"Lepaskan aku Max!"
"Diamlah Gia, Leonardo sendiri yang memintaku untuk menemanimu."
"Lepaskan aku sialan!!"
Gia menatap sekeliling dan matanya menangkap sosok seorang pria yang tengah berjalan ke arahnya.
"HELP ME!!"
Maxime langsung membekap Gia kala wanita itu berteriak, Maxime langsung menghentakkan tubuh Gia dan mendorong wanita itu ke dalam apartemennya. Pria itu dengan teganya mencekoki Gia dengan obat tidur.
Gia perlahan mulai kehilangan kesadarannya, ia menatap sosok Maxime yang mulai membuka jas yang ia tengah pakai saat ini. Pikirannya ingin segera pergi dan berlari kala peringatan bahaya begitu kentara di depannya namun tubuh Gia melemah apalagi matanya yang terasa berat hingga akhirnya ia pun mulai memejamkan matanya.
***
Terbangun dalam keadaan telanjang membuat Gia tersentak kaget, air mata langsung terkumpul di sudut matanya saat ini, ia bahkan langsung meraih selimut putih yang ada di bawah ranjang dan membelilitkan ke tubuhnya yang polos.
Dengan tubuh yang bergetar hebat, Gia berusaha meraih ponselnya hendak menghubungi pria yang ia cintai namun saat mengingat pria itu sendiri yang membiarkan Maxime bersamanya membuat Gia mengetatkan rahangnya menahan amarah.
Menghapus air mata dengan sangat kasar dan membanting ponsel itu dengan kasar, Gia lalu menuruni ranjang dan menuju kamar mandi ia tak memperdulikan sosok pria yang tengah tertidur dengan tenang di atas ranjang, Gia memasuki kamar mandi dan membersihkan dirinya berusaha menghapus jejak merah yang ditinggalkan si brengsek Maxime di tubuhnya.
Gia meluruhkan tubuhnya dengan air shower yang terus turun, Gia memukul dinding berkali-kali ia bahkan merutuki kelakuan bejat Maxime dan Leonardo, sungguh! Rasanya ia sangat ingin membunuh Maxime namun rasanya ia tak bisa gegabah. Ia harus bisa menahan diri.
Gia keluar dari kamar mandi dengan kain bathrobe di tubuhnya bisa ia lihat Maxime sudah bangun dari tidurnya lalu menatap Gia dengan senyum yang sangat Gia benci.
"Terimakasih Gia, tapi maafkan aku. Aku tak bisa menahan diriku."
"Kau pikir aku tak tau akal busukmu?! Kau sengaja melakukan ini semua bukan?! Kau memang tak beres! Aku akan adukan ini pada Leonardo! Dan percayalah ia akan membunuhmu Max!"
Maxime langsung mendirikan tubuhnya, ia langsung menghentakkan Gia hingga tubuh wanita itu membentur tembok dengan kencang. Maxime mencengkeram dagu Gia dengan kencang.
"Kau pikir Leonardo akan percaya padamu?!"
"Lalu apa kau pikir ia akan biarkan aku hancur di tanganmu?! Kau brengsek Max!"
"Well, aku akan bilang kau dan aku melakukan ini karena sama-sama suka. Karena sepengetahuan Leonardo kita saling mencintai."
"Tak akan semudah itu bodoh!"
"Lepas!" lanjut Gia dengan menyentak Maxime namun Maxime justru tertawa kencang dan jujur Gia sedikit takut dengan suara tawa Maxime.
"LEPASKAN AKU MAX!"
"Jangan marah Gia."
"AKU BERSUMPAH AKU AKAN MENGADUKAN SEMUA INI PADA LEONARDO! DAN KAU AKAN MATI DITANGANNYA!"
"Kita lihat saja nanti."
Maxime keluar dari apartemennya menyisahkan Gia dengan rahangnya yang mengetat sempurna. Sungguh Gia rasanya ingin sekali menghajar Maxime namun ia harus lebih sabar ia harus menghubungi Leonardo agar pria itu yang membalas Maxime.
Gia meraih ponsel Maxime yang tertinggal diatas nakas lalu mendeal nomor Leonardo.
"Hallo, ada apa Max?"
"Leo."
"Gia, ada apa? Kenapa suaramu serak? Kau sakitkah? Aku akan mengirimkan sup kesukaan mu pada Maxime nanti."
"Leo, Maxime dia_"
"Tak apa, aku tau dia sangat mencintaimu. Kalau begitu aku tutup dulu yah, Alexa sudah menunggu kau istirahat yang cukup agar kau tak sakit."
"Leonardo!" Gia memanggil Leonardo dengan sentakannya namun itu sama sekali tak berpengaruh karena pria itu sudah menutup sambungan teleponnya sepihak.
Gia berusaha kembali menghubungi Leonardo, namun ponsel pria itu sibuk. Baiklah, kini akhirnya ia merasa sangat sendiri.
"Aku bersumpah kalian harus membayar semua ini! Kalian harus terima akibatnya!"
Gia meraih sebotol vodka dan memecahkannya, tangannya terulur meraih pecahan kaca itu lalu mengarahkannya ke pergelangan tangan kanannya.
Gia benar-benar melukai tangannya sendiri, ia menangis sejadi-jadinya kala fakta menamparnya sangat menyakitkan. Pria yang sangat ia cintai nyatanya mencintai wanita lain, dan dalam keadaan ia yang butuh sosok Leonardo, pria itu justru bersama dengan Alexa.
Sialan sekali bukan?! Ia ingin bersama Leonardo dengan bantuan Maxime namun Leonardo menyalahartikan kedekatannya dengan Maxime bahkan Leonardo membiarkan Maxime yang tengah mabuk pergi membawanya padahal Gia sudah berulang kali menolak namun Leonardo tetap memaksa dan lihat kejadiannya.
Miris, mungkin kata itu cocok untuk digambarkan untuk seorang Giavana Adeslay, ia menangis kembali kala mengingat cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada Leonardo. Artha-nya sudah mencintai orang lain dan bukan ia wanitanya.
Kesadarannya mulai terenggut dan tubuh wanita itu pun terjatuh diatas lantai dingin apartemen Maxime yang dilapisi oleh karpet bulu.
***
Kembali terbangun dengan harapan sudah berada di surga adalah keinginan Gia. Namun nyatanya saat mata itu terbuka ia menemukan dirinya berada diatas sofa dengan ruangan gelap dan lampu kecil yang berwarna-warni. Gia bangun dari baringannya dan menatap sekitar dengan penuh pertanyaan. Namun saat pendengarannya mendengar sayup-sayup suara Maxime ia langsung berdiri dan kini tangannya pun sudah diperban.
Gia mengintip dari balik pintu dan menemukan Maxime tengah berbicara dengan seorang wanita yang dandanannya sangat menor untuk dilihat, bajunya yang super ketat dan belahan dada yang sangat rendah sangat membuat Gia berdecak jijik.
Namun saat Maxime berdiri dan berjabat tangan lalu si wanita menyalami Maxime, pria itu pun pergi meninggalkan wanita menor tadi dengan senyum manisnya.
Gia yang melihat Maxime pergi langsung keluar dari persembunyiannya dan berlari mengejar Maxime, namun tangannya ditahan oleh dua orang pria bertubuh besar dan berpakaian serba hitam.
"MAXIME! MAX! TOLONG JANGAN TINGGALKAN AKU! MAX!!" Gia berteriak dengan sangat kencang namun hanya dibalas tawa kencang pula dari si wanita tadi.
Wanita itu berdiri dan dengan sangat perlahan berjalan mendekati Gia dan ia tatap Gia dari atas sampai bawah bak menelisiknya jauh.
"Kenapa?! Kenapa kau menatapku seperti itu?!" sentak Gia plus dengan pertanyaannya.
"Well, kau milikku sekarang."
"Milik apa maksudmu?!"
"Kau adalah sumber uang ku sekarang sweetie."
"NO!"
"Kekasihmu itu sudah menjualmu dengan harga mahal, dan kau minimal harus bekerja disini selama dua tahun untuk membayar uangku. Jadi sebelum itu terjadi, menurutlah dan kerjalah padaku dengan baik. Kau akan aku perlakukan jadi anak emas jika menuruti perintahku dengan baik."
"AKU TAK SUDI BEKERJA UNTUKMU! LEPASKAN AKU" Gia berontak, ia menatap sang wanita dengan tangis yang menderas.
Sungguh! Gia tak menyangka Maxime akan berbuat sekejam ini padanya. Ia kira Maxime adalah pria baik namun lihatlah, setelah pria sialan itu merebut miliknya yang berharga dan kini Maxime menjualnya ke rumah penuh dosa seperti ini!
"BAWA DIA KE KAMAR DAN SIAPKAN DIA!" perintah si wanita yang langsung di laksanakan oleh anak buahnya.
