Ketika Shi Jiu bersama tiga naga datang. Danau Gang sudah dipenuhi penduduk lokal maupun wisatawan. Ada beberapa keluarga kecil menggelar karpet, duduk ditemani cemilan. Sebagian lagi para pasangan muda, duduk berpelukan, bercanda satu sama lain, saling suap menyuapi. Melihat pemandangan penuh mesra itu membuat Shi Jiu merasa ditampar realita.“Aku jomblo, aku diam…” keluhnya dengan nada pelan. “Jomblo itu apa?” sayangnya suara kecilnya tidak luput dari telinga tajam Huanglong. Shenlong di samping ikut menimpali, “artinya seseorang yang tidak memiliki pasangan.”“HA HA HA!” seperti yang Shi Jiu kira, Huanglong sontak tertawa terbahak. “Terima kasih sudah menjelaskannya, Shenlong.” ucap Shi Jiu menyindir halus.“Sama-sama, Shi Jiu!” Sayangnya naga biru tidak memahami, malah mengira ia mendapatkan pujian. Shi Jiu mengusap wajah kasar melihat senyum bangga Shenlong. Ia menoleh ketika sepasang lengan merangkulnya dari belakang. Longwang memposisikan dagunya di bahu kecil Shi Jiu. Ia m
Kembali ke hari sebelum pertandingan.“Cobalah memakai jurus Taijutsu Pedang di pertandingan berikutnya.”Tiga pasang mata sontak melihat ke arah Shenlong. Naga biru tengah menyesap teh hijau dengan tenang. Berbeda sekali dengan ucapan serupa bom itu. Tidak ada aba-aba lebih dulu lalu BUM! Mengejutkan semua orang di meja makan. Kening pengendali angin dan hujan itu mengerut. Menatap balik tiga orang di depannya.“Kenapa melihatku seperti itu?” tanyanya. Setelah sempat saling pandang sambil saling sikut. Huanglong akhirnya yang bicara. Berhubung di antara para naga. Memang naga kuning lebih tua dari naga laut. Pasrah dijadikan tumbal dua bocah di sampingnya. Lagi pula, mereka berdua memang sudah sering berdebat. Lebih tepatnya, Huanglong suka cari gara-gara karena bosan. “Bukannya aku tidak senang. Shi Jiu memakai salah satu jurus yang aku ajarkan. Tapi bukankah Taijutsu Pedang terlalu gerakan dasar untuk pertandingan nanti?” sebagai awal, Huanglong lebih dulu mencoba bersikap logis.
“Selamat pagi, Shi Jiu!” Pan menyapa ramah di ruang tunggu. Pemuda dengan rambut perak bermata emas itu menghampiri. Ia mengulurkan sebuah bakpao daging. “Kau sudah sarapan? Mau makan ini bersamaku, tidak? Ah! Kemarin aku melihatmu di dekat danau. Pertunjukan tahunan di kota ini bagus, bukan? Kau pasti tidak bisa tidur setelah melihat sembilan puluh rakit seperti naga itu.”Sebagian partisipan sudah melirik Pan, kesal. Ruang tunggu semula hening dan menegangkan sebelum kedatangannya. Shi Jiu menghela nafas meski sudah terbiasa. Ia menerima bakpao daging lalu mengucapkan terima kasih. Remaja tanggung itu tersenyum lebar, duduk di samping Shi Jiu. “Sepertinya kau tegang karena kita akan berhadapan di pertandingan final nanti.” Pan berhasil menebak Shi Jiu begitu mudah. Gadis itu tertawa datar, “kau juga sudah lihat, rupanya…”Tidak ada lagi percakapan setelahnya. Shi Jiu lebih memilih diam, sementara Pan memperhatikannya lekat-lekat. Sampai akhirnya ia kembali bicara, memecah kesuny
“HAAA!!”Tebasan pedang bergerak lurus. Giryu menyerang tanpa memberikan celah pada lawan. Ia adalah seorang pemuda berambut hitam pendek. Memakai baju dalaman hitam dengan luaran hijau lumut. Mata hitamnya bergerak liar membaca arah gerakan pedang lawan. Seorang remaja seusianya. Xian Er memiliki tubuh lebih kecil dari Giryu, mungkin itu sebabnya dia bergerak lincah. Giryu berdecak sebal tiap kali pedangnya hanya menebas angin. “Berhenti menghindar! Bajingan tengik. Kau ini pendekar atau seekor lalat?!” Giryu melompat sekali lagi, menghunuskan pedang. Kali ini terjadi pertemuan pedang. Suara nyaring disertai percikan dari gesekan benda tajam hilang-timbul. Xian Er sontak berjongkok demi menghindari tebasan mendatar dari Giryu. Sedetik kemudian ia sudah menendang dagu lawan. Giryu terhuyung ke belakang. “Hufh! Aku tidak boleh kalah di sini!” Xian Er kembali menyemangati diri. Dia adalah seorang pendekar pedang tanpa guru. Aliran pedangnya terbentuk dari bertahun-tahun pengamatan
