Home / Romansa / The Endless Love / 1 | Love Is Not Only About Sex!

Share

The Endless Love
The Endless Love
Author: CHACHARAMEL

1 | Love Is Not Only About Sex!

Author: CHACHARAMEL
last update Last Updated: 2021-04-22 13:13:48

"Tidak selamanya membuktikan bahwa dekat harus selalu terikat." —The Endless Love

•••

"Delta bangun! Mau sampe kapan lo terus tidur dan nggak akan masuk kampus hah? Mrs. Ketty udah 2x nanyain tugas lo. Mr. Adnan juga udah meringatin gue kalau sekali lagi lo nggak masuk—" 


"Iya-iya, Na. Kalau sekali lagi gue nggak masuk dia gak bakal ngizinin gue ikut UAS, right?"


"Right! Jadi, sekarang cepet bangun karena perkuliahan bakal di mulai 30 menit lagi," jelas Deana. Selalu saja begini. Tiap pagi ia harus datang ke apartemen dan jika bukan karena lelaki bodoh ini adalah temannya sejak kecil, Deana tidak sudi membuang waktunya hanya demi membangunkan Delta.


"Fine! Gue bangun!" ucap lelaki berusia 22 tahun itu sambil menyibakkan selimut dan beranjak dari kasurnya. Satu lagi yang selalu menjadi menu sarapan Deana setiap pagi. Delta selalu tidur dengan keadaan telanjang dada, membuatnya mau tak mau harus terbiasa melihat tubuh sispack pria itu. Delta memang sering ng-Gym, jadi wajar kalau tubuhnya sangat mempesona dengan perut kotak-kotak dan otot yang terbentuk sempurna. 


"Udah ngeliatin guenya?" tanya Delta memecah lamunan Deana. 


"Lo bisa nggak sih, kalau tidur pake baju?" protes Deana refleks.


"Kenapa? Lo terpesona?" 


"Nggak." 


"Bagus. Kalau gitu bukan masalah gue tidur pake baju atau nggak," ujarnya menyebalkan.


Gadis berusia 21 tahun itu mengembuskan napasnya berat. "Terserah apa kata lo. Gue tunggu di bawah!" Ia berbalik kemudian melenggang pergi dari kamar lelaki itu.


Terpesona? Sama sahabat sendiri? are you fucking kidding me?! protes Deana dalam hati.


Jika yang melihat Delta adalah orang lain, mungkin kemungkinannya adalah iya. Atau jika yang Deana lihat adalah lelaki lain, bisa jadi dirinya akan terpesona. Tapi Delta? Tidak sedikitpun. 

•••

Delta memarkirkan mobilnya di parkiran kampus. Keduanya keluar dari mobil dan berjalan seperti biasa. Hampir semua penghuni gedung fakultas tahu jika Delta dan Deana sudah berteman sejak kecil, jadi walaupun pria itu merangkul Deana semaunya, tidak akan ada yang menganggap mereka sebagai sepasang kekasih.


Sekalipun mimpi buruk itu terjadi, mereka —terutama fans Delta— tidak akan pernah setuju karena Deana tidak sebanding dengan pangeran mereka. Hanya Kena, cewek paling cantik dan popular di kampus lah yang cocok dengan Delta. Bahkan menurut gosip yang beredar, mereka akan melangsungkan pertunangan sebentar lagi. Perfect! 


Delta melepaskan rangkulannya saat seorang gadis cantik menghampiri mereka. 


"Karena calon tunangan lo datang, gue ke kelas duluan," bisik Deana lalu melenggang pergi tanpa menunggu jawaban cowok tersebut.


Saat melewati Kena, gadis itu tersenyum manis ke arahnya. Deana hanya membalasnya dengan senyum tipis dan melanjutkan langkahnya. 


Kalau boleh jujur, sejak awal dirinya tidak pernah menyukai gadis itu. Entahlah, dari sekian banyak cewek yang Delta kencani baru kali ini ia tidak setuju. Tapi, melihat Delta yang begitu mencintai Kena sampai berencana untuk tunangan, Deana tak sampai hati untuk mengatakannya. Lagipula, suaranya tidak penting bagi Delta. Sekalipun ia mengatakan tidak setuju, cowok itu tidak akan mungkin mau mendengarnya. 


"Hai sayang. Kemana saja?" tanya Kena menggelayut manja seperti biasa. Dan naasnya, Delta menyukai sifat manja cewek itu. 


"Kangen sama aku, hm?" 


"Ya iyalah! Beberapa hari ini kamu nggak ngampus. Kemana?" 


"Aku lagi malas pergi ke kampus," jawab Delta enteng. 


"Meskipun Deana membangunkan kamu setiap pagi?" 


"Ya. Walau dia membangunkanku setiap pagi." 


"Kamu kasih Deana akses bebas keluar masuk apartemenmu. Kenapa aku tidak?" Kenna mulai memasang wajah cemberutnya. 


"Kamu cemburu sama Deana?" 


"Of course! siapa yang nggak cemburu kalau calon tunangannya sendiri lebih dekat dengan cewek lain?" 


"Kenna, Deana bukan cewek lain. Dia sahabat aku," ralat Delta tidak suka.


"Ya ya ya. Aku sudah sering mendengarnya dari mulutmu." 


Cup! Delta mencium bibir Kenna sekilas. "Jangan cemburu lagi, Okay? Aku sayang kamu." 


"Delta?" 


"Apa sayang?" 


"Ta, kita harus bicara," ujar Kenna dengan wajah serius.


"Sekarang?" 


"Iya." 


"Okay. Taman belakang kampus?" Kena mengangguk. Mereka pun berbelok dan berjalan menuju taman belakang kampus. Hari ini, sepertinya Delta tidak akan masuk mata kuliah pertama lagi.

•••

Deana meraih ponselnya ketika sebuah pesan masuk di layar ponselnya. 

Δ : Na, gue nggak bakal masuk jam pertama. Ada urusan sama Kenna. Titip tanda tangan ya. 

Ia hanya membacanya dan meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula tanpa berniat membalasnya. Itu bukan pertamakalinya dan Deana sudah sangat muak! Semenjak pria bodoh itu berpacaran dengan Kena, semuanya berubah. Delta jarang masuk kampus dan sering menghilang di jam mata kuliah. Tugas-tugas kampus pun lebih banyak dikerjakan oleh Deana.


Bukannya Deana terlalu baik, tapi keluarga Delta sudah terlalu banyak membantunya. Bahkan yang membiayai kuliahnya selama ini adalah keluarga Delta. Jadi, anggap saja dengan mengerjakan tugas-tugas pria itu, sebagai balas jasanya. 


Deana menghela napasnya berat. Andaikan kecelakaan itu tidak pernah terjadi, mungkin sekarang dirinya masih bisa berkumpul dengan keluarganya. Ia tidak bisa membayangkan saat wisuda nanti, semua orang tua akan hadir melihat anaknya lulus. Sedangkan dirinya? Siapa yang akan mendampinginya? Sepertinya tidak ada. 


Deana bukan tidak mempunyai saudara. Mereka ada. Hanya saja di tempat yang jauh. Dan saudaranya pun bukanlah orang punya. Ia tidak yakin bahwa om dan tantenya akan datang meskipun mereka sudah berjanji. Deana tidak ingin memberikan beban lebih berat kepada mereka dan tidak ingin menyusahkan siapapun. Cukup keluarga Altheraldo saja. 


Empat puluh lima menit berlalu, Ponselnya kembali menyala. Deana melirik dosen yang sedang sibuk dengan laptopnya. Memastikan bahwa ia tidak menangkap basah dirinya sedang bermain ponsel. Tamat sudah riwayatnya jika sampai hal itu terjadi. 


Lagi-lagi, sebuah pesan masuk datang dari Delta. 


Δ : Gue nggak akan masuk kelas sampai jam pelajaran terakhir. Lo pulang sendiri gak papa, ya? Kunci mobil gue titip sama Budi. 


Lagi, Deana menghela napasnya dalam. Gadis itu sudah merubah Delta sepenuhnya. Ia hanya berharap bahwa Kena tidak sampai merubah sikap Delta padanya. Takut pria itu menjauh? Tapi, kenapa? 

•••

Sejak pulang kuliah siang tadi, Deana masih belum beranjak dari apartemen Delta. Pria itu tidak juga pulang bahkan ponselnya tidak aktif sama sekali. Deana ingin pulang, tapi ia mencemaskan pria itu. Takut jika sesuatu terjadi karena tidak biasanya Delta seperti ini. Apakagi jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi belum ada tanda-tanda cowok itu pulang. 


Deana terperanjat ketika ponselnya menyala. Ia pikir itu dari Delta, ternyata dari Mamanya. Ralat, Mamanya Delta. 


"Sayang kamu dimana? Kenapa belum sampai?" tanya wanita paruh baya tersebut disebrang telepon. Deana bisa merasakan kecemasan yang dirasakan oleh Mamanya Delta. 


"Anna masih di apartemen Delta, Ma. Anak mama belum pulang sejak tadi siang. Ponselnya tidak aktif. Anna cemas terjadi sesuatu sama Delta. Jadi, Anna nunggu dia di sini." 


"Pergi dengan Kenna?" 


"Anna nggak tahu, Ma. Delta cuman bilang dia nggak akan masuk kelas dan nyuruh Anna buat pulang sendiri bawa mobil," jelas Deana. 


"Dari awal Mama tidak pernah suka dengan gadis itu. Kenapa kamu tidak melarang Delta untuk berhubungan dengan gadis itu, Anna?" 


"Ma ... jangan berkata seperti itu. Anak Mama sangat mencintai Kenna. Dan lagi, mana mungkin Anna melarang Delta untuk berhubungan dengan gadis itu. Anna bukan siapa-siapa, Mama. Dia tidak akan mau mendengarkan ucapan Anna."


Dari sebrang, Deana bisa mendengar helaan napas Mamanya. 


"Kamu benar. Baiklah, hubungi Mama segera jika Delta sudah pulang. Ya?" 


"Iya, Ma." 


Setelah mengatakan itu, sambungan telepon pun terputus. Deana memeluk lututnya sendiri. Hatinya sama sekali tidak tenang. Cemas? Khawatir? Tentu saja! Delta adalah sahabatnya. Wajar bukan jika bersikap seperti itu?


Tak berapa lama, Ponselnya kembali menyala. Kali ini nomor tidak di kenal manggil di layar ponselnya. 


"Ha—" belum selesai Dena berucap, suara di sebrang memotong kalimatnya.

"Hallo Deana? Ini gue Alden. Lo bisa jemput Delta, gak? Dia mabuk berat," tuturnya di sebrang telepon.


"Haah? A—apa? Delta mabuk? Kenapa bisa?" Deana hampir saja menjerit. Delta tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. 


"Gue nggak bisa jelasin di telepon. Mending lo jemput Delta sekarang. Dia makin ngeracau nggak jelas." 


"Kenapa nggak lo aja yang nganterin dia pulang?" 


"Kalau nih cowok mau, gue udah seret dia dari 2 jam lalu. Tapi dia keukeuh nggak mau balik dan terus sebut nama lo. Makanya gue nelpon lo." 


Sebut nama gue? But, why? 


"Ok ok. Dimana?" 


"...." Alden menyebutkan sebuah club malam yang cukup terkenal. 


"Tahu, kan?" 


"Iya. Gue jalan sekarang."


Tut tut tut ... telepon pun terputus. 


Deana langsung bangkit dari duduknya, berjalan ke kamar Delta dan mengambil jaket hitam cowok tersebut. Jaket, kaos putih, celana jeans? Ia tidak peduli dengan penampilannya saat ini. Yang terpenting adalah Delta. 

•••

Deana mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru dan tak lama matanya menemukan pria itu. Ia berjalan mendekati meja tersebut dan menghampiri Delta yang sedang bersama Alden. 


"Delta kenapa bisa sampe mabok gini?" 


"Ceritanya panjang. Lo bisa tanya ke dia kalau udah sadar nanti," kata Alden. 


"Anna, Gue muak sama Kenna tapi gue cinta sama dia," racau Delta. 


"Anna lo dimana? Gue butuh lo," racaunya lagi. 


"Delta gue di sini. Lo kenapa, hah?" 


Delta menoleh pada Deana. Memandang gadis itu sesaat lalu berdiri dari posisinya dan langsung memeluk tubuh mungil itu. Deana hampir saja kehilangan keseimbangannya jika tidak ada sofa di belakangnya. 


"Gue cuman mau Kena. Tapi dia malah mutusin gue gitu aja. Gue nggak terima Anna. Gue ..." Delta tidak melanjutkan kalimatnya. 


"Gue ngerti." 


"Lo nggak akan ngerti Anna." 


"Oke gue nggak ngerti." 


"Gue sayang sama dia," lirihnya masih dalam keadaan mabuk.


"Kena juga sayang sama lo." 


"Nggak. Dia nggak sayang sama gue." 


Ya tuhan ... kenapa Delta jadi nyebelin gini sih? Untung mabok. Kalau nggak? Udah gue tinggalin dia di sini! gerutu Dena dalam hati.


"Delta stop! Kita pulang, ya?" 


Delta hanya mengangguk. Entah paham atau tidak maksud dari ucapan Deana. 


"Al, bantu gue buat mapah Delta, ya?" Alden mengangguk lalu mereka mulai memapah Delta keluar dari club tersebut. 


Selama perjalanan, Delta terus meracau tidak jelas. Kadang menangis dan kadang tertawa. Deana memijit pelipisnya jengah melihat kondisi Delta saat ini. 


Dengan susah payah, Deana membopong Delta turun dari mobil dan berjalan menuju lobi. Satpam yang berjaga pun langsung sigap ketika Deana hampir terjatuh saking tidak kuat menahan tubuh Delta yang sangat berat. 


"Aduh, Mas Delta kenapa Neng?" 


"Mabok, Pak. Di putusin pacar kesayangannya," jawab Deana. 


Satpam itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dasar anak muda zaman now. Ayo Neng bapak bantu," ucapnya. Mereka pun berjalan ke arah lift menuju lantai 15.


"Makasih ya, Pak udah bantuin Anna sampe sini. Kalau nggak ada bapak, mungkin Delta udah Anna sered dari lobi tadi," kekehnya. Satpam itu tertawa kecil. 


"Ah si Eneng ini, sadis banget. Iya Neng, sama sama." 


"Beneran, Pak. Abis tubuh Delta berat banget udah kayak bawa babon!" 


Satpam itu tertawa. "Ya sudah Bapak pamit dulu, ya. Mau balik jaga lagi." 


"Iya, Pak. Sekali lagi makasih, ya." Satpam itu mengangguk lalu melenggang pergi. 


Deana mengambil kunci dari tas kecinya dan membuka pintu aprtemen tersebut. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Deana membawa Delta ke kamarnya dan langsung merebahkan pria itu di ranjang. 


"Kenna ... kamu tega ninggalin aku! Cewek menyebalkan," Delta mulai meracau lagi. 


"Delta, berhenti meracau. Astaga ... apa yang terjadi sama lo sebenernya?" Deana mengangkat kaki cowok tersebut agar terlentang di ranjang. Melepaskan sepatu dan membuangnya asal ke lantai. 


"Gimana caranya menyadarkan orang mabuk? Gue nggak paham." Deana berkacak pinggang sambil berpikir. Ia belum pernah menghadapi orang mabuk sebelumnya. 


"Telepon Alden aja kali, ya?" seketika pemikiran itu terlintas dalam benaknya. Saat hendak meraih tas, tangannya lebih dulu di tahan oleh Delta. 


"Please Ken, jangan pergi," ucapnya dengan tatapan Nanar. Sepertinya Delta benar-benar mabuk parah. 


"Gue bukan Kenna, Ta. Gue Anna."


"Ken gue mohon. Apapun bakal gue lakuin demi lo. Maafin gue karena nolak lo kemarin. Gue janji kita bakal Mak—" Delta tidak melanjutkan kalimatnya dan langsung terkapar tidak sadarkan diri. Pegangannya pun terlepas. 


Deana mengembuskan napasnya pelan. Ia tidak jadi menghubungi Alden dan lebih memilih untuk menghubungi mamanya; mama Delta.


"Ma, Anna enggak akan pulang malam ini. Delta mabuk berat dan Anna tidak bisa meninggalkannya sendiri," ujarnya ketika telepon itu terhubung. 


"Apa yang terjadi pada Delta, Anna? Kenapa dia mabuk?" 


"Anna nggak tahu, Ma. Besok akan Anna tanyakan saat sarapan." 


"Sayang, bilang pada Anakku suruh dia pulang ke rumah besok. Ini perintah!" tegasnya. 


"I—iya, Ma. Besok Anna sampaikan. Mama nggak usah cemas, ya. Delta baik-baik aja," ucapnya tak yakin. Ada hal yang tiba-tiba mengusik pikirannya dan Deana harus mengetahuinya besok. 


"Mama percaya, selama Delta sama kamu, Dia akan baik-baik aja. Tolong jaga anak Mama ya, Sayang." 


"Iya, Ma." Deana menutup teleponnya dan berjalan ke luar kamar Delta. Membopong cowok itu ternyata sangat menguras tenaganya. Deana sangat lelah dan mengantuk. Ia membuka kamar tamu dan langsung berjalan menuju kasur. Deana benar-benar butuh istirahat dan tidur. 

•••

Delta bergerak pelan. Nampaknya cahaya matahari pagi telah mengusik acara tidurnya. Perlahan ia membuka matanya dan mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Delta merubah posisinya menjadi duduk. Kepalanya masih terasa sangat pusing.


Sejak kapan gue ada di kamar gue? Bukannya semalem gue sama Alden di bar? tanyanya dalam hati. Ia masih ingat betul ketika dirinya menghabiskan 2 botol wiskey dan semua itu gara-gara Kenna. 


Tiba-tiba aroma harum masakan tercium oleh hidungnya. Perutnya seketika berbunyi minta di isi. Delta beranjak dari ranjang dan berjalan ke luar kamar. 


"Udah bangun?" tanya Deana retoris sambil meletakkan dua piring nasi goreng di meja makan.


"Hemm," jawab Delta pendek sambil duduk di kursi.


"Lo yang bawa gue balik?" tanya Delta kemudian. 


"Menurut lo?" 


"Darimana lo tahu kalau gue—" 


"Alden telepon gue semalem. Dia bilang kalau lo mabok berat dan nggak mau pulang," sela Deana cepat dengan nada tenang. 


Delta menajamkan tatapannya. "Sejak kapan lo deket sama Alden?" 


"Sejak lo mabok semalem," jawab Deana asal.


"Gue nggak suka lo deket sama dia," katanya masih dengan tatapan tajam. 


"Dia temen lo, kan? Kenapa lo nggak suka? Temen lo temen gue juga." Deana menyuap nasi gorengnya santai. 


"Kalau gue bilang nggak suka ya nggak suka, An." 


"Ok."


"By the way ... Thanks, Anna." 


Deana menaikan satu alisnya. "For?" 


"Udah bawa gue balik. Sorry selalu bikin lo susah." 


Iya! Semenjak lo pacaran sama Kena, lo selalu bikin gue susah, Ta! jeritnya dalam hati.


"Nggak masalah." 


"Ta?" panggil Deana pelan. Delta yang sedang memakan makanannya pun kembali menatap Deana. 


"Lo kenapa mabok?"  


"Nggak kenapa-napa. Pengen aja." 


"Bener?" 


"Iya. Lagian lo kenapa sih nanya-nanya? Tumben banget kepo." 


"Gue juga nggak bakal nanya-nanya karena sejatinya gue nggak peduli. Tapi, semaleman lo ngeracau nggak jelas. Lo ada masalah sama Kena?" 


Seketika Delta berhenti mengunyah dan menatap Delta lekat. 


"Anna, jujur sama gue. Apa aja yang lo denger semalem?" 


Deana sedikit berpikir. "Banyak." 


"Jawab, An." 


Deana mengembuskan napasnya berat. Ia tidak suka ada dalam keadaan seperti sekarang. Ia juga tidak suka mencampuri urusan Delta. Sejak kapan juga ia peduli pada hubungan pria itu dengan Kena? Tapi, apa yang ia dengar semalam benar-benar mengusik pikirannya. 


"Kena ninggalin lo?" Deana balik bertanya. 


"Itu yang lo denger?"


Dengan cepat Deana mengangguk. "Nggak cuman itu," tambahnya. 


"Apalagi?" 


"Gue nggak bakal bilang apa yang gue denger kalau lo nggak mau cerita. Nggak papa. Gue juga nggak peduli. Tenang aja, gue gak bakal cerita pada siapapun apa yang gue denger. Sekalipun itu nyokap lo," paparnya. 


Delta mendorong piringnya, meletakkan kedua tangannya di sana dan menatap Deana. 


"Bukan gitu maksud gue ...." 


"Ta, udahlah. Kalau lo nggak mau cerita, nggak papa. Oh iya, Mama bilang kalau hari ini lo di suruh pulang. Ini perintah dan gue harap lo mau nemuin Mama." Deana bangkit dari kursinya dan meletakkan piring itu di tempat cuci piring. 


"Na ... gue putus sama Kenna," celetuknya kemudian. Deana sama sekali tidak kaget, ia berbalik dan menatap Delta. 


"Iya. Gue tahu." 


"Kenna ninggalin gue," katanya lagi. 


"Lo udah bilang itu semalem." 


"Gue tahu. Tapi ... ada yang lebih nyakitin dari itu." Delta menatap Deana frustrasi seolah gadis itu adalah Kenna. 


Deana diam. Menunggu pria itu berbicara dengan sendirinya. 


Delta kembali menarik napasnya dalam dan mengembuskannya pelan. Sebuah alasan yang bagi dirinya sama sekali tidak masuk akal dan konyol. 


"Kena ninggalin gue karena gue nolak ajakan dia buat making love."


Delta tertawa pelan. "Konyol, ya?" tambahnya. 


"Nggak. Keputusan lo udah bener."


"Tapi, Na ... kalau waktu itu gue bilang iya, Kenna nggak mungkin ninggalin gue, kan?" 


Deana menatap Delta jengah. "Iya. Nggak akan." Ia berbalik dan mulai mencuci piringnya. Terserah apa kata Delta, ia tidak peduli. 


"Menurut lo, gue harus gimana?" 


Deana meletakkan piring itu di rak dan kembali menatap Delta. 


"Pulang ke rumah. Mama kangen sama lo," sarannya. Deana sengaja mengalihkan pembicaraan. Delta harus bagaimana? Itu masalahnya, bukan? 


"Anna ...." 


"Ta? Lo kenapa sih segininya banget sama Kena? Perasaan, dulu lo kalau pacaran sama cewek nggak sebodoh ini. Apalagi sampe mabok berat kayak semalem. Gue nggak ngerti ya, Ta. Sama sekali nggak ngerti," ucap Deana kesal. 


"Karena gue sayang sama dia, Na. Gue serius sama dia. Cuman Kena yang gue pengen jadi pendamping terakhir di hidup gue." 


“Ta?” Deana memandang lelaki di hadapannya tak habis pikir. 


“Dengerin kata-kata gue. Cewek yang baik, gak akan mau diajak atau bahkan ngajak making love sebelum nikah. Lo juga tahu itu, kan?” 


“Jadi menurut lo Kenna bukan cewek baik-baik?” 


Deana menaikkan satu alisnya. “Menurut lo?” 


“Gimana kalau Kenna ngajak gue making love karena dia pengen liat keseriusan gue ke dia? Bisa aja, kan?” 


“Cuman orang bodoh yang punya pikiran dangkal kayak gitu, Delta!” 


“Coba sekarang lo bayangin kalau kalian making love terus abis itu Kenna hamil. Lo harus tanggungjawab nikahin dia. Sedangkan lo belum lulus kuliah, pekerjaan belum punya, mau dikasih makan apa anak istri lo entar, hah? Lo gak bisa bergantung sama Papa atau Mama setelah nikah, Ta!” ujar Deana panjang lebar.


“Tapi, Ana—”


"Fine, terserah. Kalau lo pengen Kena balik, gampang. Lo tinggal setuju buat making love sama dia dan semuanya bakal kembali baik-baik aja, Right?"


Cukup! Deana malas berdebat dengan Delta apalagi hanya gara-gara Kena.


"Lo mau kemana?" tanya Delta saat kena mulai berlalu menaiki tangga. 


"Ke atas. Mandi terus pulang," jawabnya tanpa menoleh ke arah Delta sama sekali. Ia terus berjalan ke lantai dua. 


Delta menghela napasnya pelan. Ia sadar, tidak ada gunanya bercerita atau meminta saran pada Deana. Gadis itu sangat cuek dan tidak pedulian. Kadang, Delta tidak habis pikir dengan jalan pikiran Deana. Sebelumnya gadis itu tidak pernah bersikap seperti ini.


Soal Kenna, Delta benar-benar jadi berpikir keras. Haruskah ia melakukan itu? Ah tapi yang benar saja! Maksudnya ... sejak dirinya lahir sampai saat ini, ia belum pernah melakukan itu. Dirinya pasti akan terlihat sangat konyol dan amatir dihadapan Kenna dan lagi... prinsipnya sejak dulu adalah ‘Sex After Marriage’. Haruskah ia melanggar prinsipnya sendiri demi seorang perempuan yang ia cintai? 


Memikirkan itu benar-benar membuat kepalanya sakit. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar. Hari ini Delta akan pulang dan menemui Mamanya. Ia tidak ingin di cap menjadi anak durhaka yang lupa akan rumah.

•••

Related chapters

  • The Endless Love   2 | Rencana Tak Terduga

    "Terkadang, Semesta lebih pandai dalam mengatur segalanya. Termasuk hal-hal yang tidak pernah ada dalam daftar rencana." —The Endlesss Love••••Seorang wanita paruh baya dengan paras cantik menyambut kedatangan Deana dan Delta. Yap, Larashaty—Mamanya Delta. Pertama ia memeluk Deana kemudian beralih pada anak lelakinya, Delta."Anak Mama yang nakal ini akhirnya pulang juga, hm?" katanya ditengah-tengah pelukan mereka."Kan Mama yang merintahin aku buat pulang. Lagipula, aku juga nggak mau di cap anak durhaka gara-gara lupa pulang," timpal Delta sambil melepaskan pelukannya.Larashaty hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Deana sudah lebih dulu duduk di sofa sambil menikmati biscuit coklat favoritnya."Delta, ada yang ingin Mama tanyanyakan. Apa benar kamu mabuk semalam? Hm?"

    Last Updated : 2021-04-22
  • The Endless Love   3 | Bertunangan

    “Berperanlah, sampai semua nyata dengan sendirinya.” —The Endless Love—Satu minggu kemudian ...Malam ini, Deana dan Delta kini sudah resmi bertunangan. Senyum dari semua orang yang mengikuti acara tersebut pun terpancar, menandakan mereka ikut bahagia atas pertunangan tersebut termasuk kedua orangtua Delta. Senyum mereka seolah tidak ada habisnya melihat Delta dan Deana kini sudah berada dalam sebuah ikatan pertunangan."Aku akan sangat bahagia jika pada akhirnya nanti mereka akan bersama," bisik Altheraldo pada istrinya."Aku akan lebih bahagia, sayang. Mungkin setelah ini kita harus membicaran soal rencana pernikahan mereka," usulnya dan langsung diangguki oleh Altheraldo.Tapi kebahagiaan yang di maksud itu ternyata tidak sampai ke hati tiga orang yang kini sedang sama-sama berpikir keras. Pertama ada Delta. Di ot

    Last Updated : 2021-04-22
  • The Endless Love   4 | Possessive Or Protective?

    “Posesif dan rasa ingin melindungi adalah dua hal yang sama-sama datangnya dari hati. Paham sampai sini?” —The Endless Love—Deana merasa sangat terganggu dengan Delta yang berada di sampingnya. Saat ini mereka sedang berada di apartemen Delta. Mengerjakan tugas research paper yang sama sekali belum selesai karena terlalu banyak Revisi."Kalau lo ngomong terus, gue nggak bakal bisa nyelesein tugas lo, Ta!" kesal Deana karena ocehan yang terus keluar dari mulut Delta."Anna, Please .... gue lagi kesel. Okay?""Yes! I know.""Ann?" panggil Delta pelan sambil meletakkan ponselnya di meja."Hm ....""Apa yang kita lakuin ini bener gak, sih?"Deana yang sedang fokus dengan lap

    Last Updated : 2021-04-22
  • The Endless Love   5 | Deana Berubah Menyebalkan (?)

    “Yang satu mendekat, yang satu menjauh pergi. Yang satu berusaha melindungi, yang satu memilih tidak peduli.” —The Endless Love—“Jangan buang waktu lo untuk ngelakuin hal untuk orang yang sama sekali nggak mencintai lo. Karena semakin lo berusaha, semakin lo ngerasa semuanya cuman bakal berakhir sia-sia.” — Delta.—Langit terlihat gelap, malam mulai menyapa dan beberapa bintang terlihat bermunculan menghiasi malam. Sambil memeluk lututnya, Deana duduk termenung di ayunan samping kolam renang. Pandangannya kosong, pikirannya melayang jauh pada Delta dan pembicaraan mereka kemarin malam.Deana tahu konsekuensi seperti apa yang akan di dapatnya. Tapi semua itu ia lakukan demi Delta—sahabatnya yang paling berharga.Larasathy yang melihat Deana termenung pun berjalan menghampirinya. Ia menyentuh pundak Deana lembut yang membuat gadis i

    Last Updated : 2021-04-22
  • The Endless Love   6 | SAH!

    “Semakin pelik, berarti semakin besar kekuatan cinta itu diuji. Sampai dimana keduanya saling bertahan tidak mau mengakui.” — The Endless Love—Deana langsung meninggalkan kelas tepat ketika seorang dosen masuk bahkan tidak memperdulikan panggilan dosen tersebut. Menurutnya itu sama sekali tidak penting karena yang lebih penting sekarang adalah mama Larashaty. Tadi asisten rumahnya menelepon dan mengatakan jika keadaan mama Larashaty tiba-tiba saja memburuk kemudian tidak sadarkan diri.Sepanjang jalan menuju gerbang utama, Deana terus berusaha menghubungi Delta yang sudah menghilang sejak mata kuliah kedua tadi. Tapi nihil, cowok itu tidak juga mengangkat teleponnya. Di panggilan ke 12 Deana menyerah, Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan buru-buru menyetop taksi yang kebetulan lewat di hadapannya.Dalam perjalanan menuju rumah sakit, tak henti-hentinya ia merapalkan Doa un

    Last Updated : 2021-04-22
  • The Endless Love   7 | Goodbye, Delta!

    “Kalau yang lo mau bukan gue? Gue bisa apa?” — Deana•••Sejak pembicaraan Delta dan Deana 2 minggu yang lalu, Delta selalu mengajak Kenna ke apartemennya, hampir setiap perkuliahan selesai. Deana kadang muak saat tengah malam gadis itu belum juga beranjak pulang. Bahkan secara terang-terangan lelaki itu kekperlihatkan kemesraannya dengan Kenna di hadapannya hanya agar membuat Deana cemburu kemudian menyerah. Deana tahu itubtapi ia tidak bisa terus-terusan memberontak seperti yang sudah-sudah karena itu hanya akan membuat usahanya selama ini akan sia-sia. Biarlah, untuk beberapa waktu ia membiarkan semua mengalir sesuai alur yang sudah Delta tentukan.Deana mengarahkan pandangannya ke sekitar kemudian menghela napasnya dalam. Ia sudah selesai mengemas semua barang-barangnya dan siap pergi. Hari

    Last Updated : 2021-05-01
  • The Endless Love   8 | Hari Tanpa Deana

    Sabtu pagi. Delta terbangun dari tidur lelapnya karena merasa terganggu oleh bunyi jam beker yang terus saja berdering. Masih dengan setengah mengantuk, ia bangun dan mencari sumber suara tersebut lalu mematikannya. Delta tidak ingat kapan ia mulai menggunakan jam beker karena sehafalnya, dirinya tidak pernah menggunakan benda yang menurutnya mengganggu indera pendengaran dan tidur gantengnya.Tak mau ambil pusing memikirkannya, Delta memilih untuk beranjak ke kamar mandi dan membersihkan diri.Jam 08.45, Delta turun ke bawah dengan wajah yang sedikit lebih segar. Ia berjalan ke arah pantri, membuka kulkas dan mengambil air minum.Sambil bersandar pada meja dapur, Delta menatap ke sekeliling. Apartemennya terasa sunyi dan sepi seperti lama tidak ditempati. Padahal biasanya tidak. Setiap pagi telinganya selalu mendapat nutrisi omelan-omelan Deana mengingat dirinya yang susah dibangunin lah, ngaret lah, susah di suruh sarapan lah,

    Last Updated : 2021-05-01
  • The Endless Love   9 | Fakta Terkuak Bag. 1

    Setiap orang pasti pernah mengalami hal buruk dalam hidup. Entah kecelakaan, kehilangan, ketidakadilan, dan lain sebagainya termasuk Kennara. Orang tuanya meninggal saat umurnya 12 tahun dalam kecelakaan beruntun di jalan tol dan Itu menjadi pukulan sekaligus trauma yang berat di usianya yang masih sangat belia. Setelah kejadian itu, Kennara hidup bersama kakek dan neneknya hingga usia 15 tahun kemudian ikut bersama om dan tantenya hingga saat ini. Om dan tantenya adalah orang yang sibuk sehingga jarang sekali ada di rumah. Tiga anak mereka pun berkuliah di kota yang berbeda sehingga rumah besar yang ditempatinya terasa begitu sepi dan hampa. Kesepian yang dirasakan oleh Kennara terasa begitu nyata dan membuatnya haus akan kasih sayang. Wajar, karena saat hidup bersama kakek neneknya, Kennara selalu dilimpahi dengan kasih sayang selayaknya orangtua kandung. Suatu hari ia bertemu dengan Arash. Sosok lelaki yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan per

    Last Updated : 2021-05-01

Latest chapter

  • The Endless Love   20 | Karma?

    Tiga hari pasca jebakan, Kenna mendatangi apartemen Delta dengan mimik wajah yang tidak bisa dibilang santai. Ya, wanita itu tidak terima dan sangat marah pada Delta atas apa yang lelaki itu lakukan pada Arash. Kenna menggedor-gedor pintu apartemen tersebut beberapa kali sampai akhirnya orang yang ia inginkan muncul dibalik pintu. “Jahat lo, Ta! Jahat! Keterlaluan! Gak punya hati!” protes Kennara yang langsung menyerang dada bidang Delta berkali-kali. Membuat Delta yang berdiri di pintu refleks melangkah mundur kembali ke dalam. Delta tidak menggubris sama sekali dan memilih membiarkan Kennara melampiaskan segala amarahnya. “Apa yang lo lakuin ke Arash? Hah? Kenapa lo buat dia masuk penjara? Kenapa Delta? Kenapaaaaa?!” “Lo jahat! Lo jahat Deltaaaaa!” Pukulan Kennara mulai melemah, sepertinya energi gadis itu sudah mulai habis, menyisakan isak tangis dan punggung yang

  • The Endless Love   19 | Jebakan

    Delta langsung mendatangi rumah Kennara diikuti oleh Alden. Emosinya benar-benar ada dipuncak kemarahan sekarang. Delta tahu, menghadapi seorang wanita bukan sesuatu yang gentle, tapi ini bukan soal tantang menantang, ini soal kemunafikan yang selama ini gadis itu perlihatkan.Setelah mengetahui di mana Kenna berada dari asisten rumah tangganya, Delta dan Alden langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua. Tujuannya memang bukan Kennara namun gadis itu pasti tahu di mana orang tersebut."Kenna buka Ken! Gua tahu lu di dalam!""Lo buka atau gue dobrak nih pintu?!" Delta memberi penawaran.Tak berselang lama, gadis itu pun keluar dari kamarnya. "Apa sih, Ta? Gue abis dari-""Gak penting lo abis dari mana! Gua cuman pengen lo jawab pertanyaan gue dengan sejujur jujurnya!"Delta menatap gadis dihadapannya lekat. Kennara tampak ketakutan namun Delta ti

  • The Endless Love   18 | Pencarian Sherine

    Mulai hari ini dan beberapa waktu ke depan sampai batas yang tidak ditentukan, Delta memutuskan agar Deana tinggal di rumah. Itu jauh lebih aman mengingat penjaan rumah yang ketat daripada di apartemen.Delta tidak ingin diam saja dan menunggu. Ia sudah lelah dan harus menyelesaikan semua masalahnya. Apapun tujuan peneror yang mengaku-ngaku sebagai Sherine itu, Delta tidak akan pernah membiarkannya menang dan mendapatkan apa yang diinginkannya.Setelah mengantar Deana pulang ke rumah yang disambut hangat oleh sang Papa, Delta pamit untuk menelusuri tentang Sherine. Hal Yang akan Delta lakukan pertama kali adalah mengunjungi sekolah SMAnya dan meminta data serta alamat atas nama Sherine.Sekitar satu jam mengemudi, akhirnya ia sampai di SMAnya. Delta memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus tamu kemudian keluar dari mobilnya menuju lobi.Saat di lobi, ia di sambut oleh guru semasa SMA nya du

  • The Endless Love   17 | Who is Sherine?

    Semenjak Delta dan Deana memutuskan untuk kembali memulai segalanya dengan cara yang benar, keduanya seperti menemukan kehidupan baru yang lebih berwarna. Saling mengisi, berbagi hati, dan terutama belajar menjadi calon orang tua yang baik. Delta—lelaki itu benar-benar memperlihatkan kesungguhannya pada Deana dan berubah menjadi sangat posesif.Contohnya saja ketika Deana membereskan apartemen mereka, Delta pasti akan ngomel-ngomel dan menyuruh Deana untuk berhenti dari aktivitasnya seperti menyapu, mengepel lantai, dan lainya. Delta bahkan memilih untuk mempekerjakan pembantu agar Deana tidak melakukan aktivitas yang bisa membahayakan calon anaknya. Padahal yang dilakukan Deana bukan aktivitas berat tapi Delta mendadak berubah menjadi lelaki yang keras kepala dan tidak mau di debat.Deana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Delta yang menurutnya berlebihan itu. Tapi disamping itu, Ia sangat-sangat bersyukur karena semua kini kemba

  • The Endless Love   16 | Awal yang Dimulai Kembali

    Ditempat yang sama namun dengan hari dan suasana yang baru Delta berdiri tepat di anak tangga ke tiga. Tak henti-hentinya ia menarik sudut bibirnya dan mengucap syukur pada Tuhan yang sebesar-besarnya atas kembalinya Deana ke rumah. Ia menjewer kupingnya sendiri dan terasa sakit, menandakan jika yang berdiri di dapurnya saat ini benar-benar Deana.Ia kemudian menuruni anak tangga yang tersisa dan berjalan menghampiri gadis itu yang tengah sibuk dengan kompor dan teflonnya. Delta memeluknya dari belakang, melingkarkan tangannya pada perut Deana yang mulai nembesar."Ta ... apasih? Lepasin, gak? Gue susah gerak kalau lo peluk kayak gini," protesnya.Delta kembali tersenyum. Kepalanya yang bersandar di bahu Deana terlihat begitu nyaman. Mulai hari ini ia tidak akan menakan apapun lagi yang ingin berkembang di dalam hatinya. Ia akan membiarkan perasaan itu lepas dan tumbuh bersamaan dengan kebersamaannya dengan D

  • The Endless Love   15 | Kesempatan (?)

    Deana duduk di sofa sambil menatap pemandangan ibu kota di malam hari dari jendela apartemen Alden. Pikirannya melayang pada banyak hal, salah satunya pada Delta.Deana tidak ingin berharap lebih namun perasaannya tak bisa dibohongi. Semakin ia menyangkalnya, semakin perasaan itu tumbuh lebih besar. Jika ditanya sejak kapan, Deana sendiri tidak tahu pasti. Mungkin sudah lama, mungkin juga baru-baru ini atau mungkin setelah malam itu. Entahlah...“Mikirin Delta lagi, eh?” celetuk Alden dari arah tangga.Lelaki itu berjalan santai mendekatinya, kemudian bersandar pada jendela tepat du hadapan Deana.“Kalo lu kangen sama dia, temui dia lah, De,” saran Alden kemudian.“Gue emang kangen sama Delta. Banget, malah. Tapi kalau gue nemuin Delta, kemungkinan besarnya adalah kita balik dengan posisi Delta yang cuman anggap gue sebagai ad

  • The Endless Love   14 | Ancaman Bagi Kennara

    Kennara cepat-cepat menuju apartemen tepat setelah Delta menelponnya untuk datang. Ketika sampai, apartemen tersebut ternyata tidak dikunci yang membuat Kennara bisa leluasa masuk tanpa perlu memencet bel atau mengetuk terlebih dulu.Terlihat Delta sedang menunggunya di sofa. Kenara berjalan mendekati Delta dan duduk tepat disampingnya. "Sayang, ada apa? Apa sesuatu terjadi?" tanyanya dengan wajah cemas.Delta mengeluarkan sesuatu dari samping kirinya dan memperlihatkan benda tersebut ke hadapan Kena. "Jelasin, apa ini?"Kenara jelas shock ketika melihat botol yang dicarinya selama ini, kini berada ditangan Delta. Bagaimana bisa botol pil itu ada ditangannya? batinnya bertanya."Delta-""Aku bisa jelasin ini, okay?" ujar Kennara berusaha setenang mungkin."Aku harus nemuin alasan yang masuk akal agar Delta percaya. Jika sampai dia curiga, hancur s

  • The Endless Love   13 | Mulai Terkuak

    Arash menengadah, menatap rintik hujan yang mulai membasahi jaketnya. Memasuki musim penghujan, awan mendung mulai aktif mengeluarkan isinya, membuat sebagian orang kembali mengingat kenangan, merasa de javu, bahkan bisa menghadirkan kembali luka di masa lalu. Percaya atau tidak, hujan menang sangat identik dengan hal-hal tersebut sama seperti Arash.Kenangan menyakitkan itu menyapanya. Menyibak luka yang sama sekali belum kering. Mengingatkannya pada kejadian dimana gadis itu mati di pelukannya. Arash menyaksikannya, bagaimana bibir mungil itu masih sempat-sempatnya mengucap nama lelaki tersebut di detik-detik kepergiannya. Tangannya mengepal, menatap nama yang tertera pada papan berwarna putih di hadapannya.“Aku akan membalaskan semua rasa sakitmu. Aku akan membuatnya merasakan pedihnya setiap air mata yang jatuh dari matamu,” ucapnya parau.“Aku akan—” Arash tidak melanjutkan kalimatnya. Mulutny

  • The Endless Love   12 | Deana Kembali (?)

    Liburan semester memasuki bulan kedua. Disaat mahasiswa lain sedang asyik menikmati liburan, Delta malah sebaliknya. Ia semakin kacau dan frustrasi dengan semua terror yang diterimanya. Siapa yang peneror itu maksud sebenarnya? Singguh, Delta sama sekali tidak bisa mengingat yang peneror maksud di masa dulu.Ingin rasanya Delta menelpon sang Papa, meminta bantuan beliau namun diurungkannya. Delta merasa ia sudah dewasa dan harus menyelesaikan setiap masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain sekalipun itu papanya.Delta menatap setiap celah di sekeliling ruang tamu apartemennya. Satu kata: Sunyi. Daripada dibilang rumah, apartemen Delta lebih mirip kuburan atau desa tak berpenghuni. Ia tersenyum miris, mengejek dirinya sendiri. Merasa begitu menyedihkan dengan takdir yang Tuhan gariskan padanya.Bersamaan dengan itu, suara bel berbunyi. Fokus Delta langsung teralihkan namun ia tidak langsung beranjak dari so

DMCA.com Protection Status