“Selamat pagi, Nyonya Ping. Hari ini cuacanya cerah dan udara juga terasa segar. Kebetulan sekali aku menemukan bunga yang keindahannya mirip Nyonya.” Panlong menyapa seorang wanita tua pemilik toko aksesoris buatan tangan khas Kota Wuzhishan. Nyonya Ping terkekeh pelan, rona merah merekah di pipinya yang memiliki kerutan tanda penuaan. Meski begitu senyum yang ia berikan pada Panlong sama cantiknya dengan bunga pemberian sang naga. “Terima kasih Xiao Pan, kau ini memang selalu pandai bicara.” Nyonya Ping menerima buket bunga dari Panlong. Lalu sebagai gantinya, wanita tua itu memberikan syal rajut berwarna abu-abu tua. “Pakailah saat malam, udara menjadi lebih dingin karena sudah dipenghujung akhir tahun.” Panlong menerimanya dengan senyuman lebar, “terima kasih, Nyonya Ping. Aku tidak akan kedinginan lagi berkat dirimu.” Beberapa penduduk segera menghampiri Panlong, menyapa remaja berusia belasan tahun itu. Mereka terlihat akrab, tidak ada pula kecanggungan dalam interaksi. Seak
Kota Shihezi tengah dilanda hujan angin sore ini. Atap-atap rumah bergetar, berjuang keras agar tidak lepas dan terlempar dari posisi. Gemuruh angin bagai lolongan binatang buas, memekakan telinga. Namun para warga yang berlindung di rumah masing-masing nampak tenang. Mereka duduk berkumpul bersama ditemani secangkir teh hangat. “Mama, teh hijau kali ini enak sekali,” ucap seorang bocah berusia sepuluh tahun. “Xiao Lie suka dengan teh kali ini?” sang ibu bertanya dengan wajah ramah. Anak itu mengangguk, kembali menyesap teh hangat di cuaca dingin akibat badai. “Hangat dan enak!”Raut wajah mereka jelas tidak menunjukan kekhawatiran, justru terlalu santai. Itu semua karena badai hujan seperti ini, bukanlah hal baru bagi penduduk di wilayah kekuasaan Naga Angin Shenlong. Ketakutan terbesar dan teror sesungguhnya telah hilang beberapa bulan lalu. Tidak ada lagi insiden anak hilang di kota ini. Tidak ada lagi rumor mengenai sang naga menginginkan anak kecil sebagai tumbal. “Mama, kapa
Saat pertandingan dimulai, Shi Jiu segera mengambil kuda-kuda. Matanya bergerak mengikuti pergerakan lawannya. Ghe Zhang menyeringai bagai pemburu dan menyerang lebih dulu. Suara denting pedang beradu terdengar, dari atas ke bawah, meski semua berhasil ditangkis. Shi Jiu melakukan salto ke belakang lalu balas menyerang. Ia melakukan teknik menusuk berulang kali sambil maju setiap satu langkah. Ghe Zhang berhasil menahan dengan pedang lebarnya. Lalu mencoba mencari cela untuk membalas serangan. Pemuda itu melakukannya dengan tindakan yang tidak Jiu duga. Tangan besar menangkap salah satu tangan Jiu dan mencengkramnya erat. Sementara tangan satu lagi mengayunkan pedang. Jiu berpikir cepat, menggunakan tangan yang bebas untuk memotong gerakan Ghe Zhang. Gadis itu menangkis tepat di pergelangan tangan, sehingga menggagalkan serangan lawan.Tidak berhenti sampai situ, sang pemuda kembali menyerang. Kali ini Jiu merunduk demi menghindar, lalu mengangkat kepala sedetik sebelum pedang menge
