Home / Romansa / The Last Hug / Hari yang muram

Share

Hari yang muram

Author: Dewi Pedang
last update Last Updated: 2021-10-16 09:21:58

Kala itu,cuaca di luar ruangan begitu muram. Wajah langit sudah mulai memucat. Matahari tertutup oleh gumpalan-gumpalan awan hitam sehingga keindahan sinarnya yang kekuningan tak terlihat dan tidak terasa kehangatannya. 

 Sepoi-sepoi angin terasa begitu dingin menghantam. Meskipun telah menggunakan pakaian yang sangat rapat, tapi rasanya angin tersebut masih bisa menembusnya sehingga bulu-bulu halus di sekitar tangan menjadi berdiri karena saking dinginnya udara yang menerpa.

 Seorang wanita terlihat berdiri di depan sebuah gedung tinggi dengan tangannya yang sibuk memegang ponsel dan matanya sibuk menatap layar datar tersebut. Raut wajahnya tampak seperti orang yang terburu-buru. Entah apa yang membuatnya terlihat demikian.

 “Ah kenapa tidak ada satu pun yang nyangkut sih?! Padahal aku sedang terburu-buru sekali,” keluh wanita tersebut. Entah apa yang dimaksud dengan kata nyangkut tersebut. Tapi tampaknya raut wajah dari gadis tersebut menjadi murung. 

 Kakinya kemudian wanita tersebut berjalan pada jalanan yang ramai dengan berbagai kendaraan. Ia berdiri di bahu jalan sambil kepalanya celingukan dan matanya melihat kesana kemari seperti mencari sesuatu.  

 Beberapa menit dirinya berdiri di tempat tersebut. Tampaknya ia semakin resah. Tangan kanan yang memegang ponsel terus saja bergerak ke atas ke bawah untuk melihat sesuatu yang ada di ponselnya. Dan saat ponselnya itu dihadapkan ke wajahnya, terlihat sebuah nama muncul di layar tipis tersebut. Suara dering tredengar begitu khas menandakan ada sesoerang yang meneleponnya.

 “Halo Mas,” ucap wanita tersebt begitu ponselnya menempel ke telinga.

 “Iya Halo,” balas seseorang yang menjadi lawan bicaranya.

 “Ada apa Mas? Aku masih menunggu angkutan umum. Tak ada satupun gojek atau grab yang nyangkut, jadi aku sedang mencari angkot atau ojeg untuk bisa sampai ke sana dengan cepat,” tutur wanita tersebut.

 “Kamu tidak perlu ke sini. Aku sudah berangkat daritadi,” balas lelaki di seberang sana.

 “Aku kesana ya. Aku ingin menemanimu periksa Mas.”

 “Tidak usah Nuri. Kamu pulang saja ke rumah dan istirahat. Manfaatkan waktu istirahatmu sebaik mungkin,” ucap lelaki di ujung telepon kemudian memutuskan sambungan panggilan.

 “Belum juga aku berbicara, tapi kenapa dia menutup panggilan teleponnya sih?! Padahal aku hanya ingin menemaninya dan memberikannya semangat supaya dia bisa kuat saat proses pemeriksaan,” keluh wanita bernama Nuri.

 Tubuhnya masih mematung di bahu jalan. Rintikan air hujan yang turun dari awan tak membuat dirinya bergerak untuk menepi. Orang-orang yang sibuk berseliweran mencari tempat untuk berteduh tak membuat dirinya ingin menjauh dari tempat yang sama sekali tak teduh.

 Entah apa yang membuat dirinya bersikap sedemikian rupa. Yang jelas, wanita tersebut terlihat murung seperti langit kala itu. Air hujan yang mulai deras membuat bajunya menjadi basah. Rasa dingin mulai menerpa tubuhnya. Sesaat kemudian, ia memutuskan untuk berjalan mencari tempat yang bisa dipakai sebagai tempat berlindung dari air mata langit.

 Begitu badannya berbalik, tepat lima langkah di depan dirinya ada seorang pria bertubuh tinggi dengan balutan kemeja berwarna hijau mint. Tangan kanannya memegang handel payung yang saat itu melindungi dirinya dari air mata langit.

 Beberapa detik berlalu, mata mereka beradu. Wanita tersebut mengeluarkan tatapan mata yang sangat sendu. Tak kuasa melihat wanita tersebut bayah kuyup, akhirnya lelaki bertubuh tinggi itu berjalan mendekat hingga sepatu keduanya beradu.

 “Apa kamu sudah kehilangan akal?! Kenapa kamu malah berdiri saja disini saat semua orang mencari tempat yang aman untuk berteduh dari air hujan!” ucap leleki tersebut dengan sangat tegas.

 “Apa?! Kau menyebutku hilang akal?!”

 “Iya! Karena kau tidak menggunakan akalmu untuk mencari tempat berteduh!”

 “Jika aku kehilangan akal dan tidak menggunakan akalku, mungkin sekarang aku sudah berlari di tengah jalan raya itu dan menari-nari di bawah guyuran air hujan dengan wajah tersenyum sambil menghadang para pengendara!” ketus wanita tersebut.

 Suasana yang tadinya diharapkan menjadi adegan romance, malah menjadi suasana tegang karena keduanya berdebat di tengah buliran air hujan yang begitu deras. Orang-orang di sekitar mereka yang sedang menyaksikan aksinya begitu kecewa saat adegan romance yang mereka harapkan malah tak terwujudkan.

 Dengan terpaksa, lelaki bernama Rendi menarik tangan Nuri supaya bisa mengikuti langkahnya untuk masuk ke dalam gedung mewah tempat mereka bekerja. Karena tenaga Rendi yang sangat kuat, membuat Nuri tak bisa melepaskan cengkraman pada tangannya yang sudah menyeret dirinya kembali masuk ke dalam gedung yang beberapa menit sebelumnya ia tinggalkan.

 Beberapa menit mereka berjalan hingga akhirnya tiba di ruangan besar tempat mereka mengerjakan segala tugasnya. Beberapa orang yang sedang sibuk melakukan pekerjaannya tiba-tiba menatap dengan penuh tanya ke arah Nuri dan Rendi. 

 Setiap keramik yang Nuri lewati menjadi basah karena tetesan air dari baju Nuri yang memang saat itu sudah basah seluruhnya. Rasa dingin yang tadi tidak terlalu terasa, kini menjadi sangat terasa hingga rasanya seperti menusuk ke rongga dada.

 “Pakai ini untuk menghangatkan tubuh,” kata Rendi seraya menyerahkan jaket tebalnya pada Nuri yang saat itu hanya menunduk dan menatap ke lantai sambil memperhatikan setiap tetes air yang mengalir dari rambut panjangnya dan dari bajunya.

 Karena tidak ada tanggapan dari wanita di depannya, akhirnya Rendi memakaikan jaket yang dipegang oleh tangannya ke tubuh Nuri. Jaket tersebut di tanggalkan di bahu Nuri. Begitu jaketnya terpasang pada Nuri, tangan Rendi menepuk bahu Nuri sebanyak dua kali. Entah apa maksudnya dengan tepukan dari Rendi tersebut.

 “Pakailah jaket ini. Jangan biarkan dirimu kedinginan. Jika kau sakit, siapa yang khawatir? Ya sudah pasti Bundamu. Tidak mungkin aku ahahah,” kata Rendi seraya tersenyum kecil. Wajahnya menunjukkan ekspresi datar. Padahal dalam hatinya, ia benar-benar khawatir dengan Nuri. Namun sebisa mungkin, ia mencoba untuk menyembunyikannya.

 “Terimakasih Ren,” ucap Nuri lemah dengan wajah yang masih menunduk.

 “Tentu. Jangan biarkan dirimu sakit hanya karena orang itu!” tandas Rendi.

 “Ehem. Padahal diluar seadng hujan, tapi kenapa rasanya udara disini sangat panas ya,” celetuk seseorang dari balik meja yang berada di sudut ruangan.

 “Padahal AC juga sudah menyala loh Bro,” tambah seseorang lainya.

 Rendi yang mendengar kedua temannya berbicara seperti itu langsung saja menolehkan wajahnya pada orang-orang tersebut. Rendi mengetahui bahwa teman-temannya itu memiliki maksud lain dari ucapannya.

