benci itu.&ldq
“Setiap tindakan selalu ada konsekuensinya. Berhati-hatilah dalam mengambil keputusan.”****Malam itu, setelah Selena bertanya tentang detak jantung seorang vampire, John tidak dapat tenang semalaman. Dia belum bisa menjawab dengan benar dan memuaskan untuk Selena. Dia sendiri tidak menyangka kalau Selena bertanya hal yang belum pernah dia dengar selama beratus-ratus tahun ini. Bahkan Matt yang usianya jauh lebih tua daripada Selena, atau pun Bianca dan Henry yang lebih sering berinteraksi dengan manusia, tidak pernah sekalipun menanyakan itu.“Ada apa yang terjadi dengan Selena? Apakah dia merasakan hal itu? Kalau memang benar, dengan siapa?” gumam John sambil menatap perapian yang menyala.Di luar semakin dingin karena hujan mulai turun. Selena terus menatap hujan yang jatuh dari langit sambil bersedekap. Kaca jendela menjadi basah karena bias hujan. Dia sendiri juga berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya.S
“Kelebihan yang kau miliki adalah yang diingankan orang lain.”***Valley High School.Selena bergegas mengayunkan langkahnya menuju kelas. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan Rain, lelaki yang mengusik pikirannya selama beberapa jam terakhir. Konyol rasanya dia bisa menjadi seperti ini. Bahkan kalau diingat-ingat terasa sangat aneh ketika Selena tidak dapat menghentikan langkahnya ketika berpapasan dengan Rain di jalan tempo hari.Di kelas hanya ada beberapa orang saja. Tidak ada Rain di sana.“Selamat pagi!” sapa seorang gadis ceria pada Selena. Tentunya dia adalah manusia.Selena menoleh sebentar kemudian menjawab, “Pagi.” Sambil meletakkan tas miliknya di atas meja.Gadis manusia bernama Syilea itu terus mengikuti Selena hingga duduk di kursi sampingnya. “Kita belum berkenalan secara resmi.”Aku sudah tahu namamu, batin Selena.“Hai, na
“Rasa penasaran bukan hanya bisa dirasakan oleh manusia, melainkan bangsa vampir pun juga.”***Selena berusaha untuk terus menyamakan langkah kakinya dengan Syilea. Dia berpikir apakah manusia selalu berjalan dengan begitu pelannya. Bagi Selena langkah kecil dan pelan seperti ini memakan waktu banyak.“Apa rumahnya masih jauh?” tanya Selena pada Syilea.Gadis yang memakai ransel berwarna putih gading itu menoleh pada Selena sambil memakan crepes rasa coklat keju di tangannya. “Lima menit lagi kita sampai,” jawabnya sambil mengulurkan cemilan di tangannya. “Kamu mau, Elle?”“Tidak. Terima kasih.” Selena menolak dengan suara pelannya. Mana mungkin dia memakan makanan manusia.“Oh iya … apa aku boleh bertanya sesuatu?” tanya Syilea.“Ya?”“Kenapa kamu ingin tahu rumah Rain?”Selena tidak perlu
"Sekali lagi mengutuk diri sendiri. Aku benci pada diriku."***Selena melangkah mundur. Ekspresinya begitu kaget dan tampak jelas dia sedang menahan diri sekuat mungkin. Sementara Syilea terus merintih kesakitan dan mencoba bangun, namun Selena tidak bergeming sedikit pun."Elle … bisa bantu aku?" pinta Syilea sambil meringis.Selena tidak menjawab, sekali lagi dia melangkahkan mundur kakinya."Elle! Kau mau kemana?!" teriak Syilea yang masih duduk di posisi jatuhnya.Selena menggelengkan kepala dengan kuat. Bisikan yang entah darimana datangnya terus menggema di dalam kepalanya. Suara-suara aneh yang menakutkan, memerintahkan Selena untuk mencicipi darah segar di depan mata.Tanpa suara dan pamit, Selena membalikkan badan lalu berlari sekuat mungkin menjauh dari Syilea. Sementara suara Syilea mulai terdengar sayup terdengar memanggil namanya."Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Kontrol dirimu, Elle!!" seru Selena
