Eliora Clareta Garnel... wanita yang saat ini berusia dua puluh enam tahun. Menikah muda saat usianya masih delapan belas tahun.
Dia terpaksa dijodohkan dengan pria berusia tiga puluh tahun -Mark Mattson Garnel- karena ayahnya terlilit hutang oleh bank untuk membuka usaha. Namun sayang... usaha sang ayah bangkrut sebelum mendapat untung.
Hingga pria yang melamarnya itu menawarkan diri untuk membantu jika memang Eliora menikah dengan pria berusia matang itu.
Eliora terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Walau dia tahu Mark begitu baik dan rela bekorban meninggalkan ayah dan ibunya yang me larang untuk menikahinya.
Merasa Mark juga ikut bekorban demi membantu ayahnya, membuat Eliora sedikit luluh hingga mereka akhirnya memiliki seorang anak.
Anak perempuan yang begitu manis dan cantik seperti Eliora. Walau ayah dari anak itu juga begitu tampan.
Seiring berjalannya waktu, putri mereka tumbuh semakin cantik. Dengan kulit putih dan bibir berwarna merah dengan rambut coklat gelap serta mata yang bulat dengan manik mata indah seperti milik Eliora.
Kebahagiaan kecil Eliora dan Mark serta ayahnya terdengar hingga ke tempat ayah dan ibu sang suami. Lantas membuat kedua orang tua dari Mark, luluh dan sangat ingin menemui cucu mereka yang begitu lucu dan menggemaskan.
Adik dari Mark -Chase Mattson Garnel- datang menjemput keluarga kecilnya untuk berkunjung ke rumah mertuanya. Awalnya Mark, tak ingin pergi... Namun adiknya mengatakan akan membawa anaknya saja untuk diperlihatkan oleh kakek dan neneknya.
Namun suami Eliora begitu mengerti sifat kedua orang tuanya yang selalu menginginkan sesuatu dibalik kebaikannya. Maka dari itu... Dia akhirnya memutuskan untuk membawa Eliora dan ayah mertuanya untuk ikut ke kota, mengunjungi orang tuanya.
Putri kecilnya -Hazeliora Mattson Garnel- yang baru mengenal seorang paman yang tampan dan menyenangkan. Membuat sang putri menempel hingga akhirnya anak mereka ikut bersama mobil Chase .
Sementara Eliora bersama Mark dan ayahnya, memakai mobil mereka. Tak ada firasat apapun saat mereka berangkat dari rumah.
Hingga di perjalanan... Sesuatu terjadi.... Mengubah takdir Eliora yang mulai bisa diterimanya.
Tabrakan dengan sebuah truk pengangkut besi tak dapat terhindari. Kecelakaan yang menewaskan ayah dan suaminya sekaligus, membuat Eliora kehilangan penglihatan. Kejadian mengerikan yang membuatnya hancur. harus rela kehilangan kedua pria yang dia cintai sekaligus dalam seketika ditempat kecelakaan terjadi.
***
Kehilangan penglihatan tak membuat Eliora menyerah. Dia mendapatkan informasi pekerjaan melalui Chase -yang sempat menolong saat kecelakaan terjadi hingga proses penguburan ayah dan suaminya-.
Eliora menjadi dibenci oleh kedua mertuanya. Dihina dan disalahkan sebagai kematian sang suami. Dicaci sebagai wanita pembawa sial membuatnya sungguh merasa terpuruk. Beruntung Chase tetap mau membantunya dengan tulus.
Eliora bersyukur masih diberikan kehidupan. Setidaknya dia masih bisa menjaga dan merawat putri satu-satunya. Peninggalan suaminya yang paling berharga dari semua materi yang didapatkannya berupa uang asuransi ayah dan suaminya.
Namun uang yang didapatkannya, tak digunakan olehnya untuk berfoya-foya. Melainkan menggunakan uang tersebut untuk memulai hidup baru. Membeli sebuah apartemen di Manhattan demi memudahkannya untuk pulang lebih cepat dari tempat kerjanya.
Eliora akhirnya memilih melanjutkan hidupnya dengan bekerja sebagai telemarketing kartu kredit.
Pekerjaan yang terdengar mudah. Namun tidak saat dijalani. Mendapat penolakkan dari calon customer yang ingin ditawari pembukaan kartu kredit membuatnya harus tetap semangat dan mau berjuang demi menghidupi putrinya.
Uang tabungan yang semakin menipis membuatnya tak mudah menyerah. Dia terus berusaha walau setiap kali melakukan panggilan telepon kepada customer, selalu mendapat penolakkan dengan kata-kata pedas dan tak enak untuk didengar.
Namun dia selalu pulang dengan senyum yang mengembang demi membuat Hazel senang. Dia menjemput anaknya pulang dari sekolah dan membawanya ke tempat les atau menitipkannya di tempat penitipan anak.
Keseharian yang begitu sederhana namun membuatnya bahagia. Kadang beberapa tetangga apartemennya sering membantu saat Hazel harus kembali karena tempat penitipan tutup namun dirinya belum pulang karena lembur.
Dia bersyukur dikelilingi tetangga yang baik. Walau dari antara yang baik, selalu ada yang iri dengannya.
--
Malam ini seperti biasanya... setiap akhir bulan saat dia belum memenuhi target. Dia dipaksa untuk lembur. Membuatnya harus menyusahkan Chase lagi untuk menemani Hazel yang sudah diantar pulang oleh orang dari tempat penitipan anak.
Tanggal merah yang banyak membuat para tetangganya pergi berlibur hingga tak ada yang bisa menjaga anaknya sampai dia tiba di rumah. Berbeda dengan Eliora yang tak memiliki banyak uang untuk bisa mengajak anaknya berlibur.
Namun... dirinya kembali diuji dalam kehidupan. Adik iparnya mengalami kesialan. Mobilnya monggok saat hendak menuju apartemen Eliora.
Membuat Eliora harus menelepon Hazel untuk tetap diam menunggu pamannya tiba dan tak membiarkannya untuk membukakan pintu bagi siapapun.
Putrinya yang lebih akrab dipanggil Hazel itu menuruti ucapan sang ibu untuk tetap diam menunggu di dalam apartemen. Usianya saat ini sudah menginjak tujuh tahun. Membuat Hazel begitu pandai dan sangat mengerti apa yang harus dilakukannya.
Dia yang sedang asik menikmati sereal buatannya. Mendapat telepon dari neneknya. Ya... walau kedua mertua Eliora membencinya. Namun mereka masih berhubungan. Menghubungi Hazel untuk sekedar menanyakan kabar. Terkadang Hazel diajak pamannya untuk berkunjung ke tempat nenek dan kakeknya.
Hazel yang terlalu asik menceritakan kegiatan serunya dengan sang nenek. Membuatnya lupa untuk melihat dulu, siapa penekan bel apartemennya. Saat itu dia hanya mengira itu adalah Chase.
"Grandma... uncle Chase sudah tiba. Aku harus membukakannya pintu dulu," ujar Hazel.
Lalu dia beranjak menuju pintu dan membukanya langsung tanpa bertanya.
"Ya uncle Cha...se." Hazel berdiam saat tak mendapati Chase di pintu. Melainnya tetangganya yang memiliki istri galak dan sering iri kepada Eliora.
"Halo Hazel. Apa ibumu belum pulang?" tanya pria paruh baya itu. Pria yang menikahi wanita yang lebih tua sepuluh tahun darinya itu tampak seperti seorang bajingan.
Pria itu memang mengincar Eliora yang dia ketahui seorang janda buta. Dia sering menggoda Eliora walau Eliora selalu bisa menghindari aksinya yang terbilang cukup nekat.
Hazel hendak menutup pintu apartemennya kembali. Namun pria bernama Lucas itu menahan pintunya.
"Apa ibumu tak mengajari sopan santun, jika ada orang yang bertamu. Harusnya kau mempersilahkan masuk. Bukan mencoba menutup pintunya lagi!" desis Lucas. Dia melangkah maju memasuki apartemen Eliora. Lalu menutup pintu dan menguncinya.
Hazel tahu pria itu tak baik. Lantas dia berlari menuju kamar lalu mengunci pintunya.
"Heh... aku tak masalah jika ibumu tak ada. Setidaknya kau cukup untuk kuajak bermain-main sebentar sebelum si tua itu pulang!" Lucas yang terkenal akan kegilaannya terhadap seks. Tak peduli siapa yang ada di hadapannya.
Dia yang awalnya ingin menggoda Eliora. Namun malah mendapati anaknya yang sendirian di dalam apartermen.
"Heh! Bocah sialan! Buka pintunya atau aku akan mendobraknya!" sergah Lucas.
