Acara ilmu bela diri pedang hari ini akan diakhiri dengan pertandingan Pan melawan Chou Lee. Seorang penantang dari Timur berkulit gelap. Bangku penonton sudah ramai sejak pertandingan Shi Jiu. Mereka masih sibuk membicarakan teknik berpedang Shi Jiu kali ini. Melihat gaya baru bertarung jagoan mereka seakan membawa angin segar. “Aku tidak sangka, Shi Jiu bisa bermain agresif seperti itu!” salah seorang penonton berseru. Dari raut wajahnya jelas terlihat ia menikmati.“Kemarin dia menyerang dengan teknik pedang keseluruhan. Tapi hari ini, gabungan Taijutsu dan pedang membuat rahangku hampir jatuh!” teman yang lain ikut menimpali. “Sebenarnya darimana dia belajar banyak teknik ilmu pedang?”Celetukan dari salah seorang penonton seakan menarik perhatian semua dengan pertanyaanya. Biasanya ahli pedang akan berguru di satu tempat saja. Entah itu aliran dari Sembilan Sekte, atau dari guru tanpa nama. Sehingga biasanya pendekar pedang memiliki satu gaya bertarung, tidak lebih. Mereka sela
Shi Jiu tanpa sadar menahan napas saat melihat sepasang kaki muncul di depan kolong meja. Perempuan muda dengan pakaian terusan berwarna hijau lumut dan celana bahan panjang berwarna putih. Ia sibuk mencari dan merapikan dokumen di atas meja tempat Shi Jiu bersembunyi. Sekitar dua sampai tiga menit Shi Jiu merasa jantungnya berdebar kuat. Sampai akhirnya kaki jenjang itu menjauh dari meja. Suara pintu geser dibuka lalu ditutup juga terdengar kemudian. Barulah Shi Jiu bisa bernapas lega. “Tadi dia bilang, Tuan Shi Kang? Mungkin saja itu nama pria tua tadi yang hendak diikuti Pan.” Shi Jiu segera keluar dari kolong meja dan berlari menuju pintu geser. “Aku tidak boleh kehilangan jejak perempuan itu!”Untunglah perempuan muda itu belum jauh. Shi Jiu dengan cepat menemukan dan mengikutinya diam-diam. Sekitar satu menit berjalan, tibalah dia di depan sebuah kamar besar di lantai paling atas. Sebuah pintu berdaun dua dengan corak kuda putih berdiri di tepi jurang. Indah sekaligus terkesan
Suasana di Kota Wuzhishan semakin ramai, dipenuhi lampion sepanjang jalan. Membuat malam di kota yang seharusnya gersang begitu meriah. Semua orang pergi keluar, entah masuk ke dalam bar, atau minum di luar. Memenuhi bangku-bangku pedagang kaki lima. Anak-anak berlari sambil membawa lampion kecil. Seluruh warga bersuka cita menyambut puncak perayaan seni bela diri di malam indah ini. Tempat menginap Shi Jiu bersama rekan-rekan naganya juga tidak kalah ramai. Sebagian ruangan dipenuhi pria dewasa berusia sekitar 40-50 keatas. Mereka semua adalah penduduk lokal yang tumbuh besar bersama. Sebagian pengunjung perempuan memilih bantu-bantu mengantar makanan atau minuman. Mengingat pemilik dari penginapan adalah sepasang lansia murah hati.Huanglong sudah sejak tadi bergabung dengan kelompok bapak-bapak. Mereka tengah bermain kartu dengan taruhan kecil berupa perintah bagi yang kalah untuk minum segelas arak keras. Meski naga kuning memiliki toleransi alkohol lebih tinggi dari manusia. Keb
Ketika Shi Jiu bersama tiga naga datang. Danau Gang sudah dipenuhi penduduk lokal maupun wisatawan. Ada beberapa keluarga kecil menggelar karpet, duduk ditemani cemilan. Sebagian lagi para pasangan muda, duduk berpelukan, bercanda satu sama lain, saling suap menyuapi. Melihat pemandangan penuh mesra itu membuat Shi Jiu merasa ditampar realita.“Aku jomblo, aku diam…” keluhnya dengan nada pelan. “Jomblo itu apa?” sayangnya suara kecilnya tidak luput dari telinga tajam Huanglong. Shenlong di samping ikut menimpali, “artinya seseorang yang tidak memiliki pasangan.”“HA HA HA!” seperti yang Shi Jiu kira, Huanglong sontak tertawa terbahak. “Terima kasih sudah menjelaskannya, Shenlong.” ucap Shi Jiu menyindir halus.“Sama-sama, Shi Jiu!” Sayangnya naga biru tidak memahami, malah mengira ia mendapatkan pujian. Shi Jiu mengusap wajah kasar melihat senyum bangga Shenlong. Ia menoleh ketika sepasang lengan merangkulnya dari belakang. Longwang memposisikan dagunya di bahu kecil Shi Jiu. Ia m
Kembali ke hari sebelum pertandingan.“Cobalah memakai jurus Taijutsu Pedang di pertandingan berikutnya.”Tiga pasang mata sontak melihat ke arah Shenlong. Naga biru tengah menyesap teh hijau dengan tenang. Berbeda sekali dengan ucapan serupa bom itu. Tidak ada aba-aba lebih dulu lalu BUM! Mengejutkan semua orang di meja makan. Kening pengendali angin dan hujan itu mengerut. Menatap balik tiga orang di depannya.“Kenapa melihatku seperti itu?” tanyanya. Setelah sempat saling pandang sambil saling sikut. Huanglong akhirnya yang bicara. Berhubung di antara para naga. Memang naga kuning lebih tua dari naga laut. Pasrah dijadikan tumbal dua bocah di sampingnya. Lagi pula, mereka berdua memang sudah sering berdebat. Lebih tepatnya, Huanglong suka cari gara-gara karena bosan. “Bukannya aku tidak senang. Shi Jiu memakai salah satu jurus yang aku ajarkan. Tapi bukankah Taijutsu Pedang terlalu gerakan dasar untuk pertandingan nanti?” sebagai awal, Huanglong lebih dulu mencoba bersikap logis.
