-Prologue-
Suasana tegang sedang terjadi dipersidangan sebuah kasus lanjutan dari perceraian sepasang selebriti ternama di Manhattan. Menjadi sorotan utama wartawan di luar gedung pengadilan terbesar di kota itu.
Para pencari berita itu bukan hanya ingin meliput berita tersebut. Melainkan seseorang yang menjadi salah satu orang penting di dalam sidang perceraian itu juga-lah yang mereka tunggu untuk diwawancarai.
Sebuah pulpen berputar di antara jari seorang pria dengan setelan kemeja putih dan celana bahan serta balutan jas biru navy. Jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya terlihat bukan-lah barang yang murah. Penampilannya begitu sempurna dengan sepatu pantofel hitam yang mengkilap.
Pria itu terlihat serius menyimak kesaksian seseorang.
Garis rahang tegas, manik mata hitam dengan sorot yang tajam. Dan rambut yang tertata rapi membentuk gaya pomade. Hidung yang mancung membuat sebuah kacamata bening bertengger nyaman di sana. Setitik tanda hitam tepat di atas garis kacamatanya seolah menjadi tanda pengenal bahwa pria itu adalah seorang Maximilliam Morgan Dexter.Atau lebih akrab dengan panggilan Morgan.
"Pihak tergugat ... Saya persilakan waktu kalian untuk menanyakan perihal yang bersangkutan dengan kesaksian dari pihak penggugat," ujar seorang hakim yang memimpin sidang tersebut.
Saat ini Morgan sedang mengajukan hak asuh anak agar jatuh ke tangan wanita yang saat ini menjadi kliennya.
Morgan berdiri dari duduknya. Dia melirik wanita di sampingnya Barbara Walton. Morgan tersenyum seolah yakin bahwa hari ini kemenangan akan dibawa pulang olehnya.
Morgan melangkah mendekati saksi yang mengungkapkan tentang bagaimana mantan suami korban mendidik anaknya dengan baik. Padahal yang diketahui Barbara... Mantan suaminya itu sering memukul anak mereka saat sedang marah.
Morgan memicingkan matanya menatap wanita cantik seusianya dengan penampilan menarik. Morgan yakin wanita itu adalah simpanan mantan suami Barbara. Namun dia tak ingin mencampurinya, Morgan hanya akan fokus terhadap kemauan kliennya. Yaitu mendapatkan hak asu anaknya.
"Devani Elbora ... Kau berdiri di sini untuk mengungkapkan tentang bagaimana pria yang duduk di sana adalah seorang ayah yang baik. Dengan didikan yang menurutmu masih wajar?" tanya Morgan kepada saksi.
Wanita cantik itu menjawab iya dengan yakin. Sambil menatap pria yang sudah dibela-nya.
Morgan tersenyum. Senyum yang seolah meremehkan kesaksian wanita berambut merah maroon dengan pakaian yang cukup terbuka.
"Lalu kau juga membawa bukti foto kedekatan putri mereka yang sedang bermain di sebuah taman. Foto yang memperlihatkan kedekatan sang ayah dengan putrinya.
Di foto tersebut memang terlihat sang anak yang berlari dengan wajah tersenyum. Lalu di foto selanjutnya pria yang kau bela sedang merentangkan tangan seolah ingin memeluk putrinya," tutur Morgan memastikan apa yang diungkapkan saksi wanita itu.
Dan lagi-lagi wanita tersebut kembali menjawab iya dengan yakin. Lalu Morgan kembali tersenyum dan mengangguk. Berjalan menuju mejanya. Mengambil sebuah amplop coklat.
"Maaf yang mulia hakim .... Boleh aku memberikan bukti yang sama? Namun memiliki perbedaan yang begitu terlihat jelas. Kalian bisa menilainya. Meminta juru ahli untuk membedakan foto mana yang lebih masuk akal." Morgan mengangkat amplop tersebut. Menyodorkannya kepada sang hakim.
Hakim mengangguk dan menerima amplop cokelat yang diajukan Morgan.
"Sembari kalian menilai ... Aku juga mempunyai sebuah rekaman dari tim pengamatanku. Tragedi yang sebenarnya terjadi dari foto tersebut," ujar Morgan.
Lalu dia berbalik meminta asisten pribadinya untuk memutarkan video penayangan yang sebenarnya terjadi saat putri kliennya diantarkan kembali kepada Barbara dari rumah neneknya.
Terlihat dari jarak yang lebih jauh dari foto tersebut. Putri mereka berlari dari neneknya untuk menuju kepada ibunya.
Barbara yang berdiri beberapa langkah di belakang mantan suaminya. Terlihat berjongkok untuk menyambut pelukan anaknya.
Berbeda dengan mantan suami kliennya yang berpura-pura ingin memeluk namun saat anak itu melewatinya. Pria itu malah menyelengkat kaki putrinya dan hampir membuat putrinya terjatuh jika Barbara tak sigap menangkapnya.
Seluruh saksi dan semua yang hadir di sana begitu terkejut dengan hasil video itu.
"Rekaman tersebut terjadi tepat setelah mereka sah bercerai dan hendak menjemput anak mereka," ungkap Morgan.
Lalu sang juru ahli penilai foto, angkat bicara dan membenarkan bahwa foto yang dibawa Devani adalah hasil foto yang dipotong bagian kanan dimana di sana ada Barbara yang berjongkok.
Seketika suara sergahan tak terima terdengar dari mantan suami Barbara terdengar ricuh. Hingga keributan terjadi dan membuat sang hakim mengetuk palunya agar keadaan kembali terkendali dan menjadi tenang.
"Pihak tergugat silahkan dilanjutkan," ujar hakim mempersilahkan Morgan untuk kembali melanjutkan.
"Saya sudah selesai Yang Mulia. Dan saya rasa, semua sudah cukup jelas. Silahkan tentukan keputusan anda," jawab Morgan.
Dia tersenyum menatap Devani sambil berlalu menuju tempat duduknya.
Hakim dan penegak hukum lainnya mulai berkompromi selama beberapa menit. Hingga akhirnya hakim mengungkapkan keputusannya.
"Baiklah. Setelah menilai semua bukti dan kesaksian. Kami memutuskan ..., hak asuh jatuh ke tangan pihak yang digugat. Namun kewajiban pihak penggugat harus tetap memberikan nafkah untuk putri mereka. Hingga anak tersebut mampu membiayai hidupnya sendiri. Demikian keputusan kami. Dengan ini kasus telah dianggap selesai!"
Ketukan suara palu sebanyak tiga kali menandakan kemenangan bagi Morgan dan kliennya.
Barbara memeluk Morgan mengucap terima kasih atas usahanya memenangkan kasus tersebut.
Mantan suaminya menatap tajam kegembiraan Barbara. Namun Morgan mengusap punggung Barbara agar tetap tenang. Menyuruhnya untuk mengabaikan sikap mantan suaminya. Karena mereka sudah memenangkan kasus dengan cara yang benar.
-
Mereka keluar dari ruangan sidang. Dan langsung mendapat serbuan dari wartawan. Banyak pertanyaan yang keluar dan semua sudah dijawab dengan baik oleh Morgan. Hingga satu pertanyaan terlontar dari salah satu wartawan.
Pertanyaan yang menyangkut pribadi Morgan. Membuat pengacara itu terdiam dan tersenyum.
"Morgan, kau sering memenangkan sebuah kasus perceraian. Apa hal tersebut membuatmu takut untuk memiliki komitmen dengan seseorang? Hingga sampai saat ini kau belum pernah membawa seseorang untuk kau kenalkan kepada media?"
"Aku rasa pertanyaanmu itu sudah diluar dari kasusku kali ini. Tak masalah bukan jika aku tak ingin menjawabnya?" Morgan tersenyum.
"Bagi kami itu tak masalah. Namun mungkin menjadi masalah bagi yang ingin mengetahui dirimu lebih banyak," jawab wartrawan tersebut membuat keadaan tegang mencair karena semuanya tertawa.
Termaksud Morgan dan Barbara. Hingga akhirnya mereka berlalu memasuki mobil dan meluncur meninggalkan tempat tersebut.
**
-01-Maximilliam Morgan Dexter... Seorang keturunan Dexter yang terkenal dengan perusahaan tambang emas terbesar di California, Amerika serikat. Tempat kelahirannya yang menjadi tempat paling dibenci olehnya. Karena sikap keras ayahnya -Maximilliam Miller Dexter- yang menyuruhnya untuk menikahi wanita yang menuduh dirinya menghamili wanita tersebut.Jelas saja Morgan menolaknya. Karena selama ini Morgan selalu menggunakan pengaman setiap kali melakukan hubungan badan dengan wanita one nigth stand-nya. Namun Miller yang tak ingin nama besar Dexter tercoreng karena kasus tersebut, bersikeras menyuruh Morgan untuk bertanggung jawab.Dan jika Morgan tak ingin menuruti perintah Miller.... Maka Morgan tak bisa menggunakan semua fasilitas keluarga Dexter termasuk berada di mansion besar keluarga Dexter.Morgan dan harga dirinya yang tinggi.Tetap teguh tak mau bertanggung jawab atas apa yang bukan dilakukannya. Dia memilih angkat kaki dari kediaman Dexter. Ber
Eliora Clareta Garnel...wanita yang saat ini berusia dua puluh enam tahun. Menikah muda saat usianya masih delapan belas tahun.Dia terpaksa dijodohkan dengan pria berusia tiga puluh tahun -Mark Mattson Garnel- karena ayahnya terlilit hutang oleh bank untuk membuka usaha. Namun sayang... usaha sang ayah bangkrut sebelum mendapat untung.Hingga pria yang melamarnya itu menawarkan diri untuk membantu jika memang Eliora menikah dengan pria berusia matang itu.Eliora terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Walau dia tahu Mark begitu baik dan rela bekorban meninggalkan ayah dan ibunya yang me larang untuk menikahinya.Merasa Mark juga ikut bekorban demi membantu ayahnya, membuat Eliora sedikit luluh hingga mereka akhirnya memiliki seorang anak.Anak perempuan yang begitu manis dan cantik seperti Eliora. Walau ayah dari anak itu juga begitu tampan.Seiring berjalannya waktu, putri mereka tumbuh semakin c
Chase menutup pintu apartemen Eliora dan menguncinya segera. Lalu menuju ke kamar Hazel untuk melihat kebenaran yang dikatakan oleh security tambun tadi. Melihat masih ada bekas mobil yang atapnya rusak adalah bukti kebenaran dari ucapan sang security.Lalu dia keluar dari dalam kamar Hazel. Mengintip kamar Eliora yang terlihat sedang menenangkan sekaligus menidurkan anak itu.Chase memilih menunggu Eliora selesai menidurkan Hazel untuk membahas masalah perampokkan di tempatnya itu.Chase kembali menatap kamar Hazel dan berpikir sejenak.Mungkinkah perkataan security tadi benar? Jika benar... bagaimana caranya menjelaskan kepada hukum. Hazel... akan sulit untuk ditanyai. Anak itu pasti ketakutan,batin Chase.Eliora menutup pintu kamarnya setelah memastikan anaknya sudah tertidur pulas. Dia memanggil Chase untuk memastikan keberadaan adik iparnya."Chase... kau masih di sini?" tanya Eliora."Ya. Aku di ruang tengah," jawab Chase.
Siang hari kegiatan Morgan berjalan seperti biasanyaā¦ jika sudah menyelesaikan satu kasus. Dia akan datang ke kantornya dan melihat berkas kasus lain yang diajukan padanya.āSelamat siang, Sir,ā sapa asisten pribadinya.Wanita dengan lengkuk tubuh seksi dan berbody sekal berdiri membungkuk menyambut kedatangannya.Belahan dada di pakaian ketat asistennya memperlihatkan buah dadanya yang mengembul keluar. Wanita itu dengan sengaja memakai pakaian ketat demi memperlihatkan keindahan tubuhnya kepada Morgan.āMasuklah Jasmine. Sebutkan kasus yang masuk hari ini,ā ujar Morgan menyuruhnya ikut masuk ke dalam ruangannya.Asisten yang bernama Jasmine Spencer itupun mengikuti langkah Morgan untuk masuk ke dalam ruangannya.āKunci pintunya!ā perintah Morgan.Jasmine yang mengetahui maksud Morgan dengan girangnya mengunci pintu. Setelah itu dia berjalan menuju Morgan yang duduk di balik meja kebesarannya.Dengan sebuah map di tangan Jasmine
Suara tongkat yang digunakan Eliora seakan menjadikan dirinya pusat perhatian di sebuah apartemen mewah di Manhattan. Seorang security mengantarkan Eliora ke unit tempat Morgan. Agar wanita itu tak tersesat karena baru pertama kali menginjakkan kakinya di sana.āTerima kasih, Sir, kau bisa tinggalkan aku. Aku sudah menghafal langkah untuk kembali,ā ujar Eliora.āSama-sama, Nona. Semoga kasusmu diterima Mr.Dexter,ā jawab security tersebut.Eliora mengangguk dan tersenyum kembali. Lalu security pergi dan Eliora mulai meraba pintu apartemen hingga ke sisi pintu dan terdapat sebuah tombol kecil.Eliora sempat menarik napas sebelum dia menekan tombol bel pintu itu.Dia menunggu beberapa saat setelah dia memencet tombol tersebut, tetapi cukup lama tak mendapat sambutan, membuat Eliora kembali menekan tombol bel berbentuk bulat.Hingga baru saja dia selesai menekannya. Suara pintu terbuka terdengar, disusul suara berat menyapanya.āSiapa kau
Eliora memilin ujung kemejanya. Dengan hati dan perasaan cemas. Dia nekat mengambil keputusan ini. Saat ini dia berusaha untuk tenang dengan memikirkan keadaan Hazel bersama Chase.Membiarkan anaknya menginap di tempat Chase untuk hari ini adalah keputusan yang tepat. Dia tak ingin ditanyakan banyak hal oleh Hazel karena pulang terlalu larut atau mungkin tak pulang.Karena saat iniā¦ Dia sedang berada di apartemen Morgan. Dia kembali ke sini, setelah kemarin melakukan perjanjian dengan Morgan. Dan sekarangā¦. Morgan sedang menuangkan dua gelas minuman beralkohol.Dia melihat kertas yang sudah di cap sidik jari Eliora atas perjanjian yang telah disepakati keduanya. Morgan membuat surat tersebut dengan tulisanbrailleagar mudah dipahami oleh Eliora.Morgan tak ingin mendapat kasus. Dia selalu menggunakan cara aman untuk menikmati semua yang dilakukannya dengan para klien.Morgan berjalan mendekati Eliora. Memberikan minuman yang barusan dia tuang
Semalaman Eliora mencoba untuk tidur dengan tenang. Namun mengingat setiap sentuhan yang diberikan Morgan, membuatnya tak bisa nyenyak. Dia gusar dan suara desahan serta erangan terngiang dalam benaknya.Dia menangis semalaman merutuki kebodohannya merasa hina dengan keadaannya. Hingga dia lelah menangis dan terlelap.Dia bahkan tak terbangun saat matahari menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Hingga suara ponsel terdengar membangunkannya dan mulai merengangkan tubuh lelahnya.Dia meraba ke arah nakas mengambil ponsel khusus penggunatunanetrauntuk berkomunikasi seperti layaknya orang yang bisa melihat.Sambutan suara Hazel membuatnya tersenyum, suara riang putrinya seakan menyemangati paginya.āMommyā¦ kau sudah pulang?ātanya Hazel riang.āYa sayangā¦ kau sudah di sekolah?ā tanya Eliora.āAku sudah pulang sekolah, mom.āāApa? Memangnya ini sudah jam berapa?āāIni sudah jam sebelas, El,ājawab Chase.āHahā¦
Setelah menyantap sepotong kue sebagai kudapan. Morgan mengajak Hazel untuk bermain. Dia berusaha untuk membuat Hazel merasa nyaman dengan keberadaannya.Morgan berusaha untuk masuk ke dunia Hazel. Bermain bersama boneka tuan teddy dan meminum teh udara. Suara tawa dan seruan Morgan terdengar begitu lepas, sama seperti tawa Hazel yang terdengar riang.Ditambah dengan Autumn yang bergabung bersama Morgan dan menggoda kakaknya yang berusaha mengikuti permainan sesuai kemauan Hazel.Sementara Eliora dan Chase hanya tertawa memerhatikan kegiatan mereka. Chase menceritakan apa yang dilakukan ketiganya kepada Eliora.Seolah menjadi mata bagi Eliora yang setidaknya bisa merasakan kebahagiaan sang anak yang bisa tertawa dan bermain setelah kejadian beberapa hari tersebut sempat membuat anak itu murung.Perhatian Morgan sempat teralihkan saat Chase sedang menceritakan kegiatan Hazel kepada Eliora.Cihā¦ bagaimana bisa dia tersenyum semanis itu hanya karena