Share

Bab 2

Setelah kehilangan kesadarannya selama beberapa jam, Zata akhirnya bisa merasakan keadaan di sekitar. Rasa sakit yang ada di kepalanya juga tak separah kala dia bangun setelah mabuk semalaman. Tubuhnya terasa nyaman, mungkin karena ranjang ini lebih empuk daripada kasur yang dia pakai biasanya.

"Pingsan?" gumamnya. Perlahan dia bangkit dan menyapu pandangan. Ruangan ini sangat luas. Kalau di dunia nyata pasti para artis terkenal yang memilikinya. Walau keluarga Zata cukup kaya, dia tak pernah kepikiran memiliki kamar megah begini.

"No ... Nona!" teriak seseorang dari arah pintu. Dia berlari tergesa-gesa setelah meletakkan baskom berisi air hangat ke atas nakas, kemudian mendekati sisi ranjang Zata. "Bagaimana keadaan, Nona?"

"Gue ... ehem--"

Aku harus segera terbiasa dengan cara bicara di tempat ini, pikir Zata.

"... aku habis pingsan?"

"Benar, Nona. Saya sangat cemas. Untung ada Tuan Muda Gaffar yang tidak sengaja lewat. Beliau menggendong Nona ke sini karena kalau sampai Tuan Duke tau, beliau akan sangat marah."

Gaffar? Apa dia si buruk rupa itu? pikir Zata. Kalau sesuai dengan alur cerita yang diceritakan Inggit, sekarang Zata berada di dunia Alenda dan akan dijual ke seorang raja beringas mata keranjang di ujung benua. Kenyataannya, Zata sama sekali tak tau bagaimana akhir cerita atau konflik yang terjadi di sini. Kalau saja dia bisa memiliki sedikit ingatan dari Alenda ....

Eh, tunggu!

Zata bangkit dari tempatnya dan berjalan ke cermin besar milik Alenda. Saat menyentuh wajahnya, Zata baru sadar kalau dia sama sekali tidak memasuki tubuh Alenda. Bukan jiwanya yang berpindah, melainkan tubuhnya.

Karena wajah ini ... adalah wajah asli Zata!

"Inggit-- maksudku, Anggita!"

"Iya, Nona?" Anggita berjalan mendekat dan berdiri di belakang Zata.

"Apa benar ini wajahku?"

"Iya, Nona. Nona memang secantik ini," kata Anggita langsung.

Apa yang terjadi? Harusnya nggak begini. Apa sebenarnya aku hanya mirip dengan Alenda dan Alenda asli masih ada di sini? Kalau begitu, posisiku bahaya. Kalau Alenda asli muncul, aku bisa disebut penipu dan berakhir dibunuh. Ya, kan?! batin Zata yang sudah mengumpulkan segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Anggita."

"Ya, Nona?"

"Aku perintahkan padamu untuk menceritakan semua hal yang kamu tau tentangku!" titah Zata pada Anggita.

"Ke--kenapa ... Nona?"

"Sebenarnya saat di hutan, aku mengalami kecelakaan." Zata menatap lurus bayangannya di cermin. "... dan setelahnya aku tak ingat apa pun tentang diriku. Bisakah kamu menceritakannya?"

Setelah mendengar itu, Anggita kembali bersujud, minta dihukum penggal karena menjadi penyebab Zata kecelakaan. Padahal Zata sengaja berbohong agar lebih mudah menjelaskan kondisinya secara logis pada Anggita. Tidak Zata sangka bahwa gadis itu akan menangis tersedu-sedu.

Tapi kalau Zata perhatikan baik-baik, wajahnya terlalu muda kalau dikatakan pindah dunia. Sepertinya, dia mengikuti alur waktu di dunia ini dan kembali saat dirinya masih berusia 14 tahun. Buktinya, masih belum ada jerawat yang tumbuh di wajahnya.

Pas banget waktu kulitku masih mulus, batin Zata.

Setelah mendengar penjelasan dari Anggita, akhirnya Zata paham akan beberapa hal yang juga sempat dijelaskan Inggit ketika dirinya masih ada di dalam bioskop.

Sekarang Zata adalah Alenda Laqueen Celsion, putri bungsu Duke Celsion yang lahir dari rakyat biasa. Dulunya ibu Alenda merupakan teman akrab Duke Celsion saat menyamar menjadi rakyat biasa ketika melakukan peninjauan wilayah. Karena perbedaan status, akhirnya Duke harus menerima pernikahan politik yang dibuat orang tuanya bersama Putri sulung Count Andreas. Pernikahan dengannya melahirnya anak kembar bernama Gaffar Celsion dan Galya Celsion. Mereka lebih tua tiga tahun dari Alenda.

Sehingga bisa dibilang, lahirnya Alenda adalah dari sebuah perselingkuhan. Walaupun sudah beristri, Duke Celsion yang sebenarnya sudah jatuh hati pada Reya, ibunya Alenda, tetap berhubungan hingga lahirlah Alenda. Walau sayangnya, Reya harus kehilangan nyawa saat melahirkan Alenda. Mendengar permintaan terakhir Reya di detik-detik kematiannya, Celsion tak punya pilihan selain menerima keberadaan Alenda dan memberikan posisi untuknya.

Dan tentu saja, Alenda yang merupakan anak hasil perselingkuhan dipandang rendah sekaligus disiksa oleh ibu tirinya. Para pelayan yang merasa bahwa Alenda adalah putri yang diabaikan jadi ikut-ikutan mengucilkan Alenda.