Acara ilmu bela diri pedang hari ini akan diakhiri dengan pertandingan Pan melawan Chou Lee. Seorang penantang dari Timur berkulit gelap. Bangku penonton sudah ramai sejak pertandingan Shi Jiu. Mereka masih sibuk membicarakan teknik berpedang Shi Jiu kali ini. Melihat gaya baru bertarung jagoan mereka seakan membawa angin segar. “Aku tidak sangka, Shi Jiu bisa bermain agresif seperti itu!” salah seorang penonton berseru. Dari raut wajahnya jelas terlihat ia menikmati.“Kemarin dia menyerang dengan teknik pedang keseluruhan. Tapi hari ini, gabungan Taijutsu dan pedang membuat rahangku hampir jatuh!” teman yang lain ikut menimpali. “Sebenarnya darimana dia belajar banyak teknik ilmu pedang?”Celetukan dari salah seorang penonton seakan menarik perhatian semua dengan pertanyaanya. Biasanya ahli pedang akan berguru di satu tempat saja. Entah itu aliran dari Sembilan Sekte, atau dari guru tanpa nama. Sehingga biasanya pendekar pedang memiliki satu gaya bertarung, tidak lebih. Mereka sela
Shi Jiu tanpa sadar menahan napas saat melihat sepasang kaki muncul di depan kolong meja. Perempuan muda dengan pakaian terusan berwarna hijau lumut dan celana bahan panjang berwarna putih. Ia sibuk mencari dan merapikan dokumen di atas meja tempat Shi Jiu bersembunyi. Sekitar dua sampai tiga menit Shi Jiu merasa jantungnya berdebar kuat. Sampai akhirnya kaki jenjang itu menjauh dari meja. Suara pintu geser dibuka lalu ditutup juga terdengar kemudian. Barulah Shi Jiu bisa bernapas lega. “Tadi dia bilang, Tuan Shi Kang? Mungkin saja itu nama pria tua tadi yang hendak diikuti Pan.” Shi Jiu segera keluar dari kolong meja dan berlari menuju pintu geser. “Aku tidak boleh kehilangan jejak perempuan itu!”Untunglah perempuan muda itu belum jauh. Shi Jiu dengan cepat menemukan dan mengikutinya diam-diam. Sekitar satu menit berjalan, tibalah dia di depan sebuah kamar besar di lantai paling atas. Sebuah pintu berdaun dua dengan corak kuda putih berdiri di tepi jurang. Indah sekaligus terkesan
Suasana di Kota Wuzhishan semakin ramai, dipenuhi lampion sepanjang jalan. Membuat malam di kota yang seharusnya gersang begitu meriah. Semua orang pergi keluar, entah masuk ke dalam bar, atau minum di luar. Memenuhi bangku-bangku pedagang kaki lima. Anak-anak berlari sambil membawa lampion kecil. Seluruh warga bersuka cita menyambut puncak perayaan seni bela diri di malam indah ini. Tempat menginap Shi Jiu bersama rekan-rekan naganya juga tidak kalah ramai. Sebagian ruangan dipenuhi pria dewasa berusia sekitar 40-50 keatas. Mereka semua adalah penduduk lokal yang tumbuh besar bersama. Sebagian pengunjung perempuan memilih bantu-bantu mengantar makanan atau minuman. Mengingat pemilik dari penginapan adalah sepasang lansia murah hati.Huanglong sudah sejak tadi bergabung dengan kelompok bapak-bapak. Mereka tengah bermain kartu dengan taruhan kecil berupa perintah bagi yang kalah untuk minum segelas arak keras. Meski naga kuning memiliki toleransi alkohol lebih tinggi dari manusia. Keb
Ketika Shi Jiu bersama tiga naga datang. Danau Gang sudah dipenuhi penduduk lokal maupun wisatawan. Ada beberapa keluarga kecil menggelar karpet, duduk ditemani cemilan. Sebagian lagi para pasangan muda, duduk berpelukan, bercanda satu sama lain, saling suap menyuapi. Melihat pemandangan penuh mesra itu membuat Shi Jiu merasa ditampar realita.“Aku jomblo, aku diam…” keluhnya dengan nada pelan. “Jomblo itu apa?” sayangnya suara kecilnya tidak luput dari telinga tajam Huanglong. Shenlong di samping ikut menimpali, “artinya seseorang yang tidak memiliki pasangan.”“HA HA HA!” seperti yang Shi Jiu kira, Huanglong sontak tertawa terbahak. “Terima kasih sudah menjelaskannya, Shenlong.” ucap Shi Jiu menyindir halus.“Sama-sama, Shi Jiu!” Sayangnya naga biru tidak memahami, malah mengira ia mendapatkan pujian. Shi Jiu mengusap wajah kasar melihat senyum bangga Shenlong. Ia menoleh ketika sepasang lengan merangkulnya dari belakang. Longwang memposisikan dagunya di bahu kecil Shi Jiu. Ia m