Tubuh Gia dilemparkan di atas ranjang dengan kencang hingga wanita itu membentur kepala ranjang. Gia langsung berlari dan berusaha membuka pintu yang sudah dikunci oleh dua bodyguard tadi.
Gia membanting apapun yang ada di hadapannya, ia marah dan ia takut ia butuh seseorang untuk menemani dan menyelamatkannya.
Seorang wanita memasuki kamar itu dengan dua bodyguard tadi, lalu kedua bodyguard itu meraih tangan Gia dan mengunci lengannya. Gia hanya bisa menangis kala wajahnya mulai dirias dengan paksa. Wajahnya yang dulu selalu terpoles make up natural kini sudah berubah dan tampak sangat berbeda, bibir pinknya sudah diberi lipstik merah darah dan sungguh Gia tak suka dengan dandanannya saat ini.
Kedua bodyguard itu melepaskan tangan Gia lalu si wanita melemparkan sebuah baju kurang bahan dengan belahan dada rendah berwarna hitam pekat. Gia kembali menangis kala mendapat perlakuan yang sangat tak manusiawi seperti ini.
Dua bodyguard itu keluar dari kamar meninggalkan Gia dengan wanita tadi. "Ganti bajumu jika kau tak mau, aku akan menggantinya paksa."
"Kenapa kalian lakukan hal ini?"
"Jelas karena ini perintah Madam."
"Lepaskan aku ku mohon."
"Kerjakan saja perintah Madam agar kau selamat dan tak disiksa seperti ini. Aku tau perasaanmu, namun ini satu-satunya jalan untukmu. Lakukanlah agar kau tak menyesal nanti."
"Aku butuh ponsel."
"Tak ada diantara kami yang diperbolehkan menggunakan ponsel ataupun alat elektronik lainnya."
"Apa?!"
"Ini memang peraturannya."
"Sialan!"
"Ganti bajumu dan keluarlah, Madam sudah menunggu."
Gia menatap sang wanita yang keluar dari kamarnya, dengan gerakan lemas Gia mulai mengganti bajunya dan menatap pantulan dirinya di depan cermin.
"Leonardo, aku butuh dirimu. Ku mohon selamatkan aku."
Pintu kembali diketuk dan Gia dengan gerakan lambat berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Astaga anak baruku sudah siap, ayo sudah ada yang ingin bertemu denganmu."
Lengan Gia ditarik paksa menuju sebuah ruangan temaram dengan diiringi dentuman musik DJ. Madam itu menarik tangan Gia dan mereka pun memasuki ruangan itu, Gia duduk disusul dengan sang Madam.
Gia menatap seorang pria yang terlihat berumur 60 atau 70 tahunan. Astaga! Gia bisa gila jika membayangkan akan di bawa oleh pria itu. Sungguh! Gia ingin kabur saat ini juga.
"So, Mr. Kleir ini adalah anak baruku. Bagaimana bukankah ia memukau, umurnya masih sangat muda."
"Ya, harus ku akui semua miliknya sangat menarik untuk dilihat dan dinikmati."
Gia spontan menatap penuh kebencian pada si pria tua yang menatapnya dengan sangat tak sopan. Gia berkali kali berusaha menutupi tubuhnya namun berkali-kali pula ia mendapat tatapan horor dari Madam tersebut.
"Jadi berapa harga yang kau inginkan dariku Madam?" tanya si pria dengan kedipan matanya pada Gia dan jujur Gia sangat benci dengan hal tersebut.
"Well, 5 juta dollar ku lepaskan."
"She's virgin?"
"No, i think no."
"Madam, itu sangat mahal kau gila atau berusaha memerasku?"
"Dia baru dan itu harga untuknya."
"Aku butuh waktu."
"Mr. Kleir ku yakin kau tak akan menyesal memelihara anak emasku ini, percayalah."
"Well, baiklah aku akan memilihnya."
"Bagus!"
Madam itu meraih tangan Gia dan melemparkan tubuh Gia pada si pria, Gia berusaha lepas dari dekapan pria hidung belang itu namun cengkeraman si pria tak bisa lepas dengan mudah.
Gia menatap sekitar pada sang Madam yang tengah bersenang-senang dengan uang yang diberikan oleh si pria hidung belang. Namun dengan kesempatan yang ada, Gia langsung menginjak kaki si pria hingga dekapan itu terlepas.
Gia berlari keluar dari ruangan itu dengan ketakutan yang mendera, Gia berlari dan sesekali bertabrakan dengan orang-orang yang meliukkan tubuhnya di lantai DJ. Gia yang mendengar teriakan bodyguard sang Madam semakin bergetar hebat tubuhnya, ia tanpa melihat ke depan langsung berlari dengan tangannya yang menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalannya.
Bruk!
Tubuh Gia tenggelam di dalam dekapan seorang pria dengan jas hitam licinnya. Gia mendekap semakin kencang tubuh pria itu tanpa melihat wajahnya. Ia bahkan mencengkeram lengan atas si pria saking takutnya.
"Help me please, please," lirih Gia dengan berulang-ulang.
"Lepaskan dia Sir, ini salah satu milik Madam," ucap Bodyguard itu dengan suara rendahnya.
"Please, please take me out from here. Please Sir."
"Sir, anda tak mendengar kami? Lepaskan wanita itu sekarang juga. Ia sudah ada pemiliknya."
"Please."
Bisa Gia rasakan sebuah lengan balas mendekap punggung bergetarnya semakin mengeratkan pelukannya, Gia merasa nyaman dan aman di dalam pelukan pria itu ia bahkan terus memejamkan matanya mengingat sosok pria yang ia cintai. Sungguh ia berharap dia adalah pria yang telah ia tunggu.
"Sir, anda datang?" tanya sang Madam.
"Maaf Sir, kurasa anda harus melepaskan wanita itu. Ia sudah ada pemiliknya anda bisa mencari anak buahku yang lain yang tentunya tak akan mengecewakan mu."
"Sir, anda dengar aku?"
"Please."
"Berapa harga untuknya?" ucap pria itu dengan suara rendah plus dinginnya.
Gia menengadahkan kepalanya kala suara berat itu mengalir di telinganya. Bukan, ini bukan suara Leonardo ini berbeda. Dan benar saja saat Gia sudah menatap wajah si pria ia membelalakan matanya bahkan ia hampir mendorong si pria kala melihat jelas wajahnya.
"Katakan berapa uang yang harus aku berikan untuk membawanya bersamaku."
"Sir, ia sudah dibeli."
"Katakan saja berapa, aku akan bayar dua kali bahkan tiga kali lipat."
"Sir, anda_"
"Katakan! Atau aku akan tutup bisnis mu!"
"Ia sudah dibeli 5 juta dollar."
"Akan ku bayar 10 juta dollar. Uangku akan datang dengan bodyguard ku setelah aku membawanya pergi. Pegang ucapanku, mereka akan datang."
"Tapi Sir."
"Ku rasa kita sudah sepakat, aku sudah membelinya jadi aku akan membawanya terimakasih atas transaksinya," ucap pria itu dan membalikan tubuh Gia menuju pintu keluar dari bangunan itu.
Benar saja setelah pria itu memasukkan Gia kedalam mobil putih bersihnya, segerombolan orang datang dengan membawa masing-masing dua koper yang Gia yakini berisi uang senilai 10 juta dollar.
Pria itu kembali memasuki mobil, ia menatap Gia dengan tatapan teduhnya lalu ia menaikkan wajah Gia dengan telunjuknya.
"Siapa namamu?"
Gia masih bungkam, ia sama sekali tak tertarik membalas ucapan pria itu.
"Baiklah, aku Don Alfonzo Renzuis. Panggil aku Alfonzo," bisiknya tepat di telinga kanan Gia.
•••
TO BE CONTINUED...
"Lepas! Lepaskan aku!""Jangan bicara terus beautiful, nanti suaramu serak," ucap Alfonzo dengan senyuman miringnya."Aku tak perduli! Hentikan mobil ini ku mohon aku ingin pulang.""Pulang? Kau lupa? Kau baru saja aku beli.""Aku akan kembalikan uangmu, aku janji.""Hahaha, 10 juta dolar semalam apa kau bisa kembalikan uang itu besok?""Kau gila?!""Sure!""Wah, kau cukup berani rupanya," ucap Alfonzo dengan smirk menakutkan di bibirnya."Lepas!""Jangan banyak bicara dulu, kita harus ke Roma sekarang!""No!"Alfonzo meraih lakban dari dashboard mobil lalu melakban mulut Gia beserta tangan wanita itu dengan gerakan yang sialnya cukup membuat Gia membeku di tempatnya."Kau terlalu banyak bicara wanita, dengar aku kau akan aku beri kesempatan untuk mencari uang 10 juta dollar ku tapi itu nanti, kau mengerti," ujar Alfonzo seraya membelai pelan sisi wajah Gia.Dengan napas yang memburu, Gia berusaha melepaskan tangan kasar Alfonzo dari sisi wajahnya. Jujur saja ia sama sekali tak tertar
"Dia sudah makan?" tanya Alfonzo dengan nada rendahnya pada salah satu maid dibalas gelengan oleh maid tersebut."Siapkan makanan, sekarang!""Baik Tuan."Maid itu beringsut mundur dari hadapan Alfonzo, sedangkan pria dengan tubuh tegap itu mendirikan tubuhnya dan menganggukkan kepalanya kala maid suruhannya kembali membawa nampan berisi makanan untuk Gia. Alfonzo meraih nampan itu dengan satu tangannya lalu menjalankan kakinya menuju kamar Gia.Pria itu menempelkan ibu jarinya pada alat finger print hingga terdengar bunyi kunci yang terbuka, Alfonzo membuka pintu kamar Gia dengan satu kakinya, ia meletakkan nampan berisi makanan tersebut tepat diatas nakas sementara pandangannya mengedar mencari sosok sang empu kamar."Gia?""Gia?!" Alfonzo berseru keras ia bahkan membuka paksa pintu kamar mandi dan menemukan tubuh Gia yang menggigil di bawah guyuran shower."APA YANG KAU LAKUKAN?!" Alfonzo berteriak seraya mendesis tajam pada Gia yang justru memundurkan tubuhnya seolah menjauhi lang
"Wanitamu sudah siap, Tuan," ucap sang desainer dengan senyum manisnya."Terimakasih Grace.""Sama-sama Tuan."Grace undur diri, wanita itu tersenyum sekilas pada Gia kemudian keluar dari kamar wanita itu, sedangkan Alfonzo melangkahkan kakinya mendekati Gia, ia menaikkan wajah Gia dengan jari telunjuknya."You're so beautiful, Gia.""Thanks."Alfonzo memasuki walk in closet dan keluar dengan kemeja hitam dan blazer merah maroonnya, pria itu memasang dasi kupu-kupu di lehernya kemudian menatap Gia dengan tatapan memuja."Ayo kita berangkat," ucap Alfonzo seraya mengait lengan Gia dan menuntun wanita itu keluar dari kamarnya."So, kau membawa jalangmu sendiri ke pesta Mr. Renzuis?" tanya Gia dengan senyum tipisnya.Alfonzo terkekeh kemudian melepaskan kaitan lengan Gia digantikan dengan lengannya yang bertengger di pinggang wanita itu, pria itu menarik tubuh Gia lebih dekat dengan dirinya dan menciumnya sekilas."Hanya sekedar informasi, aku sudah sering membawa jalanngku ke pesta.""A
Gia menatap pintu yang perlahan terbuka menampilkan sosok besar Alfonzo dalam balutan turtleneck hitamnya, pria itu melepaskan rolex dari tangan kanannya kemudian melepaskan cepat turtleneck-nya, ia menatap Gia kala atasannya sudah tak tertutupi sehelai benangpun."Kenapa? Bukankah kita sudah memiliki kesepakatan?""Em, ya terserah saja.""Tidurlah, jangan anggap aku ada apabila itu membuatmu terganggu," ucap Alfonzo seraya berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya sekilas.Pria itu kembali keluar dan menatap Gia yang sedang duduk tepat di tengah ranjang, langkah kaki Alfonzo mendekat menuju ranjang dan duduk tepat di tepi ranjangnya maniknya menatap wajah Gia yang tampak lebih baik dari pada kemarin sesaat setelah ia membawanya dari New York."Kau tak menolakku lagi?" tanya Alfonzo dengan suara rendahnya menatap Gia lekat.Wanita itu menggelengkan kepalanya seraya menyampirkan helaian rambutnya ke belakang telinga. "Aku hanya mencoba berdamai dengan takdirku, aku mencoba unt
BAB 6 || NIGHTMARE "Datanglah ke ballroom hotelku sayang, aku menunggumu. Cepatlah datang, aku sangat merindukanmu dan our angel.""Dasar perayu kelas kakap! Kita bahkan dua jam yang lalu bertemu di kantormu, sekarang sudah mengumbar bualan!""Jangan berkata seperti itu cintaku, sungguh aku merindukanmu dua jam rasanya seperti dua tahun.""Sudahlah Alfonzo, semuanya sudah jelas aku akan datang sebentar lagi tunggu saja.""Ya, tentu aku akan menunggumu cepat datang Agatha Renzuis, France akan segera menjemputmu.""Sure my Renzuis."Alfonzo mematikan sambungan teleponnya seraya tersenyum manis, sungguh hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Agatha yang ke tiga tahun, senyum itu tak pernah lepas dari bibir Alfonzo.Ia tatap persiapan perayaan pernikahannya, ia menatap balon-balon yang dibiarkan mengambang di atas kolam renang di gelapnya malam, manik tajam pria itu menatap keatas dan menghembuskan napasnya.Hidupnya sudah lengkap semenjak menikahi Agatha, gadis itu sangat
Two months later...Suasana pagi ini cukup membahagiakan bagi Gia, bagaimana tidak pria yang tampak dingin itu saat ini tengah berenang di kolam renang di belakang mansion, Gia memperhatikan Alfonzo tanpa celah, itu semakin mengingatkannya terhadap Leonardo, nyatanya sekeras apapun Gia mencoba melupakan Leonardo namun pria itu seakan berada di pelupuk mata Gia selalu.Namun tiba-tiba Gia merasa mual menderanya dengan sangat, wanita itu segera mendirikan tubuhnya dan dengan gerakan cepat menuju ke toilet lantai bawah, wanita itu memuntahkan isi perutnya namun yang keluar hanyalah cairan bening.Gia menatap pantulan dirinya di cermin kemudian membelalakkan matanya kala menyadari satu hal, dengan gerakan cepat ia menaiki tangga dan menuju kamarnya, tangannya dengan gemetar mencari kalender dan saat menemukannya Gia hanya mampu bernapas kasar, benar dugaannya!Wanita itu meletakkan satu tangannya tepat di atas pusar kemudian mengelusnya amat lembut. "So you've been there, little boy.""I'
Sepulangnya Alfonzo dari kantor, pria itu menginjakkan kakinya menuju tangga dan berakhir di kamar Gia. "Gia?""Gia dimana kau?" Alfonzo semakin kalut saat tak menemukan jawaban apapun dari nama yang ia panggil. Matanya mengedar ke seisi kamar untuk mencari sosok Gia namun wanita itu tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Pria itu kalut, ia segera meraih ipad miliknya kemudian memeriksa CCTV.Brak!Alfonzo menendang kursi dengan kekuatannya yang besar hingga kursi itu sudah tak berbentuk. "CLARA!!""CLARA!" Alfonzo meneriaki nama maid-nya yang sudah membantu Gia keluar dari dalam mansionnya."Ya Tuan," balas Clara dengan menundukkan wajahnya."Dimana Gia?""Nyonya... ""Dimana dia Clara?!""Aku... ""Kau membantunya pergi bukan? Kenapa kau melanggar ucapan ku Clara?!""Maafkan aku tuan, aku kasihan padanya.""Kau tak pantas melakukan itu Clara! Kau hanya seorang maid disini!""Maaf Tuan."Dor!***"Kau sudah bangun?"Gia menatap asal suara, ia melihat seorang wanita yang sudah
"Bibi Marry!" Gia menatap asal suara, dimana seorang gadis cilik dengan membawa sekeranjang buah strawberry berdiri di ambang pintu."Bibi Marry! Aku datang!" ucapnya lagi, ia berjalan memasuki toko tanpa menyadari keberadaan Gia, wanita itu tersenyum dibuatnya, menatap anak kecil dengan dua kepang di rambutnya."Bibi_" ucapan bocah itu berhenti saat menatap ke belakang dan menemukan Gia dengan senyum manis dan tangan yang melambai ke arahnya."Bibi Marry berubah jadi muda," ucapnya polos hingga Gia tersenyum manis, ia berjalan dan bersimpuh di depan bocah tadi."Hai, namaku Gia. Siapa namamu?" tanya Gia dengan mengulurkan tangannya, tangan Gia di lihat tanpa celah oleh bocah tadi sebelum ia menyambut uluran tangan Gia."Hai, namaku Erika.""Hai Erika, kau sangat cantik.""Kau juga cantik bibi Gia," ujarnya polos, mata kecilnya mengedar mencari sosok Marry lalu kembali menatap Gia."Dimana Bibi Marry?""Bibi Marry sedang membuat teh, sebentar lagi akan kembali. Memangnya mengapa kau m