 Teman-temannya itu yang tadi menyindir Rendi, hanya tersebut saat seseorang yang mereka sindir menatapnya. Rendi tidak pernah menanngapi hal tersebut secara serius karena memang setiap ucapan yang mereka lontarkan selalu benar adanya. Dan lagi pula, Rendi tahu bahwa teman-temannya tersebut tidak mempunyai maksud yang buruk. Jadi ia tak pernah mengelak atas setiap candaan ringan yang teman-temannya lontarkan. 

Related chapters

  • The Last Hug   Dia yang dinanti

    Karena bajunya sudah basah seluruhnya, Nuri bergegas membersihkan dirinya dari sisa-sisa air hujan dan segera mengganti bajunya dengan pakaian yang sangat hangat supaya bisa menghilangkan rasa dingin yang sejak tadi membalut dirinya.Seraya Nuri mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, matanya terus saja melirik ke arah layar ponsel yang berada tak jauh dari posisinya saat itu. Dengan harap-harap cemas, Nuri menunggu sebuah pesan atau telepon dari seseorang yang dinantikannya sejk tadi siang.Beguti lama dirinya menunggu, hingga akhirnya sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya tepatnya pada sebuah aplikasi berwarna hijau. Dengan gesit tangan Nuri meraih benda pipih tersebut dan memencet pesan tersebut.Tapi sayang, ternyata pesan yang datang tersebut bukan dari orang yang sedang dinantinya. Pesan itu berasal dari seseorang yang sangat dikenalnya. Seseorang yang selalu ada di setiap kehidupannya. Namun Nuri tidak tahu kehadiran o

    Last Updated : 2021-10-16
  • The Last Hug   Dia yang pernah pergi

    “Ayahhh!” teriak Nuri seraya berdiri dari kursinya. Ia berlari menuju ruang keluarga lalu memeluk sosok yang sangat dirindukannya. Sudah lama dirinya itu tidak bertemu dengan sosok pria tangguh yang menjadi kebanggannya.Sang ayah membentangkan kedua tangannya untuk memberikan pelukan pada anak semata wayangnya. Nuri menyambut tangannya ayahnya dengan pelukan yang sangat erat. Ia melingkarkan kedua tangannya pada tubuh sang ayah. Sebuah lengan yang besar membelai rambutnya. Pucuk kepala Nuri terasa hangat karena dicium oleh sang ayah.Tanpa terasa, buliran bening yang hangat menetes di pipi Nuri. Perasaan didalam hatinya tak bisa disembunyikan dengan baik. Ia benar-benar bahagia atas keberadaan sang ayah yang sudah lama tidak ia temui.Sang ayah yang memang bekerja di luar negeri menjadi Kedutaan Besar Indonesia di Negara India, mengharuskan dirinya tinggal disana dan pulang selama beberapa bulan sekali. Sehingga Nuri hanya ti

    Last Updated : 2021-10-16
  • The Last Hug   Luapan emosi

    “Bisakah hubungan kita berdua usia tanpa ada pertemuan atau pertanyaan dari siapapun lagi?” tanya Nuri begitu tenaganya terkumpul. Ia berucap dengan hati yang sangat berat. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya menyakitkan bagi orang yang ditanya dan bagi yang bertanya.“Bisakah orang-orang terdekatku melupakanmu dengan mudah layaknya kau yang melupakanku dalam jangka waktu yang lama. Tak bisakah ingatan tetangmu terhapus begitu saja dari pikiran orang-orang tersayangku?” tanya Nuri dengan air mata yang sudah menggenang di kelopak mata.Orang yang diberikan pertanyaan tersebut hanya diam terpaku mendengar Nuri melemparkan pertanyaan yang sangat sulit untuk di jawab. Waktu serasa berhenti dan hanya menyisakan mereka berdua di tengah suasana yang menyayat hati.“Tidakkah kau memikirkan tentang perasaan orang-orang tersayangku begitu mengetahui kenyataan yang sebenarnya? Tidakkah kau mengetahui seberapa hancurnya pe

