Siang hari kegiatan Morgan berjalan seperti biasanya… jika sudah menyelesaikan satu kasus. Dia akan datang ke kantornya dan melihat berkas kasus lain yang diajukan padanya.
“Selamat siang, Sir,” sapa asisten pribadinya.
Wanita dengan lengkuk tubuh seksi dan berbody sekal berdiri membungkuk menyambut kedatangannya.
Belahan dada di pakaian ketat asistennya memperlihatkan buah dadanya yang mengembul keluar. Wanita itu dengan sengaja memakai pakaian ketat demi memperlihatkan keindahan tubuhnya kepada Morgan.
“Masuklah Jasmine. Sebutkan kasus yang masuk hari ini,” ujar Morgan menyuruhnya ikut masuk ke dalam ruangannya.
Asisten yang bernama Jasmine Spencer itupun mengikuti langkah Morgan untuk masuk ke dalam ruangannya.
“Kunci pintunya!” perintah Morgan.
Jasmine yang mengetahui maksud Morgan dengan girangnya mengunci pintu. Setelah itu dia berjalan menuju Morgan yang duduk di balik meja kebesarannya.
Dengan sebuah map di tangan Jasmine. Wanita itu mendekat berdiri di samping Morgan dan menunjukkan berkas kasus yang masuk hari itu.
“Seperti biasa… kasus perceraian. Kali ini dari model yang sedang naik daun, Elizabeth Deliza. Kau mengenalnya?” tanya Jasmine.
“Hm, Ya. Beberapa hari lalu aku bertemu dengannya. Lalu dia terlihat bertengkar dengan suaminya yang baru satu bulan menikah dengannya,” jelas Morgan.
Dia memang memerhatikan model dan artis yang baru menikah. Dan merasa mereka semua sengaja melakukan pernikahan mendadak. Hingga tak lama, kasus perceraian mereka tiba di meja Morgan.
“Kau memantaunya lagi?” tanya Jasmine.
“Kau tau siapa yang memantau dan yang dipantau,” ujar Morgan.
Dia menyeringai seperti iblis yang menguasai pikiran mereka yang sengaja melakukan pernikahan untuk bercerai dan memakai jasanya, lalu tidur dengannya. Seakan semuanya sudah terbaca. Dan terus berulang hingga kadang membuat Morgan bosan.
Dan saat dirinya bosan… selalu ada pemain cadangan. Seperti… Jasmine.
Morgan dan Jasmine memang sering bermain disaat keduanya jenuh. Jasmine adalah seorang wanita yang bebas. Dia tak pernah menuntut sebuah hubungan. Karena memang dia sendiri tak suka dikekang oleh sebuah hubungan.
“Jadi kau ingin mengambil kasusnya atau tidak?” tanya Jasmine.
“Tergantung bagaimana penawarannya kepadaku,” ujar Morgan. Tangannya mulai nakal dengan menyentuh paha mulus Jasmine dan mengelusnya perlahan. Hingga menuju ke pangkal paha wanita itu yang dengan sengaja membuka kedua kakinya untuk dipermainkan Morgan.
Jari Morgan menelusup ke dalam bahan tipis berbentuk segitiga milik Jasmine. Menggoyangkan jarinya ke bagian inti Jasmine. Membuat Jasmine mendongak karena menikmati permainan jari Morgan.
Morgan menyeringai melihat Jasmine yang masuk ke dalam permainannya hingga membuat wanita itu mencapai pelepasannya hanya karena sebuah jari.
Jasmine tersenyum menggoda lalu berjongkok ke kolong meja. Dan melakukan sesuatu untuk berganti memuaskan Morgan.
Hal itulah yang disukai Morgan. Wanita akan dengan sendirinya memuaskan dia setelah dia memberikan kenikmatan kepada wanita tersebut.
Saat sedang menikmati permainan Jasmine. Sebuah ketukan diiringi teriakan dari suara perempuan yang begitu dikenali Morgan sebagai adik kesayangannya, memanggil dan berteriak minta dibukakan pintu.
“Morgan! Aku tahu kau di dalam! Buka pintunya… ini penting!” teriak Autumn Delila Dexter.
“Shit!” runtuk Morgan.
“Tunggu sebentar!” teriak Morgan.
Jasmine merapikan semua permainannya lalu keluar dari kolong meja setelah memastikan semuanya rapi seperti tak terjadi apapun.
Jasmine berjalan menuju pintu untuk membukakan Autumn pintu.
Pintu terbuka… Autumn menyerobot masuk tanpa memedulikan Jasmine yang masih terlihat kacau walau sudah merapikan diri.
“Morgan! Kali ini kau harus membantuku!” seru Autumn.
“Ada apa? Kenapa kau seperti orang kesetanan?!”
“Karena aku memasuki ruangan setan!” jawab Autumn asal.
Jasmine terkekeh sambil menggelengkan kepala lalu keluar dari ruangan Morgan.
“Hah! Jika bukan adikku. Sudah kubuat kau menjadi perkedel!” bentak Morgan.
“Perkedel? Apa itu?!” tanya Autumn mengerutkan keningnya.
“Hm… sejenis makanan asia. Dari bahan dasar kentang,” jawab Morgan dengan santainya.
“Ah… kau mengalihkan ucapanku!” rutuk Autumn.
“Kau bertanya… aku menjawab!” balas Morgan.
Autumn memutar bola matanya. Keduanya memang tak bisa santai jika bertemu. Namun Autumn tahu… kakaknya begitu menyayanginya. Begitu juga sebaliknya. Maka dari itu, Autumn mengikuti langkah Morgan dengan pergi dari rumah dan melanjutkan sekolahnya di Manhattan.
Namun bedanya… Autumn masih mendapat semua fasilitas dari ayahnya. Berupa apartemen dan mobil mewah. Sementara kepunyaan Morgan…. Murni adalah hasil kerja kerasnya sendiri.
“Hah! Persetan dengan ucapanmu! Jadi begini… kau tahu 'kan aku memiliki kekasih bernama Chase?” tanya Autumn.
“Pria biasa saja dengan otak yang cukup pintar bisa membuatmu jatuh cinta,” jawab Morgan terdengar acuh.
“Jangan sembarangan menilai kekasihku!” tukas Autumn.
Adik Morgan yang satu ini memang mudah dialihkan. Namun hal itulah yang membuat Morgan senang menggoda Autumn.
“Baiklah… lalu ada apa dengannya? Apa kau memiliki masalah? Kau ingin aku memasukkannya ke penjara?”
“Bukan! Astaga Morgan. Diamlah dan dengarkan aku dulu!” sergah Autumn.
“Ya baiklah,” jawab Morgan.
Mereka saat ini sudah duduk di sofa panjang di ruangan Morgan.
“Chase memiliki kakak ipar. Hm… sebenarnya mantan kakak ipar. Karena kakaknya sudah meninggal dan kakak iparnya itu belum menikah lagi. Jadi mereka masih berhubungan baik,” ungkap Autumn.
“Kemarin malam… kakak iparnya itu mendapat musibah dari tetangganya yang hendak melecehkan anaknya. Lalu istri tetangganya menuntut karena suami mesumnya terjatuh dari kamar anak itu dan sekarang keadaannya koma. Kakak ipar Chase merasa anaknya hanya menghindar. Namun istri tetangganya tetap bersikeras menuntut ganti rugi rumah sakit sampai suaminya sadar kembali,” ungkap Autumn.
“Kalau begitu suruh saja kakak iparnya itu mengganti rugi, masalah selesai!” usul Morgan tak memberi solusi.
“Ish! Menurutmu untuk apa aku memiliki seorang kakak pengacara!” tukas Autumn.
“Ya. Tapi kau tahu… Aku tak sembarangan menangani sebuah kasus. Lagipula… kau pikir kepintaranku ini gratis! Semua ada harganya, Autumn. Jangan kau pikir kakakmu pengacara… kau bisa seenaknya meminta bantuanku!” tukas Morgan.
“Setidaknya… kau membantu kakak ipar kekasihku,” bujuk Autumn.
“Hem. Oke… lalu setelah aku selesai membantu kakak iparnya itu. Saudara lainnya ada yang terkena masalah. Dan aku harus membantunya lagi. Dan begitu seterusnya. Kau ingin membuat kakakmu miskin dalam sekejap?!” tukas Morgan.
“Hah! Kau ini sungguh menyebalkan… paling tidak kau mengurangi biaya tarifmu! Kau tahu menyewa pengacara sangat mahal. Dan belum tentu bisa memenangkan kasusnya. Dia berhadapan dengan seorang yang kenal dengan orang hukum,” timpal Autumn kembali membujuk. Namun Morgan kembali menggeleng.
Morgan melangkah menuju papan permainan dart papan target.
“Ayolah, Morgan… kakak ipar Chase itu sudah banyak mengalami kesusahan sejak kematian ayah dan suaminya. Hingga membuatnya kehilangan penglihatannya juga,” ujar Autumn.
Morgan menoleh dan menghentikan kegiatannya dari melempar dart ke papan target.
“Lalu? Aku harus prihatin dengan kebutaannya itu?!” tanya Morgan kembali acuh dan melanjutkan kegiatannya itu.
Autumn kesal dan berdiri dari duduknya. “Hah! Benar kata daddy! Kau sungguh tak bisa diandalkan!” sergah Autumn.
Gadis itu berjalan menuju pintu sambil menghentakkan kakinya.
“Malam ini… Suruh dia datang ke apartemenku,” ujar Morgan tanpa menoleh sebelum Autumn pergi dari ruangannya.
Autumn berbalik… Sebelumnya dia sempat tersenyum karena tahu, Morgan akan menurutinya jika dia menyinggung masalah ayahnya.
“Satu kali ini saja, Autumn! Jangan katakan aku tak pernah membantumu!” tukas Morgan.
Autumn melebarkan senyumnya lalu berhambur ke dalam pelukkan Morgan sambil bersorak girang.
“Hah! You're really the best brother!” seru Autumn.
“Hm… ya, ya… kau selalu mendapatkan apa yang kau inginkan! Dasar manja!” keluh Morgan mengusap dan mengacak rambut Autumn.
Kebiasaannya yang sangat tidak disukai Autumn.
“Hah! Cukup… aku baru saja dari salon!” runtuk Autumn.
“Oh ya? Tapi kau tetap saja jelek!” ejek Morgan.
“Ish… kau sungguh menyebalkan!” gerutu Autumn. Sambil merapikan rambutnya.
“Baiklah… nanti malam aku akan menyuruhnya mampir ke tempatmu dulu sebelum dia pulang kerja,” ujar Autumn.
“Ya. Terserah kau… hubungi dulu jika ingin datang,” ujar Morgan.
“Ya. Terima kasih Morgan,” ujar Autumn lalu beranjak dari ruangan Morgan.
***
Autumn keluar dari kantor Morgan dan menuju ke tempat Chase di kedai kopi. Dimana dia membuka usaha kecil-kecilan. Namun Autumn menyukai Chase yang mandiri.
Hal itu yang membuat Autumn bangga. Di saat teman-teman kuliahnya memamerkan usaha keluarganya. Chase memilih melakukan hal diluar itu.
Sama seperti Morgan yang terlihat lebih sukses menjadi mandiri dengan usahanya sendiri.
Autumn memarkirkan mobilnya di depan kedai kopi milik Chase. Terlihat begitu mencolok dari kedai kopi kecil milik Chase.
Sering kali Chase menyuruh Autumn untuk memarkirkan mobilnya di ujung jalan. Namun gadis manja seperti Autumn tak ingin berjalan terlalu jauh. Dia selalu mengabaikan permintaan Chase yang satu itu.
“Chase…!” teriak Autumn.
Terlihat Chase yang sedang tanggung membuat kopi untuk salah satu pelanggan setianya.
“Ada apa, Autumn. Kenapa kau datang sambil berteriak-teriak, kedai ini kecil. Dan kau berteriak seolah sedang berada di hutan,” tukas Chase.
Autumn hanya menampilkan deret giginya yang rapi dan putih.
“Aku datang membawa kabar hebat!” seru Autumn.
“Tunggu sebentar setelah aku menyelesaikan pesanan ini,” ujar Chase.
Autumn berjalan mengekor di belakang Chase yang membawa dua cangkir kopi panas kepada seorang wanita cantik yang duduk sendiri namun memesan dua kopi.
“Silahkan nona… ini pesanan anda,” ujar Chase meletakkan dua gelas kopi di hadapan wanita yang sudah menjadi pelanggan setia Chase.
Autumn bahkan mengingat wajah wanita yang terlihat menyebalkan baginya.
“Terima kasih, Chase. Duduklah… Aku memesan dua gelas untukmu juga,” ujar wanita bernama Felicia.
“Maaf, nona. Kau lihatlah… banyak pelanggan yang datang. Dan juga kekasihku baru datang. Aku tak bisa menemanimu lagi,” tolak Chase dengan sopan.
“Oh sayang sekali… padahal aku sudah membeli dua gelas,” ujar Felicia.
“Kau yang memesan lalu kenapa seolah menyalahkan, Chase! Jika kau tak ikhlas membayar dua gelas. Aku akan membayarnya!” sergah Autumn kesal. Dia mengambil segelas berisi kopi panas.
Lalu melihat ke samping meja Felicia. Terlihat seorang kakek tua yang gelas kopinya sudah habis. Autumn memberikan kopi dari meja Felicia kepada kakek tersebut.
“Ayo Chase… ada hal yang lebih penting daripada meladeni pelangganmu itu!” tukas Autumn kesal.
Chase kembali hanya bisa meminta maaf. Dia tak bisa marah kepada pelanggannya. Dia tak ingin membuat kecewa pelanggannya walau wanita itu menyebalkan.
Autumn menarik Chase untuk masuk ke ruangan yang lebih dalam untuk membicarakan kabar hebat yang dia dapatkan. Mereka duduk di kursi kayu yang tersedia meja kecil. Biasanya tempat itu akan menjadi meja makan untuk Chase dan dua orang karyawannya.
“Ada apa Autumn?” tanya Chase setelah dia memberikan segelas minuman dari lemari pendingin.
“Morgan mau membantu Eliora,” jawab Autumn setelah menenggak minumannya.
“Benarkah?” tanya Chase tak percaya.
Autumn mengangguk dengan semangat. “Ya. Dengan begitu kau akan menepati janjimu, bukan?” tanya Autumn.
“Kapan Eliora bisa menemui kakakmu?” tanya Chase sambil mengambil ponselnya untuk menghubungi Eliora. Mengabaikan pertanyaan Autumn.
“Malam ini. Eliora bisa mendatangi Apartemennya,” jawab Autumn.
“Benarkah?” tanya lagi Chase. Dia sudah menelepon Eliora dan menunggu teleponnya di jawab.
“Ya… Dan kita—”
“Halo, El… malam ini bisakah kau mendatangi tempat pengacara yang dikatakan Autumn kemarin malam?”
“Ya… tentu. Apa Autumn sudah mengatakan pada kakaknya?” tanya Eliora.
“Ya. Dan malam ini, kakaknya menyuruhmu untuk menemuinya di apartemennya. Kau bisa? Jika bisa, aku akan mengantarmu,” tawar Chase.
Mendengar ucapan Chase, Autumn terlihat cemberut.
“Kau beritahu saja alamatnya… aku bisa pergi sendiri, Chase. Aku tak ingin merepotkan kalian.”
“Kau yakin?” tanya Chase meyakinkan.
“Aku bisa naik taksi… dan aku akan bertanya pada security di sana, kau pergilah… tepati janjimu pada Autumn,” ujar Eliora lebih mengerti Autumn.
“Baiklah… teleponlah jika kau tersesat,” ujar Chase.
Jawaban Eliora menjadi akhir dari percakapannya dengan Chase di telepon.
“Kirimkan alamat apartemen kakakmu, untuk ku teruskan kepada Eliora,” pinta Chase.
Autumn berjingkrak senang… karena dengan begitu Chase akan mengajaknya menemui kedua orang tuanya. Walau sebenarnya Chase tak yakin Autumn akan betah ke tempat ayah dan ibunya.
-
Eliora mendengarkan voice note kiriman dari Chase, berisi nama jalan beserta nama apartemen Morgan. Malam ini dia akan mendatangi apartemen pengacara yang dikatakan Autumn akan membantunya dengan harga yang murah atau mungkin bisa digratiskan jika Eliora bisa memenuhi persyaratan seorang Maximilliam Morgan Dexter.
**
Suara tongkat yang digunakan Eliora seakan menjadikan dirinya pusat perhatian di sebuah apartemen mewah di Manhattan. Seorang security mengantarkan Eliora ke unit tempat Morgan. Agar wanita itu tak tersesat karena baru pertama kali menginjakkan kakinya di sana.“Terima kasih, Sir, kau bisa tinggalkan aku. Aku sudah menghafal langkah untuk kembali,” ujar Eliora.“Sama-sama, Nona. Semoga kasusmu diterima Mr.Dexter,” jawab security tersebut.Eliora mengangguk dan tersenyum kembali. Lalu security pergi dan Eliora mulai meraba pintu apartemen hingga ke sisi pintu dan terdapat sebuah tombol kecil.Eliora sempat menarik napas sebelum dia menekan tombol bel pintu itu.Dia menunggu beberapa saat setelah dia memencet tombol tersebut, tetapi cukup lama tak mendapat sambutan, membuat Eliora kembali menekan tombol bel berbentuk bulat.Hingga baru saja dia selesai menekannya. Suara pintu terbuka terdengar, disusul suara berat menyapanya.“Siapa kau
Eliora memilin ujung kemejanya. Dengan hati dan perasaan cemas. Dia nekat mengambil keputusan ini. Saat ini dia berusaha untuk tenang dengan memikirkan keadaan Hazel bersama Chase.Membiarkan anaknya menginap di tempat Chase untuk hari ini adalah keputusan yang tepat. Dia tak ingin ditanyakan banyak hal oleh Hazel karena pulang terlalu larut atau mungkin tak pulang.Karena saat ini… Dia sedang berada di apartemen Morgan. Dia kembali ke sini, setelah kemarin melakukan perjanjian dengan Morgan. Dan sekarang…. Morgan sedang menuangkan dua gelas minuman beralkohol.Dia melihat kertas yang sudah di cap sidik jari Eliora atas perjanjian yang telah disepakati keduanya. Morgan membuat surat tersebut dengan tulisanbrailleagar mudah dipahami oleh Eliora.Morgan tak ingin mendapat kasus. Dia selalu menggunakan cara aman untuk menikmati semua yang dilakukannya dengan para klien.Morgan berjalan mendekati Eliora. Memberikan minuman yang barusan dia tuang
Semalaman Eliora mencoba untuk tidur dengan tenang. Namun mengingat setiap sentuhan yang diberikan Morgan, membuatnya tak bisa nyenyak. Dia gusar dan suara desahan serta erangan terngiang dalam benaknya.Dia menangis semalaman merutuki kebodohannya merasa hina dengan keadaannya. Hingga dia lelah menangis dan terlelap.Dia bahkan tak terbangun saat matahari menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Hingga suara ponsel terdengar membangunkannya dan mulai merengangkan tubuh lelahnya.Dia meraba ke arah nakas mengambil ponsel khusus penggunatunanetrauntuk berkomunikasi seperti layaknya orang yang bisa melihat.Sambutan suara Hazel membuatnya tersenyum, suara riang putrinya seakan menyemangati paginya.“Mommy… kau sudah pulang?”tanya Hazel riang.“Ya sayang… kau sudah di sekolah?” tanya Eliora.“Aku sudah pulang sekolah, mom.”“Apa? Memangnya ini sudah jam berapa?”“Ini sudah jam sebelas, El,”jawab Chase.“Hah…
Setelah menyantap sepotong kue sebagai kudapan. Morgan mengajak Hazel untuk bermain. Dia berusaha untuk membuat Hazel merasa nyaman dengan keberadaannya.Morgan berusaha untuk masuk ke dunia Hazel. Bermain bersama boneka tuan teddy dan meminum teh udara. Suara tawa dan seruan Morgan terdengar begitu lepas, sama seperti tawa Hazel yang terdengar riang.Ditambah dengan Autumn yang bergabung bersama Morgan dan menggoda kakaknya yang berusaha mengikuti permainan sesuai kemauan Hazel.Sementara Eliora dan Chase hanya tertawa memerhatikan kegiatan mereka. Chase menceritakan apa yang dilakukan ketiganya kepada Eliora.Seolah menjadi mata bagi Eliora yang setidaknya bisa merasakan kebahagiaan sang anak yang bisa tertawa dan bermain setelah kejadian beberapa hari tersebut sempat membuat anak itu murung.Perhatian Morgan sempat teralihkan saat Chase sedang menceritakan kegiatan Hazel kepada Eliora.Cih… bagaimana bisa dia tersenyum semanis itu hanya karena
Malam harinya Morgan mengajak Eliora dan Hazel untuk makan malam di sebuah restoran mewah. Kali ini Chase dan Autumn tidak ikut, karena mereka sudah berjanji untuk makan malam bersama kedua orang tua Chase setelah pertemuan pertama mereka di kediaman Garnel.Suasana mewah dengan lagu klasik yang mengalun seakan menggelitik pendengaran Eliora. Begitu tenang… ditambah hawa sejuk dan wangi parfum serta makanan yang bergantian melewati indera penciumannya. Membuatnya tak nyaman dan merasa risih karena tak pernah ke tempat seperti itu sebelumnya."Apa kau ada alergi makanan, El?" tanya Morgan yang duduk di hadapan Eliora.Eliora menggeleng sebagai jawabannya."Bagaimana dengan Hazel?" tanya lagi Morgan sebelum dia benar-benar memesan makanannya."Tidak ada, Morgan. Tolong… jangan memesan yang tidak-tidak. Aku dan Hazel tidak begitu banyak makan," ujar Eliora.Sesungguhnya wanita ini terpaksa menuruti kemauan Morgan yang mengajaknya
Keadaan di dalam mobil begitu hening… Hazel bahkan tertidur di awal perjalanan pulang. Hingga Eliora membuka suara, mengatakan kegelisahan hatinya sejak tadi."Seharusnya kau tak perlu berkata seperti itu kepada mantan mertuaku," ujar Eliora."Orang seperti mereka harus diberikan pelajaran El. Lagipula apa yang kulakukan barusan itu tak seberapa. Aku yakin… Apa yang mereka lakukan padamu… lebih dari itu," tebak Morgan."Tapi… kau tak harus membalasnya," timpal Eliora."Ck!" Morgan hanya membalasnya dengan berdecak.Tak habis pikir masih ada pemikiran seperti Eliora di zaman modern ini. Disaat semua orang mulai sibuk membalas segala perbuatan jahat lawannya. Disini Eliora malah melakukan protes atas pembalasan yang dia lakukan untuk Eliora."Mereka hanya salah paham Morgan… sejak dulu aku sudah meminta Mark untuk mendapatkan restu mereka lebih dulu. Namun dia tak melakukan itu. Dan aku terpaksa menerimanya t
Keesokan harinya… Morgan mendapat kabar dari kepolisian yang menerima laporan tuntutan Rosela telah ditolak. Hal tersebut membuat Morgan semakin bersemangat untuk melakukan tuntutan balik.Ditambah cerita dari Hazel semalam, membuatnya memiliki cara untuk menegakkan keadilan dan meluruskan kabar yang semakin ramai diperbincangkan oleh Netizen.Tentang berita Rosela yang menuntut Hazel melakukan pendorongan terhadap suaminya -Lucas- yang saat ini masih terbaring koma di rumah sakit.Netizen bahkan tak henti menyoroti perkembangan berita yang dikeluarkan Rosela, bahwa wanita itu tak takut jika dia harus berhadapan dengan seorang pengacara sekelas Morgan. Dia tetap bersikeras meminta pertanggungjawaban kepada Eliora untuk biaya rumah sakit suaminya yang masih koma .Pagi ini Morgan sudah menunggu Hazel dan Eliora bersiap. Dia hendak mengajak mereka ke tempat kenalannya yang ahli di bidang psikologi. Untuk mengecek keadaan Hazel agar mendapatkan bukti
Pada keesokan harinya… Morgan memasuki kantornya yang terletak di pusat kota Manhattan. Ruangan yang terkesan mewah dengan interior yang tertata rapi dan sempurna.Seperti penampilannya yang selalu sempurna. Dengan balutan setelan jas berwarna hitam yang dipadukan dengan kemeja putih di dalamnya. Rambut yang ditata rapi dengan pomade membentuk sempurna di atas kepalanya. Entah kenapa kali ini dirinya tampak begitu semangat mendatangi kantornya untuk benar-benar mengerjakan kasus yang dia tangani.Suara pintu yang diketuk membuat Morgan bersuara mempersilahkan si pengetuk pintu untuk masuk.Jasmine memasuki ruangannya setelah mendapat panggilan untuk membawa berkas kasus Eliora dan anaknya. Dia berjalan membawa sebuah map yang sudah dilengkapi data-data yang diminta Morgan kemarin saat di telepon."Ini berkas yang kau minta, aku juga sudah mencetak email hasil laporan psikologi anak dari Eliora. Lalu foto-foto keadaan kamar Hazel yang kau kirimkan d
-THE END-Eliora terlihat gugup dan memiliki firasat tak enak saat Morgan menunjukkan senyum mencurigakan.Di sepanjang perjalanannya... ia melirik Morgan yang terus menunjukkan senyuman yang bagi Eliora terlihat begitu aneh untuk terus menerus ditunjukan."Kenapa menatapku seperti itu,Sugar? Aku tahu... kadar ketampananku memang melebihi standar rata-rata. Tapi kau tak harus memperhatikannya seperti bukan kau pemilikku," ujar Morgan dengan tetap percaya diri. Yang sepertinya semakin meningkat setiap harinya.Eliora mengalihkan tatapannya menjadi malas. Dia cukup menyesal telah menatap Morgan begitu lekat. Hingga membuat prianya mengeluarkan kata-kata yang membuatnya mual seketika.Bahkan anak yang dikandung Eliora saja, merasa muak mendengar sang penabur benih begitu percaya diri.Morgan meraih tangan kanan Eliora. Dan membawanya ke rahang tegas yang memiliki bulu halus dengan tatanan yang begitu rap
—45—Satu minggu kemudian... setelah Eliora dinyatakan hamil... pemulihan pada memar di tubuhnya dilakukan begitu cepat karena Morgan tak ingin melihat wanitanya terlalu lama menderita.Dan kini... Morgan begitu gencar untuk membawa Eliora pergi ke suatu tempat untuk berlibur sebelum salju turun.Dia sudah mempersiapkan banyak hal untuk membuat wanitanya menikmati hidup yang sebenarnya dengan semua hasil kerja keras yang dikumpulkannya selama ini.Morgan menatap Eliora yang sedang berpamitan dengan Hazel. Anaknya kali ini lebih memilih pergi bersama Roseline dan Miller yang akan mengajaknya ke acara akhir tahun di disneyland.Tentu saja semua itu adalah ide Morgan yang meminta ayah dan ibunya untuk membantu membawa cucu mereka bermain demi melancarkan rencana Morgan membawa Eliora berlibur.Eliora menghampiri Morgan yang sudah siap menaiki pesawat pribadinya dan berniat terbang ke Eropa. Membawa wanita itu mengun
—44—"El, awas!" teriak Jasmine._____Eliora berbalik dan berniat melindungi diri namun tenaga pria itu jelas lebih kuat. Dengan cepat pria tersebut memukul wajah Eliora hingga membuat Eliora tersungkur ke lantai."Argh!" Eliora menyentuh sudut bibirnya yang terasa mengeluarkan darah.Eliora melihat darah yang diusapkan ke ibu jarinya... lalu ia juga melirik Jasmine yang kehilangan keseimbangannya."Apa yang kau lakukan padamy queen?!" tukas pria yang sempat dilihat oleh Eliora saat pesta pertunangannya berlangsung."Bukankah kau...." Eliora menjeda kalimatnya mengingat dengan siapa pria yang sedang mendekatinya itu duduk saat dipestanya tadi."El... pergi dari sini! Selamatkan dirimu!" teriak Jasmine.Kursi yang dijadikan pijakan oleh Jasmine seketika bergoyang, hampir membuat Jasmine kehilangan pijakannya.Hal tersebut membuat pria it
—43—Morgan mempercepat laju kendaraannya sambil sesekali terus menghubungi Jasmine, dan Mickael. Namun keduanya tak ada satupun yang menjawab panggilan teleponnya.Di sepanjang perjalanannya... Morgan terus merutuki dirinya yang menyikapi Barbara hanya sebagai gertakan. Namun dia sungguh tak memperhitungkan masalah itu membuat wanita seperti Barbara malah menggila.Hingga terjadi masalah saat dirinya selangkah lagi akan mendapatkan kebahagiaan bersama Eliora."Sial… Dimana Jasmine dan Mickael?! Disaat dibutuhkan seperti ini, mereka malah sulit dihubungi. Aku harus mencari tahu data Barbara dimana dia tinggal sekarang!" tukas Morgan.Morgan akhirnya membelokkan mobilnya untuk kembali ke mansion. Berharap Mickael belum membawa pulang Jasmine.Namun sebuah panggilan telepon masuk dan menampilkan nama Mickael di sana.Morgan menjawab panggilan tersebut."Hallo, Mick… apa Jasmine ada bersa
—42—"Mungkinkah?"______"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Morgan.Membuat Eliora dan Autumn terkejut lalu menoleh secara perlahan."Katakan El... Apa yang kau ketahui?!" tukas Morgan menyelidik."Ehm, Morgan... aku akan bicarakan semuanya padamu nanti. Kita antar Hazel pulang dulu, agar dia bisa beristirahat," pinta Eliora.Dengan wajah panik Eliora mengusap lengan Morgan yang menatapnya tajam. Berusaha menenangkan prianya agar Hazel tak melihat kemarahannya.Namun Morgan terlalu emosi ketika mengetahui, Eliora menyembunyikan sesuatu darinya."Kau baru akan mengatakannya setelah aku mendengar sesuatu?! Apa yang kau sembunyikan, El?!" desis Morgan.Melangkah mendekati Eliora dengan tatapan yang begitu mengintimidasi."Morgan... Ada Hazel. Dia bisa—""Kenapa kau tak menceritakannya langsung? Apa kau akan tetap diam jika aku tak men
—41—Morgan yang hendak menyusul Eliora dengan sedikit tertatih, harus terhenti saat sebuah panggilan menyapanya begitu akrab."Morgan…," sapa Mickael.Ia menoleh dan mendapati sepupunya Mickael bersama seorang wanita yang selama ini cukup dekat dengannya dalam urusan pekerjaan."Hai Mick and… Jasmine?" Morgan menyapa sambil mengerutkan keningnya."Iya ini aku, Morgan. Apa kau tak mengingat asistenmu sendiri?" sapa Jasmine bergurau.Bukan Morgan tak mengingat asisten handalnya itu… namun gestur tubuh sepupunya kepada sang asisten begitu….Dekat.Tangan Mickael yang melingkar sempurna di pinggang Jasmine seolah menandakan ada sesuatu antara mereka. Hal tersebutlah yang membuat Morgan mengerutkan keningnya cukup dalam.Walau dia turut senang melihat Jasmine akhirnya mau menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Dan pria yang dipilihnya adalah sepupunya sen
-40-Autumn menutup mulutnya saat melihat surat ancaman tersebut. Dia hendak merebut surat ancaman itu, namun dengan sigap Eliora menjauhkannya dari Autumn."Kau harus mengatakannya kepada Morgan, El!" seru Autumn setelah gagal merebut surat ancaman dari tangan Eliora."Tidak, Autumn... Kumohon, aku tak ingin merusak kebahagiaannya saat ini. Apa kau tak melihat betapa bahagianya kakakmu? Selama ini dia sudah cukup memikirkan banyak kasus," sanggah Eliora.Tak ingin membuat Morgan semakin pusing dengan keadaan saat ini. Eliora hanya tak ingin merusak moment yang dinantikan Morgan cukup lama. Dan dia akan berusaha menyelesaikan kasus surat ancaman tersebut tanpa bantuan Morgan.Bukankah sudah cukup semua perlakuan Morgan selama ia tak bisa melihat. Pria itu mengusir semua peneror yang datang ke apartemennya. Dan bahkan sampai melakukan konferensi pers karena kasus tersebut tak ingin diperpanjang Morgan.Dan jika kasus serupa i
—39—Keesokan harinya…. Morgan pulang dengan keadaan yang sudah sangat baik di bagian hatinya.Bagaimana tidak? Mendapat jawabanyesdari Eliora, yang dikatakannya sebagai obat termanjur untuk menyembuhkan semua lukanya. Rasanya tak sia-sia dia terluka demi menyelamatkan si tuan santa.Menggunakan limosin berwarna hitam yang dikirim oleh Miller untuk menjemput mereka di rumah sakit. Mereka -Morgan dan Eliora- bersama Chase dan Autumn yang akhirnya menyusul datang pada malam hari bersama ibunya dan uncle Matthew serta Hazel. Autumn berkeras untuk bermalam di rumah sakit menemani Chase yang juga mendapat perawatan.Morgan yang sempat mendapat ejekan dari Chase mengenai boneka santa tersebut, memamerkan kepada Chase, tulisan yang terdapat di dalamnya.Seperti kembali kepada masa kecilnya, ia seolah sedang memamerkan mainan baru kepada teman yang sempat mengejeknya.Chase hanya terkekeh saat
—38—Suara ambulan terdengar samar-samar di pendengaran Morgan. Walau matanya masih terpejam, dan kesadarannya sempat hilang.Namun ia kembali berusaha untuk terjaga, sekalipun matanya sulit untuk terbuka. Dan kepalanya yang masih terasa pusing mendominasi keadaannya saat ini.Morgan bahkan masih mendengar suara Chase yang memberikan keterangan terhadap kecelakaan tersebut. Lalu tersaruh suara dari kejauhan wanita yang dirindukannya.El… kaukah itu?benaknya bertanya.Namun lambat laun kesadarannya semakin hilang dan dia benar-benar tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.***Sebuah ruangan di rumah sakit yang terasa sunyi… terdapat seorang wanita yang duduk memandangi seorang pria yang terbaring dengan perban yang dililit di kepalanya. Dan beberapa luka gores terlihat sudah tertutupi dengan rapi.Ruangan yang terlalu besar untuk dihuni oleh satu pasien itu terl