Namun Hazel terlalu takut untuk menjawab. Dia berlari ke lemari pakaiannya. Bersembunyi di sana karena takut jika Lucas memang bisa memasuki kamar dengan mendobrak pintu kamar.
"Baiklah, Nak! Kau memaksaku untuk membuka pintunya dengan paksa!" teriak Lucas.
Lalu dia mendobrak pintu kamar Hazel hingga rusak karena ditendang berkali-kali olehnya sampai terbuka.
"Dimana kau bocah sialan?!" teriak Lucas. Membuat Hazel semakin ketakutan dan menangis.
Suara tangisnya terdengar hingga memudahkan Lucas untuk mengetahui keberadaannya.
Lucas berjalan menuju lemari pakaian dimana suara ketakutan Hazel terdengar jelas. Lalu dia membuka pintu lemari dengan kasar. Tertawa saat menemukan Hazel di dalamnya berjongkok ketakutan.
"Kemarilah sayang... jangan takut. Aku tak akan menyakitimu. Jika kau menjadi anak baik," bujuk Lucas.
Hazel menggeleng dan menangis semakin kencang saat Lucas mengangkatnya. Pria itu dengan kasar melemparkan Hazel ke atas ranjang kecilnya.
Lucas mencoba menyentuh seluruh tubuh mungil Hazel dengan kedua tangannya. Namun anak itu menepis dan mencoba menghindar. Lalu menendang sembarangan hingga mengenai alat vital Lucas.
Pria itu memekik kesakitan. Kesempatan itu digunakan Hazel berlari hendak keluar kamar. Namun Lucas melemparkan lampu tidur ke arah pintu. Membuat Hazel terhenti dan berbalik, hingga dia menuju balkon kamarnya.
Hazel menguncinya dari luar. Dia mencoba berteriak meminta tolong orang yang ada di bawah. Namun tinggi apartemen tempatnya tinggal tak cukup untuk membuat orang mendengar suara kecilnya.
Lucas melangkah menuju balkon. Dia memecahkan kaca pintu balkon dan membuka pintunya dengan menyelipkan tangannya ke gagang pintu dan membuka kunci dari depan.
Lucas menyeringai saat mendapati Hazel bergetar ketakutan menempel pada besi pembatas balkon.
"Hah... sekarang kau tak bisa kemana-mana lagi Hazel!" tukas Lucas dan hendak menangkap Hazel. Namun bocah kecil itu menghindar dengan cara menunduk lalu melarikan diri dari sana tanpa melihat lagi apa yang terjadi dengan Lucas.
Pria itu terjatuh karena keseimbangannya yang goyang dan tubuhnya yang hendak menangkap Hazel malah hilang kendali karena Hazel yang menyelinap untuk kabur.
Pria berengsek itu terjatuh dari ketinggian lantai lima. Dia terjatuh di atas mobil seseorang yang baru parkir. Hingga mengejutkan banyak orang di bawah. Beruntung pria tersebut masih tersadar walau dia meringis kesakitan memegangi dadanya.
Sementara Hazel yang berlari ketakutan, langsung berhambur memeluk Chase yang baru saja tiba.
"Hazel... Kau kenapa?" tanya Chase.
Hazel yang ketakutan hanya menangis dengan tubuh bergetar tanpa mau menjawab pertanyaan pamannya.
"Tenanglah Haz. Uncle sudah di sini," ujar Chase menenangkan Hazel, dengan memeluk anak itu. Sambil melihat ke sekeliling. Keadaan rumah yang cukup kacau. Pintu kamar Hazel yang rusak seolah menjadi bukti terjadi sesuatu di sana.
Lantas Chase mencoba menghubungi Eliora. Menyuruh kakak iparnya itu untuk segera pulang. Lalu dia juga menghubungi seorang polisi, melaporkan kejadian yang dialami keponakan kecilnya.
Chase mencoba menenangkan Hazel dengan membuatkan coklat panas. Dia memperhatikan Hazel yang duduk terdiam di sofa. Manik mata hijau beningnya menatap takut ke arah kamarnya.
Awalnya Chase hendak menuju ke dalam kamar Hazel untuk mengecek keadaan di sana. Namun Hazel merengek ketakutan sehingga membuat Chase tak beranjak sedikitpun dari Hazel.
Tak berapa lama Eliora datang bersama security apartemen dan seorang polisi yang dipanggil Chase lewat teleponnya.
