Ada saat di mana manusia tak sadar... Keegoisan dan rasa gengsi itulah yang membuat mereka kehilangan. Dan, menderita dalam sebuah penyesalan.***Five Years LaterJakarta, Indonesia, 11.30 WIBTampak seorang wanita berumur 27 tahun berdiri di depan Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan acara besar. Banyak orang yang duduk untuk menunggunya berbicara. Gadis itu tersenyum dengan balutan jas putih. Baru tahun ini ia lulus sekolah kedokteran dan kembali ke Jakarta setelah beberapa tahun menetap di ibu kota Korea Selatan. Baginya, kota ini adalah rumah, tempat di mana ia pulang."Kalian telah mengenal siapa namaku? Ya, aku adalah Tiffany Hwang, salah satu alumni sekolah ini." Tiffany mengeluarkan suaranya seraya tertawa lebar."Kenapa aku mengatakan terbaik? Sebab, bagiku... tak ada kenangan yang paling indah kecuali saat menjadi siswi di sekolah ini. Mungkin, di antara kalian ada yang masih mengenalku, atau ingat dulu? Yah, terdengar sedikit menyedi
"Ya, hallo Sal? Kau di mana? Acara reuni ini akan selesai. Kau benar-benar mengingkari janjimu! Seminggu lalu kau mengatakan akan datang. Kau bahkan tak melihat hebatnya aku mengucapkan banyak kata kepada para tamu!""Aku masih ada pasien, Dokter Tiffany. Kau tak tahu betapa menyenangkan menjadi dokter anak dan bisa menyanyikan lagu untuk mereka dengan gitarku?""Kau sama saja dengan Matthew. Di mana pun, kapan pun, tak dapat lepas dengan alat musik. Bahkan, ketika telah menjadi selebritis seperti sekarang, tingkahnya tak berubah sama sekali. Kau tahu, minggu ini dia digosipkan dengan siapa? Aku benar-benar tak habis pikir dengan tingkah playboy satu itu!""Hahaha.., kau cemburu?""Hey, Sal! Siapa yang mengatakan jika aku cemburu?""Bukankah kalian sudah resmi menjadi sepasang kekasih 6 bulan lalu?""Ashㅡentahlah! Memiliki kekasih sepertinya justru membuatku banyak mengelus dada. Banyak adegan dia dengan wanita-wanita cantik di televisi. Aku benar-benar tak habis pikir, kenapa aku men
Kota Jakarta memiliki geografis yang berbukit sehingga terdapat banyak air terjun, sungai, danau, dan sumber air panas. Bahkan, tiga sungai di kabupaten Lahat telah dijadikan arena arung jeram, yaitu Sungai Lematang, Selangis, dan Manna. Tiffany tersenyum menatap indahnya kota ini. Seperti motto kota ini, bekerja sama, di mana masyarakatnya bersatu, semangat bergotong-royong, setia kawan, berpendirian teguh, serta bertanggung jawab. Seperti saat mereka menjalani hari-hari di sekolah waktu itu. Yah, itu mengapa, Tiffany sangat suka tempat ini. Nyaman! Tiffany berharap dapat hidup di sini setelah ia menikah. Helaian rambut panjangnya melayang di dalam mobil milik orang tua Salsha menuju Palembang, membiarkan angin menerpa wajahnya dengan sejuk.Aku merindukanmu, Ibu....Tiffany tersenyum lebar. Sejuknya udara di sini mengingatkannya akan masa lalu. Masa terbaik yang tak pernah ia lupakan. Tiffany juga mengingat saat bertengkar dengan Zea Anastasia, gadis yang saat ini di Meksiko, mendap