“Pepatah mengatakan untuk jangan rubah dirimu. Namun, bagaimana jadinya apabila bukan aku yang merubah diriku. Melainkan orang lain yang sudah mencampuri hidupku. Apa aku harus tetap membencinya?”***BRUGH!!Bianca terhempas dan terpental jauh ketika Henry mencoba untuk menahannya. Saudarinya benar-benar sudah di luar kendali. Henry sampai kewalahan menjaga Bianca agar tidak masuk ke dalam kamar Selena.Mendengar suara gaduh dari luar, John memerintahkan Matt untuk memeriksa keadaan Bianca dan Henry. Sementara Selena sudah diberi minum darah manusia untuk pertama kalinya.Matt keluar dan melihat beberapa perabotan yang hancur karena perkelahian dua vampir. Bahkan lampu gantung yang berada di tengah ruangan saja jatuh ke bawah dan beberapa vas bunga pajangan yang besar harus pecah berkeping-keping.“ASTAGA! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!” murka Matt dengan wajah merahnya.Henry menoleh dan menyengir sebenta
“Ketika menginginkanmu hanya sebuah ambisi. Maka, biarkan aku terus berjuang meski hanya sendiri.”***Ada keanehan dalam raut wajah Selena setelah sadar apa yang terjadi pada rumahnya. Seluruh perabotan hancur dan sebagian sudah dibersihkan oleh Henry. Matt yang berjalan di belakangnya tidak bersuara. Dia hanya diam dan menunggu Selena bertanya. Tetapi kalau Selena tidak mengajukan pertanyaan, maka Matt tidak perlu mengatakan apapun untuk menjelaskan.“Henry,” panggil Selena.Henry melepas headphone yang terpasang menutupi kedua telinganya. Di tangannya memegang karung berisi pecahan vas bunga. Dia menoleh ke belakang dan tersenyum lebar melihat Selena yang menyapanya terlebih dulu.“Hey … senang melihatmu baik-baik saja, Elle.” Henry tersenyum tulus seperti biasa. Dia menatap sekilas Matt yang berdiri canggung di belakang perempuan itu.“Apa yang terjadi?” tanya Selen
“Rasa penasaran ini mencambuk hingga membuat memar hatiku.” *** Langit senja begitu mendung. Rain yakin kalau sebentar lagi akan turun hujan. Sebelum keroyokan air dari langit itu menjatuhi bumi, lebih baik dia mengunci pintu depan rumahnya. Sambil memegang sebatang lilin yang diletakkkan dalam wadah mirip gelas berwarna perak, Rain berjalan menuruni anak tangganya. Rumahnya mulai gelap karena tirai-tirai yang tidak pernah lagi dibuka sejak kematian kedua orang tuanya. Uang untuk hidup pun hanya dari sisa-sisa warisan keluarga yang masih bisa disimpannya dengan baik. Itulah sebabnya dia sangat ingin cepat lulus sekolah agar bisa bekerja dan hidup di kota yang jauh dari Breavork. Memulai hidup baru dengan menjadi Rain yang lain. Bukan Rain yang tenggelam karena masa lalu. Tap … tap … tap …. Rain mengerutkan keningnya saat mendengar suara dari depan pintunya. Siapa? … batinnya. Rain memindahkan gelas li
Setelah musim panas berakhir, maka masuklah musim paling syahdu yaitu musim gugur. Sisa hawa panas memang masih ada, namun angin pun sudah mulai berembus. Selena memakai kaos tipis yang dilapisi dengan mantel panjang berwarna merah favoritnya, Ia tampak begitu sangat cantik malam ini. Terlebih jeans panjang dengan sepatu ankle boot hitam membuatnya menjadi tampak sempurna.Sama seperti Selena, Bianca dan Erika pun juga memakai outfit yang sama meski beda warna dan hiasan baju lainnya. Mereka semua sudah siap untuk pergi ke festival musim gugur bersama dengan pasangan masing-masing.“Aku tidak memiliki pasangan. Lalu, nanti sama siapa setelah di sana?” tanya Erika kebingungan.“Jangan cemas. Kamu bisa bersamaku, Bianca atau Syilea.” Selena mencoba menenangkan Erika.“Aku tidak ingin mengganggu kesenangan kalian,” tolak Erika dengan segan.“Ah, begini saja … bagaimana kalau kita tidak usah berpencar? K
Syilea sangat terkejut dengan serangan ciuman dari Henry. Pupil matanya membulat sempurna tatkala sebuah memori ingatan melemparkannya ke suatu tempat yang aneh. Di mana ia melihat dirinya dan Henry yang sedang berciuman di ruang tamu rumahnya, pernyataan cinta dari Henry, hadiah bunga dan jalan-jalan malam di festival hingga akhirnya ia melihat seorang vampir yang berdiri di hadapannya dengan seringai menyeramkan beserta taring tajam.Jantung Syilea berdentam dengan sangat cepat ketika dia potongan memori ingatannya kembali seperti puzzle yang mulai tersusun hingga membentuk gambar sempurna.Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Empat detik … Lima detik.Seketika pandangan Syilea menjadi samar bersamaan dengan Henry yang menarik mundur wajahnya. Dengan tatapan sayu, Syilea menatap Henry yang dikenalnya sebagai kekasihnya, bukan orang asing lagi.“Henry,” bisik Syilea dengan lirih.“Apa kamu sudah ingat
Keesokan harinya, Selena sudah bersiap menuju sekolah dijemput Rain seperti biasa. Seperti yang dikatakan Arion tadi malam, mulai hari ini dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Perpisahan tadi malam sudah cukup menguras emosinya hingga membuat Selena merasakan seperti ada duri tertancap di hatinya.“Kenapa aku merasa tidak rela untuk kehilangannya?” gumam Selena sambil berjalan menuju anak tangga.“Elle … berangkat dengan Rain?” tanya Bianca yang tiba-tiba saja berjalan di sisinya.“Ya.” Selena menjawab singkat.“Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat linglung,” heran adiknya.“Bia … apa kamu tahu kalau Arion pergi?” tanya Selena akhirnya pada Bianca.“Iya, tau. Ayah sudah menceritakan pada kami semua tadi malam saat kamu dan dia pergi jalan-jalan,” jawab Bianca.“Kenapa kamu tidak sedih?”“Buat apa? Dia kan hanya pergi untuk
Masih di bar khusus para vampir. Selena tidak meminum apapun, ia hanya melihat Arion yang sudah menghabiskan empat gelas kecil berisi darah manusia.“Sepertinya kamu sudah terlalu lama menahan ini semua,” sindir Selena pada Arion yang meletakkan gelas terakhir di atas meja.“Maafkan aku. Tidak mudah untuk membuang kebiasaan,” jawab Arion yang memberi kode pada bartender untuk mengisi gelasnya lagi.“Setidaknya sekarang kamu sudah bersahabat dengan kata maaf,” jawab Selena tersenyum. “Setelah ini, kamu ingin membawaku kemana lagi?”“Pantai,” jawab Arion.Selena mengernyit dan bingung. “Pantai?” ulangnya.“Bukankan kamu sangat suka melihat laut?” tanya Arion.Selena mengangguk. Ia tak membantah tebakan Arion. “Ya. Aku suka.”“Laut akan terlihat indah bila dilihat saat malam hari,” lanjut Arion lalu kembali minum.&ld
Para gadis sudah tiba di rumah saat pukul delapan malam. Saat itulah mereka melihat para lelaki berkumpul di ruang keluarga. Ada John, Arion, Stefan, Henry dan Matt. Mereka tengah berbincang santai dan sesekali terdengar tawa karena joke yang dilontarkan oleh Arion.Selena tersenyum ketika melihat bagaimana Arion yang berdiri di depan mereka semua sambil membawakan sebuah lelucon seolah sedang melakukan stand up, lalu terdengar suara tawa Henry yang paling keras.“Hai, girls … sudah selesai bersenang-senangnya?” tanya Matt ketika sadar dengan kehadiran Bianca, Selena dan Erika.Bianca menghampiri Matt dan langsung duduk di pangkuan lelaki itu tanpa malu dilihat oleh John dan Stefan. Lagipula mereka adalah keluarga, bersikap romantis di depan keluarga bukan hal yang aneh, kan?“Ya … itu tadi adalah shopping paling menyenangkan,” ungkap Bianca dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Ia lalu melemparkan pandangan pada