    Last Updated : 2021-10-16
  • The Last Hug   Bersiap-siap

    Dengan tubuh yang lemas, Nuri bangikit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Mulutnya sedikit terbuka karena mneguap, namun mulutnya itu ia tutupi dengan tangan kanannya supaya tidak serangga yang masuk. Dengan mata yang masih perih, Nuri berjalan seraya mengucek matanya.Aroma masakan Bunda tercium hingga ke kamar mandi. Nuri yang sedang menggosok gigi segera saja menyelesaikan aktivitasnya itu untuk cepat-cepat membersihkan diri. Sekitar 5 menit berlalu, Nuri akhirnya selesai mandi. Begitu kelaur dari kamar mandi, Nuri menajamkan indera penciumannya untuk membaui aroma yang dihasilkan dari masakan Bunda. Nasi goreng! Itulah aroma yang tercium oleh hidung Nuri.“Bunda…” sapa Nuri seraya memeluk sang bunda dari arah belakang.“Hmm,” balas bundanya tanpa menoleh sedikitpun pada Nuri. Beliau masih fokus dengan masakannya.“Bun, nanti buat bekal kerja, Nuri mau bikin salad ya. Supay

    Last Updated : 2021-11-08
  • The Last Hug   Telepon dari Mas Dendi

    Saat melihat nama Mas Dendi di layar ponsel, betapa senangnya Nuri terlihat dari raut wajahnya yang menunjukkan ekspresi tersenyum bahagia dengan sudut mata yang mengkerut. Dengan satu kali usapan menggunakan ibu jari pada layar ponselnya, Nuri menyambungkan panggilan telepon dari sang kekasih.“Halo Mas,” ucap Nuri untuk mengawali pembicaraan di antara mereka.“Ya halo Vi,” halo seseorang di seberang sana.“Bagaimana kabarnya Mas? Proses pemeriksaan kemarin berjalan lancar saja kan?” Tanya Nuri.“Iya baik-baik saja.”“Syukurlah jika begitu Mas. Nanti pulang kerja, aku ke rumah ya Ma?”“Tidak perlu. Kamu bekerja saja dengan fokus. Setelah pulang jangan kemana-mana lagi. Ke rumah saja langsung. Aku juga ingin istirahat dan tidak ingin diganggu,” kata Dendi. Tanpa menunggu jawaban dari Nuri, Dendi langsung memutuskan sambungan telepon.Baru saja Nuri membuka mulutnya untuk berbicara, tapi suara panggilan terputus ter

    Last Updated : 2021-11-11
  • The Last Hug   Janji untuk mentraktir kopi

    Jam yang terpampang jelas di dinding ruangan tersebut sudah menunjukkan pukul 15. 00 atau pukul 3 sore yang berarti sudah waktunya untuk para pekerja menghentikan aktivitasnya dan pulang untuk beristirahat dari segala pekerjaan yang telah dilakukannya hari ini.Sambil membereskan beberapa file yang berada di mejanya, TV melirik sedikit-sedikit pada layar ponsel yang berada di sebelah kiri tangan Nuri. Sebuah kabar Yang dinanti oleh Nuri meskipun pada kenyataannya mungkin pesan itu tidak akan masuk kedalam aplikasi yang berada dalam ponsel Nuri. Sampai file yang dibereskannya pun rapi, tidak ada tanda-tanda bahwa pesan tersebut akan diterima oleh Nuri.Saat orang lain sudah membubarkan diri dari ruangan tersebut, Nuri masih saja duduk di kursinya dan melamun sejenak. Sosok pria yang dicintainya terus saja membayangi pikiran Nuri sehingga ia tidak bisa tenang sedikitpun.Tanpa Nuri sadari, seseorang diam-diam memperhatikannya dari jar