Tiffany diam! Gadis itu seakan ingin tertawa miris. Ia segera melangkah kembali ke mobilnya dan mengambil kotak obat. Namun, langkah kakinya terhenti saat melihat seorang pria berkacamata hitam berdiri di dekat mobil. Kulit putihnya bersinar. Tampan! Rambut kemerah-merahan yang ia miliki semakin terlihat. Rahang tegas itu sangat ia kenali!Tubuh Tiffany seketika gemetar. Pria itu berbalik, mendongak ke atas, dan membaca kalimat yang berada di atas tugu itu.Selamat Datang di Kota Ibu Kota, Jakarta, Negara Indonesia.Senyumnya tersimpul indah saat menyadari jika ia telah berada di kota ini, kota di mana lima tahun silam ia menetap sebagai orang pindahan. Bertahun-tahun sudah terlewat, ada banyak hal yang aku lupakan. Tapi.... kenapa detakan ini masih sama? Kenapa air mata itu masih tersisa? Apa aku belum benar-benar mengikhlaskannya? Melepaskannya untuk kelegaan diriku dan kebahagiaannya saat ini.Aku pikir, dia layaknya matematika. Di saat rumus-rumus itu dulu melekat erat di otakku
"Kau kembali?" lirih Tiffany seraya semakin mengeratkan pelukannya pada David. Lelaki itu tersenyum, mengusak surai hitam sang gadis dengan sayang. Jujur saja, ia hari ini memang ingin kembali, ingin kembali menemui separuh jiwanya yang ada di Ibu Kota. Namun, ia tak menyangka takdir akan secepat ini menemukannya dengan Tiffany. Setelah ia berhasil, merubah segalanya di Bali, ia memang sudah bertekad ingin menyusul kembali ke Jakarta. Entahlah, semakin lama perasaan ini bukan semakin redup tapi semakin merajalera merasuki dirinya semakin dalam. Tiffany Hwang, gadis yang berhasil meluluhkan hatinya. "Tentu aja, aku kembali. Aku sudah berjanji akan kembali padamu..."Mendengar perkataan David malah semakin membuat Tiffany mengeratkan pelukannya, dengan maksud lain ingin meredam suara tangisannya. Bahkan, ia sudah tidak peduli lagi dengan tatapan orang lain yang ada di sekitar mereka. Mengingat, mereka masih terjebak macet di tengah jalanan Ibu Kota. Sontak saja, itu memancing suara bi
"Kau kembali?" Matthew kembali bertanya lirih.David mengedikkan bahunya, "Ya, seperti yang kau lihat, aku kembali untuk Tiffany."Deg. Matthew yang kini merasa jantungnya berhenti berdetak sontak saja menoleh ke arah Tiffany. Rupanya, gadis itu juga tengah menatapnya dengan wajah yang nampak cemas sekaligus bersalah, entahlah Matthew mengartikan arti mata Tiffany adalah ucapan maaf. Matthew tertawa renyah, lalu melangkah sedikit ke depan David, "Sukses terus. Tapi, sepertinya kau ketinggalan berita. Aku permisi, have fun di sini."Setelah mengatakan itu, pria yang kini menyandang sebagai artis itu sontak saja melangkah pergi dari hadapan Tiffany dan David. Merasa hatinya diremas oleh ribuan duri tajam. Sakit! Rasanya sakit sekali. Entah mengapa, Tiffany belum bisa membuka seluruh hatinya padanya padahal segala cara sudah ia lakukan untuk gadis itu. Tapi, apa? Mengapa balasannya seperti ini. Matthew merasa ini sangat tidak adil baginya.Di lain sisi, David yang mendengar ucapan Matth
Perlahan tapi pasti, David mendekatkan wajahnya ke arah Tiffany hingga kedua hidung mereka saling bersentuhan. Tiffany menegang, ia merasa aliran darahnya seolah berhenti sebentar dari tubuhnya, gleyer aneh langsung memenuhi perutnya, rasa yang belum pernah ia rasakan bersama Matthew. Meski hanya saling bertatapan seperti ini saja sudah membuat Tiffany kesulitan bernapas. Astaga, hatinya benar-benar sudah dipenuhi oleh pria ini.Tiffany sedikit beringsut begitu David malah dengan sengaja mengendus lehernya, hingga membuatnya geli dan risih, namun entah mengapa ia malah menyukainya. Tersenyum, Tiffany tersenyum. Bersama David seolah kebahagiaannya kembali setelah sekian lama ia hilang arah. "Sa- David, kau- sedang apa?" Tiffany bertanya karena sedari tadi David tak hentinya mengendus lehernya dan terkadang menyingkirkan helaian rambutnya yang mengganggu."Kau pakai parfum apa?"Tiffany berkedip, "Eh?""Kau wangi sekali. Kau sengaja menggodaku?""Ah? Ti-tidak, aku tidak bermaksud seper