"Hazel... Sayang," panggil Eliora.
Hazel berlari menghampiri ibunya dan memeluk erat Eliora.
Eliora berjongkok meraba wajah putrinya dengan raut wajah khawatir. "Apa yang terjadi sayang? Katakan pada Mom." suara Eliora terdengar sangat cemas.
Namun Hazel menggeleng dan kembali menangis. Chase mengantar polisi dan security untuk melihat keadaan kamar yang berantakan akibat ulah Lucas.
Petugas polisi mengambil gambar kamar yang berantakkan. Untuk dijadikan bukti bahwa sudah terjadi penyerangan di kamar tersebut.
Melihat keadaan Hazel yang masih ketakutan dan hanya diam. Membuat petugas polisi itu pamit undur diri setelah mencatat keterangan dari Chase. Lalu meminta Chase untuk menyiapkan alat perekam agar saat Hazel siap berbicara, dia bisa merekam dan memberikannya kepada polisi untuk dijadikan keterangan saat kejadian berlangsung.
Chase mengangguk mengerti lalu mengantar petugas polisi tersebut untuk keluar dari apartemen Eliora. Sementara security apartemen yang masih berada di sana melihat ke bawah dari balkon kamar Hazel.
"Nyonya Garnel... apa kau tahu di bawah tadi ada seseorang yang jatuh tepat dari sisi balkon kamar putrimu?" tanya security tersebut.
"Aku memang mendengar keributan di bawah sana. Namun aku tak tahu jika ada korban yang jatuh dari atas. Aku baru saja pulang saat adik iparku mengabari kejadian Hazel yang mendapat serangan," jawab Eliora jujur.
"Bagaimana denganmu, Chase. Kau tak tahu ada yang jatuh saat kau tiba di sini?" tanya petugas security yang bertubuh gembul.
"Tidak. Saat aku tiba... Di bawah sana tampak seperti biasa. Hanya tempat ini yang menjadi berantakan dan Hazel berlari ke arahku saat aku memanggilnya. Aku rasa dia bersembunyi di dalam lemari kamarnya saat perampok mencoba membongkar rumah. Kakak iparku mengajarkannya begitu jika ada seseorang yang jahat memasuki rumah," ungkap Chase.
"Oh... begitu," tanggap security berkumis tebal itu.
"Ada apa, Sir? Apa ada sesuatu yang aneh?" tanya Eliora. Dia mendengar nada keraguan dari ucapan pria tambul itu.
"Tak ada. Hanya saja... sesuatu tampak sangat kebetulan di sini. Anakmu mengalami perampokan dan tetanggamu Lucas terjatuh ke atas mobil seseorang," ungkap security berkepala botak yang ditutupi dengan rambut tipis dibagian belakang.
"Kau menuduh keponakanku melakukan sesuatu terhadap orang yang jatuh itu?" tebak Chase.
"Tidak! Aku tak mengatakan begitu. Namun kejadiannya sungguh tepat. Tapi mungkin semua itu hanya kebetulan. Baiklah... aku harus kembali bertugas. Selamat malam," ujar petugas security.
"Selamat malam," ujar Eliora dan Chase.
Lalu petugas tambun itu pergi dari apartemen Eliora.
**
Chase menutup pintu apartemen Eliora dan menguncinya segera. Lalu menuju ke kamar Hazel untuk melihat kebenaran yang dikatakan oleh security tambun tadi. Melihat masih ada bekas mobil yang atapnya rusak adalah bukti kebenaran dari ucapan sang security.Lalu dia keluar dari dalam kamar Hazel. Mengintip kamar Eliora yang terlihat sedang menenangkan sekaligus menidurkan anak itu.Chase memilih menunggu Eliora selesai menidurkan Hazel untuk membahas masalah perampokkan di tempatnya itu.Chase kembali menatap kamar Hazel dan berpikir sejenak.Mungkinkah perkataan security tadi benar? Jika benar... bagaimana caranya menjelaskan kepada hukum. Hazel... akan sulit untuk ditanyai. Anak itu pasti ketakutan,batin Chase.Eliora menutup pintu kamarnya setelah memastikan anaknya sudah tertidur pulas. Dia memanggil Chase untuk memastikan keberadaan adik iparnya."Chase... kau masih di sini?" tanya Eliora."Ya. Aku di ruang tengah," jawab Chase.