    Last Updated : 2021-11-11
  • The Last Hug   Karena dibuntuti

    Sejak siang tadi, hati Nuri merasa tidak enak. Rasanya hati Nuri sangat berat namun entah apa yang membuatnya terasa seperti itu. Dorongan kuat dalam hatinya untuk menghubungi sang kekasih begitu menyiksanya. Isi hati Nuri menyuruhnya untuk menelpon Mas Dendi. Tapi pikirannya mencegah ia untuk melakukan hal tersebut dengan alasan ia harus membiarkan kekasihnya itu beristirahat supaya cepat pulih.Karena tidak ingin terus burung saat memikirkan kekasihnya, Nuri berniat untuk mencari udara segar dengan berjalan-jalan di luar sembari menikmati senja dan keindahan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.Langkah kaki Nuri membawanya pada sebuah tempat yang tidak jauh dari rumah. Sebuah alun-alun kecil yang terletak di tengah-tengah perumahan tersebut terlihat begitu ramai oleh anak-anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya.Sinar jingga kekuningan dapat dinikmati dengan jelas dari tempat tersebut. Nuri yang memang ber

    Last Updated : 2021-11-15
  • The Last Hug   Tidak ingin bercerita

    “Ayah, Nuri masuk kamar dulu ya,” ujar Nuri untuk menghindari pertanyaan dari sang ayah. Bukannya tidak mau menjelaskan terkait hubungannya dengan Rendi, tapi Nuri takut jika nanti Rendi terkena omelan dari sang ayah yang memang bersifat begitu tegas dan sedikit pemarah jika ada orang yang menyakiti anak semata wayangnya.Nuri melakukan hal tersebut untuk melindungi Rendi dari amukan sang ayah bukan karena dia masih mencintai Rendi, tapi Nuri hanya tidak ingin terjadi perdebatan antara ayahnya dengan mantan kekasihnya. Rasanya tidak perlu lagi hubungan mereka menghasilkan perdebatan. Jika sang ayah tahu anak perempuannya disakiti oleh orang lain, pasti sang ayah akan merasa marah dan lebih dalamnya merasakan kesedihan. Nuri tidak ingin jika nanti sang ayah mengetahui jika dirinya pernah terluka karena laki-laki. Kini biarlah luka itu sembuh dan mengering tanpa dicongkel lagi.“Loh kok ke kamar sih? Kita ‘kan masih bincang-incan

    Last Updated : 2021-11-15

Latest chapter

  • The Last Hug   Tidak ingin bercerita

    “Ayah, Nuri masuk kamar dulu ya,” ujar Nuri untuk menghindari pertanyaan dari sang ayah. Bukannya tidak mau menjelaskan terkait hubungannya dengan Rendi, tapi Nuri takut jika nanti Rendi terkena omelan dari sang ayah yang memang bersifat begitu tegas dan sedikit pemarah jika ada orang yang menyakiti anak semata wayangnya.Nuri melakukan hal tersebut untuk melindungi Rendi dari amukan sang ayah bukan karena dia masih mencintai Rendi, tapi Nuri hanya tidak ingin terjadi perdebatan antara ayahnya dengan mantan kekasihnya. Rasanya tidak perlu lagi hubungan mereka menghasilkan perdebatan. Jika sang ayah tahu anak perempuannya disakiti oleh orang lain, pasti sang ayah akan merasa marah dan lebih dalamnya merasakan kesedihan. Nuri tidak ingin jika nanti sang ayah mengetahui jika dirinya pernah terluka karena laki-laki. Kini biarlah luka itu sembuh dan mengering tanpa dicongkel lagi.“Loh kok ke kamar sih? Kita ‘kan masih bincang-incan

  • The Last Hug   Karena dibuntuti

    Sejak siang tadi, hati Nuri merasa tidak enak. Rasanya hati Nuri sangat berat namun entah apa yang membuatnya terasa seperti itu. Dorongan kuat dalam hatinya untuk menghubungi sang kekasih begitu menyiksanya. Isi hati Nuri menyuruhnya untuk menelpon Mas Dendi. Tapi pikirannya mencegah ia untuk melakukan hal tersebut dengan alasan ia harus membiarkan kekasihnya itu beristirahat supaya cepat pulih.Karena tidak ingin terus burung saat memikirkan kekasihnya, Nuri berniat untuk mencari udara segar dengan berjalan-jalan di luar sembari menikmati senja dan keindahan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.Langkah kaki Nuri membawanya pada sebuah tempat yang tidak jauh dari rumah. Sebuah alun-alun kecil yang terletak di tengah-tengah perumahan tersebut terlihat begitu ramai oleh anak-anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya.Sinar jingga kekuningan dapat dinikmati dengan jelas dari tempat tersebut. Nuri yang memang ber

  • The Last Hug   Janji untuk mentraktir kopi

    Jam yang terpampang jelas di dinding ruangan tersebut sudah menunjukkan pukul 15. 00 atau pukul 3 sore yang berarti sudah waktunya untuk para pekerja menghentikan aktivitasnya dan pulang untuk beristirahat dari segala pekerjaan yang telah dilakukannya hari ini.Sambil membereskan beberapa file yang berada di mejanya, TV melirik sedikit-sedikit pada layar ponsel yang berada di sebelah kiri tangan Nuri. Sebuah kabar Yang dinanti oleh Nuri meskipun pada kenyataannya mungkin pesan itu tidak akan masuk kedalam aplikasi yang berada dalam ponsel Nuri. Sampai file yang dibereskannya pun rapi, tidak ada tanda-tanda bahwa pesan tersebut akan diterima oleh Nuri.Saat orang lain sudah membubarkan diri dari ruangan tersebut, Nuri masih saja duduk di kursinya dan melamun sejenak. Sosok pria yang dicintainya terus saja membayangi pikiran Nuri sehingga ia tidak bisa tenang sedikitpun.Tanpa Nuri sadari, seseorang diam-diam memperhatikannya dari jar

  • The Last Hug   Telepon dari Mas Dendi

    Saat melihat nama Mas Dendi di layar ponsel, betapa senangnya Nuri terlihat dari raut wajahnya yang menunjukkan ekspresi tersenyum bahagia dengan sudut mata yang mengkerut. Dengan satu kali usapan menggunakan ibu jari pada layar ponselnya, Nuri menyambungkan panggilan telepon dari sang kekasih.“Halo Mas,” ucap Nuri untuk mengawali pembicaraan di antara mereka.“Ya halo Vi,” halo seseorang di seberang sana.“Bagaimana kabarnya Mas? Proses pemeriksaan kemarin berjalan lancar saja kan?” Tanya Nuri.“Iya baik-baik saja.”“Syukurlah jika begitu Mas. Nanti pulang kerja, aku ke rumah ya Ma?”“Tidak perlu. Kamu bekerja saja dengan fokus. Setelah pulang jangan kemana-mana lagi. Ke rumah saja langsung. Aku juga ingin istirahat dan tidak ingin diganggu,” kata Dendi. Tanpa menunggu jawaban dari Nuri, Dendi langsung memutuskan sambungan telepon.Baru saja Nuri membuka mulutnya untuk berbicara, tapi suara panggilan terputus ter

  • The Last Hug   Bersiap-siap

    Dengan tubuh yang lemas, Nuri bangikit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Mulutnya sedikit terbuka karena mneguap, namun mulutnya itu ia tutupi dengan tangan kanannya supaya tidak serangga yang masuk. Dengan mata yang masih perih, Nuri berjalan seraya mengucek matanya.Aroma masakan Bunda tercium hingga ke kamar mandi. Nuri yang sedang menggosok gigi segera saja menyelesaikan aktivitasnya itu untuk cepat-cepat membersihkan diri. Sekitar 5 menit berlalu, Nuri akhirnya selesai mandi. Begitu kelaur dari kamar mandi, Nuri menajamkan indera penciumannya untuk membaui aroma yang dihasilkan dari masakan Bunda. Nasi goreng! Itulah aroma yang tercium oleh hidung Nuri.“Bunda…” sapa Nuri seraya memeluk sang bunda dari arah belakang.“Hmm,” balas bundanya tanpa menoleh sedikitpun pada Nuri. Beliau masih fokus dengan masakannya.“Bun, nanti buat bekal kerja, Nuri mau bikin salad ya. Supay

  • The Last Hug   Luapan emosi

    “Bisakah hubungan kita berdua usia tanpa ada pertemuan atau pertanyaan dari siapapun lagi?” tanya Nuri begitu tenaganya terkumpul. Ia berucap dengan hati yang sangat berat. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya menyakitkan bagi orang yang ditanya dan bagi yang bertanya.“Bisakah orang-orang terdekatku melupakanmu dengan mudah layaknya kau yang melupakanku dalam jangka waktu yang lama. Tak bisakah ingatan tetangmu terhapus begitu saja dari pikiran orang-orang tersayangku?” tanya Nuri dengan air mata yang sudah menggenang di kelopak mata.Orang yang diberikan pertanyaan tersebut hanya diam terpaku mendengar Nuri melemparkan pertanyaan yang sangat sulit untuk di jawab. Waktu serasa berhenti dan hanya menyisakan mereka berdua di tengah suasana yang menyayat hati.“Tidakkah kau memikirkan tentang perasaan orang-orang tersayangku begitu mengetahui kenyataan yang sebenarnya? Tidakkah kau mengetahui seberapa hancurnya pe

  • The Last Hug   Dia yang pernah pergi

    “Ayahhh!” teriak Nuri seraya berdiri dari kursinya. Ia berlari menuju ruang keluarga lalu memeluk sosok yang sangat dirindukannya. Sudah lama dirinya itu tidak bertemu dengan sosok pria tangguh yang menjadi kebanggannya.Sang ayah membentangkan kedua tangannya untuk memberikan pelukan pada anak semata wayangnya. Nuri menyambut tangannya ayahnya dengan pelukan yang sangat erat. Ia melingkarkan kedua tangannya pada tubuh sang ayah. Sebuah lengan yang besar membelai rambutnya. Pucuk kepala Nuri terasa hangat karena dicium oleh sang ayah.Tanpa terasa, buliran bening yang hangat menetes di pipi Nuri. Perasaan didalam hatinya tak bisa disembunyikan dengan baik. Ia benar-benar bahagia atas keberadaan sang ayah yang sudah lama tidak ia temui.Sang ayah yang memang bekerja di luar negeri menjadi Kedutaan Besar Indonesia di Negara India, mengharuskan dirinya tinggal disana dan pulang selama beberapa bulan sekali. Sehingga Nuri hanya ti

  • The Last Hug   Dia yang dinanti

    Karena bajunya sudah basah seluruhnya, Nuri bergegas membersihkan dirinya dari sisa-sisa air hujan dan segera mengganti bajunya dengan pakaian yang sangat hangat supaya bisa menghilangkan rasa dingin yang sejak tadi membalut dirinya.Seraya Nuri mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, matanya terus saja melirik ke arah layar ponsel yang berada tak jauh dari posisinya saat itu. Dengan harap-harap cemas, Nuri menunggu sebuah pesan atau telepon dari seseorang yang dinantikannya sejk tadi siang.Beguti lama dirinya menunggu, hingga akhirnya sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya tepatnya pada sebuah aplikasi berwarna hijau. Dengan gesit tangan Nuri meraih benda pipih tersebut dan memencet pesan tersebut.Tapi sayang, ternyata pesan yang datang tersebut bukan dari orang yang sedang dinantinya. Pesan itu berasal dari seseorang yang sangat dikenalnya. Seseorang yang selalu ada di setiap kehidupannya. Namun Nuri tidak tahu kehadiran o

  • The Last Hug   Hari yang muram

    Kala itu,cuaca di luar ruangan begitu muram. Wajah langit sudah mulai memucat. Matahari tertutup oleh gumpalan-gumpalan awan hitam sehingga keindahan sinarnya yang kekuningan tak terlihat dan tidak terasa kehangatannya.Sepoi-sepoi angin terasa begitu dingin menghantam. Meskipun telah menggunakan pakaian yang sangat rapat, tapi rasanya angin tersebut masih bisa menembusnya sehingga bulu-bulu halus di sekitar tangan menjadi berdiri karena saking dinginnya udara yang menerpa.Seorang wanita terlihat berdiri di depan sebuah gedung tinggi dengan tangannya yang sibuk memegang ponsel dan matanya sibuk menatap layar datar tersebut. Raut wajahnya tampak seperti orang yang terburu-buru. Entah apa yang membuatnya terlihat demikian.“Ah kenapa tidak ada satu pun yang nyangkut sih?! Padahal aku sedang terburu-buru sekali,” keluh wanita tersebut. Entah apa yang dimaksud dengan kata nyangkut tersebut. Tapi tampaknya raut wajah dari gadis te

DMCA.com Protection Status