Chase menutup pintu apartemen Eliora dan menguncinya segera. Lalu menuju ke kamar Hazel untuk melihat kebenaran yang dikatakan oleh security tambun tadi. Melihat masih ada bekas mobil yang atapnya rusak adalah bukti kebenaran dari ucapan sang security.
Lalu dia keluar dari dalam kamar Hazel. Mengintip kamar Eliora yang terlihat sedang menenangkan sekaligus menidurkan anak itu.
Chase memilih menunggu Eliora selesai menidurkan Hazel untuk membahas masalah perampokkan di tempatnya itu.
Chase kembali menatap kamar Hazel dan berpikir sejenak.
Mungkinkah perkataan security tadi benar? Jika benar... bagaimana caranya menjelaskan kepada hukum. Hazel... akan sulit untuk ditanyai. Anak itu pasti ketakutan, batin Chase.
Eliora menutup pintu kamarnya setelah memastikan anaknya sudah tertidur pulas. Dia memanggil Chase untuk memastikan keberadaan adik iparnya.
"Chase... kau masih di sini?" tanya Eliora.
"Ya. Aku di ruang tengah," jawab Chase.
Eliora lalu berjalan perlahan menuju ruang tengah yang biasa digunakan untuk menyambut tamu datang. Terbiasa dengan tata letak apartemen, membuat Eliora sudah hafal berapa langkah untuk menuju ruangan yang dia inginkan. Termasuk di kantornya. Dia hanya menggunakan tongkat jika di luar saat pergi dan pulang kerja serta saat menjemput Hazel di sekolah lalu tempat les.
Eliora duduk di sofa hadapan Chase. Pandangannya hanya lurus menghadap Chase. Walau dia tak bisa melihat namun dia merasakan dimana lawan bicaranya berada. Melalui pendengaran dan penciuman yang menjadi indera andalannya selama dia menjadi buta.
"Apa kau tahu kejadian sebenarnya, Chase? Apa benar Hazel yang...."
"Aku datang saat Hazel lari dari kamarnya lalu memelukku. Aku hendak melihat ke dalam kamar. Namun Hazel tak mengizinkannya, dia sangat ketakutan El," ungkap Chase.
Eliora tampak khawatir, terlihat dari gurat wajahnya. Dia takut apa yang dikatakan security tadi benar.
Chase menatap Eliora lalu menghampiri wanita itu. Menggenggam tangannya yang dingin dan gemetar, seakan tahu apa yang dirasakan kakak iparnya.
"Tenang-lah, El. Jika memang kejadiannya benar seperti apa yang diucapkan security tadi. Aku akan mencarikanmu seorang pengacara. Kau tak perlu takut. Lagipula... kau tahu tetanggamu yang satu itu memang sering bersikap kurang ajar terhadapmu. Aku yakin dia hendak melakukannya pada Hazel juga. Yakin-lah... Hazel tak melakukan semua yang ada dipikiranmu," ujar Chase menenangkan Eliora.
"Aku tahu Hazel tak mungkin melakukannya, Chase. Hanya saja di negara manapun. Uang bisa berbicara. Semua bisa mudah hanya dengan uang," ujar Eliora.
"Kau benar. Tapi tenanglah... Aku akan meminta bantuan daddy jika memang dibutuhkan."
Eliora tersenyum miris. "Semoga ayah dan ibumu mau membantu, jika memang cucunya harus berurusan dengan hukum. Jika tidak... Aku akan tetap berusaha, Chase. Aku tak ingin anakku direndahkan. Biarlah aku yang berkorban, karena memang begitu seharusnya." Eliora berujar dengan tenang walau hati dan pikirannya mulai kalut.
"Ya. Sudahlah... jangan terlalu khawatir. Tidurlah... aku akan menginap untuk menjaga kalian. Besok kau tak usah bekerja. Aku sudah meminta izin bosmu. Dan dia mengijinkan," ujar Chase.
"Hah... aku semakin tak enak dengan sahabatmu itu. Dia terlalu baik padaku, beberapa karyawan menjadi iri. Tolong... katakan padanya, jangan membedakanku." Eliora menceritakan kebaikan bosnya yang tak lain adalah sahabat Chase.
"Tak apa. Dia yang merasa tak enak denganku. Lagipula... kau cukup berbakat dipekerjaanmu ini. Dia senang aku mengenalkanmu padanya," ungkap Chase.
Eliora kembali tersenyum begitu manis dan semakin membuat wajahnya cantik.
"Baiklah... aku akan ambilkan kau selimut dan bantal. Kau ingin pakaian tidur juga? Aku masih menyimpan milik kakakmu yang masih bagus," tawar Eliora.
"Aku salut padamu, El. Kau melakukan semuanya sendiri. Dan bahkan masih menyimpan barang peninggalan kakakku. Apa kau sangat mencintainya?" tanya Chase.
Eliora hanya kembali tersenyum. "Sejak awal... kau sudah tahu untuk siapa hati kakakmu dan untuk siapa aku melakukan semua ini. Aku tak lagi memikirkan cinta. Karena aku hanya mencintai Hazel dan diriku sendiri," ungkap Eliora.
Lalu dia beranjak hendak menuju kamarnya. "Tapi aku menyayangimu juga Chase. Kau adik iparku satu-satunya... dan waktu tak akan mengubahnya. Terima kasih kau masih menganggapku kakak iparmu," timpal Eliora lalu kembali melangkah menuju kamarnya.
Meraba lemari pakaiannya yang terlihat rapi walau dia tak bisa melihat. Dia tak pernah mengacak barang yang sudah dirapikan pengurus kebersihan di apartemennya yang datang setiap pagi.
Eliora mencium wangi pakaian mantan suaminya. Tercium dari wangi pakaian yang sudah lama disimpan dilemari.
Lalu Eliora juga mengambil selimut dan bantal untuk dia bawa kepada Chase. Walaupun adik iparnya sudah sering menginap. Chase tak pernah lancang memasuki kamarnya dan mengambil barang dengan sembarangan.
Dia begitu menghargai Eliora. Dan juga Eliora yang begitu menghargainya.
***
Pagi hari Eliora dan Chase dikejutkan dengan kabar gugatan untuk Hazel atas tuduhan terjatuhnya Lucas. Tim dari kepolisian datang dan kembali memeriksakan keadaan kamar Hazel yang sejak semalam dibiarkan begitu saja. Seperti apa yang dikatakan oleh petugas polisi yang semalam datang atas panggilan dari Chase.
Polisi menemukan bukti sidik jari yang tercetak dibeberapa tempat di kamar Hazel. Hal tersebut semakin menguatkan pihak penggugat untuk menuntut Eliora atas insiden jatuhnya Lucas ke atas mobil seseorang.
Dan Eliora harus mau membayar biaya rumah sakit Lucas sampai kembali sadar, serta harus membayar kerusakan pemilik mobil juga. Jika semua itu tak dapat dibayarkan. Maka dengan sangat terpaksa Eliora harus menggantikan Hazel yang masih di bawah umur untuk berada di balik jeruji besi.
"Jika dipikir secara logika... mungkinkah seorang anak perempuan mampu mendorong pria dewasa dengan tenaga laki-laki yang tubuhnya lebih besar dan kuat, riga kali lipat bahkan mungkin lebih darinya, Sir?!" Chase kembali menolak tuduhan dari seorang wanita paruh baya bernama Rosela Crusia.
"Maaf, Sir. Jika anak perempuan itu tak mau berbicara... kami menjadi sulit untuk menyimpulkannya. Begini saja... kami akan memberikan kalian waktu untuk mencari seorang pengacara. Agar pengacara kalian bisa membantu kalian harus bagaimana," ujar salah satu polisi yang datang dan memberikan surat pemberitahuan gugatan tersebut.
"Hah... baiklah. Aku akan carikan kakak iparku pengacara," ujar Chase.
"Baiklah... kami tunggu sampai tiga hari. Jika tidak... maafkan kami harus bertindak tegas. Selamat pagi, Sir." petugas kepolisian itu lalu pergi.
Eliora keluar dari kamar bersama Hazel yang sejak tadi diminta mendengarkan musik agar anak tersebut tak mendengar ucapan petugas polisi dan Chase. Bahkan sampai sekarang anak itu masih mendengarkan musik, dia tak akan melepaskan sebelum ibunya menyuruh.
Hazel telah diajarkan disiplin untuk bersopan santun dengan tak mendengarkan pembicaraan orang dewasa. Maka dari itu dia akan menuruti permintaan ibunya.
Chase menatap Eliora dan Hazel dengan tatapan iba. Dia tak mungkin membiarkan kakak iparnya mengurus semuanya sendirian. Ditambah keadaannya yang buta tak memungkinkan Eliora bisa mencari seorang pengacara.
"Jangan menatapku iba, Chase. Aku tahu kau sedang melakukannya. Aku... akan berusaha mencari cara. Bagaimana jika kita mencoba dari kedua orang tuamu? Bukankah semalam kau mengatakan akan bicara pada ayahmu lebih dulu untuk meminta bantuan?" tanya Eliora.
Hebatnya Eliora bisa mengendalikan emosinya untuk tetap tenang dalam menanggapi setiap masalah.
"Sudah kulakukan.... Mereka tak bisa membantu, El."
"Aku tetap akan datang dan bicara baik-baik dulu," tekad Eliora.
Lalu Chase hanya bisa tersenyum walau dia tahu Eliora tak dapat melihat senyum mirisnya. Chase sangat yakin hasilnya akan sama. Kedua orang tuanya tak akan bisa membantu.
***
Di sepanjang perjalanan ke rumah kedua orang tuanya, Chase terus bertanya dan meyakinkan Eliora untuk mengurungkan niatnya. Chase sangat mengenal ayah dan ibunya. Mereka tak akan mau membantu, mengingat mereka begitu membenci Eliora sejak kakaknya lebih memilih menikahinya lalu meninggal karena kecelakaan.
Orang tua Chase sudah menjuluki Eliora sebagai pembawa sial bagi kakaknya. Dan mereka tak akan memaafkan Eliora berapa kalipun Eliora meminta maaf. Walau kecelakaan tersebut jelas bukan kesalahan Eliora.
-
Mereka sampai di rumah kediaman Garnel. Chase kembali membujuk Eliora untuk kembali saja daripada Eliora harus mendengar ucapan pedas dari ibu dan ayahnya.
Namun Eliora begitu keras kepala. Dia tetap akan mencoba demi Hazel, demi memperjuangkan kebebasan Hazel... dia tak peduli meski hinaan akan kembali didengar olehnya.
Chase menatap Eliora yang terlihat tegang... Dia tahu kakak iparnya masih mengingat cacian dan hinaan kedua orang tuanya kepada Eliora saat di pemakaman kakaknya.
Lantas Chase menggenggam tangan Eliora. "Aku tetap akan membantu dan membelamu sekalipun mereka memarahimu, El." Chase mencoba menguatkan demi mengurangi ketakutan Eliora yang berusaha disembunyikan wanita itu.
Eliora tersenyum dan mengangguk. Lalu pintu rumah dibukakan. Menampilkan sosok seorang ibu dari Chase, menatap tajam Eliora walau dia tahu wanita itu tak bisa melihatnya.
"Jika kau ke sini untuk meminta bantuan. Kau tahu bahwa tak akan ada uluran tangan kami. Jadi lebih baik pergi!" sergah Debora Garnel.
"Mom, biarkan kami masuk dan biarkan Eliora bicara pada kalian lebih dulu apa maksud tujuannya datang ke sini," bujuk Chase.
"Maafkan aku jika mengganggu waktumu nyonya. Tapi ijinkan aku masuk lebih dulu untuk bicara baik-baik denganmu dan Tuan Garnel. Ini menyangkut Hazel juga, yang tak lain adalah keturunan kalian," ujar Eliora ikut membujuk.
Debora melihat Hazel yang tersenyum berdiri di depan ibunya tanpa berani melangkah.
"Masuk dan bawa dia ke ruang kerja ayahmu. Selama kami bicara... kau ajak Hazel bermain," perintah Debora kepada Chase. Lalu Debora membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan mereka untuk masuk.
-
Di ruang kerja Marcus Garnel...
Eliora sudah duduk di sebuah kursi kayu, menjadi perhatian Marcus dan Debora yang mendengarkan penjelasannya datang ke sana.
Namun sekali lagi, Marcus dan Debora berkata ketus dan kembali menyakiti hati Eliora.
"Kau pikir kami mencetak uang? Kesalahanmu yang tak bisa menjaga anakmu dengan benar! Lalu kau seenaknya meminta uang kepada kami dalam jumlah besar!" tukas Marcus.
"Maafkan aku, Sir. Sungguh aku akan mencicil untuk mengembalikan uang yang kupinjam. Aku berjanji tak akan mengulangi kelalaianku dalam menjaga Hazel. Kalian tahu aku harus bekerja untuk menghidupinya. Dan kalian juga tahu aku tak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik karena keadaanku seperti ini," bujuk Eliora.
"Kami tak mau tahu. Itu karma yang harus kau bayar karena merebut anak kami hingga membuatnya kehilangan nyawa. Sejak awal kami sudah tak menyetujui hubungan kalian. Namun keserakahan ayahmu membuat Mark melawan dan meninggalkan kami! Jadi keadaan saat ini adalah karma ayahmu yang menghasut anak kami. Jalanilah dan rasakan apa yang dulu kami rasakan!" hardik Debora.
"Kalian sudah salah paham untuk itu, aku dan ayahku sama sekali tak menghasut apalagi memaksa Mark untuk membantu kami. Mark sendiri yang—"
"Cukup! Keputusan kami sudah bulat... kami tak akan membantumu! Kau yang lalai maka kau sendiri yang harus memperbaikinya, pergi... dan jangan datang lagi ke sini!" tukas Marcus terdengar tegas dan keputusannya begitu kejam.
Eliora yang merasa sesak karena usahanya gagal. Dia langsung berdiri dari duduknya dan hendak beranjak dari ruangan itu. Dia sempat tersandung namun Mr. Dan Mrs. Garnel sedikitpun tak bergerak spontan sekedar untuk berniat membantu.
***
Mereka -Eliora, Chase & Hazel- pergi dari kediaman Garnel, menuju ke tempat Chase. Dimana seorang gadis sudah menunggu kedatangan mereka di apartemen Chase.
Sesampainya mereka di apartemen, gadis cantik yang membukakan pintu -sebelum Chase sempat membukanya- langsung berhambur memeluk Chase. Gadis bernama Autumn memeluk erat Chase hingga tak bisa bergerak.
"Apa satu hari tak bertemu membuatmu begini?" tanya Chase.
Autumn melepaskan pelukkannya lalu tersenyum menampilkan deret giginya yang putih dan rapi. Dia mengangguk lalu membawa tatapannya kepada Hazel dan Eliora.
"Apa ini kakak ipar dan keponakanku?" tanya Autumn.
"Ya," jawab Chase.
"Hah... masuklah. Kita makan siang dulu. Aku sudah membeli dan merapikan makanannya di piring," ajak Autumn.
Ramah, ceria dan humble. Sifat dasar Autumn yang menjadi pegangan Chase untuk mencintai gadis kaya raya dengan sifat yang super manja.
Mereka masuk ke dalam apartemen lalu makan siang walau Eliora terlihat hanya seasalnya demi mengisi perut.
"Well... setelah mendengar cerita Chase semalam. Aku rasa, aku bisa membantu kalian mendapatkan pengacara hebat," ujar Autumn.
"Siapa dia?" tanya Eliora.
Di tempat lain... orang yang dibicarakan sedang melakukan kegiatan panas di atas ranjang.
"Tampan, muda, dan berbakat... Adalah modal utamanya menjadi seorang pengacara," tutur Autumn.
Saat ini dirinya sudah berpakaian ala pengacara, dengan kacamata dan blazer hitam melekat di tubuh rampingnya.
"Matanya begitu tajam menatap lawannya saat sedang melakukan pekerjaannya," timpal Autumn.
Sorot mata pria yang sedang dibicarakan sedang menatap tajam wanita di bawahnya.
"Rahang yang tegas. Tubuh yang atletis dan tegap," puji Autumn.
Gambaran pria naked sedang bergerak di atas tubuh seorang wanita dengan liarnya.
"Dia disebut-sebut sebagai devil. Dan karena profesinya adalah pengacara. Maka dia dijuluki sebagai The Devil Lawyer. Dia akan—"
"Autumn... katakan saja siapa dia?! Lagipula tak ada hubungannya bentuk fisik dengan kepintarannya!" tukas Chase mulai kesal dengan tingkah kekasihnya. Dia tahu siapa orang yang dibicarakan Autumn.
Gadis itu begitu mengagumi sosok sang pengacara dan sangat mengenal pria tersebut.
Eliora hanya tersenyum mendengar Autumn yang menggambarkan seorang pengacara secara berlebihan. Dan Hazel tertawa melihat tingkah lucu Autumn hingga mendapat protes dari Chase.
"Ish... kau sungguh kaku Chase! Baiklah... so... memakai jasa pengacaranya harus menyetujui perjanjiannya," ungkap Autumn.
"Perjanjian apa?" tanya Eliora.
"Entahlah... dia hanya bilang begitu saat kutanya. Katanya itu perjanjian antara dirinya dan klien. Jadi semacam perjanjian rahasia. Aku tak menanyakannya sampai detail waktu itu. Karena aku hanya iseng bertanya saat berkunjung," jawab Autumn.
"Siapa nama pengacara itu, Autumn...." Eliora bertanya lagi.
"Oh... maaf, aku terlalu bersemangat. Sebelumnya aku belum memperkenalkan diri dengan benar kepadamu, aku Autumn Delila Dexter. Dan pengacara yang kumaksud adalah kakakku... Maximilliam Morgan Dexter," jelas Autumn.
Eliora mengerutkan keningnya seakan pernah mendengar nama yang baru disebutkan oleh Autumn.
Sementara sang devil yang sejak tadi menjadi bahan pembicaraan Autumn. Saat ini baru saja memakai kembali pakaiannya dan duduk di sebuah sofa sambil meminum sebuah minuman beralkohol.
Dia menyeringai menatap remeh wanita bodoh yang tergeletak tak berdaya setelah bercinta dengannya.
Atau bisa dikatakan menyiksa wanita yang menjadi pelampiasan kekesalannya.
"Ck! Dasar bitch!" tukasnya meninggalkan stempel disebuah kertas perjanjian. Dan berlalu meninggalkan wanita tersebut.
**
Siang hari kegiatan Morgan berjalan seperti biasanya… jika sudah menyelesaikan satu kasus. Dia akan datang ke kantornya dan melihat berkas kasus lain yang diajukan padanya.“Selamat siang, Sir,” sapa asisten pribadinya.Wanita dengan lengkuk tubuh seksi dan berbody sekal berdiri membungkuk menyambut kedatangannya.Belahan dada di pakaian ketat asistennya memperlihatkan buah dadanya yang mengembul keluar. Wanita itu dengan sengaja memakai pakaian ketat demi memperlihatkan keindahan tubuhnya kepada Morgan.“Masuklah Jasmine. Sebutkan kasus yang masuk hari ini,” ujar Morgan menyuruhnya ikut masuk ke dalam ruangannya.Asisten yang bernama Jasmine Spencer itupun mengikuti langkah Morgan untuk masuk ke dalam ruangannya.“Kunci pintunya!” perintah Morgan.Jasmine yang mengetahui maksud Morgan dengan girangnya mengunci pintu. Setelah itu dia berjalan menuju Morgan yang duduk di balik meja kebesarannya.Dengan sebuah map di tangan Jasmine
Suara tongkat yang digunakan Eliora seakan menjadikan dirinya pusat perhatian di sebuah apartemen mewah di Manhattan. Seorang security mengantarkan Eliora ke unit tempat Morgan. Agar wanita itu tak tersesat karena baru pertama kali menginjakkan kakinya di sana.“Terima kasih, Sir, kau bisa tinggalkan aku. Aku sudah menghafal langkah untuk kembali,” ujar Eliora.“Sama-sama, Nona. Semoga kasusmu diterima Mr.Dexter,” jawab security tersebut.Eliora mengangguk dan tersenyum kembali. Lalu security pergi dan Eliora mulai meraba pintu apartemen hingga ke sisi pintu dan terdapat sebuah tombol kecil.Eliora sempat menarik napas sebelum dia menekan tombol bel pintu itu.Dia menunggu beberapa saat setelah dia memencet tombol tersebut, tetapi cukup lama tak mendapat sambutan, membuat Eliora kembali menekan tombol bel berbentuk bulat.Hingga baru saja dia selesai menekannya. Suara pintu terbuka terdengar, disusul suara berat menyapanya.“Siapa kau
Eliora memilin ujung kemejanya. Dengan hati dan perasaan cemas. Dia nekat mengambil keputusan ini. Saat ini dia berusaha untuk tenang dengan memikirkan keadaan Hazel bersama Chase.Membiarkan anaknya menginap di tempat Chase untuk hari ini adalah keputusan yang tepat. Dia tak ingin ditanyakan banyak hal oleh Hazel karena pulang terlalu larut atau mungkin tak pulang.Karena saat ini… Dia sedang berada di apartemen Morgan. Dia kembali ke sini, setelah kemarin melakukan perjanjian dengan Morgan. Dan sekarang…. Morgan sedang menuangkan dua gelas minuman beralkohol.Dia melihat kertas yang sudah di cap sidik jari Eliora atas perjanjian yang telah disepakati keduanya. Morgan membuat surat tersebut dengan tulisanbrailleagar mudah dipahami oleh Eliora.Morgan tak ingin mendapat kasus. Dia selalu menggunakan cara aman untuk menikmati semua yang dilakukannya dengan para klien.Morgan berjalan mendekati Eliora. Memberikan minuman yang barusan dia tuang
Semalaman Eliora mencoba untuk tidur dengan tenang. Namun mengingat setiap sentuhan yang diberikan Morgan, membuatnya tak bisa nyenyak. Dia gusar dan suara desahan serta erangan terngiang dalam benaknya.Dia menangis semalaman merutuki kebodohannya merasa hina dengan keadaannya. Hingga dia lelah menangis dan terlelap.Dia bahkan tak terbangun saat matahari menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Hingga suara ponsel terdengar membangunkannya dan mulai merengangkan tubuh lelahnya.Dia meraba ke arah nakas mengambil ponsel khusus penggunatunanetrauntuk berkomunikasi seperti layaknya orang yang bisa melihat.Sambutan suara Hazel membuatnya tersenyum, suara riang putrinya seakan menyemangati paginya.“Mommy… kau sudah pulang?”tanya Hazel riang.“Ya sayang… kau sudah di sekolah?” tanya Eliora.“Aku sudah pulang sekolah, mom.”“Apa? Memangnya ini sudah jam berapa?”“Ini sudah jam sebelas, El,”jawab Chase.“Hah…
Setelah menyantap sepotong kue sebagai kudapan. Morgan mengajak Hazel untuk bermain. Dia berusaha untuk membuat Hazel merasa nyaman dengan keberadaannya.Morgan berusaha untuk masuk ke dunia Hazel. Bermain bersama boneka tuan teddy dan meminum teh udara. Suara tawa dan seruan Morgan terdengar begitu lepas, sama seperti tawa Hazel yang terdengar riang.Ditambah dengan Autumn yang bergabung bersama Morgan dan menggoda kakaknya yang berusaha mengikuti permainan sesuai kemauan Hazel.Sementara Eliora dan Chase hanya tertawa memerhatikan kegiatan mereka. Chase menceritakan apa yang dilakukan ketiganya kepada Eliora.Seolah menjadi mata bagi Eliora yang setidaknya bisa merasakan kebahagiaan sang anak yang bisa tertawa dan bermain setelah kejadian beberapa hari tersebut sempat membuat anak itu murung.Perhatian Morgan sempat teralihkan saat Chase sedang menceritakan kegiatan Hazel kepada Eliora.Cih… bagaimana bisa dia tersenyum semanis itu hanya karena
Malam harinya Morgan mengajak Eliora dan Hazel untuk makan malam di sebuah restoran mewah. Kali ini Chase dan Autumn tidak ikut, karena mereka sudah berjanji untuk makan malam bersama kedua orang tua Chase setelah pertemuan pertama mereka di kediaman Garnel.Suasana mewah dengan lagu klasik yang mengalun seakan menggelitik pendengaran Eliora. Begitu tenang… ditambah hawa sejuk dan wangi parfum serta makanan yang bergantian melewati indera penciumannya. Membuatnya tak nyaman dan merasa risih karena tak pernah ke tempat seperti itu sebelumnya."Apa kau ada alergi makanan, El?" tanya Morgan yang duduk di hadapan Eliora.Eliora menggeleng sebagai jawabannya."Bagaimana dengan Hazel?" tanya lagi Morgan sebelum dia benar-benar memesan makanannya."Tidak ada, Morgan. Tolong… jangan memesan yang tidak-tidak. Aku dan Hazel tidak begitu banyak makan," ujar Eliora.Sesungguhnya wanita ini terpaksa menuruti kemauan Morgan yang mengajaknya
Keadaan di dalam mobil begitu hening… Hazel bahkan tertidur di awal perjalanan pulang. Hingga Eliora membuka suara, mengatakan kegelisahan hatinya sejak tadi."Seharusnya kau tak perlu berkata seperti itu kepada mantan mertuaku," ujar Eliora."Orang seperti mereka harus diberikan pelajaran El. Lagipula apa yang kulakukan barusan itu tak seberapa. Aku yakin… Apa yang mereka lakukan padamu… lebih dari itu," tebak Morgan."Tapi… kau tak harus membalasnya," timpal Eliora."Ck!" Morgan hanya membalasnya dengan berdecak.Tak habis pikir masih ada pemikiran seperti Eliora di zaman modern ini. Disaat semua orang mulai sibuk membalas segala perbuatan jahat lawannya. Disini Eliora malah melakukan protes atas pembalasan yang dia lakukan untuk Eliora."Mereka hanya salah paham Morgan… sejak dulu aku sudah meminta Mark untuk mendapatkan restu mereka lebih dulu. Namun dia tak melakukan itu. Dan aku terpaksa menerimanya t
Keesokan harinya… Morgan mendapat kabar dari kepolisian yang menerima laporan tuntutan Rosela telah ditolak. Hal tersebut membuat Morgan semakin bersemangat untuk melakukan tuntutan balik.Ditambah cerita dari Hazel semalam, membuatnya memiliki cara untuk menegakkan keadilan dan meluruskan kabar yang semakin ramai diperbincangkan oleh Netizen.Tentang berita Rosela yang menuntut Hazel melakukan pendorongan terhadap suaminya -Lucas- yang saat ini masih terbaring koma di rumah sakit.Netizen bahkan tak henti menyoroti perkembangan berita yang dikeluarkan Rosela, bahwa wanita itu tak takut jika dia harus berhadapan dengan seorang pengacara sekelas Morgan. Dia tetap bersikeras meminta pertanggungjawaban kepada Eliora untuk biaya rumah sakit suaminya yang masih koma .Pagi ini Morgan sudah menunggu Hazel dan Eliora bersiap. Dia hendak mengajak mereka ke tempat kenalannya yang ahli di bidang psikologi. Untuk mengecek keadaan Hazel agar mendapatkan bukti
-THE END-Eliora terlihat gugup dan memiliki firasat tak enak saat Morgan menunjukkan senyum mencurigakan.Di sepanjang perjalanannya... ia melirik Morgan yang terus menunjukkan senyuman yang bagi Eliora terlihat begitu aneh untuk terus menerus ditunjukan."Kenapa menatapku seperti itu,Sugar? Aku tahu... kadar ketampananku memang melebihi standar rata-rata. Tapi kau tak harus memperhatikannya seperti bukan kau pemilikku," ujar Morgan dengan tetap percaya diri. Yang sepertinya semakin meningkat setiap harinya.Eliora mengalihkan tatapannya menjadi malas. Dia cukup menyesal telah menatap Morgan begitu lekat. Hingga membuat prianya mengeluarkan kata-kata yang membuatnya mual seketika.Bahkan anak yang dikandung Eliora saja, merasa muak mendengar sang penabur benih begitu percaya diri.Morgan meraih tangan kanan Eliora. Dan membawanya ke rahang tegas yang memiliki bulu halus dengan tatanan yang begitu rap
—45—Satu minggu kemudian... setelah Eliora dinyatakan hamil... pemulihan pada memar di tubuhnya dilakukan begitu cepat karena Morgan tak ingin melihat wanitanya terlalu lama menderita.Dan kini... Morgan begitu gencar untuk membawa Eliora pergi ke suatu tempat untuk berlibur sebelum salju turun.Dia sudah mempersiapkan banyak hal untuk membuat wanitanya menikmati hidup yang sebenarnya dengan semua hasil kerja keras yang dikumpulkannya selama ini.Morgan menatap Eliora yang sedang berpamitan dengan Hazel. Anaknya kali ini lebih memilih pergi bersama Roseline dan Miller yang akan mengajaknya ke acara akhir tahun di disneyland.Tentu saja semua itu adalah ide Morgan yang meminta ayah dan ibunya untuk membantu membawa cucu mereka bermain demi melancarkan rencana Morgan membawa Eliora berlibur.Eliora menghampiri Morgan yang sudah siap menaiki pesawat pribadinya dan berniat terbang ke Eropa. Membawa wanita itu mengun
—44—"El, awas!" teriak Jasmine._____Eliora berbalik dan berniat melindungi diri namun tenaga pria itu jelas lebih kuat. Dengan cepat pria tersebut memukul wajah Eliora hingga membuat Eliora tersungkur ke lantai."Argh!" Eliora menyentuh sudut bibirnya yang terasa mengeluarkan darah.Eliora melihat darah yang diusapkan ke ibu jarinya... lalu ia juga melirik Jasmine yang kehilangan keseimbangannya."Apa yang kau lakukan padamy queen?!" tukas pria yang sempat dilihat oleh Eliora saat pesta pertunangannya berlangsung."Bukankah kau...." Eliora menjeda kalimatnya mengingat dengan siapa pria yang sedang mendekatinya itu duduk saat dipestanya tadi."El... pergi dari sini! Selamatkan dirimu!" teriak Jasmine.Kursi yang dijadikan pijakan oleh Jasmine seketika bergoyang, hampir membuat Jasmine kehilangan pijakannya.Hal tersebut membuat pria it
—43—Morgan mempercepat laju kendaraannya sambil sesekali terus menghubungi Jasmine, dan Mickael. Namun keduanya tak ada satupun yang menjawab panggilan teleponnya.Di sepanjang perjalanannya... Morgan terus merutuki dirinya yang menyikapi Barbara hanya sebagai gertakan. Namun dia sungguh tak memperhitungkan masalah itu membuat wanita seperti Barbara malah menggila.Hingga terjadi masalah saat dirinya selangkah lagi akan mendapatkan kebahagiaan bersama Eliora."Sial… Dimana Jasmine dan Mickael?! Disaat dibutuhkan seperti ini, mereka malah sulit dihubungi. Aku harus mencari tahu data Barbara dimana dia tinggal sekarang!" tukas Morgan.Morgan akhirnya membelokkan mobilnya untuk kembali ke mansion. Berharap Mickael belum membawa pulang Jasmine.Namun sebuah panggilan telepon masuk dan menampilkan nama Mickael di sana.Morgan menjawab panggilan tersebut."Hallo, Mick… apa Jasmine ada bersa
—42—"Mungkinkah?"______"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Morgan.Membuat Eliora dan Autumn terkejut lalu menoleh secara perlahan."Katakan El... Apa yang kau ketahui?!" tukas Morgan menyelidik."Ehm, Morgan... aku akan bicarakan semuanya padamu nanti. Kita antar Hazel pulang dulu, agar dia bisa beristirahat," pinta Eliora.Dengan wajah panik Eliora mengusap lengan Morgan yang menatapnya tajam. Berusaha menenangkan prianya agar Hazel tak melihat kemarahannya.Namun Morgan terlalu emosi ketika mengetahui, Eliora menyembunyikan sesuatu darinya."Kau baru akan mengatakannya setelah aku mendengar sesuatu?! Apa yang kau sembunyikan, El?!" desis Morgan.Melangkah mendekati Eliora dengan tatapan yang begitu mengintimidasi."Morgan... Ada Hazel. Dia bisa—""Kenapa kau tak menceritakannya langsung? Apa kau akan tetap diam jika aku tak men
—41—Morgan yang hendak menyusul Eliora dengan sedikit tertatih, harus terhenti saat sebuah panggilan menyapanya begitu akrab."Morgan…," sapa Mickael.Ia menoleh dan mendapati sepupunya Mickael bersama seorang wanita yang selama ini cukup dekat dengannya dalam urusan pekerjaan."Hai Mick and… Jasmine?" Morgan menyapa sambil mengerutkan keningnya."Iya ini aku, Morgan. Apa kau tak mengingat asistenmu sendiri?" sapa Jasmine bergurau.Bukan Morgan tak mengingat asisten handalnya itu… namun gestur tubuh sepupunya kepada sang asisten begitu….Dekat.Tangan Mickael yang melingkar sempurna di pinggang Jasmine seolah menandakan ada sesuatu antara mereka. Hal tersebutlah yang membuat Morgan mengerutkan keningnya cukup dalam.Walau dia turut senang melihat Jasmine akhirnya mau menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Dan pria yang dipilihnya adalah sepupunya sen
-40-Autumn menutup mulutnya saat melihat surat ancaman tersebut. Dia hendak merebut surat ancaman itu, namun dengan sigap Eliora menjauhkannya dari Autumn."Kau harus mengatakannya kepada Morgan, El!" seru Autumn setelah gagal merebut surat ancaman dari tangan Eliora."Tidak, Autumn... Kumohon, aku tak ingin merusak kebahagiaannya saat ini. Apa kau tak melihat betapa bahagianya kakakmu? Selama ini dia sudah cukup memikirkan banyak kasus," sanggah Eliora.Tak ingin membuat Morgan semakin pusing dengan keadaan saat ini. Eliora hanya tak ingin merusak moment yang dinantikan Morgan cukup lama. Dan dia akan berusaha menyelesaikan kasus surat ancaman tersebut tanpa bantuan Morgan.Bukankah sudah cukup semua perlakuan Morgan selama ia tak bisa melihat. Pria itu mengusir semua peneror yang datang ke apartemennya. Dan bahkan sampai melakukan konferensi pers karena kasus tersebut tak ingin diperpanjang Morgan.Dan jika kasus serupa i
—39—Keesokan harinya…. Morgan pulang dengan keadaan yang sudah sangat baik di bagian hatinya.Bagaimana tidak? Mendapat jawabanyesdari Eliora, yang dikatakannya sebagai obat termanjur untuk menyembuhkan semua lukanya. Rasanya tak sia-sia dia terluka demi menyelamatkan si tuan santa.Menggunakan limosin berwarna hitam yang dikirim oleh Miller untuk menjemput mereka di rumah sakit. Mereka -Morgan dan Eliora- bersama Chase dan Autumn yang akhirnya menyusul datang pada malam hari bersama ibunya dan uncle Matthew serta Hazel. Autumn berkeras untuk bermalam di rumah sakit menemani Chase yang juga mendapat perawatan.Morgan yang sempat mendapat ejekan dari Chase mengenai boneka santa tersebut, memamerkan kepada Chase, tulisan yang terdapat di dalamnya.Seperti kembali kepada masa kecilnya, ia seolah sedang memamerkan mainan baru kepada teman yang sempat mengejeknya.Chase hanya terkekeh saat
—38—Suara ambulan terdengar samar-samar di pendengaran Morgan. Walau matanya masih terpejam, dan kesadarannya sempat hilang.Namun ia kembali berusaha untuk terjaga, sekalipun matanya sulit untuk terbuka. Dan kepalanya yang masih terasa pusing mendominasi keadaannya saat ini.Morgan bahkan masih mendengar suara Chase yang memberikan keterangan terhadap kecelakaan tersebut. Lalu tersaruh suara dari kejauhan wanita yang dirindukannya.El… kaukah itu?benaknya bertanya.Namun lambat laun kesadarannya semakin hilang dan dia benar-benar tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.***Sebuah ruangan di rumah sakit yang terasa sunyi… terdapat seorang wanita yang duduk memandangi seorang pria yang terbaring dengan perban yang dililit di kepalanya. Dan beberapa luka gores terlihat sudah tertutupi dengan rapi.Ruangan yang terlalu besar untuk dihuni oleh satu pasien itu terl