Siang hari kegiatan Morgan berjalan seperti biasanya… jika sudah menyelesaikan satu kasus. Dia akan datang ke kantornya dan melihat berkas kasus lain yang diajukan padanya.“Selamat siang, Sir,” sapa asisten pribadinya.Wanita dengan lengkuk tubuh seksi dan berbody sekal berdiri membungkuk menyambut kedatangannya.Belahan dada di pakaian ketat asistennya memperlihatkan buah dadanya yang mengembul keluar. Wanita itu dengan sengaja memakai pakaian ketat demi memperlihatkan keindahan tubuhnya kepada Morgan.“Masuklah Jasmine. Sebutkan kasus yang masuk hari ini,” ujar Morgan menyuruhnya ikut masuk ke dalam ruangannya.Asisten yang bernama Jasmine Spencer itupun mengikuti langkah Morgan untuk masuk ke dalam ruangannya.“Kunci pintunya!” perintah Morgan.Jasmine yang mengetahui maksud Morgan dengan girangnya mengunci pintu. Setelah itu dia berjalan menuju Morgan yang duduk di balik meja kebesarannya.Dengan sebuah map di tangan Jasmine
Suara tongkat yang digunakan Eliora seakan menjadikan dirinya pusat perhatian di sebuah apartemen mewah di Manhattan. Seorang security mengantarkan Eliora ke unit tempat Morgan. Agar wanita itu tak tersesat karena baru pertama kali menginjakkan kakinya di sana.“Terima kasih, Sir, kau bisa tinggalkan aku. Aku sudah menghafal langkah untuk kembali,” ujar Eliora.“Sama-sama, Nona. Semoga kasusmu diterima Mr.Dexter,” jawab security tersebut.Eliora mengangguk dan tersenyum kembali. Lalu security pergi dan Eliora mulai meraba pintu apartemen hingga ke sisi pintu dan terdapat sebuah tombol kecil.Eliora sempat menarik napas sebelum dia menekan tombol bel pintu itu.Dia menunggu beberapa saat setelah dia memencet tombol tersebut, tetapi cukup lama tak mendapat sambutan, membuat Eliora kembali menekan tombol bel berbentuk bulat.Hingga baru saja dia selesai menekannya. Suara pintu terbuka terdengar, disusul suara berat menyapanya.“Siapa kau
Eliora memilin ujung kemejanya. Dengan hati dan perasaan cemas. Dia nekat mengambil keputusan ini. Saat ini dia berusaha untuk tenang dengan memikirkan keadaan Hazel bersama Chase.Membiarkan anaknya menginap di tempat Chase untuk hari ini adalah keputusan yang tepat. Dia tak ingin ditanyakan banyak hal oleh Hazel karena pulang terlalu larut atau mungkin tak pulang.Karena saat ini… Dia sedang berada di apartemen Morgan. Dia kembali ke sini, setelah kemarin melakukan perjanjian dengan Morgan. Dan sekarang…. Morgan sedang menuangkan dua gelas minuman beralkohol.Dia melihat kertas yang sudah di cap sidik jari Eliora atas perjanjian yang telah disepakati keduanya. Morgan membuat surat tersebut dengan tulisanbrailleagar mudah dipahami oleh Eliora.Morgan tak ingin mendapat kasus. Dia selalu menggunakan cara aman untuk menikmati semua yang dilakukannya dengan para klien.Morgan berjalan mendekati Eliora. Memberikan minuman yang barusan dia tuang
Semalaman Eliora mencoba untuk tidur dengan tenang. Namun mengingat setiap sentuhan yang diberikan Morgan, membuatnya tak bisa nyenyak. Dia gusar dan suara desahan serta erangan terngiang dalam benaknya.Dia menangis semalaman merutuki kebodohannya merasa hina dengan keadaannya. Hingga dia lelah menangis dan terlelap.Dia bahkan tak terbangun saat matahari menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Hingga suara ponsel terdengar membangunkannya dan mulai merengangkan tubuh lelahnya.Dia meraba ke arah nakas mengambil ponsel khusus penggunatunanetrauntuk berkomunikasi seperti layaknya orang yang bisa melihat.Sambutan suara Hazel membuatnya tersenyum, suara riang putrinya seakan menyemangati paginya.“Mommy… kau sudah pulang?”tanya Hazel riang.“Ya sayang… kau sudah di sekolah?” tanya Eliora.“Aku sudah pulang sekolah, mom.”“Apa? Memangnya ini sudah jam berapa?”“Ini sudah jam sebelas, El,”jawab Chase.“Hah…
Setelah menyantap sepotong kue sebagai kudapan. Morgan mengajak Hazel untuk bermain. Dia berusaha untuk membuat Hazel merasa nyaman dengan keberadaannya.Morgan berusaha untuk masuk ke dunia Hazel. Bermain bersama boneka tuan teddy dan meminum teh udara. Suara tawa dan seruan Morgan terdengar begitu lepas, sama seperti tawa Hazel yang terdengar riang.Ditambah dengan Autumn yang bergabung bersama Morgan dan menggoda kakaknya yang berusaha mengikuti permainan sesuai kemauan Hazel.Sementara Eliora dan Chase hanya tertawa memerhatikan kegiatan mereka. Chase menceritakan apa yang dilakukan ketiganya kepada Eliora.Seolah menjadi mata bagi Eliora yang setidaknya bisa merasakan kebahagiaan sang anak yang bisa tertawa dan bermain setelah kejadian beberapa hari tersebut sempat membuat anak itu murung.Perhatian Morgan sempat teralihkan saat Chase sedang menceritakan kegiatan Hazel kepada Eliora.Cih… bagaimana bisa dia tersenyum semanis itu hanya karena
Malam harinya Morgan mengajak Eliora dan Hazel untuk makan malam di sebuah restoran mewah. Kali ini Chase dan Autumn tidak ikut, karena mereka sudah berjanji untuk makan malam bersama kedua orang tua Chase setelah pertemuan pertama mereka di kediaman Garnel.Suasana mewah dengan lagu klasik yang mengalun seakan menggelitik pendengaran Eliora. Begitu tenang… ditambah hawa sejuk dan wangi parfum serta makanan yang bergantian melewati indera penciumannya. Membuatnya tak nyaman dan merasa risih karena tak pernah ke tempat seperti itu sebelumnya."Apa kau ada alergi makanan, El?" tanya Morgan yang duduk di hadapan Eliora.Eliora menggeleng sebagai jawabannya."Bagaimana dengan Hazel?" tanya lagi Morgan sebelum dia benar-benar memesan makanannya."Tidak ada, Morgan. Tolong… jangan memesan yang tidak-tidak. Aku dan Hazel tidak begitu banyak makan," ujar Eliora.Sesungguhnya wanita ini terpaksa menuruti kemauan Morgan yang mengajaknya
Keadaan di dalam mobil begitu hening… Hazel bahkan tertidur di awal perjalanan pulang. Hingga Eliora membuka suara, mengatakan kegelisahan hatinya sejak tadi."Seharusnya kau tak perlu berkata seperti itu kepada mantan mertuaku," ujar Eliora."Orang seperti mereka harus diberikan pelajaran El. Lagipula apa yang kulakukan barusan itu tak seberapa. Aku yakin… Apa yang mereka lakukan padamu… lebih dari itu," tebak Morgan."Tapi… kau tak harus membalasnya," timpal Eliora."Ck!" Morgan hanya membalasnya dengan berdecak.Tak habis pikir masih ada pemikiran seperti Eliora di zaman modern ini. Disaat semua orang mulai sibuk membalas segala perbuatan jahat lawannya. Disini Eliora malah melakukan protes atas pembalasan yang dia lakukan untuk Eliora."Mereka hanya salah paham Morgan… sejak dulu aku sudah meminta Mark untuk mendapatkan restu mereka lebih dulu. Namun dia tak melakukan itu. Dan aku terpaksa menerimanya t
-THE END-Eliora terlihat gugup dan memiliki firasat tak enak saat Morgan menunjukkan senyum mencurigakan.Di sepanjang perjalanannya... ia melirik Morgan yang terus menunjukkan senyuman yang bagi Eliora terlihat begitu aneh untuk terus menerus ditunjukan."Kenapa menatapku seperti itu,Sugar? Aku tahu... kadar ketampananku memang melebihi standar rata-rata. Tapi kau tak harus memperhatikannya seperti bukan kau pemilikku," ujar Morgan dengan tetap percaya diri. Yang sepertinya semakin meningkat setiap harinya.Eliora mengalihkan tatapannya menjadi malas. Dia cukup menyesal telah menatap Morgan begitu lekat. Hingga membuat prianya mengeluarkan kata-kata yang membuatnya mual seketika.Bahkan anak yang dikandung Eliora saja, merasa muak mendengar sang penabur benih begitu percaya diri.Morgan meraih tangan kanan Eliora. Dan membawanya ke rahang tegas yang memiliki bulu halus dengan tatanan yang begitu rap
—45—Satu minggu kemudian... setelah Eliora dinyatakan hamil... pemulihan pada memar di tubuhnya dilakukan begitu cepat karena Morgan tak ingin melihat wanitanya terlalu lama menderita.Dan kini... Morgan begitu gencar untuk membawa Eliora pergi ke suatu tempat untuk berlibur sebelum salju turun.Dia sudah mempersiapkan banyak hal untuk membuat wanitanya menikmati hidup yang sebenarnya dengan semua hasil kerja keras yang dikumpulkannya selama ini.Morgan menatap Eliora yang sedang berpamitan dengan Hazel. Anaknya kali ini lebih memilih pergi bersama Roseline dan Miller yang akan mengajaknya ke acara akhir tahun di disneyland.Tentu saja semua itu adalah ide Morgan yang meminta ayah dan ibunya untuk membantu membawa cucu mereka bermain demi melancarkan rencana Morgan membawa Eliora berlibur.Eliora menghampiri Morgan yang sudah siap menaiki pesawat pribadinya dan berniat terbang ke Eropa. Membawa wanita itu mengun
—44—"El, awas!" teriak Jasmine._____Eliora berbalik dan berniat melindungi diri namun tenaga pria itu jelas lebih kuat. Dengan cepat pria tersebut memukul wajah Eliora hingga membuat Eliora tersungkur ke lantai."Argh!" Eliora menyentuh sudut bibirnya yang terasa mengeluarkan darah.Eliora melihat darah yang diusapkan ke ibu jarinya... lalu ia juga melirik Jasmine yang kehilangan keseimbangannya."Apa yang kau lakukan padamy queen?!" tukas pria yang sempat dilihat oleh Eliora saat pesta pertunangannya berlangsung."Bukankah kau...." Eliora menjeda kalimatnya mengingat dengan siapa pria yang sedang mendekatinya itu duduk saat dipestanya tadi."El... pergi dari sini! Selamatkan dirimu!" teriak Jasmine.Kursi yang dijadikan pijakan oleh Jasmine seketika bergoyang, hampir membuat Jasmine kehilangan pijakannya.Hal tersebut membuat pria it
—43—Morgan mempercepat laju kendaraannya sambil sesekali terus menghubungi Jasmine, dan Mickael. Namun keduanya tak ada satupun yang menjawab panggilan teleponnya.Di sepanjang perjalanannya... Morgan terus merutuki dirinya yang menyikapi Barbara hanya sebagai gertakan. Namun dia sungguh tak memperhitungkan masalah itu membuat wanita seperti Barbara malah menggila.Hingga terjadi masalah saat dirinya selangkah lagi akan mendapatkan kebahagiaan bersama Eliora."Sial… Dimana Jasmine dan Mickael?! Disaat dibutuhkan seperti ini, mereka malah sulit dihubungi. Aku harus mencari tahu data Barbara dimana dia tinggal sekarang!" tukas Morgan.Morgan akhirnya membelokkan mobilnya untuk kembali ke mansion. Berharap Mickael belum membawa pulang Jasmine.Namun sebuah panggilan telepon masuk dan menampilkan nama Mickael di sana.Morgan menjawab panggilan tersebut."Hallo, Mick… apa Jasmine ada bersa
—42—"Mungkinkah?"______"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Morgan.Membuat Eliora dan Autumn terkejut lalu menoleh secara perlahan."Katakan El... Apa yang kau ketahui?!" tukas Morgan menyelidik."Ehm, Morgan... aku akan bicarakan semuanya padamu nanti. Kita antar Hazel pulang dulu, agar dia bisa beristirahat," pinta Eliora.Dengan wajah panik Eliora mengusap lengan Morgan yang menatapnya tajam. Berusaha menenangkan prianya agar Hazel tak melihat kemarahannya.Namun Morgan terlalu emosi ketika mengetahui, Eliora menyembunyikan sesuatu darinya."Kau baru akan mengatakannya setelah aku mendengar sesuatu?! Apa yang kau sembunyikan, El?!" desis Morgan.Melangkah mendekati Eliora dengan tatapan yang begitu mengintimidasi."Morgan... Ada Hazel. Dia bisa—""Kenapa kau tak menceritakannya langsung? Apa kau akan tetap diam jika aku tak men
—41—Morgan yang hendak menyusul Eliora dengan sedikit tertatih, harus terhenti saat sebuah panggilan menyapanya begitu akrab."Morgan…," sapa Mickael.Ia menoleh dan mendapati sepupunya Mickael bersama seorang wanita yang selama ini cukup dekat dengannya dalam urusan pekerjaan."Hai Mick and… Jasmine?" Morgan menyapa sambil mengerutkan keningnya."Iya ini aku, Morgan. Apa kau tak mengingat asistenmu sendiri?" sapa Jasmine bergurau.Bukan Morgan tak mengingat asisten handalnya itu… namun gestur tubuh sepupunya kepada sang asisten begitu….Dekat.Tangan Mickael yang melingkar sempurna di pinggang Jasmine seolah menandakan ada sesuatu antara mereka. Hal tersebutlah yang membuat Morgan mengerutkan keningnya cukup dalam.Walau dia turut senang melihat Jasmine akhirnya mau menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Dan pria yang dipilihnya adalah sepupunya sen
-40-Autumn menutup mulutnya saat melihat surat ancaman tersebut. Dia hendak merebut surat ancaman itu, namun dengan sigap Eliora menjauhkannya dari Autumn."Kau harus mengatakannya kepada Morgan, El!" seru Autumn setelah gagal merebut surat ancaman dari tangan Eliora."Tidak, Autumn... Kumohon, aku tak ingin merusak kebahagiaannya saat ini. Apa kau tak melihat betapa bahagianya kakakmu? Selama ini dia sudah cukup memikirkan banyak kasus," sanggah Eliora.Tak ingin membuat Morgan semakin pusing dengan keadaan saat ini. Eliora hanya tak ingin merusak moment yang dinantikan Morgan cukup lama. Dan dia akan berusaha menyelesaikan kasus surat ancaman tersebut tanpa bantuan Morgan.Bukankah sudah cukup semua perlakuan Morgan selama ia tak bisa melihat. Pria itu mengusir semua peneror yang datang ke apartemennya. Dan bahkan sampai melakukan konferensi pers karena kasus tersebut tak ingin diperpanjang Morgan.Dan jika kasus serupa i
—39—Keesokan harinya…. Morgan pulang dengan keadaan yang sudah sangat baik di bagian hatinya.Bagaimana tidak? Mendapat jawabanyesdari Eliora, yang dikatakannya sebagai obat termanjur untuk menyembuhkan semua lukanya. Rasanya tak sia-sia dia terluka demi menyelamatkan si tuan santa.Menggunakan limosin berwarna hitam yang dikirim oleh Miller untuk menjemput mereka di rumah sakit. Mereka -Morgan dan Eliora- bersama Chase dan Autumn yang akhirnya menyusul datang pada malam hari bersama ibunya dan uncle Matthew serta Hazel. Autumn berkeras untuk bermalam di rumah sakit menemani Chase yang juga mendapat perawatan.Morgan yang sempat mendapat ejekan dari Chase mengenai boneka santa tersebut, memamerkan kepada Chase, tulisan yang terdapat di dalamnya.Seperti kembali kepada masa kecilnya, ia seolah sedang memamerkan mainan baru kepada teman yang sempat mengejeknya.Chase hanya terkekeh saat
—38—Suara ambulan terdengar samar-samar di pendengaran Morgan. Walau matanya masih terpejam, dan kesadarannya sempat hilang.Namun ia kembali berusaha untuk terjaga, sekalipun matanya sulit untuk terbuka. Dan kepalanya yang masih terasa pusing mendominasi keadaannya saat ini.Morgan bahkan masih mendengar suara Chase yang memberikan keterangan terhadap kecelakaan tersebut. Lalu tersaruh suara dari kejauhan wanita yang dirindukannya.El… kaukah itu?benaknya bertanya.Namun lambat laun kesadarannya semakin hilang dan dia benar-benar tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.***Sebuah ruangan di rumah sakit yang terasa sunyi… terdapat seorang wanita yang duduk memandangi seorang pria yang terbaring dengan perban yang dililit di kepalanya. Dan beberapa luka gores terlihat sudah tertutupi dengan rapi.Ruangan yang terlalu besar untuk dihuni oleh satu pasien itu terl