"Aku masih menyayangimu, Tiffany."Setelahnya, kedua benda kenyal tak bertulang mereka bertemu dengan lembut ditambah dengan lumatan kecil yang bergerak lincah di dalam bibir sang gadis.Tiffany tak bereaksi apapun, kedua matanya hanya membeliak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dengannya. David baru saja menciumnya! Ya, menciumnya tepat di bibir. Astaga! Kedua mata Tiffany berkedip begitu ia merasa David menggigit bibir bawahnya, mungkin pria itu merasa bahwa Tiffany hanya diam saja dan tak membalas ciumannya. Tiffany merasa bersalah, ia tahu ini salah. Tapi, entah mengapa, tubuhnya justru malah menikmatinya. Sialnya, tubuhnya malah ingin menginginkan lebih. Sontak saja, kedua matanya terpejam, menikmati sentuhan bibir dan juga lidah David yang mengabsen seluruh isi bibir miliknya. Perlahan, karena ia juga merasa terdapat tekanan pada pinggulnya, ia mencoba ingin membalas ciuman David. Ah, malam ini ia harus menghabiskan banyak tenaga. Menyadari hal itu, David diam-diam ter
Menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya dokter yang menangani Rosa keluar. "Bagaimana keadaannya, Dok?""Rosa baik-baik saja, dia hanya kelelahan saja. Bayinya juga baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Gilang yang mendengar itu, tanpa basa-basi lagi langsung menyerobot masuk ke dalam, ia ingin melihat keadaan Rosa secara langsung. Rupanya, gadis itu sudah sadar, tatapannya nampak kosong, ia hanya menatap datar ke arah Gilang yang kini sedang menatapnya sendu."Aku akan menikahimu, Rosa. Jadi, aku mohon, jangan melakukan hal yang tidak-tidak padanya, dia tidak salah apapun. Bagaimanapun aku ini ayahnya, aku ingin membesarkannya."Samar-samar, Rosa mendengar suara David yang sangat perhatian pada Tiffany, penuh kasih sayang dan sangat lembut. Rosa hanya tersenyum kecil, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat dalam dekapan Gilang.***Satu bulan kemudian...Tiffany sedang menatap hamparan laut biru depannya, sepanjang mata memandang hanya ada keindahan air yang
Gilang yang sedang memainkan ponselnya, menanyakan bagaimana kabar Rosa sekarang. Namun, sudah dari setengah jam yang lalu, gadis itu tak kunjung membalas. Detik berikutnya, David kembali ke dalam mobil. Wajahnya kali ini nampak lebih segar dari sebelumnya, dapat ditebak jika sesuatu yang baik baru saja terjadi."Ey, ada apa, nih? Wajahmu sumringah seperti itu. Bagaimana dengan Tiffany tadi?""Tiffany akhirnya percaya padaku, tapi aku harus membuktikan semuanya.""Ya, kau memang harus melakukannya. Kebenaran yang ditutupi juga tidak akan berkunjung baik.""Jadi, apa rencanamu, David?""Aku akan melakukan tes DNA besok. Gilang, kau tolong sampaikan ini pada Rosa."***Saat ini, mereka semua berada di dalam sebuah ruangan VIP yang memang telah disediakan khusus, menunggu hasil pemeriksaan test DNA keluar. Tiffany, David, Zelo, Andre, Mario, Philip, Gilang, dan Rosa tidak ada yang bersuara. Ruangan itu nampak senyap, hanya terdengar suara jarum jam yang beputar. Dari sudut pandangnya,
"Rosa? Apa ini Rosa?" gumamnya pelan, ia sontak mengeluarkan ponselnya, meyakinkan asumsinya bahwa itu benar Rosa melalui nomor ponsel yang terdaftar di sana, ia ingin mencocokannya.Sedetik kemudian, Tiffany terkejut bukan main bahwa itu benar Rosa, sahabat David yang ia kenal selama ini. Jadi, Rosa hamil? Dengan siapa?Masih terkejut, Tiffany malah mendapati sebuah pesan email masuk dari orang yang tidak ia kenal. Ia mengklik sebuah dokumen di sana. Lagi, napasnya seperti tercekat, pasokan udara terasa menipis di dadanya. Lututnya kembali lemas dan ia terjatuh begitu saja. Ia sungguh terkejut melihat foto David dan Rosa yang berbaring tanpa busana. Jadi, mungkinkah anak yang dikandung Rosa anaknya David?"Tiffany!"Itu, suara Philip. Pria itu berlari mendekat dan mengambil posisi di samping Tiffany. Dari raut wajahnya, jelas memperlihatkan jika gadis itu sudah mengetahuinya."Tiff, kau baik-baik saja?"Tiffany menggeleng, wajahnya pucat pasi. "Philip, apa benar Rosa hamil anaknya Da
David mengkliknya dan sontak ia membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, di sana terdapat banyak sekali foto yang menampilkan dirinya dengan Rosa yang sedang berbaring tanpa busana. David jelas tahu dimana tempat itu, di sebuah ruangan kecil yang memang ia sediakam untuk beristirahat. Dalam hati, ia meronta-ronta. Sungguh, ia berani bersumpah bahwa ia tidak yakin pernah berbuat sejauh ini dengan gadis itu. Yang ia ingat, ia hanya tertidur di ruangan itu, tidak lebih. Bahkan, ia juga ingat betul jika dirinya sangat bugar dan segar saat bangun, tidak seperti orang yang baru saja mengeluarkan tenaga banyak. Lagipula, ia tidak mengingat apapun. Sekalipun mabuk, ia yakin seratus persen jika ia tidak meminum jenis alkohol apapun saat ini. "David? Kau sudah melihatnya?""Tidak, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak pernah melakukannya. Aku harus meluruskannya langsung dengan Rosa.""Kau jangan gegabah. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke tempatm
Baru saja, saat Tiffany ingin membuka ujung antiseptik, Philip dengan cepat menahan lengannya hingga pergerakannya terhenti secara tiba-tiba."Biar aku saja yang obati." ucap pria itu seraya mengambil alih lagi antiseptik itu. Ia meneteskan antiseptik pada kapas yang sudah dibalut kain kasa."Jangan diulangi lagi, aku tidak mau kau terluka."''Tidak perlu cemas, ini hanyalah luka kecil. Tidak seberapa."Philip tidak menggubris. Ia fokus mengobati bibir tipis Tiffany. Ia terdiam mengamati pemandangan dihadapannya. Bibir merah ranum itu lebih menggiurkan ketika dilihat dengan jarak dekat. Ya, seperti buah persik, atau mungkin rasanya juga sama. Pikir Philip. Ia semakingugup sekarang ketika membayangkan bagaimana tekstur dan rasanya. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran jeleknya."Sudah. Jangan diulangi lagi."Tiffany tersenyum kecil, "Terima kasih."Tidak sengaja, saat ia hendak membereskan kotak P3K, matanya tidak sengaja melirik ke arah benda pipih yang tergeletak begitu saja
Di dalam mobil, Tiffany tentu mendengar teriakan itu. Ia hanya bisa diam dan sesekali melihat ke arah kaca spion yang masih menampilkan David hingga mereka berbelok di perempatan."Kau sebaiknya beristirahat malam ini. Kau tidak usah masuk dulu besok, aku akan memberitahu staff rumah sakit."Tak ada sahutan, Tiffany hanya diam saja seraya menatap lurus ke luar jendela. Ia sudah tidak menangis lagi, tenaganya sudah habis terkuras tadi. Yang tersisa hanya jejak air mata yang mengering di wajahnya. Philip memaklumi, ia tidak akan banyak omong.***Esok paginya, Tiffany terbangun dengan tubuhnya yang masih terasa lemas, juga wajahnya yang membengkak akibat menangis. Ia berada di apartemennya. Sebenarnya, ia sudah bangun sejak dua jam yang lalu, tapi rasanya ia sangat malas beranjak dari atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Tidak ada yang ingin ia lakukan hari ini, apalagi mengingat kejadian semalam. Rasanya, seperti mimpi. Ia tidak pernah menyangka jika hub
"Tiffany, kau ingin keluar? Aku tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka." "Baiklah. Sepertinya, udara di luar lebih sejuk." Tiffany merasakan hal yang sama, bau ruangan itu sudah bukan lagi aroma lezat makanan tapi sudah didominasi aroma minuman alkohol, ia tidak menyukainya.Tanpa berpamitan lagi pada David, Tiffany segera menyusul Rosa yang sudah lebih dulu keluar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah danau kecil dengan beberapa pohon rindang di pinggirnya, gemerlap lampu yang temaram membuat suasana semakin nyaman dinikmati.Kedua gadis itu terus berjalan hingga mereka akhirnya tiba di sebuah jembatan kecil yang digunakan untuk menyebrangi sungai. Memang, di seberang sana ada kandang kuda dan juga lapangan golf. Besar sekali memang rumah Zelo. "Aroma parfummu sama sepertiku." Tiffany menyeletuk saat ia tidak sengaja mencium bau badan Rosa."Benarkah? Aku memakai parfum Channel no 5.""Benar! Aku juga memakainya, pemberian dari David."Rosa terkekeh, "Sepertinya, it
"Kau tidak ikut bermain?"Tiffany menoleh, Rosa sudah di sampingnya sedang mengikat rambut. "Tidak, aku tidak bisa bermain baseball.""Oh, benarkah? Padahal, David sangat menyukai permainan olahraga ini. Dari kecil, dia sudah sangat jago dan berlatih setelah pulang sekolah. Aku juga bisa bermain baseball karena David." Rosa berkata dengan senyumannya."Lebih menyenangkan jika kau bisa bermain baseball dengan seseorang yang kau sayangi, bukan?" Rosa melanjutkan dengan nada yang sedikit berbeda, seolah menyudutkan Tiffany.Tidak ada respon apapun yang diberikan Tiffany, ia hanya diam seraya memperhatikan Rosa yang tengah tersenyum miring ke arahnya seraya berjalan menuju sekumpulan pria itu. Di tempatnya, Tiffany hanya bisa memperhatikan mereka yang sedang asik bermain. Meski pandangannya tertuju pada lapangan juga David, tapi pikirannya sedang mengambang, ia kembali mengingat kejadian semalam dengan Salsha. Bukan hal yang tidak mungkin jika Rosa menaruh perasaan pada David, mereka sud
"Kau masih ingat bagaimana prianya?"Salsha mencoba mengingat kembali, "Sedikit. Aku ingat rambutnya."Tiffany dengan segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang berisi enam pria yang sedang tersenyum lebar di tengah-tengah lapangan baseball, lengkap dengan pakaian juga sebuah piala di sana."Apa ada di salah satu pria ini?"Salsha mengamatinya dengan teliti hingga ia merasa familiar dengan seorang pria di tengah-tengah, "Ini! Dia orangnya."Itu, Gilang.Setelahnya, Tiffany tidak banyak bicara, ia hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi selama ini. Mendapati hal ini, rasa curiga yang tadi sempat terpendam kini muncul kembali, ia menggali ingatannya dengan beberapa kejadian yang melibat Rosa belakangan ini. Gadis itu memang selalu hadir menjadi topik pertengkaran ia dan David hingga berujung salah paham."Tiffany, jika aku boleh menyarankan, kau harus berhati-hati dengan dia. Kau jangan terlalu percaya padanya. Dia memang sahabat David, tapi dia tetap orang asin