-01-
Maximilliam Morgan Dexter... Seorang keturunan Dexter yang terkenal dengan perusahaan tambang emas terbesar di California, Amerika serikat. Tempat kelahirannya yang menjadi tempat paling dibenci olehnya. Karena sikap keras ayahnya -Maximilliam Miller Dexter- yang menyuruhnya untuk menikahi wanita yang menuduh dirinya menghamili wanita tersebut.
Jelas saja Morgan menolaknya. Karena selama ini Morgan selalu menggunakan pengaman setiap kali melakukan hubungan badan dengan wanita one nigth stand-nya. Namun Miller yang tak ingin nama besar Dexter tercoreng karena kasus tersebut, bersikeras menyuruh Morgan untuk bertanggung jawab.
Dan jika Morgan tak ingin menuruti perintah Miller.... Maka Morgan tak bisa menggunakan semua fasilitas keluarga Dexter termasuk berada di mansion besar keluarga Dexter.
Morgan dan harga dirinya yang tinggi.
Tetap teguh tak mau bertanggung jawab atas apa yang bukan dilakukannya. Dia memilih angkat kaki dari kediaman Dexter. Bersumpah kepada keluarga Dexter bahwa dirinya mampu menjalani hidup tanpa kekayaan milik Dexter.
Morgan meminta ampun kepada wanita yang melahirkannya -Roseline Delila Dexter- karena menolak permintaan ibunya untuk tetap tinggal di mansion. Dia merasa harga dirinya lebih tinggi daripada harus menjalani hidup dengan wanita penipu yang menuduhnya.
Kejadian dua tahun lalu yang membawanya pergi menetap di kawasan Manhattan. Mengadu nasib dengan pergi hanya membawa diri dan kepintarannya sebagai pengacara.
Dia memulai kariernya dengan menangani kasus kecil seperti pelecehan dan pemerkosaan. Tak jarang dia menerima kasus pembunuhan. Hingga namanya mulai naik saat dirinya memenangkan kasus perceraian selebriti papan atas. Dan semakin ahli menangani kasus tersebut.
Hal tersebut tak membuatnya berhenti walau dunia mengakui kehebatannya dalam menghadapi setiap kasus. Dia dan ambisinya sudah melewati batas tertinggi.
Membuatnya menjadi seperti iblis berkedok malaikat dengan meniduri klien wanita, hal tersebut sudah menjadi seperti sebuah obsesi tersendiri bagi Morgan.
Membuat perjanjian dengan klien wanita untuk tidur dengannya setelah kasus selesai dalam posisi menang. Hingga membuat para artis dan model dengan sengaja melakukan perceraian hanya karena ingin merasakan bagaimana rasanya bercinta dengan seorang Morgan.
Satu peraturan keras yang menjadi pegangan Morgan selama ini.... Dia tak pernah ingin meniduri wanita bersuami, ataupun wanita single yang bukan bekerja sebagai bitch.
Pengalamannya dua tahun lalu yang meniduri wanita selain seorang jalang yang menuduhnya. Hingga membuat dia memilih untuk meniduri wanita yang memang bekerja sebagai penghibur. Dan membuat perjanjian khusus untuk klien wanitanya dengan memanfaatkan ketampanan dan kehebatannya untuk meniduri mereka yang rela memanaskan ranjangnya.
"Aku akan mengantarmu pulang," kata Morgan kepada Barbara yang berada di sampingnya dalam perjalanan setelah selesai sidang perebutan hak asuh anaknya.
"Bukankah masih ada satu perjanjian yang harus kutepati?" tanya Barbara walau tatapannya terarah ke jendela di kanannya.
Morgan menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas berwarna merah. Dia menoleh dan memiringkan kepalanya. Lalu tersenyum menatap Barbara yang baru menoleh.
"Kenapa? Apa aku salah?" tanya Barbara.
"Hm... Secara teknis, kau memang benar. Tapi aku hanya akan melakukannya jika memang kau menginginkan. Aku tak ingin memaksa demi menghormati klienku," ujar Morgan.
Barbara tersenyum begitu manis. Lalu Morgan kembali bertanya, "jadi bagaimana? Kau ingin atau tidak?" tanya Morgan mengerutkan keningnya.
"Siapa yang bisa menolak untuk tidur bersama pria sepertimu, Morgan." Barbara berujar seolah memang tak ada yang bisa menolak pesona seorang Morgan.
Morgan menyeringai begitu tampan karena memang begitulah kenyataannya. Tak pernah ada wanita yang menolak untuk tidur dengannya. Bahkan mereka merelakan diri untuk menjadi penghangat ranjangnya.
***
Dan... disinilah Morgan. Setelah menikmati tubuh seorang aktris ternama dengan film layar lebar yang selalu menjadi bintang utama pemeran wanita dengan adegan hot. Yang sering dilakukan oleh banyak lawan mainnya.
Membuat seorang Morgan dan obsesinya begitu penasaran untuk mencicipi tubuh seorang Barbara yang selalu seksi dalam berpenampilan.
Dengan dukungan nama besar mantan suaminya -Lachosky- semua itu dengan mudah diraih oleh Barbara dalam sekejap. Namun memang.... Barbara yang selalu mencari masalah dengan suaminya, membuat sang suami melakukan perselingkuhan terencana. Hingga Barbara menjadikan hal tersebut sebagai alasannya untuk bercerai.
Dan kini... keinginannya telah terwujud. Mendapatkan percintaan panas seperti yang diceritakan banyak teman artisnya... Barbara sedikit kewalahan menyaingi kegilaan seorang Morgan yang memang memicu adrenalinnya.
Hentakan kasar dan cepat membuatnya tak serta merta untuk melakukan protes. Morgan melakukan semua itu atas dasar persetujuannya diatas kertas bermaterai.
Barbara malah yakin, beberapa wanita yang pernah mengalami hal yang sama dengannya. Menikmati semua kekasaran tersebut. Karena merasakan sesuatu yang berbeda dari cara bercinta Morgan.
Membuat semua wanita terpacu adrenalinnya dengan ciuman tergesa dan raupan keras yang dilakukan Morgan.
Seolah pria itu memanglah seorang iblis yang sedang menikmati santapannya dengan lahap.
Keduanya sibuk menghabiskan malam yang cukup panjang untuk melakukannya lebih dari satu kali.
-
Permainan selesai...Morgan terkekeh melihat Barbara yang tergeletak lemas di dalam bathup. Sementara ia sudah selesai membersihkan diri dan bersiap pergi dengan memakai kemeja putih dan jas navynya.
"Hah... sayang sekali kau sudah menyerah sebelum pagi. Kuakui kau sungguh nikmat Barbara. Aku berharap kau menikahi seseorang lalu menceraikannya lagi. Agar kita bisa bertemu lagi," usul Morgan lalu dia menyeringai.
"Dasar berengsek! Jika kau merasa puas dan nikmat denganku. Kenapa kau tak menjadikanku milikmu?" tanya Barbara dengan bodohnya.
Membuat Morgan tertawa keras untuk menertawakan ucapan bodoh Barbara.
"Jangan mengharapkan seekor iblis tunduk kepadamu Barbara. Kau pikir... iblis akan menuruti manusia yang sudah melampau iblis itu? Heh!" hardik Morgan. Dia menatap dirinya yang kembali terlihat sempurna dipantulan cermin.
"Tidak Barbara... iblis tetaplah menjadi iblis yang hanya akan membuat manusia terjebak dalam permainannya. Dia tak akan bisa ditundukkan dengan mudah sekalipun manusia itu begitu nikmat untuk dipermainkan," tandas Morgan.
Barbara menatap tajam Morgan yang hanya menyeringai mengejeknya.
"Kau! Sungguh seorang bajingan iblis! Ingatlah suatu saat nanti kau akan tunduk oleh seorang wanita. Kau akan menjadi bodoh karena wanita tersebut. Dan saat itu terjadi... Diriku dan wanita lain yang pernah kau nikmati... akan tertawa paling keras menertawakan dirimu yang terlihat bodoh!" sumpah Barbara.
Morgan hanya terkekeh mendengar omong kosong Barbara yang sebenarnya tak menerima penghinaannya.
"Well... Sampai jumpa dilain kesempatan Barbara. Semoga kau menemukan sesuatu yang lebih hebat dari permainanku," ejek Morgan lalu menutup pintu kamar mandi. Dia keluar dari kamar hotel setelah memberikan sebuah stampel logo miliknya di atas kertas copy-an dari perjanjiannya dengan Barbara.
Tanda bahwa dirinya sudah tak memiliki urusan lagi dengan wanita itu. Sebagai bukti untuknya melawan jika mendapat tuntutan lain dari wanita tak tahu diri itu.
**
Eliora Clareta Garnel...wanita yang saat ini berusia dua puluh enam tahun. Menikah muda saat usianya masih delapan belas tahun.Dia terpaksa dijodohkan dengan pria berusia tiga puluh tahun -Mark Mattson Garnel- karena ayahnya terlilit hutang oleh bank untuk membuka usaha. Namun sayang... usaha sang ayah bangkrut sebelum mendapat untung.Hingga pria yang melamarnya itu menawarkan diri untuk membantu jika memang Eliora menikah dengan pria berusia matang itu.Eliora terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Walau dia tahu Mark begitu baik dan rela bekorban meninggalkan ayah dan ibunya yang me larang untuk menikahinya.Merasa Mark juga ikut bekorban demi membantu ayahnya, membuat Eliora sedikit luluh hingga mereka akhirnya memiliki seorang anak.Anak perempuan yang begitu manis dan cantik seperti Eliora. Walau ayah dari anak itu juga begitu tampan.Seiring berjalannya waktu, putri mereka tumbuh semakin c
Chase menutup pintu apartemen Eliora dan menguncinya segera. Lalu menuju ke kamar Hazel untuk melihat kebenaran yang dikatakan oleh security tambun tadi. Melihat masih ada bekas mobil yang atapnya rusak adalah bukti kebenaran dari ucapan sang security.Lalu dia keluar dari dalam kamar Hazel. Mengintip kamar Eliora yang terlihat sedang menenangkan sekaligus menidurkan anak itu.Chase memilih menunggu Eliora selesai menidurkan Hazel untuk membahas masalah perampokkan di tempatnya itu.Chase kembali menatap kamar Hazel dan berpikir sejenak.Mungkinkah perkataan security tadi benar? Jika benar... bagaimana caranya menjelaskan kepada hukum. Hazel... akan sulit untuk ditanyai. Anak itu pasti ketakutan,batin Chase.Eliora menutup pintu kamarnya setelah memastikan anaknya sudah tertidur pulas. Dia memanggil Chase untuk memastikan keberadaan adik iparnya."Chase... kau masih di sini?" tanya Eliora."Ya. Aku di ruang tengah," jawab Chase.
Siang hari kegiatan Morgan berjalan seperti biasanya… jika sudah menyelesaikan satu kasus. Dia akan datang ke kantornya dan melihat berkas kasus lain yang diajukan padanya.“Selamat siang, Sir,” sapa asisten pribadinya.Wanita dengan lengkuk tubuh seksi dan berbody sekal berdiri membungkuk menyambut kedatangannya.Belahan dada di pakaian ketat asistennya memperlihatkan buah dadanya yang mengembul keluar. Wanita itu dengan sengaja memakai pakaian ketat demi memperlihatkan keindahan tubuhnya kepada Morgan.“Masuklah Jasmine. Sebutkan kasus yang masuk hari ini,” ujar Morgan menyuruhnya ikut masuk ke dalam ruangannya.Asisten yang bernama Jasmine Spencer itupun mengikuti langkah Morgan untuk masuk ke dalam ruangannya.“Kunci pintunya!” perintah Morgan.Jasmine yang mengetahui maksud Morgan dengan girangnya mengunci pintu. Setelah itu dia berjalan menuju Morgan yang duduk di balik meja kebesarannya.Dengan sebuah map di tangan Jasmine
Suara tongkat yang digunakan Eliora seakan menjadikan dirinya pusat perhatian di sebuah apartemen mewah di Manhattan. Seorang security mengantarkan Eliora ke unit tempat Morgan. Agar wanita itu tak tersesat karena baru pertama kali menginjakkan kakinya di sana.“Terima kasih, Sir, kau bisa tinggalkan aku. Aku sudah menghafal langkah untuk kembali,” ujar Eliora.“Sama-sama, Nona. Semoga kasusmu diterima Mr.Dexter,” jawab security tersebut.Eliora mengangguk dan tersenyum kembali. Lalu security pergi dan Eliora mulai meraba pintu apartemen hingga ke sisi pintu dan terdapat sebuah tombol kecil.Eliora sempat menarik napas sebelum dia menekan tombol bel pintu itu.Dia menunggu beberapa saat setelah dia memencet tombol tersebut, tetapi cukup lama tak mendapat sambutan, membuat Eliora kembali menekan tombol bel berbentuk bulat.Hingga baru saja dia selesai menekannya. Suara pintu terbuka terdengar, disusul suara berat menyapanya.“Siapa kau
Eliora memilin ujung kemejanya. Dengan hati dan perasaan cemas. Dia nekat mengambil keputusan ini. Saat ini dia berusaha untuk tenang dengan memikirkan keadaan Hazel bersama Chase.Membiarkan anaknya menginap di tempat Chase untuk hari ini adalah keputusan yang tepat. Dia tak ingin ditanyakan banyak hal oleh Hazel karena pulang terlalu larut atau mungkin tak pulang.Karena saat ini… Dia sedang berada di apartemen Morgan. Dia kembali ke sini, setelah kemarin melakukan perjanjian dengan Morgan. Dan sekarang…. Morgan sedang menuangkan dua gelas minuman beralkohol.Dia melihat kertas yang sudah di cap sidik jari Eliora atas perjanjian yang telah disepakati keduanya. Morgan membuat surat tersebut dengan tulisanbrailleagar mudah dipahami oleh Eliora.Morgan tak ingin mendapat kasus. Dia selalu menggunakan cara aman untuk menikmati semua yang dilakukannya dengan para klien.Morgan berjalan mendekati Eliora. Memberikan minuman yang barusan dia tuang
Semalaman Eliora mencoba untuk tidur dengan tenang. Namun mengingat setiap sentuhan yang diberikan Morgan, membuatnya tak bisa nyenyak. Dia gusar dan suara desahan serta erangan terngiang dalam benaknya.Dia menangis semalaman merutuki kebodohannya merasa hina dengan keadaannya. Hingga dia lelah menangis dan terlelap.Dia bahkan tak terbangun saat matahari menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Hingga suara ponsel terdengar membangunkannya dan mulai merengangkan tubuh lelahnya.Dia meraba ke arah nakas mengambil ponsel khusus penggunatunanetrauntuk berkomunikasi seperti layaknya orang yang bisa melihat.Sambutan suara Hazel membuatnya tersenyum, suara riang putrinya seakan menyemangati paginya.“Mommy… kau sudah pulang?”tanya Hazel riang.“Ya sayang… kau sudah di sekolah?” tanya Eliora.“Aku sudah pulang sekolah, mom.”“Apa? Memangnya ini sudah jam berapa?”“Ini sudah jam sebelas, El,”jawab Chase.“Hah…
Setelah menyantap sepotong kue sebagai kudapan. Morgan mengajak Hazel untuk bermain. Dia berusaha untuk membuat Hazel merasa nyaman dengan keberadaannya.Morgan berusaha untuk masuk ke dunia Hazel. Bermain bersama boneka tuan teddy dan meminum teh udara. Suara tawa dan seruan Morgan terdengar begitu lepas, sama seperti tawa Hazel yang terdengar riang.Ditambah dengan Autumn yang bergabung bersama Morgan dan menggoda kakaknya yang berusaha mengikuti permainan sesuai kemauan Hazel.Sementara Eliora dan Chase hanya tertawa memerhatikan kegiatan mereka. Chase menceritakan apa yang dilakukan ketiganya kepada Eliora.Seolah menjadi mata bagi Eliora yang setidaknya bisa merasakan kebahagiaan sang anak yang bisa tertawa dan bermain setelah kejadian beberapa hari tersebut sempat membuat anak itu murung.Perhatian Morgan sempat teralihkan saat Chase sedang menceritakan kegiatan Hazel kepada Eliora.Cih… bagaimana bisa dia tersenyum semanis itu hanya karena
Malam harinya Morgan mengajak Eliora dan Hazel untuk makan malam di sebuah restoran mewah. Kali ini Chase dan Autumn tidak ikut, karena mereka sudah berjanji untuk makan malam bersama kedua orang tua Chase setelah pertemuan pertama mereka di kediaman Garnel.Suasana mewah dengan lagu klasik yang mengalun seakan menggelitik pendengaran Eliora. Begitu tenang… ditambah hawa sejuk dan wangi parfum serta makanan yang bergantian melewati indera penciumannya. Membuatnya tak nyaman dan merasa risih karena tak pernah ke tempat seperti itu sebelumnya."Apa kau ada alergi makanan, El?" tanya Morgan yang duduk di hadapan Eliora.Eliora menggeleng sebagai jawabannya."Bagaimana dengan Hazel?" tanya lagi Morgan sebelum dia benar-benar memesan makanannya."Tidak ada, Morgan. Tolong… jangan memesan yang tidak-tidak. Aku dan Hazel tidak begitu banyak makan," ujar Eliora.Sesungguhnya wanita ini terpaksa menuruti kemauan Morgan yang mengajaknya