Rencana kabur Alenda yang meminta bantuan Anggita itu dimulai saat beredar rumor bahwa Duke Celsion akan mengirim Alenda sebagai istri Raja Gavier Hephaestus dari Kerajaan Disappear. Tentu saja, Alenda yang memiliki sifat penakut, cengeng, dan lemah pasti memilih kabur daripada menyerahkan hidupnya pada makhluk kejam itu.

"Aduh ... pusing banget! Oke, sekarang aku ngerti semuanya," ucap Zata sembari mengurut pelipisnya sebab informasi yang dijelaskan Anggita bergantian menghantam kepala Zata.

"Nona harus kuat! Nona pasti bisa melewatinya, saya yakin itu."

Zata meletakkan tangannya di kedua bahu Anggita. Sekarang, satu-satunya orang yang tulus pada Alenda di dunia ini hanyalah Anggita. "Terima kasih atas semua yang kamu lakukan untukku. Aku akan melindungimu, jadi kalau keputusan soal pernikahan itu resmi dibuat ... aku akan membawamu bersamaku! Tempat ini tidak aman untuk ditinggali."

"Apa maksudnya ...."

"Aku harus melakukan sesuatu."

Setidaknya untuk melindungi nyawaku karena tubuh ini asli tubuhku, batin Zata.

Anggita segera menahan tangan nonanya yang ada di bahunya. "Tunggu, Nona! Nona tidak harus melakukan itu. Bahkan saya tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Nona kalau harus menikah dengan raja keji itu! Nona kan masih kecil."

Yah, itu benar. Tapi aku hanya kecil di badan saja. Pikiranku adalah wanita berusia 22 tahun, batin Zata.

"Tenanglah, aku baik-baik saja. Setelah berusaha memahami keadaan, aku--"

Brak!

"Saya menghadap pada Nona Alenda! Ada perintah untuk menemui Tuan Duke di ruang utama jadi Nona ... persilakan saya untuk mengantar Anda."

Kening Zata berkerut. "Siapa dia?"

"Dia kepala pengurus rumah tangga, Nona. Namanya Tuan Sevon," jawab Anggita, menjelaskan.

"Nggak punya sopan santun," kata Zata langsung, membuat bola mata Sevon membulat, bahkan hampir keluar dari mata. Gadis kecil yang biasanya menunduk ketakutan, bahkan akan mengikuti langkahnya tanpa bantahan tiba-tiba merendahkannya?

"Maaf Nona? Apa maksudnya saya?"

Zata mendekap lengannya sembari berjalan mendekat. "Siapa lagi kalau bukan kau?"

"Tapi maaf, apa salah saya?"

"Siapa majikanmu?" tanya Zata dengan tatapan tajam.

"Maaf?"

"Apa aku perlu mengulanginya berulangkali?!"

Spontan Sevon menjawab, "Tuan Duke Celsion, Nona!"

"Lalu siapa aku?"

Sevon bingung, tapi dia patuh saja daripada dapat masalah. "Nona adalah putri Keluarga Celsion."

"Jadi, siapa yang lebih penting di sini? Aku ... atau kau?"

Kalau membicarakan siapa yang lebih banyak berjasa memang adalah Sevon, sebab dia sudah bekerja pada Keluarga Celsion dalam waktu yang lama. Namun, seberapa lama pun dia bekerja, Alenda lah yang lebih penting dari posisinya karena ikatan darah yang dia miliki oleh kepala Keluarga Celsion.

"Tentu saja ... Nona Alenda Laqueen Celsion."

Plak!

Sevon, pria dewasa berusia 38 tahun itu ditampar gadis kecil di bawah umur ... apa itu mungkin?

Tentu saja mungkin kalau dia adalah anak majikannya. Karena saat pertama kali memutuskan bekerja, nyawa bawahan telah mereka sumpah setiakan untuk melindungi nama dan nyawa majikan.

"No ... na?" Anggita yang ada di sana tak kalah terkejut. Bagaimana mungkin nonanya melakukan itu? Ini adalah tindakan yang tidak benar!

Zata mengibas-ibas tangannya. "Renungkan kesalahanmu. Ketidaksopananmu untuk masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu sudah kelewatan. Aku adalah seorang putri dari Keluarga Celsion. Tindakanmu bisa disebut pelecehan jika kau masuk ke kamarku tanpa izin! Apa aku perlu mengatakan hal ini pada ayah?"

"I--itu ...." Sontak Sevon bersujud di hadapan Zata. Dia sadar bahwa gadis ini sudah berubah. Sehingga kalau dia ingin hidupnya aman, lebih baik dia tak berbuat macam-macam. "... mohon ampuni kelancangan saya, Nona! Saya pantas mati!"

Zata berjongkok, mengangkat dagu Sevon dengan jari telunjuknya. "Benarkah? Kau mau melakukan itu untukku?"

"A--apa? Sa--saya ...."

Pembohong.

"Aku becanda. Pergilah!"

"Ta--tapi ... Tuan Duke--"

"Aku akan pergi setelah mandi. Jadi, kubilang pergilah! Apa aku harus mengatakannya berulangkali?!" bentak Zata. Spontan Sevon berlari pergi dari kamar Alenda setelah membungkuk sebagai tanda hormat.

Zata menatap tajam kepergian Sevon.

Aku memang bukan Alenda. Aku juga tidak memiliki keinginan untuk hidup susah sebagai dirinya. Tujuanku di sini hanya untuk bertahan hidup karena aku harus kembali dalam kondisi baik-baik saja. Tapi, kalau mereka mencari masalah denganku, tentu saja aku ladeni, batin Zata.

"Nona ... Alenda?"

Zata menarik sebelah bibirnya, tersenyum smirk.

"Ya, sekarang panggil aku Alenda. Aku akan menjadi dirinya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status