Kembali ke hari sebelum pertandingan.“Cobalah memakai jurus Taijutsu Pedang di pertandingan berikutnya.”Tiga pasang mata sontak melihat ke arah Shenlong. Naga biru tengah menyesap teh hijau dengan tenang. Berbeda sekali dengan ucapan serupa bom itu. Tidak ada aba-aba lebih dulu lalu BUM! Mengejutkan semua orang di meja makan. Kening pengendali angin dan hujan itu mengerut. Menatap balik tiga orang di depannya.“Kenapa melihatku seperti itu?” tanyanya. Setelah sempat saling pandang sambil saling sikut. Huanglong akhirnya yang bicara. Berhubung di antara para naga. Memang naga kuning lebih tua dari naga laut. Pasrah dijadikan tumbal dua bocah di sampingnya. Lagi pula, mereka berdua memang sudah sering berdebat. Lebih tepatnya, Huanglong suka cari gara-gara karena bosan. “Bukannya aku tidak senang. Shi Jiu memakai salah satu jurus yang aku ajarkan. Tapi bukankah Taijutsu Pedang terlalu gerakan dasar untuk pertandingan nanti?” sebagai awal, Huanglong lebih dulu mencoba bersikap logis.
Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej
Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk
Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.
Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.
“Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan
“Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm
Pertarungan dapat pecah kapan saja. Sebelum itu terjadi, Qin Xiang memberi sinyal kepada semua orang agar mengutamakan Shi Kang. Meski mereka ingin membantu Shi Jiu melawan Panlong. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mendukung. “Nona Shi Jiu! Kami mengandalkanmu, kami akan berusaha membantu walau tidak banyak.” Feng Ju melesat ke samping Shi Jiu untuk memberi tahu rencana mereka. “Setelah berhasil meringkus Shi Kang. Kami semua akan membantumu menghadapi Panlong. Selama itu, bisakah Nona bertahan?”Belum sempat mendapatkan jawaban dari Shi Jiu. Suara ledakan terdengar disusul teriakan kesakitan. Shi Jiu dan Feng Ju sontak menoleh hanya demi melihat sebagian orang terlempar. Di depan Shi Kang berdiri dua orang pemuda. “Song Bojing, Lai Shoushan?!” Xiang De berseru melihat dua pemimpin sekte. “Bajingan gila. Setelah semua yang terjadi kalian masih berpihak pada Shi Kang?!”“Sudah kepalang tanggung juga, Tuan Xiang De.” Song Bojing menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kami sud
Kemunculan naga Panlong di tengah lapangan arena mengejutkan semua orang. Penonton yang panik saling sikut-menyikut turun dari bangku. Demi menyelamatkan diri dari situasi yang mungkin berbahaya ini. Para prajurit bersama murid-murid sekte Kuil Kuda Putih bertindak cepat. Mereka segera melakukan evakuasi dan berusaha meredakan kepanikan penonton. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan asing dari luar kota. Berusaha dengan tertib mengikuti instruksi dari petugas maupun panitia. “Mengapa tiba-tiba ada naga?!”“Ya Tuhan, aku belum mau mati!”“Cepat jalan! Jangan malah bengong saja, Pak Tua!”Sebagian masih tertinggal di bangku penonton. Tidak seperti yang lain, bereka bergerak cepat masuk dalam barisan demi menyelamatkan diri. Tidak hanya tua-muda, lelaki-perempuan. Mereka semua yang merupakan penonton lokal. Serempak menatap takzim pada Naga Panlong.“Lihat, itu Naga Panlong!”“Puji syukur atas kesempatan ini! Teman-temanku pasti iri denganku.”“Oh, Tuan Naga! Suatu kehormatan kami b
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan