"Kau kembali?" Matthew kembali bertanya lirih.David mengedikkan bahunya, "Ya, seperti yang kau lihat, aku kembali untuk Tiffany."Deg. Matthew yang kini merasa jantungnya berhenti berdetak sontak saja menoleh ke arah Tiffany. Rupanya, gadis itu juga tengah menatapnya dengan wajah yang nampak cemas sekaligus bersalah, entahlah Matthew mengartikan arti mata Tiffany adalah ucapan maaf. Matthew tertawa renyah, lalu melangkah sedikit ke depan David, "Sukses terus. Tapi, sepertinya kau ketinggalan berita. Aku permisi, have fun di sini."Setelah mengatakan itu, pria yang kini menyandang sebagai artis itu sontak saja melangkah pergi dari hadapan Tiffany dan David. Merasa hatinya diremas oleh ribuan duri tajam. Sakit! Rasanya sakit sekali. Entah mengapa, Tiffany belum bisa membuka seluruh hatinya padanya padahal segala cara sudah ia lakukan untuk gadis itu. Tapi, apa? Mengapa balasannya seperti ini. Matthew merasa ini sangat tidak adil baginya.Di lain sisi, David yang mendengar ucapan Matth
Perlahan tapi pasti, David mendekatkan wajahnya ke arah Tiffany hingga kedua hidung mereka saling bersentuhan. Tiffany menegang, ia merasa aliran darahnya seolah berhenti sebentar dari tubuhnya, gleyer aneh langsung memenuhi perutnya, rasa yang belum pernah ia rasakan bersama Matthew. Meski hanya saling bertatapan seperti ini saja sudah membuat Tiffany kesulitan bernapas. Astaga, hatinya benar-benar sudah dipenuhi oleh pria ini.Tiffany sedikit beringsut begitu David malah dengan sengaja mengendus lehernya, hingga membuatnya geli dan risih, namun entah mengapa ia malah menyukainya. Tersenyum, Tiffany tersenyum. Bersama David seolah kebahagiaannya kembali setelah sekian lama ia hilang arah. "Sa- David, kau- sedang apa?" Tiffany bertanya karena sedari tadi David tak hentinya mengendus lehernya dan terkadang menyingkirkan helaian rambutnya yang mengganggu."Kau pakai parfum apa?"Tiffany berkedip, "Eh?""Kau wangi sekali. Kau sengaja menggodaku?""Ah? Ti-tidak, aku tidak bermaksud seper
"Aku masih menyayangimu, Tiffany."Setelahnya, kedua benda kenyal tak bertulang mereka bertemu dengan lembut ditambah dengan lumatan kecil yang bergerak lincah di dalam bibir sang gadis.Tiffany tak bereaksi apapun, kedua matanya hanya membeliak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dengannya. David baru saja menciumnya! Ya, menciumnya tepat di bibir. Astaga! Kedua mata Tiffany berkedip begitu ia merasa David menggigit bibir bawahnya, mungkin pria itu merasa bahwa Tiffany hanya diam saja dan tak membalas ciumannya. Tiffany merasa bersalah, ia tahu ini salah. Tapi, entah mengapa, tubuhnya justru malah menikmatinya. Sialnya, tubuhnya malah ingin menginginkan lebih. Sontak saja, kedua matanya terpejam, menikmati sentuhan bibir dan juga lidah David yang mengabsen seluruh isi bibir miliknya. Perlahan, karena ia juga merasa terdapat tekanan pada pinggulnya, ia mencoba ingin membalas ciuman David. Ah, malam ini ia harus menghabiskan banyak tenaga. Menyadari hal itu, David diam-diam ter
Langkah kaki Yeri dengan tergesa langsung berlari menyusuri lorong panjang yang akan membawanya bertemu dengan Vero. Tadi, setelah Luna memberitahunya jika Vero sedang dilarikan ke rumah sakit, ia tanpa aba-aba langsung meninggalkan Arga, ia langsung memesan taksi dan menuju rumah sakit yang Luna maksud.Jantung Yeri semakin berdetak tak karuan. Bukannya apa, jika penyakit Vero sedang kambuh, mau tak mau ia harus menjalani sebuah perawat yang harus memantaunya dua puluh empat jam. Ya, sudah satu tahun belakangan ini Vero mengidap penyakit bipolar yang membuat kinerja otaknya sedikit terganggu. Dan, selama itu pula Yeri yang bertugas merawatnya. Sungguh, ia benar-benar sangat khawatir dengan pria yang bernotabene sebagai kekasihnya itu.Brak.Pintu itu terbuka dan ia langsung mendapati Matthew yang tengah terduduk dengan pandangan kosong. Di sampingnya ada Salsha yang juga tengah memperhatikannya. "Matthew."Sontak saja, kedua anak manusia itu langsung berbalik menatapnya."Kurasa, ak
Matthew menatap Tiffany dengan alis yang menungging naik. Sedangkan, Tiffany hanya terdiam membisu dengan ekspresi yang tidak terbaca. Pikirannya sedang bercabang. Entah mengapa, kata itu yang spontan saja keluar dari mulutnya. Sungguh, ia tak suka mendengar perkataan Matthew yang barusan. Dalam arti, ia tak ingin kehilangan pria itu. Tapi, bukankah seharusnya seperti ini? David sudah kembali, cintanya sudah kembali. Seharusnya, mudah bagi Tiffany untuk melepaskan Matthew. Tapi, kenapa ia sangat tidak rela.***David menghela napasnya. Ini sudah ke berapa kalinya ia melakukan hal yang seperti itu. Tiffany masih belum bisa dihubungi. Ia harus mencari gadis itu kemana? Tak ada satupun yang ia kenal di sini. Tapi, ia ingat jika Tiffany memiliki sepupu di sini. Tapi, dimana ia harus mencarinya?Tak menyerah, David kembali memencet nomor Tiffany dan berharap gadis itu mengangkat panggilannya. Rasanya, David sudah menyerah begitu sampai dering ke lima sama sekali tak ada sahutan dari gadis
"Kau tidak ingin menjelaskan apapun padanya?" tanya Matthew yang membuat dua orang manusia itu menoleh kepadanya dan itu membuat Tiffany benar-benar gugup."David." cicit Tiffany seraya meremas kedua jemarinya. David yang mendapati respon dari gadisnya itu sontak menoleh."Sebenarnya, aku dan Matthew adalah sepasang kekasih." ucapnya dengan tarikan sehela napas. Menurutnya, ini memang sudah saatnya yang tepat untuk menceritakan semuanya pada David daripada semakin lama kebohongan ini akan semakin menyakitkan. Dan, David hanya terdiam. Pria itu mengerjap lalu terkekeh, "Wah, aku tidak tahu jika aku ketinggalan berita. Pantas saja kalian sangat aneh. Sepertinya, aku juga sudah terlambat. Menyakitkan memang, tapi sepertinya itu yang harus aku terima. Jadi, sejak kapan kalian bersama?"Matthew melirik ke arah Tiffany yang kini tengah menatap David sangat dalam. Ia tahu jika gadisnya itu masih mencintai David. Namun, apa ia harus mengalah lagi sekarang? "I-itu—""Tidak. Itu dulu, sekaran
"Aku harus kembali ke Bali besok.""APA?!"Tiffany membelalakkan matanya terkejut. Apa yang baru saja dikatakan oleh David apa benar sungguhan? Ia tak salah dengar?"Kenapa? Apa yang harus aku lakukan di sini lagi."Tiffany terdiam. Pikirannya kembali mengarah pada beberapa tahun silam, dimana Tiffany dan David saling mengucap janji untuk selalu bersama sampai waktu yang tepat mereka pasti akan bertemu lagi. Tapi, yang pria itu dapatkan hanya sebuah drama yang begitu memuakkan. Maka dari tadi, Tiffany sungguh tak ingin melepas pria itu lagi. Karena, ini hari penantiannya menjadi kenyataan. "Tiff, aku tidak bodoh. Aku jelas-jelas melihat ada janggal antara kau dan Matthew. Tolong, jangan tutupi apapun. Jelaskan padaku semuanya. Aku ingin mendengarkannya darimu langsung Tiffany.""David, maafkan aku."***"Ini.""Terima kasih."Matthew mengambil segelas air putih yang disodorkan oleh Salsha padanya lalu meminum obat yang juga telah dipersiapkan gadis itu. Tadi, tiba-tiba saja ia merasa
Prang.Salsha terkejut bukan main saat terdengar suara dentuman benda jatuh. Ia menoleh ke arah Matthew yang kini sedang memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Dan, ia baru saja memecahkan gelas yang tadi ia berikan."Matthew! Matthew! Kau kenapa?!" seru Salsha panik. Sialnya, ia lupa membawa peralatan dokternya."Aish, sial!" umpatnya. Salsha langsung memencet tombol emergency dan tak lama setelah itu ada banyak suster dan juga salah seorang dokter yang langsung menangani Matthew.Salsha kala itu langsung beringsut keluar untuk mengambil peralatan dokternya yang tertinggal. "Matthew, aku mohon. Bertahanlah." ujarnya dalam hati. ***Sisi lain, Tiffany langsung keluar dari mobil taksi yang membawanya tiba di rumahnya. Gadis itu langsung merasa cemas begitu melihat mobil David yang sudah tidak terparkir di halaman rumahnya. Dengan cepat, ia melangkah masuk ke dalam untuk menemui pria itu. "David!" pantau Tiffany seraya berjalan menaiki tangga, berjalan menuju kamarnya. Tak ada b