“Selamat pagi, Shi Jiu!” Pan menyapa ramah di ruang tunggu. Pemuda dengan rambut perak bermata emas itu menghampiri. Ia mengulurkan sebuah bakpao daging. “Kau sudah sarapan? Mau makan ini bersamaku, tidak? Ah! Kemarin aku melihatmu di dekat danau. Pertunjukan tahunan di kota ini bagus, bukan? Kau pasti tidak bisa tidur setelah melihat sembilan puluh rakit seperti naga itu.”Sebagian partisipan sudah melirik Pan, kesal. Ruang tunggu semula hening dan menegangkan sebelum kedatangannya. Shi Jiu menghela nafas meski sudah terbiasa. Ia menerima bakpao daging lalu mengucapkan terima kasih. Remaja tanggung itu tersenyum lebar, duduk di samping Shi Jiu. “Sepertinya kau tegang karena kita akan berhadapan di pertandingan final nanti.” Pan berhasil menebak Shi Jiu begitu mudah. Gadis itu tertawa datar, “kau juga sudah lihat, rupanya…”Tidak ada lagi percakapan setelahnya. Shi Jiu lebih memilih diam, sementara Pan memperhatikannya lekat-lekat. Sampai akhirnya ia kembali bicara, memecah kesuny
“HAAA!!”Tebasan pedang bergerak lurus. Giryu menyerang tanpa memberikan celah pada lawan. Ia adalah seorang pemuda berambut hitam pendek. Memakai baju dalaman hitam dengan luaran hijau lumut. Mata hitamnya bergerak liar membaca arah gerakan pedang lawan. Seorang remaja seusianya. Xian Er memiliki tubuh lebih kecil dari Giryu, mungkin itu sebabnya dia bergerak lincah. Giryu berdecak sebal tiap kali pedangnya hanya menebas angin. “Berhenti menghindar! Bajingan tengik. Kau ini pendekar atau seekor lalat?!” Giryu melompat sekali lagi, menghunuskan pedang. Kali ini terjadi pertemuan pedang. Suara nyaring disertai percikan dari gesekan benda tajam hilang-timbul. Xian Er sontak berjongkok demi menghindari tebasan mendatar dari Giryu. Sedetik kemudian ia sudah menendang dagu lawan. Giryu terhuyung ke belakang. “Hufh! Aku tidak boleh kalah di sini!” Xian Er kembali menyemangati diri. Dia adalah seorang pendekar pedang tanpa guru. Aliran pedangnya terbentuk dari bertahun-tahun pengamatan
“Sudah saatnya aku kembali,” ucap Shi Jiu. Tiga naga mengangguk, masing-masing memberikan dukungan, menyemangati. “Aku tahu, kau itu kuat. Meski begitu mohon tetap berhati-hati. Jangan terluka, mengerti?” Longwang yang pertama bicara.Kemudian dilanjutkan Huanglong, “Jangan mempermalukanku. Kau harus menang, Shi Jiu! Ingat, kau berhasil mengalahkanku, salah satu dari sembilan naga. Jadi tidak boleh kalah dari manusia biasa, mengerti?”Shi Jiu tertawa datar, ia belum bilang kalau identitas Pan juga naga. Shenlong terakhir memberi ucapan semangat. Ia mendekat satu langkah, menepuk pundak sang gadis. Segaris senyum bangga diberikan pada Shi Jiu. “Tunjukan kemampuan terbaikmu, Shi Jiu. Bungkam dia karena sudah meremehkanmu.”“Ya. Itu pasti.” Shi Jiu menjawab mantap. Gadis itu segera balik badan, berlari kembali menuju ruang tunggu. Tiga naga menatap punggung kecil sebelum hilang di balik dinding. Mereka tetap dia di sana meski Shi JIu sudah tidak kelihatan. Semua demi menunggu sosok