“Sudah saatnya aku kembali,” ucap Shi Jiu. Tiga naga mengangguk, masing-masing memberikan dukungan, menyemangati. “Aku tahu, kau itu kuat. Meski begitu mohon tetap berhati-hati. Jangan terluka, mengerti?” Longwang yang pertama bicara.Kemudian dilanjutkan Huanglong, “Jangan mempermalukanku. Kau harus menang, Shi Jiu! Ingat, kau berhasil mengalahkanku, salah satu dari sembilan naga. Jadi tidak boleh kalah dari manusia biasa, mengerti?”Shi Jiu tertawa datar, ia belum bilang kalau identitas Pan juga naga. Shenlong terakhir memberi ucapan semangat. Ia mendekat satu langkah, menepuk pundak sang gadis. Segaris senyum bangga diberikan pada Shi Jiu. “Tunjukan kemampuan terbaikmu, Shi Jiu. Bungkam dia karena sudah meremehkanmu.”“Ya. Itu pasti.” Shi Jiu menjawab mantap. Gadis itu segera balik badan, berlari kembali menuju ruang tunggu. Tiga naga menatap punggung kecil sebelum hilang di balik dinding. Mereka tetap dia di sana meski Shi JIu sudah tidak kelihatan. Semua demi menunggu sosok
Ujung pedang menghadap permukaan tanah. Pemiliknya menatap lurus ke arah lawan. Tekanan kuat penuh intimidasi tidak membuatnya gentar. Tepat saat wasit berseru. Panlong menghilang dari pandangan. Sekelebat cahaya putih serupa uap muncul tiba-tiba. Gadis itu sontak menarik pedang. Bertahan. Dia melakukannya tepat waktu. Panlong sudah berada di depan dengan pedang menghunus. Tabrakan dari dua bilah pedang terjadi. Ugh! Berat sekali! Shi Jiu membatin.Tidak kuat menahan serangan. Tubuh gadis itu terpental bersama angin kuat. Penonton membuka mulut. Tiga naga berseru cemas. “Shi Jiu!”Jika dia keluar dari arena maka tamat sudah. Shi Jiu memaksakan tubuhnya berputar di tengah udara. Menjatuhkan diri sebelum terhempas lebih jauh. Celah itu digunakan Panlong untuk menyerang. Sosoknya sudah tiba-tiba muncul di belakang Shi Jiu. Gadis itu tidak sempat bereaksi. Ujung gagang pedang memukul telak punggung Shi Jiu. Menjatuhkannya. BUM! Asap mengepul kuat hilang tepat setelah Panlong kembali m
Pertarungan masih terus berlanjut. Tidak ada yang mau mengalah. Shi Jiu merangsek maju menggunakan aliran pedang Shenlong. Aliran pedang Panlong memiliki kemiripan dengan teknik berpedang Longwang. Elemen angin jelas lebih kuat melawan elemen air. Itulah alasan mengapa Shi Jiu memutuskan menggunakan jurus-jurus Shenlong.“Kami para naga telah lama memperhatikan alam. Dengan mengamati, mencoba meniru mereka, maka kami dapat menciptakan satu-dua jurus hanya milik kami seorang.” Begitulah kata Shenlong ketika mengajari Shi Jiu. Serangan lurus mengarah pada Shi Jiu. Gadis itu sontak melentingkan tubuhnya ke belakang. Menghindar. Detik berikutnya dia sudah melompat, mengeluarkan jurus dari Naga Pengendali Angin dan Hujan lainnya. “Angin Lembah Ketiga!” Shi Jiu berseru, pusaran angin terbentuk dari tebasan pedang. Menciptakan empat sabetan angin mengarah pada Panlong. Satu-dua serangan melukai tubuh Panlong. Tidak hanya lawannya yang terluka, Shi Jiu juga menerima telak. Baju bagian leng
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan