Beranda / Fantasi / The Legend of Fang Yue / Kehidupan Istana yang Sebenarnya

Share

Kehidupan Istana yang Sebenarnya

Tubuh Tian Xu menegang saat harum tubuh Fang Yue menyeruak dan memasuki hidungnya dengan lancang. Aroma segar bunga serta buah menjadi satu menghasilkan rasa manis. Berbeda dengan ucapan tajam yang selalu dilontarkan oleh wanita itu. Tian Xu tidak tahu bagaimana selama ini Fang Yue hidup, tapi tidak dia sangka masih satu hari hidup bersama saja dia sudah direndahkan oleh Fang Yue.

“Apakah seperti ini ucapanmu setiap hari? Benar-benar tidak mencerminkan seorang putri istana,” sindir Tian Xu setelah meneguk tehnya kasar. 

“Apakah kamu akan menjadi wanita sok tahu di istana ini? Bersikap sesuka hati dan merendahkan aku?! Perhatikan ucapanmu! Kamu di istanaku sekarang!” geram Tian Xu.

Tanpa menjawab apapun, Fang Yue segera merebahkan dirinya setelah melepas lapisan hanfu nya menjadi lapisan merah muda tipis, beruntung bentuk tubuhnya tetap tak terlihat. Fang Yue mengabaikan Tian Xu yang terus mengoceh sambil memakinya.

“Sayangnya aku tidak peduli dengan umpatanmu Tian Xu,” batin Fang Yue tidak peduli. 

Keesokan pagi.

Acara penyambutan istri dari Putra Mahkota kembali diadakan. Kaisar meminta Tian Xu dan Fang Yue untuk melaksanakan makan pagi di istana utama bersama istri dan anak dari selir lainnya.

“Perhatikan ucapanmu kalau tidak ingin ditendang keluar dengan mudah disini,” ucap Tian Xu tajam.

“Bahkan aku lebih cerdik darimu Tian Xu,” batin Fang Yue tertawa puas.

Tanpa menjawab apapun, Fang Yue segera berjalan disamping Tian Xu menggunakan penutup mukanya. Ukiran bunga peony pada penutup mukanya diharapkan bisa membawa keberuntungan untuknya. Masuk kedalam istana selatan sama artinya dengan menyerahkan nyawamu pada segerombolan harimau hutan, tapi Fang Yue berjanji dengan nyawanya sendiri bahwa dia akan segera mencari para pembunuh licik itu.

“Putra Mahkota dan putri memasuki istana utama,” teriakan kasim yang menggelegar membuat kegaduhan banyak orang di dalamnya diam seketika.

Bisa Fang Yue lihat Kaisar tengah mendudukan diri di atas singgasananya bersama ibu suri. Fang Yue melangkah dengan tegas, berjalan di tengah banyaknya selir dan anak dari Kaisar. Pilar kokoh yang berwarna emas serta tempat duduk yang berwarna emas pula.

“Sungguh mencintai kekayaan,” batin Fang Yue menyimpulkan.

Setelah memberi hormat, pasangan itu segera menduduki tempat yang disediakan khusus untuk mereka. Dengan anggun dan berkelas Fang Yue menyiapkan makanan untuk Tian Xu.

“Kenapa putri memakai penutup muka? Apakah ada sesutau pada wajah putri hingga tidak boleh dilihat orang lain? Lihatlah putri Seng Chian yang sangat cantik, putriku ini memiliki kepribadian yang sangat anggun, pintar, bahkan Kaisar di luar Yuan pun sangat ingin menjadikannya permaisuri,” ucap selir jang, istri keempat kaisar Tian.

“Maaf. Saya hanya ingin menyimpan wajah saya untuk suami saya dan hanya keluarga terdekat saya yang bisa melihat bagaimana wajah saya. Mungkin Putra Mahkota bisa menjelaskan bagaimana wajah saya di hadapan ibu selir Jang. Oh! Saya menutup wajah saya karena ingin menghormati kedudukan ayah saya sebagai kaisar. Saya berharga jadi saya harus menutupi wajah saya dan ayah saya setuju.” Fang Yue menatap tajam ke arah selir jang dengan senyum manis di bibirnya.

“Istriku adalah wanita yang sangat cantik. Tidak harus mengumbar ke seluruh orang bagaimana wajahnya. Saya juga tidak ingin wajah dari istri Putra Mahkota dipandangi bebas oleh semua prajurit istana, bahkan setiap orang di jalanan sana,” jawaban lembut dan tegas Tian Xu yang dihadiahi tawa puas oleh Kaisar.

Pria tua itu tidak menyangka anaknya bisa bersikap manis seperti ini dihadapan semua orang. Meski ucapan penuh sindiran sudah dimulai, dia sama sekali tidak melihat ketakutan pada wajah Fang Yue.

“Saya sudah memilih pasangan yang tepat untuk Putra Mahkota. Baiklah, kita hargai keinginan putri dan jangan lagi mendesaknya,” tutur Kaisar Tian ramah yang membuat selir Jang bersungut kesal ke arahnya.

Bisa Fang Yue bayangkan bagaimana selir itu memakainya didalam hati. Tapi sayangnya Fang Yue tidak peduli. Baginya selir seperti mereka tidak jauh dari kata parasit yang merepotkan. 

Senyum kemenangan sangat terlihat dari mata Fang Yue. Dia tahu dia sudah seperti mengibarkan bendera perang pada seluruh penghuni istana, tapi sayangnya dia tidak peduli. Dia hanya perlu berhati-hati dan tidak menerima apapun sebagai pemberian dari mereka.

Setelah makan pagi berakhir, Kaisar Tian menginginkan untuk Putra Mahkota dan istrinya pergi untuk menikmati suasana di danau istana, ditemani teh serta kudapan manis. Bahkan kaisar Tian juga membebaskan Tian Xu dari segala urusan istana.

Keduanya duduk dengan meja di tengah mereka sebagai pemisah. Fang Yue melirik Tian Xu yang sedang membaca sebuah buku peperangan. Benar-benar tidak ada waktu bersantai dalam hidup orang itu. Tangan Fang Yue menuangkan teh dalam cawan kecil, ia sodorkan cawan itu ke arah Putra Mahkota.

“Setidaknya bersikap seperti kamu menerima pernikahan ini di hadapan banyak orang. Aku tidak peduli meski kita tidur di tempat terpisah, tapi melawan seseorang haruslah menggunakan cara cerdik. Secerdik tupai yang melompat, secerdik kuda yang terus berlari meski matanya tertutup,” lirih Fang Yue.

Tidak lama dari Fang Yue mengakhiri ucapannya, munculah Jin Chen ke hadapan mereka. Fang Yue hanya menghela napas jengah, tidak habis pikir tentang sikap jin Chen yang menurutnya bodoh. Dia ini sepertinya tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa.

“Bisakah kamu pergi meninggalkan kakakku? Ada yang ingin aku katakan padanya,” sinis Jin Chen.

“Pergilah jika ingin mengatakan sesuatu. Ini adalah tempatku duduk dan aku menyukai tempat ini. Kalau kamu tidak mau maka pergilah. Tidak ada seorangpun yang bisa memerintahku,” jawab Fang Yue ranah dengan tatapan tajam menyorot ke arah Jin Chen.

“Katakana disini Jin’er dan hormati putri karena dia istriku. Katakan maaf padanya.”

“Cepat Jin’er,” geram Tian Xu.

Mendengar ucapan Tian Xu yang memihak istrinya membuat kemarahan Jin Chen semakin meradang, laki-laki itu semakin mengepalkan tangannya erat seraya memandang tajam ke arah Fang Yue. Dia akan secepatnya membuat Fang Yue keluar dari istana ini. Istana ini adalah wilayah kekuasaanya, maka tak akan ada satu orang pun yang bisa menindasnya disini. 

“Aku ingin mengatakan tentang perebutan wilayah di Guangzhin. Biarkan aku yang merebutnya, aku yang akan menyerangnya, aku pula yang akan mendapat pujian dari Kaisar Tian. Kakak carilah wilayah lain untuk kamu ambil alih. Guangzhin adalah milikku.”

“Dan Aku, Jin Chen, tidak akan meminta maaf pada orang luar seperti Xiao Fang Yue meski dia istri putra mahkota,” lanjut Jin Chen tajam lalu segera pergi dari hadapan pasangan pengantin baru itu.

“Ckckck ... Inikah kehidupan istana selatan yang kamu agung-agungkan padaku?” Fang Yue menaikan sebelah alisnya seraya menatap Tian Xu lekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status