Sambungan via telepon handphone antara Henry dan Syilea ….“Kenapa kamu baru tiba di rumah?” tanya Henry setelah teleponnya baru diangkat oleh gadis tersebut dan Syilea mengatakan bahwa dia baru saja sampai rumah.“Aku harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan ibu sebentar,” jawab Syilea jujur.Henry mengangguk paham. “Seharusnya kamu tidak perlu menolak tawaranku ketika ingin mengantarkanmu pulang,” sesalnya lagi.“Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkanmu. Kita hanya teman dan seharusnya aku harus tahu batasan,” jelas Syilea dengan bijaksana.“Kalau begitu … bagaimana jika seandainya kita bukan hanya sekedar teman?” pancing Henry.“Ma-maksudmu?” gagap Syilea mendengar hal yang bisa langsung dia asumsikan tentang hal lebih dari teman.“Ya, maksudku … seperti hubungan yang lebih dekat,” jawab Henry pelan. Dia sendiri merasa
Selena membawa Erika ke kamar yang akan ditinggali oleh gadis penyihir itu. Sengaja ia memilihkan kamar dengan kasur baru dengan alasan khusus untuk manusia.“Karena kamu membutuhkan tidur yang nyenyak daripada kami,” kata Selena saat mendapati Erika yang begitu sungkan.“Terima kasih,” ucap Erika dengan tulus.“Tapi … apa kamu tidak takut tinggal serumah dengan banyak vampir?” tanya Selena ragu.Erika hanya tersenyum penuh arti. “Bahkan sebelumnya aku pernah serumah dengan vampir yang sangat bengis dan haus darah manusia.”Selena mengerti siapa yang dimaksud oleh Erika. Tentu saja dia adalah Arion. Mereka memang pernah serumah dan bahkan bercinta karena memiliki hubungan khusus.Erika mulai mengeluarkan beberapa pakaiannya yang usang dan lusuh lalu membuka lemari. Selena mengernyit melihat pakaian penyihir itu. Baru dia sadari ada sesuatu yang memprihatinkan sekarang.“Erik
Rain dan Selena hari ini pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ini sesuai permintaan Selena yang katanya rindu berjalan-jalan di tengah hutan sambil menuju rumahnya sendiri. John sudah menyampaikan pesan lewat Arion yang datang ke sekolah untuk menyuruh semua anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Tidak ada yang boleh mampir ke suatu tempat apalagi pacaran kata Arion tadi. Dan tentu saja mendapat dengusan sebal dari Selena dan Bianca.“Memangnya ayah kenapa menyuruh kita langsung pulang?” tanya Selena pada Rain. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.Rain mengedikkan bahu. “Aku tidak tahu. Mungkin ayah kalian ingin mengumumkan sesuatu mungkin.”“Apa ayah akan menikah lagi?” tanya Selena dengan tatapan tak percaya.“Masa? Bukankah ayah kalian tidak dekat dengan siapapun juga,” heran Rain yang kurang percaya dengan kesimpulan tak masuk akal dari Selena.“Selama ini ayah paling pint
Keesokan harinya John dan Arion akhirnya memutuskan untuk menemui Stefan di kediamannya. Sebuah rumah kecil dengan dinding kayu di tengah hutan. Pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa dan ada pohon di depannya. Bisa ditebak bahwa pohon tersebut adalah pohon cokelat yang tumbuh dengan suburnya. Stefan sengaja membangun rumah di samping pepohonan cokelat agar bisa bertahan hidup.Melihat kehadiran Arion dan John yang datang bersama-sama awalnya membuat Stefan sedikit kaget, namun pada akhirnya ia tersenyum dan mempersilakan dua anak adopsinya masuk ke dalam.Arion memerhatikan sekitar rumah yang begitu hangat meski tak terlalu besar. Beda dengan rumahnya yang mewah dan besar namun terasa dingin.Stefan memberikan dua gelas cokelat hitam panas pada dua lelaki yang dia sayangi. Lelaki tua itu tersenyum bijaksana dan terlihat jelas bagaimana ia senang melihat kehadiran kakak beradik itu. Melihat keakuran yang akhirnya terjalin di antara keduanya. Stefan benar-bena